GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR MINAT MASYARAKAT DALAM MENGAKSES LAYANAN FASILITAS KESEHATAN PRIMER PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI KOTA DENPASAR TAHUN 2022
on
Arc. Com. Health • agustus 2023
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 10 No. 2: 277 - 295
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR MINAT MASYARAKAT DALAM MENGAKSES
LAYANAN FASILITAS KESEHATAN PRIMER PADA MASA PANDEMI COVID-19 DI
KOTA DENPASAR TAHUN 2022
Made Anita Deviyanti, Luh Putu Sinthya Ulandari*
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Jalan P.B. Sudirman Denpasar, Bali, 80234
ABSTRAK
Setelah munculnya pandemi COVID-19, minat masyarakat untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan primer menurun dan jumlah kunjungan menurun serta ditambah adanya kebijakan pembatasan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit. Di sisi lain, pada tahun 2022 pemerintah memberikan kelonggaran dengan tujuan untuk memulihkan pariwisata. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari faktor-faktor minat masyarakat dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan primer pada masa pandemi COVID-19 di Kota Denpasar Tahun 2022. Penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional dan jumlah sampelnya sebanyak 106 responden dengan menggunakan teknik quota sampling yang terbagi menjadi 4 kecamatan di Kota Denpasar. Instrumennya berupa kuesioner dan data dianalisis dengan analisis univariabel dan analisis bivariabel dengan tabel tabulasi silang. Hasil penelitian didapatkan 55 responden (51,89%) memiliki minat yang cukup tinggi yaitu usia 20-39 tahun, berpendidikan tinggi, bekerja, mempunyai penyakit penyerta (komorbid), sudah vaksinasi COVID-19, memiliki penghasilan sedang, memiliki asuransi, akses mudah, baiknya penilaian individu terhadap sakitnya, pelayanan kesehatan yang baik sesuai standar protokol kesehatan serta tidak menghambatnya kebijakan pembatasan sosial yang memiliki minat cukup tinggi.
Keywords: Minat Masyarakat, Pandemi COVID-19, Jumlah Kunjungan, Layanan Fasilitas Kesehatan Primer
ABSTRACT
After the emergence of the COVID-19 pandemic, public interest in accessing primary health care facilities and the number of visits decreased and the addition of restrictive policies would increase disease morbidity and mortality. On the other hand, in 2022 the government provides concessions with the aim of restoring tourism. The purpose of this study was to describe the factors of public interest in accessing primary health care facilities in Denpasar City in 2022. This study was a descriptive observational study with a cross sectional design and the number of samples was 106 respondents using quota sampling technique which was divided into 4 district in Denpasar City. The instrument is a questionnaire and the data were analyzed by univariable analysis and bivariable analysis in the form of a cross tabulation table. The results showed that 55 respondents (51.89%) had a fairly high interest, namely age 20-39 years, had higher education, worked, had comorbidities (comorbid), had been vaccinated against COVID-19, had moderate income, had insurance, easy access, good individual assessment of illness, good health services according to health protocol standards and not hampering social restriction policies that have high enough interest.
Keywords: Public Interest, Pandemic of COVID-19, Visit, Primary Health Care Facility
PENDAHULUAN
Layanan fasilitas kesehatan primer dikatakan sebagai ujung tombak atau gate keeper dalam upaya kesehatan promotif, preventif dan kuratif yang terdiri atas puskesmas, klinik pratama dan praktik dokter mandiri. Jumlah layanan fasilitas kesehatan tiap tahunnya meningkat seperti tahun 2016 puskesmas bertambah menjadi 9.767 unit (Fatimah & Indrawati, 2019).
Pemanfaatan layanan fasilitas kesehatan merupakan faktor penentu derajat kesehatan. Menurut WHO, peningkatan jumlah kunjungan ke layanan kesehatan merupakan target utama di berbagai negara berkembang seperti Indonesia yang menetapkan indikator cakupan pelayanan kesehatan dari jumlah kunjungan masyarakat yang mengakses atau memanfaatkan pelayanan kesehatan
primer (Karman et al., 2016). Banyak atau rendahnya jumlah kunjungan disebabkan oleh minat masyarakat yang mengaksesnya. Minat merupakan suatu perilaku yang memunculkan keinginan seseorang untuk membeli atau menggunakan khususnya layanan kesehatan (Baharuddin et al., 2018).
Setelah munculnya pandemi, diberlakukan upaya pembatasan kegiatan masyarakat tertera pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Jika dibandingkan sebelum COVID-19 tahun 2019 dan setelah COVID-19 tahun 2020 terjadi penurunan minat masyarakat mengakses layanan fasilitas kesehatan (Sukeni et al., 2021). Selain itu, 83,57% puskesmas di Indonesia melaporkan adanya penurunan kunjungan selama masa pandemi (Balitbangkes, 2020).
Apabila penurunan kunjungan ini terus menerus terjadi maka akan berdampak lebih mengerikan dibanding dampak dari COVID-19. Penelitian Brant et al. (2021) di Brazil didapatkan bahwa pandemi COVID-19 mengakibatkan penurunan minat kunjungan tetapi terjadi peningkatan proporsi kematian sebesar 1,2% dan proporsi yang membutuhkan perawatan intensif sebesar 4,7% khususnya penyakit non COVID-19 (Brant et al., 2021).
Salah satunya di Kota Denpasar terjadi penurunan kunjungan masyarakat mengakses layanan fasilitas kesehatan primer. Tahun 2019 (sebelum pandemi) jumlah kunjungan puskesmas sebanyak 329.924 orang (34,26%) dan klinik pratama sebanyak 557.584 orang (58,87%) dari total penduduk sebesar 947.116 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2020). Sedangkan, tahun 2020 (sesudah pandemi) jumlah
kunjungan puskesmas sebanyak 214.802 orang (22,30%) dan klinik pratama sebanyak 299.350 orang (31,09%) dari total penduduk sebesar 962.900 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2021).
Penurunan kunjungan yang terjadi tidak lepas dari penurunan minat dalam berperilaku mengakses layanan fasilitas kesehatan, terutama setelah terjadinya pandemi COVID-19. Dalam Teori Andersen yang membahas mengenai model kepercayaan kesehatan dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan, terdiri atas faktor predisposisi, faktor kemampuan dan faktor kebutuhan (Indriani et al., 2018). Model teori tersebut mengalami perkembangan seperti penambahan faktor kontekstual yang juga menjadi penentu dalam mengakses layanan kesehatan (Lederle et al., 2021). Di sisi lain, muncul beberapa kebijakan baru di tahun 2022, seperti Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 11 Tahun 2022 dan Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 15 Tahun 2022 tentang kelonggaran persyaratan perjalanan dalam negeri dan perjalanan luar negeri dan mulai membuka sektor pariwisata. Dengan adanya kelonggaran dan penurunan kunjungan yang terjadi pada tahun sebelumnya penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran faktor-faktor minat masyarakat dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan primer pada masa pandemi COVID-19 di Kota Denpasar Tahun 2022.
