ARTIKEL REVIEW : SISTEM IMUNITAS DALAM KEHAMILAN
on
Arc. Com. Health • April 2023
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 10 No. 1 : 60 - 75
ARTIKEL REVIEW : SISTEM IMUNITAS DALAM KEHAMILAN
Made Tangkas
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Usada Jl. Raya Padang Luwih, Tegal Jaya, Kec. Kuta, Kab. Badung, Bali
ABSTRAK
Kehamilan merupakan proses melanjutkan keberlangsungan suatu organisme, dan mencegah kepunahannya. Pada saat kehamilan terlihat proses adaptasi manusia yang secara mendasar terjadi peningkatan ketahanan tubuh terhadap resiko serangan dari luar tubuh. Terlepas dari peranan sistem kekebalan tubuh dalam awal proses kehamilan, peningkatan pada sistem kekebalan tubuh manusia, yang notabene merupakan sistem yang paling penting untuk menghadapi serangan infeksi untuk melindungi sang ibu dan juga janinnya, merupakan salah satu respon adaptasi yang penting untuk melindungi sang ibu juga calon janin yang dikandungnya. Berbagai perubahan fisiologis saling terkait terutama untuk menjamin pertumbuhan bayi di dalam uterus dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Adaptasi anatomi, fisiologi dan biokimia pada kehamilan sangat medalam. Banyak perubahan yang bermakna terjadi segera setelah fertilisasi dan berlanjut sepanjang kehamilan dan sebagian besar terjadi sebagai respon stimulasi fisiologis oleh bayi dan plasenta. Artikel ini membahas perubahan fungsi sistem imunitas yang terlibat di dalam kehamilan.
Kata Kunci : sistem imunitas, adaptasi kehamilan, respon pro inflamasi dan anti inflamasi.
ABSTRACT
Pregnancy is the process of continuing the existence of an organism, and preventing its extinction. During pregnancy, there is a fundamental human adaptation process that increases the body's resistance to the risk of external attack. Regardless of the role of the immune system in early pregnancy, an increase in the human immune system, which is the most important system for dealing with infections to protect the mother and the fetus, is one of the important adaptation responses to protect the mother as well as the fetus. Various physiological changes are interrelated, especially to ensure the growth of the baby in the uterus can take place properly. Anatomical, physiological and biochemical adaptations in pregnancy are profound. Many significant changes occur immediately after fertilization and continue throughout pregnancy and most occur in response to physiological stimulation by the baby and placenta. This article discusses the changes in immune system function involved in pregnancy.
Keywords: immune system, pregnancy adaptation, pro-inflammatory and anti-inflammatory responses.
PENDAHULUAN
Adaptasi anatomi, fisiologi dan biokimia pada kehamilan sangat mendalam. Banyak perubahan yang bermakna terjadi segera setelah fertilisasi dan berlanjut sepanjang kehamilan dan sebagian besar terjadi sebagai respon stimulasi fisiologis oleh bayi dan plasenta. Yang sangat mengejutkan adalah perempuan hamil akan kembali kepada kondisi sebelum kehamilannya setelah persalinan dan laktasi. Kebanyakan adaptasi fisiologi ini akan dirasakan sebagai hal yang abnormal pada perempuan yang tidak hamil. Selama
kehamilan normal, hampir setiap sistem organ mengalami perubahan anatomis dan fungsional yang dapat mengubah kriteria diagnosis dan pengobatan penyakit (Talbot & Maclennan, 2016).
Inflamasi sangat penting dalam keberhasilan reproduksi. Ovulasi, menstruasi, implantasi, dan persalinan merupakan proses inflamasi. Bahkan komponen sistem imun (major histocompatability complex) telah terlibat dalam pemilihan pasangan dan abortus spontan. Respon inflamasi berlebihan (lokal atau sistemik) merupakan mekanisme yang terjadi pada abortus
*e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
spontan, ketuban pecah dini, preeklampsia, dan sindrom kehamilan lainnya (Romero et al., 2008).
Penelitian terbaru telah membuktikan adanya inflamasi ringan dalam kehamilan normal. Belum diketahui sejauh mana inflamasi maternal dapat menyebabkan disfungsi endotel sehingga menimbulkan preeklamsia. Penelitian yang paling ekstensif tentang petanda inflamasi termasuk C reactive protein (CRP), interleukin – 6 (IL-6), interleukin – 8 (IL-8), inetrleukin -10 ( IL-10) dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α). Data yang tersedia menunjukkan peranan hal tersebut dalam mekanisme yang bertanggung jawab pada terjadinya preeklamsia, tetapi nilai prediksinya masih ambigu (Daniela et al., 2014).
Imunitas dalam kehamilan
Fungsi kekebalan tubuh manusia terutama terletak pada bagaimana sistem kekebalan tubuh tersebut merespon terhadap adanya faktor patogen yang datang dari luar tubuh. Respon tubuh manusia sehat akan mengkoordinasikan berbagai macam migrasi sel dan zat inflamasi untuk mengenali mikroorganisme dan menghancurkannya.
Untuk menjaga respons terhadap stres, sistem imunitas berada di bawah pengaruh entitas lain seperti sistem otonom atau endokrin. Sekali distimulasi respons imun memodulasi sistem ini, yang mengarahkan tubuh ke keseimbangan baru. Proses peradangan adalah proses menjaga homeostasis setelah agresi tubuh. Secara lokal, peradangan membuat penyembuhan luka dan pemberantasan patogen. Selain efek lokal ini, ada aktivasi
-
*e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
peradangan sistemik, yang dikaitkan dengan kerusakan jaringan dan komplikasi berbahaya jika berlebihan. Setiap agresi yang dialami tubuh manusia dimulai pada tingkat lokal dengan mengganggu penghalang alami (kulit, mukosa usus, lendir, dan lain – lain). Langkah pertama ini diikuti oleh aktivasi sel-sel inflamasi lokal. Setiap proses agresif dikenali oleh makrofag. Sel-sel ini mengaktifkan proses inflamasi dengan membebaskan mediator yang disebut sitokin. Sitokin proinflamasi bertindak dengan menyebarkan sinyal inflamasi, menarik neutrofil ke lokasi agresi. In situ, neutrofil teraktivasi mengerahkan aktivitas bakterisida mereka dengan memfagosit benda asing, melepaskan radikal bebas dan membebaskan sitokin baru. Selain proses lokal ini, jaringan sitokin juga mempromosikan perubahan sistemik. Trombosit diaktifkan oleh sitokin dan mempromosikan diapedesis neutrofil dengan membentuk mikrotrombi. Produksi leukosit yang bersirkulasi ditingkatkan, monosit mengalami perubahan menjadi makrofag yang matang. Sitokin juga mempengaruhi sistem lain (sistem endokrin dan otonom), untuk menyesuaikan tubuh dengan gangguan yang disebabkan oleh agresi (Loix et al., 2011) (Hirota & Lambert, 2011) (Kock et al., 2013).
Keseimbangan respon imun yang memadai terhadap perubahan homeostatis sangat penting. Sistem kekebalan tersusun dari dua kekuatan yang berlawanan yang saling bersaing yaitu komponen pro-inflamasi dan anti-inflamasi. Asosiasi kedua faktor ini menentukan tingkat respons inflamasi. Keragaman rangsangan
yang dapat dialami oleh tubuh menyiratkan bahwa respons imun pada awalnya tidak spesifik, yang disebut kekebalan bawaan (innate immunity). Pada fase kedua, ada ingatan tentang agresi, yang akan mengarah pada respons spesifik jika diperlukan yang disebut dengan kekebalan adaptif (adaptive immunity) (Loix et al., 2011) (Hirota & Lambert, 2011).