METODE
Jenis penelitian adalah penelitian observasional deskriptif dengan rancangan
cross sectional. Adapun variabel penelitian dibagi menjadi varibel bebas meliputi usia, jenis kelamin, status pendidikan, pekerjaan, penyakit penyerta (komorbid), vaksinasi COVID-19, penghasilan, kepemilikan asuransi kesehatan, akses, penilaian individu terhadap sakitnya, pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan dan kebijakan pembatasan sosial serta variabel terikat yaitu minat masyarakat dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan primer. Sampel didapatkan dengan teknik quota sampling sebesar 106 orang pada 4 kecamatan di Kota Denpasar secara proporsional. Sampel penelitian memperhatikan kriteria inklusi yaitu bertempat tinggal di Kota Denpasar, berusia minimal 20 tahun, pernah mengakses layanan fasilitas kesehatan primer minimal satu kali dalam satu tahun terakhir dan bersedia mengisi kuesioner. Instrumen pengumpulan data yang digunakan kuesioner berupa google form. Teknik analisis data menggunakan analisis univariabel dan bivariabel dengan uji chi square dan jika tidak memenuhi asumsi maka digunakan uji fisher exact. Data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan tabulasi silang dengan aplikasi STATA versi 12.0. Penelitian ini telah mendapatkan izin kelaikan etik dari Unit Komisi Etik
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Adapun nomor izin laik etiknya adalah 1068/UN14.2.2.VII.14/LT/2022.
HASIL
Berdasarkan tabel 1, pada penelitian ini didapatkan distribusi sampel paling banyak dengan kategori usia 20-39 tahun sebanyak 59 orang (55,7%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 63 orang (59,4%) pendidikan perguruan tinggi sebanyak 78 orang (73,6%), status bekerja sebanyak 92 orang (86,8%), tidak mempunyai penyakit penyerta (komorbid) sebanyak 90 orang (84,9%), sudah vaksinasi COVID-19 dosis ke-3 sebanyak 83 orang (78,3%), sebanyak 33 orang (31,13%), menggunakan layanan fasilitas kesehatan primer seperti klinik, berpenghasilan sedang sebanyak 55 orang (51,9%), memiliki asuransi kesehatan sebanyak 102 orang (96,2%), akses mudah sebanyak 68 orang (64,2%), kategori penilaian individu terhadap sakitnya yang baik sebanyak 58 orang (54,7%), pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan yang baik sebanyak 85 orang (80,2%) dan tidak ada perbedaan proporsi antara kategori menghambat dan tidak menghambat yaitu sebanyak 53 orang (50,00%).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel
Variabel |
Frekuensi (n=106) |
Proporsi (%) |
Usia | ||
20-39 tahun |
59 |
55,7 |
≥ 40 tahun |
47 |
44,3 |
Jenis Kelamin | ||
Laki-Laki |
43 |
40,6 |
Perempuan |
63 |
59,4 |
Status Pendidikan |
Variabel |
Frekuensi (n=106) |
Proporsi (%) |
Rendah | ||
Tidak Sekolah |
0 |
0 |
SD |
0 |
0 |
SMP/Sederajat |
2 |
1,9 |
Tinggi | ||
SMA/Sederajat |
26 |
24,5 |
Perguruan Tinggi |
78 |
73,6 |
Pekerjaan | ||
Tidak Bekerja |
14 |
13,2 |
Bekerja |
92 |
86,8 |
Penyakit Penyerta (Komorbid) | ||
Punya |
16 |
15,1 |
Tidak Punya |
90 |
84,9 |
Status Vaksinasi COVID-19 | ||
Belum divaksinasi |
2 |
1,9 |
Vaksinasi dosis 1 |
2 |
1,9 |
Vaksinasi dosis 2 |
19 |
17,9 |
Vaksinasi dosis 3 |
83 |
78.3 |
Layanan Kesehatan | ||
Puskesmas |
28 |
26,4 |
Klinik |
33 |
31,1 |
Praktik dokter mandiri |
24 |
22,6 |
Puskesmas, klinik |
6 |
5,7 |
Puskesmas, praktek dokter mandiri |
8 |
7,6 |
Klinik, praktik dokter mandiri |
3 |
2,8 |
Puskesmas, klinik, praktek dokter mandiri |
4 |
3,8 |
Penghasilan | ||
Penghasilan Rendah (<Rp1.800.000) |
24 |
22,6 |
Penghasilan Sedang (Rp1.800.000-Rp4.800.000) |
55 |
51,9 |
Penghasilan Tinggi (Rp.4.800.000-Rp7.200.000) |
14 |
13,2 |
Penghasilan Sangat Tinggi (>Rp7.200.000) |
13 |
12,3 |
Kepemilikan Asuransi Kesehatan | ||
Memiliki |
102 |
96,2 |
Tidak Memiliki |
4 |
3,8 |
Akses | ||
Akses Mudah |
68 |
64,2 |
Akses Sulit |
38 |
35,8 |
Penilaian Individu Terhadap Sakitnya | ||
Baik |
58 |
54,7 |
Kurang Baik |
48 |
45,3 |
Pelayanan Kesehatan Sesuai Standar Protokol | ||
Kesehatan | ||
Baik |
85 |
80,2 |
Kurang Baik |
21 |
19,8 |
Kebijakan Pembatasan Sosial
Variabel |
Frekuensi (n=106) |
Proporsi (%) |
Menghambat |
53 |
50 |
Tidak Menghambat |
53 |
50 |
(51,9%) responden memiliki minat yang cukup tinggi dalam mengakses layanan
Dari tabel 2, didapatkan sebanyak 55 orang fasilitas kesehatan primer.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Minat Masyarakat Mengakses Layanan Fasilitas
Kesehatan Primer
Kategori |
Frekuensi (n=106) |
Proporsi (%) |
Minat Masyarakat | ||
Rendah |
51 |
48,1 |
Cukup tinggi |
55 |
51,9 |
Berdasarkan tabel 3, didapatkan responden dengan minat yang cukup tinggi adalah kategori usia 20-39 tahun sebanyak 33 orang (55,9%), tidak ada perbedaan antara jenis kelamin, status pendidikan tinggi sebanyak 54 orang (51,9%), status bekerja sebanyak 47 orang (51,1%), mempunyai penyakit penyerta (komorbid) sebanyak 12 orang (75%), sebanyak 54 orang (51,9%) sudah vaksinasi COVID-19, penghasilan sedang sebanyak 30 orang (54,6%), memiliki asuransi kesehatan sebanyak 55 orang (53,9%), akses mudah sebanyak 39 orang (57,4%), memiliki
penilaian individu yang baik terhadap sakitnya sebanyak 33 orang (56,9%), pelayanan kesehatan yang baik sesuai standar protokol kesehatan sebanyak 50 orang (58,8%) serta kategori tidak menghambat pada kebijakan pembatasan sosial sebanyak 33 orang (62,3%).