Imunitas bawaan, adalah garis pertahanan pertama dan merujuk pada mekanisme sistem pertahanan perlindungan yang ada bahkan sebelum infeksi. Komponen utamanya adalah membran epitel (yang menghalangi patogen), sel fagosit (neutrofil dan makrofag), sel dendritik, sel pembunuh alami (natural killer/ NK) dan beberapa protein plasma, termasuk sistem komplemen. Reaksi seluler yang paling penting dari imunitas bawaan adalah peradangan. Proses peradangan dimediasi oleh sel dendritik dan NK, di mana sel-sel fagositik direkrut dan diaktifkan untuk menghilangkan agen aggressor (Cruz et al., 2017).
Kekebalan adaptif, juga disebut kekebalan spesifik atau didapat, terdiri dari mekanisme yang diinduksi oleh pengenalan antigen patogen spesifik. Sistem imun adaptif dimediasi terutama oleh limfosit, yang berdasarkan fungsinya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu imunitas humoral, dimediasi oleh limfosit B dan antibodi yang disekresikan dan imunitas seluler, yang sebagian besar dimediasi oleh limfosit T dan sitokinnya, yang memainkan peran penting dalam aktivasi, regulasi, dan komunikasi sel imun (Loix et al., 2011) (Hirota & Lambert, 2011) (Cruz et al., 2017).
-
*e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
Kehamilan merupakan suatu proses untuk melanjutkan keberlangsungan suatu organisme, dan merupakan faktor yang penting dalam mencegah kepunahan organisme tersebut. Arti penting kehamilan secara nyata terlihat pada terbentuknya proses adaptasi manusia pada saat mengalami kehamilan yang secara mendasar terjadi peningkatan ketahanan tubuh terhadap resiko serangan dari luar tubuh. Terlepas dari peranan sistem kekebalan tubuh dalam awal proses kehamilan, peningkatan pada sistem kekebalan tubuh manusia, yang notabene merupakan sistem yang paling penting untuk menghadapi serangan infeksi untuk melindungi sang ibu dan juga janinnya, merupakan salah satu respon adaptasi yang penting untuk melindungi sang ibu juga calon janin yang dikandungnya (Graham et al., 2017) (Mor et al., 2011).
Terdapat anggapan saat ini yang menyiratkan bahwasanya proses kehamilan akan diikuti oleh supresi dari sistem kekebalan tubuh sehingga menyebabkan kelemahan sistem imun dan juga meningkatnya kemungkinan sang ibu terjangkit penyakit infeksi (Mor et al., 2011).
Konsentrasi tinggi dari pro infamasi seperti T-helper (Th)-1 dan sitokin ( IL-6, IL-8 dan TNFα mencirikan implantasi (Koga & Mor, 2008a) (Koga & Mor, 2008b) (Yashinaga, 2008). Sitokin ini dapat disekresikan oleh sel-sel endometrium serta oleh sel-sel sistem kekebalan yang direkrut ke tempat implantasi. Unit uteroplasenta dipenuhi oleh sel hemopoetik. Dari jumlah tersebut 65 % - 70 % adalah sel NK uterus spesifik, dan 10 % - 20 % adalah antigen presenting
celss (APC) seperti makrofag (Mos) dan sel dendritik (DCs) (Bouteiller & Piccinni, 2008) (Dekel et al., 2010).
Sel NK di dalam desidua manusia memiliki peran dalam mengatur invasi trofoblas melalui produksi IL-8 dan chemokines protein-10 yang dapat diinduksi oleh interferon. Selain itu sel NK desidua merupakan sekretor ampuh dari sebuah himpunan faktor angiogenik yang merangsang pertumbuhan vaskuler esensial untuk pembentukan desidua memadai (Mor, 2008). Meskipun fungsi utama dari sel NK dalam kehamilan belum diketahui secara menyeluruh, namun penelitian baik secara in vitro maupun in vivo menunjukkan bahwa tidak ada nya sel NK pada lapisan desidua akan menyebabkan gagalnya sel tropoblas dalam menjangkau vaskularisasi didalam vaskularisasi endometrium sehingga plasenta tidak terbentuk baik dan menghentikan kehamilan (Hanna et al., 2006).