Berdasarkan nilai-p pada penelitian ini bahwa penyakit penyerta/komorbid (p=0,045), pelayanan kesehatan yang baik sesuai standar protokol (p=0,004) dan kebijakan pembatasan sosial (p=0,032) menunjukkan adanya hubungan bermakna secara statistik dengan minat masyarakat.
Tabel 3. Hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
Minat Masyarakat Variabel p Rendah Nilai-p Tinggi n (%) n (%) | |
Usia 20-39 tahun ≥ 40 tahun |
33 (55,9) 26 (44,1) 0350 22 (46,8) 25 (53,2) , |
Jenis kelamin Perempuan Laki-Laki |
32 (50,8) 31 (49,2) 0785 23 (53,5) 20 (46,5) , |
Variabel |
Minat Masyarakat |
Nilai-p | |
Cukup Tinggi |
Rendah | ||
n (%) |
n (%) | ||
Status pendidikan | |||
Rendah |
1 (50) |
1 (50) |
0,957 |
Tinggi |
54 (51,9) |
50 (48,1) | |
Pekerjaan | |||
Bekerja |
47 (51,1) |
45 (48,9) |
0,673 |
Tidak bekerja |
8 (57,1) |
6 (42,9) | |
Penyakit penyerta (komorbid) | |||
Punya |
12 (75) |
4 (25) |
0,045 |
Tidak Punya |
43 (47,8) |
47 (52,2) | |
Status vaksinasi COVID-19 | |||
Sudah |
54 (51,9) |
50 (48,1) |
0,957 |
Belum |
1 (50) |
1 (50) | |
Penghasilan | |||
Rendah |
13 (54,2) |
11 (45,8) | |
Sedang |
30 (54,6) |
25 (45,4) |
0,762 |
Tinggi |
7 (50) |
7 (50) | |
Sangat Tinggi |
5 (38,5) |
8 (61,5) | |
Kepemilikan asuransi kesehatan | |||
Memiliki |
55 (53,9) |
47 (46,1) |
0,050 |
Tidak Memiliki |
0 (0) |
4 (100) | |
Akses | |||
Akses Mudah |
39 (57,4) |
29 (42,6) |
0,132 |
Akses Sulit |
16 (42,1) |
22 (57,9) | |
Penilaian individu terhadap sakitnya | |||
Baik |
33 (56,9) |
25 (43,1) |
0,256 |
Kurang Baik |
22 (45,8) |
26 (54,2) | |
Pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan | |||
Baik |
50 (58,8) |
35 (41,2) |
0,004 |
Kurang Baik |
5 (23,8) |
16 (76,2) | |
Kebijakan pembatasan sosial | |||
Tidak Menghambat |
33 (62,3) |
20 (37,7) |
0,032 |
Menghambat |
22 (41,5) |
31 (58,5) |
DISKUSI
Gambaran Minat Masyarakat dalam Mengakses Layanan Fasilitas Kesehatan Primer di Kota Denpasar Tahun 2022
Pada penelitian ini masyarakat Kota
Denpasar memiliki minat cukup tinggi
mengakses layanan fasilitas kesehatan primer. Pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai kebutuhan akan meningkatkan minat masyarakat dan berpengaruh pada jumlah kunjungan mengakses fasilitas layanan kesehatan primer dan target
indikator tercapai (Baharuddin et al., 2018). Menurut Alamsyah (2011) dalam Gunawan (2021), minat masyarakat mengakses layanan fasilitas kesehatan disebabkan karena ketersediaan tenaga kesehatan, kelengkapan obat, sikap dan perilaku pemberian layanan kesehatan (Gunawan, 2021). Pengalaman menghadapi pandemi selama tiga tahun terakhir membuat masyarakat lebih siap, sehingga memungkinkan masyarakat lebih berminat mengakses layanan fasilitas kesehatan primer. Penelitian Munir & Matondang (2022), juga menyebutkan masyarakat dengan pengetahuan baik terkait pandemi COVID-19 memiliki minat yang baik dalam memanfaatkan layanan kesehatan seperti posyandu (Munir & Matondang, 2022). Namun, pada penelitian juga ada yang memiliki minat rendah. Kemungkinannya seperti adanya pandemi COVID-19 dan anggapan layanan fasilitas kesehatan primer merupakan tempat berisiko tinggi penularan COVID-19. Mereka cemas dan khawatir walaupun sudah memasuki adaptasi new normal sehingga perlu edukasi terkait penularan pandemi COVID-19 di tempat berisiko seperti layanan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan minatnya. Di sisi lain, masyarakat Kota Denpasar di penelitian ini lebih berminat mengakses klinik dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatannya. Menjamurnya klinik swasta yang terus bertambah adalah kemungkinan penyebabnya (Anggraeny, 2013). Selain itu, penelitian Yati (2017), alasan lainnya seperti jam operasional layanan lebih lama dan lebih praktis (Yati, 2017).
Menurut teori, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu individu
untuk mengakses atau memanfaatkan layanan fasilitas kesehatan. Namun, ditengah kondisi pandemi COVID-19 saat ini terdapat beberapa faktor penunjang lain yang turut mempengaruhi individu untuk berminat dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan primer.
Gambaran Faktor Predisposisi Terhadap Minat Masyarakat dalam Mengakses Layanan Fasilitas Kesehatan Primer di Kota Denpasar Tahun 2022
Kebutuhan dan keinginan seseorang berkembang seiring bertambahnya usia Hasil penelitian menunjukkan mayoritas usia 20-39 tahun memiliki minat cukup tinggi dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Mardiana et al. (2021) bahwa usia muda lebih sering mengakses layanan fasilitas kesehatan dibanding usia tua dan tidak ada hubungan signifikan antara usia dengan pemanfaatan layanan kesehatan di puskesmas (Mardiana et al., 2022). Akan tetapi, berbanding terbalik dengan penelitian Bambang Irawan dan Asmaripa Ainy (2018) menyatakan usia >46 tahun lebih memanfaatkan layanan kesehatan dibandingkan dengan mereka yang berusia ≤46 tahun (Irawan & Ainy, 2018).
Usia akan mempengaruhi minat dalam mengakses layanan kesehatan. Tiap tingkatan umur memiliki risiko penyakit yang berbeda. Usia muda (16-40 tahun) merupakan masa produktif dan aktif sehingga lebih rentan terhadap penyakit akibat masalah gaya hidup, kecelakaan kerja, makanan tidak sehat dan lain-lain. Masalah kecelakaan lalu lintas banyak dialami oleh mereka yang berusia
produktif yang dikarenakan kurang berhati-hati saat berkendara khususnya saat ingin berangkat kerja. Sedangkan usia tua akan merasa kesulitan mengakses fasilitas kesehatan disebabkan penurunan kondisi fisik dan dalam hal mengakses layanan fasilitas kesehatan cenderung dibantu. Didukung penelitian Oktarianita et al., (2021), usia tua enggan mengakses layanan fasilitas kesehatan dikarenakan kondisi fisik dan jarak yang jauh (Oktarianita et al., 2021). Munculnya pandemi COVID-19, juga mengakibatkan usia >65 tahun lebih mengurungkan niat mengakses layanan fasilitas kesehatan primer (Ekman et al., 2021).
Namun, kelompok usia 20-39 tahun ada juga yang memiliki minat cukup tinggi. Salah satu kemungkinannya disebabkan adanya persepsi sakit yang kurang baik. Ada juga yang berusia ≥ 40 tahun memiliki minat cukup tinggi. Kemungkinan disebabkan adanya pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai dengan standar.
Berdasarkan hasil penelitian tidak ada perbedaan antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki terkait minat mengakses layanan fasilitas kesehatan dan tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik. Didukung oleh studi lain yang menyebutkan jenis kelamin tidak mempengaruhi orang untuk berminat mengakses layanan fasilitas kesehatan. Selain itu, penelitian oleh Logen et al. (2015) bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan pemanfaatan layanan kesehatan (Logen et al., 2015). Hal ini menunjukkan jenis kelamin laki-laki atau perempuan memiliki kecenderungan minat yang sama dalam mengakses layanan kesehatan
(Irawan & Ainy, 2018). Adanya pengaruh faktor kebiasaan berperilaku dan emosional antar individu juga turut berpengaruh. Didukung dengan penelitian Irawan dan Ainy tahun 2018, bahwa faktor kebiasaan berperilaku yang membedakan orang untuk mengakses atau tidak mengakses layanan fasilitas kesehatan (Irawan & Ainy, 2018). Menurut Soekidjo (2003) dalam Rahman et al. (2016), masih terdapat faktor lain yang turut berpengaruh pada perilaku pencarian pelayanan kesehatan (Rahman et al., 2016).
Secara teoritis pendidikan formal mempengaruhi pengetahuan seseorang. Berdasarkan hasil penelitian bahwa berpendidikan tinggi cenderung memiliki minat cukup tinggi dan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Siti dan Fitri (2019) bahwa pendidikan tinggi cenderung lebih memanfaatkan pelayanan kesehatan dibanding pendidikan rendah cenderung tidak memanfaatkan layanan kesehatan dan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan layanan kesehatan (Fatimah & Indrawati, 2019).
Menurut Rumengan (2015) dalam Fatimah & Indrawati (2019), tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan dan kesadaran tiap individu (Fatimah & Indrawati, 2019). Pendidikan yang tinggi tentunya memiliki pengetahuan yang lebih tinggi sehingga cenderung lebih memahami dan cepat menganggap kesehatan hal yang penting serta cenderung berminat untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan primer dibanding mereka dengan pendidikan rendah. Didukung dengan penelitian Siti
dan Fitri (2019) bahwa masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima dan menyerap informasi dibanding dengan pendidikan rendah perilakunya masih dipengaruhi lingkungan sekitar (Fatimah & Indrawati, 2019). Akan tetapi, tinggi rendahnya pendidikan masyarakat belum tentu dapat menjamin untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan, melainkan pengetahuan dan informasi yang dapat mempengaruhi mereka untuk mengambil keputusan mengakses layanan fasilitas kesehatan. Namun, yang berpendidikan tinggi juga ada yang minatnya rendah. Hal tersebut kemungkinan aksesnya yang sulit sehingga cenderung memilih layanan fasilitas kesehatan yang dekat dengan rumahnya walaupun layanan kesehatan swasta.
Pekerjaan merupakan faktor dorongan bagi individu untuk tindakan pemenuhan kebutuhan. Hasil penelitian didapatkan bahwa yang bekerja memiliki minat cukup tinggi tetapi tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Oktarianita et al. (2021) bahwa yang bekerja cenderung memanfaatkan puskesmas sebagai pelayanan primer dibandingkan responden yang tidak bekerja tetapi ada hubungan yang signifikan (Oktarianita et al., 2021).
Salah satu faktor sosio-ekonomi mempengaruhi perilaku dalam mengakses layanan kesehatan adalah pekerjaan (Syarifain et al., 2017). Individu yang bekerja tentunya memperoleh penghasilan. Dari penghasilannya tersebut mereka menyisihkan untuk kepentingan kesehatan sehingga mereka cenderung berminat mengakses layanan fasilitas kesehatan dan
membiayai layanan kesehatan yang digunakan. Sedangkan yang tidak bekerja cenderung menyimpannya uangnya untuk kebutuhan yang lebih penting dibanding kebutuhan kesehatannya. Akan tetapi, kelompok yang bekerja dan tidak bekerja tidak selalu berhubungan dengan memanfaatkan layanan kesehatan. Hal tersebut dikarenakan pola pikir dan motivasi yang cenderung berubah-ubah yang akan membuat suatu individu untuk memilih pelayanan kesehatan yang digunakannya. Berdasarkan penelitian dari Oktarianita (2021) bahwa mereka yang bekerja dan memanfaatkan layanan kesehatan dikarenakan adanya dorongan yang mampu membuat untuk berniat memperhatikan kesehatan disela waktu bekerja (Oktarianita et al., 2021).
Akan tetapi, pada penelitian ini juga ada yang tidak bekerja dan minatnya cukup tinggi. Hal ini dikarenakan adanya asuransi kesehatan yang membantu mengurangi biaya yang perlu dikeluarkan untuk membayar layanan fasilitas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya (Zhou et al., 2017). Ada juga yang bekerja tetapi minatnya rendah. Keadaan sibuk bekerja yang menjadi penyebabnya yang akibatnya kurang dalam memperhatikan kesehatan. Pada penelitian Mustafidah & Indrawati (2021), empat dari lima informan bekerja dan menyatakan bahwa mereka yang bekerja tidak memiliki waktu untuk melakukan skrining di layanan fasilitas kesehatan (Mustafidah & Indrawati, 2021).
Selama pandemi COVID-19, penyakit penyerta (komorbid) menjadi masalah serius. Komorbid meningkatkan risiko kematian pada pasien COVID-19 dan
penyakit lain (Tobing & Wulandari, 2021). Berdasarkan hasil penelitian, yang mempunyai penyakit penyerta (komorbid) cenderung memiliki minat cukup tinggi dan ada hubungan yang bermakna secara statistik. Seseorang dengan komorbid lebih membutuhkan perawatan kesehatan di layanan fasilitas kesehatan dibanding mereka yang tidak punya komorbid penyembuhannya dapat dilakukan dengan usaha sendiri. Faktor lain juga turut berpengaruh seperti persepsi sakit yang baik. Sejalan dengan penelitian Logen et al. (2015) bahwa yang memiliki penyakit serius lebih berminat mengakses layanan kesehatan dibanding yang tidak memiliki penyakit serius (Logen et al., 2015). Individu dengan komorbid memerlukan perawatan kesehatan di layanan fasilitas kesehatan jangka panjang untuk mengendalikan penyakitnya (Boehmer et al., 2016).