DCs merupakan populasi sel yang heterogen yang menginisiasi dan mengkoordinasikan respon imun adaptif bawaan. Sel ini terakumulasi dalam uterus ibu hamil sebelum implantasi dan tetap berada dalam desidua sepanjang kehamilan (Dekel et al., 2010). Beberapa bukti tentang peranan penting APC yang mengarah ke profil sitokin pada hubungan maternal fetal (Laskarin et al., 2007) (Mor ,2008). Sebuah studi terkini menunjukkan deplesi sel uterus DCs ( uDCs ) dihasilkan dalam kerusakan parah implantasi dan memicu penyerapan kembali embrio. Namun efek yang diamati dalam penelitian ini tidak terkait dengan toleransi melanikan dengan keberhasilan *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
desisualisasi. Sesuai dengan temuan ini, studi lain menunjukkan bahwa terapi dengan DCs secara signifikan menurunkan tingkat resorpsi spontan pada model tikus (Laskarin et al., 2007). Keduanya menunjukkan bahwa, selain keterlibatan mereka dalam respon imun, uDCs juga memainkan beberapa peran tropis dalam mengatur kehamilan.
Infiltrasi imun yang memainkan peran sentral dalam pembaharuan dan diferensiasi jaringan, berpartisipasi dalam perkembangan endometrium reseptif. Selain berpengaruh langsung, perekrutan sel-sel sistem kekebalan ke tempat cedera dapat membuat beberapa 'memori jaringan' yang memfasilitasi implantasi dalam siklus pengobatan berikutnya. Faktanya, prekursor monosit dari Mos dan DCs diarahkan ke area yang terluka dan memberikan efek penting yang menguntungkan selama penyembuhan luka. Sel-sel ini berumur panjang, dan berada di beberapa jaringan selama berbulan-bulan, selama waktu itu mereka dapat berdiferensiasi menjadi Mos atau DCs (Luster et al., 2005).
Pada lapisan decidua terdapat banyak sekali sel-sel pertahanan tubuh manusia, sebut saja seperti sel NK dan sel limfosit T. Sel limfosit B tidak banyak didapatkan dari lapisan tersebut. Sel T mencakup hingga 3-10% dari sel pertahanan tubuh desidua. Pada saat trimester pertama kehamilan, sel NK, sel dendrit, dan makrofag menginfiltrasi lapisan desidua dan menyelimuti sel-sel tropoblas, dan pada saat hilangnya sel-sel imun tersebut dari lapisan desidua, membantu mengakhiri kehamilan ibu
dengan cara menghentikan pertumbuhan dari plasenta (Mor et al., 2011).
Fungsi utama dari sistem imun adalah melindungi tubuh dari patogen, dan fungsi ini sangat bergantung pada sistem imun bawaan yang mengkoordinasikan sel-sel pertahanan tubuh untuk memantau dan mengenali adanya mikroorganisme yang menyerang. Sel tropoblas juga dapat mengenali mikroorganisme dan mencetuskan respon imun dan juga bahkan mengeluarkan peptide antimikroba, yang selanjutnya secara aktif memproteksi dirinya dari pathogen. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa tropoblas mengekspresikan antimicroba human beta defensisn 1 dan 3 (Mor & Cardenas, 2010). Tropoblas juga mengekspresikan TLR-3, TLR-7, TLR-8, dan TLR-9 yang merupakan juga respond terhadap mikroorganisme patogen. Melalui TLR-3, tropoblas meningkatkan produksi dan sekresi IFN-b dan merupakan lini pertama tubuh dalam menghadapi serangan virus. Mekanisme ini juga merupakan potensi dari tubuh sang ibu mencegah terjadinya transmisi virus seperti HIV kejanin melalui plasenta selama kehamilan (Mor & Cardenas, 2010).
Hal yang sama juga terlihat pada efek tidak adanya sel dendrit pada awal kehamilan. Tidak ada nya sel dendrit pada lapisan desidua mencegah implantasi blastokis dan tidak terbentuknya lapisan desidua. Dari contoh dua sel pertahanan tubuh tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi pertahanan tubuh dalam kehamilan memiliki peranan yang sangat penting dalam proses perkembangan kehamilan ibu, yaitu dalam memfasilitasi dan
menjaga kehamilan tetap berjalan baik (Mor et al., 2011).