Selain itu, beberapa diantara mereka yang memiliki komorbid juga ada yang minatnya rendah. Adanya faktor lain yang mempengaruhi orang dengan komorbid memiliki minat rendah mengakses layanan fasilitas kesehatan. Penelitian oleh Livana et al. (2020) bahwa sebagian besar khawatir dan cemas mengakses layanan fasilitas kesehatan (Livanaet al., 2020). Penelitian dari Nikoloski et al. (2021) bahwa pasien dengan komorbid lebih berisiko tertular COVID-19 sehingga beberapa enggan untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan (Nikoloski et al., 2021). Mereka yang tidak memiliki komorbid juga ada minatnya cukup tinggi. Kemungkinan disebabkan adanya persepsi sakit yang baik sehingga terdorong mengakses layanan fasilitas kesehatan tanpa menunggu
sakitnya parah (Wahyuni, 2012).
Peningkatan kebutuhan layanan kesehatan pada masa pandemi COVID-19 merupakan tantangan sehingga pemerintah berupaya melakukan penguatan dengan mewajibkan masyarakat untuk vaksinasi COVID-19. Pada hasil penelitian, yang sudah vaksinasi COVID-19 memiliki minat cukup tinggi dan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Adanya keadaan mendesak yang mengharuskannya untuk segera mendapat pertolongan tanpa memandang sudah atau belum melakukan vaksinasi merupakan salah satu kemungkinan penyebabnya. Vaksinasi COVID-19 memberikan kekebalan tambahan. Dengan kekebalan tambahan dan banyak yang sudah vaksin maka akan terbentuknya kekebalan kelompok. Tentunya, dapat menurunkan risiko penularan COVID-19 sehingga masyarakat akan terasa terlindungi dan berkurangnya rasa khawatir untuk mengakses tempat yang berisiko seperti layanan fasilitas kesehatan. Didukung penelitian Indriyanti (2021), vaksin COVID-19 memberikan kekebalan tambahan bagi yang sudah vaksin (Indriyanti, 2021). Penelitian Kishore et al. (2021) juga didapatkan mereka yang sudah vaksin percaya bahwa vaksinasi COVID-19 dapat melindungi dirinya (Kishore et al., 2021).
Penelitian ini juga ada yang sudah vaksin COVID-19 tetapi minatnya rendah. Beberapa kemungkinan seperti persepsi sakitnya kurang baik. Anggapan sakit yang ringan menjadi penyebab memilih mengatasinya sendiri dan tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja.
Gambaran Faktor Kemampuan Terhadap Minat Masyarakat dalam Mengakses Layanan Fasilitas Kesehatan Primer di Kota Denpasar Tahun 2022
Penghasilan berkaitan dengan pembiayaan kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian ditunjukkan sebagian besar yang memiliki penghasilan sedang cenderung memiliki minat cukup tinggi dan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Fadhilah et al. (2019) bahwa kategori pendapatan tinggi cenderung lebih memanfaatkan layanan fasilitas kesehatan dibanding pendapatan rendah (Fadhilah et al., 2019). Akan tetapi, mereka yang berpenghasilan lebih tinggi cenderung lebih mencari layanan fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan sub/spesialistik dibanding dengan yang berpenghasilan lebih rendah dan didukung dengan kemampuan membayar biaya kesehatan yang lebih tinggi sehingga termotivasi memilih layanan fasilitas kesehatan yang dirasa paling baik diantara layanan fasilitas kesehatan lainnya. Mereka yang berpenghasilan lebih rendah, akan cenderung memanfaatkan layanan fasilitas kesehatan primer untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya (OECD, 2013). Ditunjukkan dengan penelitian Syarifain et al. (2017) bahwa penghasilan ≤Rp2.600.000 lebih banyak memanfaatkan layanan kesehatan dibanding dengan penghasilan >Rp2.600.000 (Syarifain et al., 2017). Didukung dengan penelitian dari Oktarianita (2021) bahwa pendapatan tidak memiliki hubungan dengan pemanfaatan puskesmas (Oktarianita et al., 2021).
Menurut Notoatmodjo (2007), jumlah penghasilan akan berpengaruh pada sistem
kesehatan seseorang. Dari penghasilan ini memungkinkan responden berkeinginan memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi juga intensitas tingkat pemanfaatan layanan fasilitas kesehatan dibandingkan penghasilan rendah. Hal ini dikarenakan yang berpenghasilan tinggi akan menggunakan sebagian kecil dari penghasilannya untuk memeriksakan kesehatannya sedangkan yang penghasilan rendah akan menyimpannya untuk yang lebih penting. Didukung penelitian Widiani et al. (2015), yang penghasilan rendah lebih memilih mengatasi sendiri dengan berobat alternatif (Widiani et al., 2015).
Asuransi kesehatan berperan penting untuk meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan untuk pemeliharaan kesehatan dan membantu mengurangi kesulitan untuk biaya kesehatan (Masita et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian, yang memiliki asuransi kesehatan cenderung memiliki minat cukup tinggi dan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Adanya asuransi kesehatan, kebutuhan pelayanan kesehatan akan terpenuhi, membantu pembiayaan kesehatan menjadi lebih murah dan terjamin apalagi pada saat sakit. Sejalan dengan penelitian Zhou et al. (2017) di Amerika Serikat bahwa asuransi dapat meningkatkan minat masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan dan yang tidak memiliki cenderung lebih jarang mencari maupun menggunakan layanan kesehatan dibanding mereka yang memiliki (Zhou et al., 2017). Selain itu, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2012), bahwa yang memiliki asuransi kesehatan cenderung memanfaatkan
layanan fasilitas kesehatan dibanding mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan dan tidak ada hubungan yang signifikan (Wahyuni, 2012). Hal tersebut dikarenakan beberapa layanan fasilitas kesehatan hanya melayani beberapa jenis asuransi kesehatan tertentu sehingga beberapa masyarakat lebih memilih layanan fasilitas kesehatan lain seperti rumah sakit swasta.
Namun, dari mereka yang memiliki asuransi juga ada yang tidak menggunakannya selama satu tahun terakhir dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan primer. Beberapa hal menjadi penyebab seperti adanya ketidakpuasan pada layanan fasilitas kesehatan primer sehingga cenderung lebih memilih tidak menggunakan asuransi kesehatan dan juga memilih layanan fasilitas kesehatan yang dirasa lebih baik seperti layanan fasilitas kesehatan swasta. Didukung penelitian Radja et al. (2015) bahwa membayar langsung akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik dan memuaskan dibanding menggunakan asuransi tetapi mendapat pelayanan kurang baik (Radja et al., 2015). Selain itu, dari yang memiliki asuransi kesehatan juga ada yang minatnya rendah. Beberapa kemungkinan menjadi penyebab seperti persepsi sakit yang kurang baik sehingga tidak ada dorongan untuk memeriksakan kesehatan ke layanan fasilitas kesehatan (Wahyuni, 2012).
Pada penelitian, mereka yang tidak memiliki asuransi kesehatan memiliki minat rendah. Penelitian lain juga menunjukkan, mereka yang tidak memiliki asuransi cenderung jarang mengakses layanan kesehatan. Salah satunya anggapan
biaya kesehatan mahal dan bukan kebutuhan utama. Didukung penelitian Masita et al. (2015), masyarakat yang kurang mengakses layanan fasilitas kesehatan primer masih menganggap tarif biaya yang dikeluarkan mahal apabila menggunakannya (Masita et al., 2015).
Setelah munculnya pandemi COVID-19, akses ke pelayanan kesehatan menjadi tantangan bagi yang ingin menggunakannya. Pada hasil penelitian, yang memiliki akses mudah cenderung memiliki minat cukup tinggi dan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Wahyuni (2012) bahwa aksesibilitas mudah cenderung lebih mengakses layanan fasilitas kesehatan dibanding dengan yang aksesibilitasnya sulit dan tidak ada hubungan yang signifikan (Wahyuni, 2012). Sebagian masyarakat Kota Denpasar memiliki kendaraan pribadi. Tentunya, beberapa dari mereka dapat mengandalkan kendaraan pribadinya untuk dipergunakan dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan tanpa perlu menunggu angkutan umum. Banyaknya transportasi ojek juga dapat digunakan untuk mengganti transportasi umum. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatimah & Indrawati (2019) yang dilakukan di Puskesmas Kagok, menunjukkan bahwa individu yang aksesnya mudah lebih tinggi keinginan untuk mengakses layanan kesehatan dibanding yang aksesnya sulit (Fatimah & Indrawati, 2019). Penelitian dari Wulandari (2016), menunjukkan aksesibilitas kurang merupakan penyebab rendahnya minat masyarakat memanfaatkan pelayanan kesehatan (Wulandari et al., 2016).
Pelayanan kesehatan dikatakan bermutu jika pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan. Apabila aksesnya mudah tentunya akan memuaskan masyarakat yang mengaksesnya dan timbulnya keinginan serta kepercayaan terhadap layanan fasilitas kesehatan yang dirasa baik sehingga mereka cenderung memilih layanan fasilitas kesehatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatannya. Sebaliknya jika aksesnya sulit dijangkau maka tidak akan memuaskan masyarakat yang ingin mengaksesnya. Ketidakpuasan ini membuat masyarakat enggan untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan. Didukung penelitian Tampubolon (2018) bahwa mereka akan lebih cenderung memilih berobat sendiri atau membeli obat di warung (Tampubolon, 2018).
Namun, berbanding terbalik dengan penelitian Bambang Irawan & Asmaripa Ainy tahun 2018 yang dilakukan di Ogan Ilir menyatakan bahwa aksesibilitas yang jauh cenderung banyak dimanfaatkan dibanding yang aksesnya mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada pilihan pelayanan kesehatan yang lain sehingga masyarakat cenderung tetap mengaksesnya walaupun jarak tempuh yang jauh dari layanan fasilitas kesehatan (Irawan & Ainy, 2018).
Pada penelitian ini, juga ada aksesnya mudah memiliki minat rendah dan yang aksesnya sulit memiliki minat cukup tinggi. Kemungkinan penyebab adalah pemilihan layanan fasilitas kesehatan yang dirasa lebih baik tanpa memandang aksesnya. Selain itu, pengalaman masyarakat yang pernah
mengakses layanan fasilitas kesehatan tertentu juga menjadi penyebab kemungkinannya. Berdasarkan penelitian Nasution (2018) bahwa pemilihan layanan fasilitas kesehatan dilihat dari baiknya pelayanan yang diberikan sehingga mampu meningkatkan persepsi dan keinginan untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan tersebut (Nasution, 2018).
Penelitian ini juga ada yang aksesnya sulit dan memiliki minat rendah. Beberapa kemungkinan penyebabnya seperti jarak yang jauh dari tempat tinggal, lamanya waktu tempuh dan tidak tersedianya transportasi umum sehingga enggan untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan primer dan memilih mengatasinya sendiri. Maka dari itu, diperlukan peningkatan layanan kesehatan diluar gedung seperti puskesmas keliling, posbindu, posyandu dan puskesmas pembantu untuk dapat menjangkau dan membantu masyarakat yang membutuhkan layanan fasilitas kesehatan primer.
Gambaran Faktor Kebutuhan Terhadap Minat Masyarakat dalam Mengakses Layanan Fasilitas Kesehatan Primer
Kebutuhan terhadap layanan fasilitas kesehatan dapat diukur dengan penilaian kesehatan individu. Penilaian kesehatan diukur dari persepsi gangguan kesehatan atau kesakitan yang dirasakan individu sehingga bersifat subjektif (Lestari et al., 2019). Semakin tinggi kebutuhan maka semakin tinggi keinginan mengaksesnya. Berdasarkan hasil penelitian, yang cenderung memiliki minat cukup tinggi adalah yang penilaian individu terhadap sakitnya dengan kategori baik dan tidak
ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Basith & Prameswari (2020) bahwa responden yang memiliki penilaian tinggi terhadap penyakit cenderung lebih memanfaatkan layanan fasilitas kesehatan (Basith & Prameswari, 2020). Selain itu, didukung penelitian dari Wulandari dan Achadi (2016) bahwa tidak ada hubungan antara persepsi sakit dengan pemanfaatan layanan kesehatan (Wulandari & Achadi, 2017).
Setiap orang memiliki penilaian yang berbeda terkait keadaan sakitnya sampai munculnya suatu tindakan atau kebutuhan untuk segera mengakses layanan fasilitas kesehatan. Apabila responden memiliki penilaian baik maka keinginannya akan terdorong mencari dan mengakses layanan fasilitas kesehatan tanpa menunggu sakitnya parah. Berbeda dengan responden yang memiliki penilaian kurang baik, enggan mengakses layanan fasilitas kesehatan dan lebih memilih mengobati sendiri dengan pengobatan tradisional, membeli obat sendiri di warung maupun dibiarkan saja hingga penyakitnya sembuh sendiri. Selain itu juga, ada menunggu sakitnya parah baru mengakses layanan kesehatan (Wahyuni, 2012).
Namun, juga terdapat yang memiliki penilaian individu terhadap sakitnya baik dan minatnya rendah. Salah satu kemungkinan adalah sulitnya mengakses layanan fasilitas kesehatan. Sebaliknya juga ada yang memiliki penilaian baik terhadap sakitnya dan minatnya cukup tinggi kemungkinan disebabkan mudahnya akses menuju layanan fasilitas kesehatan sehingga dapat dilihat bahwa faktor lain juga turut berperan selain penilaian
sehat-sakit (Fatimah & Indrawati, 2019).
Gambaran Faktor Kontekstual Terhadap Minat Masyarakat Dalam Mengakses Layanan Fasilitas Kesehatan Primer di Kota Denpasar Tahun 2022
Pandemi COVID-19 mengharuskan seluruh layanan fasilitas kesehatan menerapkan kebijakan adaptasi baru dalam memenuhi kebutuhan akan kesehatannya. Pelayanan yang baik dan sesuai standar adaptasi baru tentunya mendorong minat masyarakat mengakses layanan fasilitas kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan yang tergolong baik cenderung memiliki minat cukup tinggi dan ada hubungan yang bermakna secara statistik. Sejalan dengan penelitian Nasution (2018), persepsi masyarakat terkait baiknya kualitas pelayanan mampu meningkatkan minat masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas dan masyarakat percaya dengan melakukan kunjungan rutin dapat meningkatkan derajat kesehatan dan ada pengaruh diantaranya (Nasution, 2018).
Menurut WHO (2020), pemberian pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan dapat melindungi keselamatan serta kesehatan pasien maupun petugas dari risiko COVID-19 (WHO, 2020). Apabila masyarakat mengetahui pelayanan yang diberikan baik dan sesuai standar yang ditentukan, maka kepercayaan dan kepuasan akan meningkat. Masyarakat akan lebih merasa aman saat memenuhi kebutuhan kesehatannya dan dapat mendorong minat seseorang untuk mengaksesnya (Nasution, 2018). Pada
penelitian ini, juga ada yang menilai pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan baik tetapi minatnya rendah dan ada yang menilai-pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan kurang baik tetapi minatnya cukup tinggi. Salah satu kemungkinannya adalah adanya persepsi sakit yang kurang baik (Wahyuni, 2012).
Sampai saat ini kebijakan pembatasan sosial masih diberlakukan untuk memutus rantai penularan COVID-19. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan sosial bukanlah hambatan memiliki minat cukup tinggi dan ada hubungan yang bermakna secara statistik. Didukung penelitian dari Imlach et al. (2021) di Selandia Baru bahwa selama diberlakukannya kebijakan pembatasan, beberapa layanan fasilitas kesehatan primer memperbolehkan masyarakat untuk mengaksesnya dengan syarat melakukan reservasi kunjungan terlebih dahulu sebelum memeriksakan kesehatannya (Imlach et al., 2021).
Pada penelitian tersebut juga didapat bahwa lingkungan yang aman saat diterapkannya kebijakan pembatasan akan berdampak positif bagi kepercayaan diri seseorang untuk mengakses layanan kesehatan. Lingkungan aman yang dimaksud adalah adanya penerapan protokol kesehatan seperti pemakaian APD (Alat Pelindung Diri), cuci tangan dan pengaturan jarak. Selain itu, pertimbangan kebutuhan atas dasar dari penilaian individu juga menjadi alasan untuk mengakses layanan fasilitas kesehatan saat diberlakukannya kebijakan pembatasan seperti halnya mereka akan pergi jika
dirasa perlu (Imlach et al., 2021).
Namun, pada penelitian ini juga terdapat mereka yang menganggap kebijakan pembatasan sosial adalah hal yang menghambat dan memiliki minat cukup tinggi. Salah satu kemungkinan yang menyebabkannya adalah adanya ketidaksesuaian antara ketersediaan waktu yang dimiliki oleh responden dengan jam operasional layanan fasilitas kesehatan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari & Achadi (2016) juga menyebutkan yang bekerja turut merasakan sulitnya mengakses layanan fasilitas kesehatan seperti puskesmas yang jam buka bersamaan dengan jam kerja sehingga jam operasional belum sesuai kebutuhan waktu berobat (Wulandari dan Achadi, 2017). Selain itu, ada juga mereka yang menganggap kebijakan pembatasan sosial bukan hal yang menghambat dan memiliki minat rendah. Beberapa hal kemungkinan menjadi penyebab seperti adanya penilaian yang berbeda terhadap kesehatannya seperti persepsi sakit-sehat yang bersifat subjektif (Lestari et al., 2019).
SIMPULAN
Masyarakat Kota Denpasar cenderung memiliki minat yang cukup tinggi dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan primer pada tahun 2022 sebanyak 55 responden (51,89%). Selain itu, masyarakat yang cenderung lebih banyak memiliki minat yang cukup tinggi berada pada usia 20-39 tahun, status pendidikan tinggi, status bekerja, mempunyai penyakit penyerta (komorbid), sudah vaksinasi COVID-19, memiliki penghasilan sedang, memiliki asuransi, mudahnya akses,
penilaian individu terhadap sakitnya yang baik, pelayanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan yang baik dan kebijakan pembatasan sosial kategori tidak menghambat.
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan bagi pemerintah yaitu melakukan edukasi kesehatan terkait penularan pandemi COVID-19 saat adaptasi new normal di fasilitas layanan kesehatan agar masyarakat tidak khawatir berlebihan saat mengakses layanan fasilitas kesehatan primer, memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya kesehatan, menghidupkan, meningkatkan jadwal, dan mengoptimalkan kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat di luar gedung seperti puskemas keliling, posbindu, posyandu dan puskesmas pembantu untuk menjangkau dan membantu masyarakat mengakses layanan fasilitas kesehatan, serta menggalakkan pendaftaran online/daring sebelum hari pelayanan untuk membantu masyarakat dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan di tengah adanya kebijakan pembatasan sosial. Saran bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian di daerah lain dan menambahkan metode analisisnya hingga multivariat hingga menjadi penelitian analitik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada pembimbing, penguji, keluarga, teman, seluruh staf di Kantor Kecamatan Kota Denpasar maupun Kantor Desa/Kelurahan di Kota Denpasar dan seluruh pihak yang telah membantu,
melancarkan dan memudahkan peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeny. (2013). Inovasi Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di Puskesmas Jagir Kota Surabaya. Kebijakan dan Manajemen Publik 1(1): 85–93.
Baharuddin, Djano, Djuliarsa. (2018). Pengaruh Kualitas Pelayanan
Kesehatan Terhadap Minat Pasien dalam Memanfaatkan Kembali Jasa Pelayanan Rawat Jalan di Puskesmas Wara Utara Kecamatan Bara Kota Palopo Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Mega Buana 4(1): 1-7.
Balitbangkes. (2020). Policy Brief Memperkuat Disiplin Masyarakat untuk Memutus Rantai Penularan COVID-19. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Basith, Prameswari. 2020. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Higeia Journal of Public Health Research and Development 4(1): 52–63.
Boehmer, Gionfriddo, Rene, Abd Moain, Aaron, Ian Hargraves, Carl, Nathan, Ana, Claudia, Pavithra, Patricia, V. M. M. (2016). Patient Capacity and Constraints in The Experience of Chronic Disease: a Qualitative
Systematic Review and Thematic Synthesis. BMC Family Practice 17(1): 127.
Brant, Pedro, Machado, Paulo, Mayara, Antonio, Unai, Christine, Maria, Devborah, Valeria. (2021). The Impact of COVID-19 Pandemic Course in The Number and Severity of
Hospitalizations for Other Natural Causes in a Large Urban Center in Brazil. PLOS Global Public Health 1(12): 1–15.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2020). Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2019.
https://www.diskes.baliprov.go.id. 6
Desember 2021 (20:15).
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2021). Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2020. https://www.diskes.baliprov.go.id. 6
Desember 2021 (19:30).
Ekman, Eva, Hans, Jens, Olof. (2021). Impact of the COVID-19 Pandemic on Primary Care Utilization: Evidence from Sweden using National Register Data. BMC Research Notes 14(4): 1–9.
Fadhilah, Fitri, Nurul, Amirudin, Yusuf, Like. (2019). Hubungan Antara Tingkat Pendapatan dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pasien Jaminan Kesehatan Nasional. Jurnal Ilmiah Kesehatan 18(3): 98–101.
Fatimah, Indrawati. (2019). Faktor Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas. Higeia Journal of Public Health Research and Development 1(3): 121–131.
Gunawan. (2021). Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Indonesia: Kajian Literatur 1–11.
Imlach, Eileen, Jonathan, Megan, Lesley, Jacqueline, Karen. (2021). Seeking Healthcare During Lockdown: Challenges, Opportunities and Lessons for the Future,” International Journal of Health Policy and Management 10(10): 1–9.
Indriani, Zulfendri, Utama. (2018). Pengaruh Karakteristik Organisasi Terhadap Pemanfaatan Posbindu Penyakit Tidak Menular di Wilayah Puskesmas Helvetia. BKM journal of Community Medicine and Public Health 34(9): 351–356.
Indriyanti. (2021). Persepsi Petugas Puskesmas terhadap Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 Pada Era New Normal. Jurnal Inspirasi 12(1): 29–41.
Irawan, Ainy. (2018). Analisis Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pada Peserta Jaminan Kesehatan Nasional di Wilayah Kerja Puskesmas Payakabung, Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 9(3): 189–197.
Karman, Ambo, Syawal. (2016).
Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat Pesisir di Desa Bungin Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat 1(3): 1–9.
Kishore, Venkatesh, Ghai, Heena, Kumar. (2021). Perception and Attitude Towards COVID-19 Vaccination. Journal of Family Medicine and Primary Care 10(8): 3116-3121.
Lederle, Tempes, J., Bitzer. (2021). Application of Andersen’s
Behavioural Model of Health Services Use: a Scoping Review with a Focus on Qualitative Health Services Research. BMJ Open 11(5): 1–13.
Lestari, Ramdan, Anwar. (2019). Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Dempar Kecamatan Nyuatan Kabupaten Kutai Barat. Husada Mahakam: Jurnal Kesehatan 5(1): 13–27.
Livana, Khoerina, Sofiyan, Ningsih, Kandar, Suerni. 2020, Gambaran Kecemasan Mayarakat dalam Berkunjung ke Pelayanan Kesehatan Pada Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Ilmiah Kesheatan Jiwa 2(3): 121–128.
Logen., Balqis, Darmawansyah. (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pemulung di TPA Tamangapa.
Mardiana, Chotimah, Dwimawati. (2022). Faktor-Faktor Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Parung Selama Masa Pandemi COVID-19. Promotor Jurnal Mahasiswa Kesehatan Masyarakat 5(1): 59–74.
Masita, Yuniar, Lisnawaty. (2015).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pada Masyarakat Desa Tanailandu di Wilayah Kerja Puskesmas Kanapa-Napa Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton
Tengah Tahun 2015.
Munir,Matondang. (2022). Hubungan
Pengetahuan Pandemi COVID-19 dengan Minat Ibu dalam Mengikuti Posyandu di Puskesmas Parsoburan Kota Pematangsiantar. Jurnal
Kebidanan, Keperawatan dan Kesehatan (J-BIKES) 1(3): 87–92.
Mustafidah, Indrawati. (2021). Pemanfaatan Layanan Kesehatan pada Peserta BPJS Kesehatan. HIGEIA 5(2): 265–275.
Nasution. (2018). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Puskesmas oleh Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kota Pematangsiantar Tahun 2017. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Nikoloski, Ada M., Rasha, Sami, Christopher, Sameh, Reem, Abdullah. (2021) COVID-19 and
Non-Communicable Diseases:
Evidence from a Systematic Literature Review. BMC Public Health 21(1068): 1–9.
OECD. (2013). Inequalities in doctor consultations. in Health at a Glance 2013: OECD Publishing. Paris.
Oktarianita, Sartika dan Wati. (2021). Hubungan Status Pekerjaan dan Pendapatan dengan Pemanfaatan Puskesmas Sebagai Pelayanan Primer di Puskesmas Sidomulyo. Avicenna: Jurnal Ilmiah 16(2): 91–96.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9
Tahun 2020. Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. 3 April 2020. Jakarta.
Radja, Kusnanto, Hasanbasri. (2016). Asuransi Kesehatan Sosial dan Biaya Out of Pocket di Indonesia Timur. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI 4(2): 50–56.
Rahman, Prabamurti, Riyanti. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan (Health Seeking Behavior) Pada Santri di Pondok Pesantren Al Bisyri Tinjomoyo Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) 4(5): 246–258.
Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 11 Tahun 2022. Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 8 Maret 2022. Jakarta.
Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 15 Tahun 2022. Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 23 Maret
2022. Jakarta.
Sukeni, Najmah, Idris. (2021). Determinan Pemanfaatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Fasilitas Kesehatan di Masa Pandemi COVID-19. Medika Kartika Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 4(4): 433–446.
Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 11 Tahun 2022. Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 8 Maret 2022. Jakarta.
Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Nomor 15 Tahun 2022. Protokol Kesehatan Perjalanan Luar Negeri Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). 23 Maret
2022. Jakarta.
Syarifain, Adisti, Chreisye. (2017). Hubungan antara Pendidikan dan Pendapatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Pasien BPJS di Wilayah Kerja Puskesmas Sario Kota Manado. Jurnal KESMAS 6(4): 1–7.
Tampubolon. (2018). Determinan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan oleh Peserta Mandiri Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Parlilitan Tahun 2018. Fakultas kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tobing, Wulandari. (2021). Tingkat Kecemasan Bagi Lansia yang
Memiliki Penyakit Penyerta ditengah Situasi Pandemik COVID-19 di
Kecamatan Parongpong, Bandung Barat. Community of Publishing in Nursing (COPING) 9(2): 135-142.
Wahyuni. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Sumber Rejo Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Widiani, Junaid, Lisnawaty. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas Tomia Timur Kelurahan Tongano Timur Kabupaten Wakatobi Tahun 2015.
Wulandari, Achadi. (2017). Analisis Karakteristik dan Persepsi Pengguna Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Puskesmas Sebagai Gatekeeper di Dua Puskesmas Kota Bekasi Tahun 2016. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia 2(1): 47–39.
Wulandari, Ahmad, Saptaputra. (2016). Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di
UPTD Puskesmas Langara
Kecamatan Wawonii Barat
Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2016.
Yati. (2017). Analisis Pemilihan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama oleh Peserta BPJS di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang Tahun 2017. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Andalas.
Zhou, Katherine, Sarah, Amy. (2017). The Uninsured do not Use the Emergency Department More They Use Other Care Less. Health Affairs 36(12): 2115-2122.
*e-mail korespondensi : sinthyaulandari@unud.ac.id
295
Discussion and feedback