Profil Sitokin dalam Kehamilan
Proses awal kehamilan, implantasi dari embrio dimulai dengan perjalanan blastokis ke ruang endometrium uteri yang diikuti oleh menempelnya pada permukaan epitel endometrium. Awal implantasi dari blastokis ditandai dengan tingginya kadar penanda inflamasi T helper 1 (Th-1) dan sitokin diantaranya IL-6, IL-8, dan TNFα . Sitokin-sitokin tersebut dikeluarkan oleh sel imun yang di rangsang oleh tropoblas, namun dapat pula dikeluarkan oleh sel endometrium itu sendiri (Dekel et al., 2010).
Definisi kehamilan sebagai "Th-2" atau kondisi antiinflamasi disambut dengan antusias dan banyak penelitian berusaha untuk membuktikan dan mendukung hipotesis ini. Teori ini mendalilkan bahwa kehamilan kondisi antiinflamasi dan pergeseran jenis produksi sitokin akan memicu abortus dan komplikasi kehamilan. Sementara banyak studi mengkonfirmasi hipotesis ini, jumlah studi yang sama menentang gagasan ini. Alasan untuk hasil yang kontradiktif ini mungkin karena penyederhanaan yang berlebihan dari pengamatan yang berbeda selama masa kehamilan. Dalam studi -studi di atas, kehamilan dievaluasi sebagai peristiwa tunggal, namun kenyataannya, memiliki tiga fase imunologis yang berbeda yang dicirikan oleh proses biologis yang berbeda ( Gambar 1.) (Mor et al., 2011)
*e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
Gambar 1. Interaksi imunitas trofoblas. Tiga fase interaksi. (1) Perekrutan: Trofoblas mengirim sinyal untuk merekrut sel imun menuju tempat implantasi; (2) Pengenalan: Trofoblas mempengaruhi diferensiasi sel imun; dan (3) Respon: faktor-faktor yang dihasilkan sel-sel imun terdiferensiasi oleh trofoblas mendukung pembentukan dan fungsi plasenta (Mor et al, 2011).
Pada awal kehamilan, jumlah lekosit sangat banyak hingga mencakup 30-40% dari keseluruhan sel kompartemen desidual. Sel-sel pertahanan tubuh utama yang terdapat pada utero-plasenta adalah sel NK 65-70%, dan 10-20% makrofag. Sel NK desidual sangat berperan dalam mengembangkan vaskularisasi yang bertanggung jawab agar lapisan desidua berkembang adekuat. Bahkan peningkatan sel NK terlihat berlangsung sangat signifikan pada saat fase paska ovulasi, yang menunjukkan besarnya peranan tipe sel ini dalam mempersiapkan endometrium bilamana terjadi ovulasi. Sitokin- sitokin yang diproduksi oleh sel NK maupun sel dendrit juga menyebabkan terjadinya degradasi Mucin 1 Carbohydrate (MUC1) sehingga mengakibatkan blastokis dapat tertanam pada area tertentu pada uterus. Sel-sel ini tetap berkumpul pada desidua sepanjang proses kehamilan berlangsung. Tipe sel lain yang juga dalam jumlah cukup signifikan yaitu sel T yang berkisar hingga *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
20% total keseluruhan sel imun pada saat kehamilan. Proses imun pada seorang ibu hamil sangat kompleks dan merupakan hasil interaksi dari kombinasi cetusan dan respon yang berasal baik dari sang ibu maupun dari bakal janin (Mor et al., 2011).
Sel-sel embrionik yang melakukan kontak langsung dengan sel ibu adalah sel-sel tropoblas, yang berasal dari lapisan trophectoderm yang menyelimuti blastokis (Morelli et al., 2015). Aktifitas bagaimana endometrium merespon adanya sel embrionik dan memfasilitasi terjadinya implantasi serta berkembangnya sel embrionik tersebut merupakan suatu respon sistem imun dalam kehamilan. Hal ini menjawab pertanyaan bahwasanya sistem imum dalam kehamilan tidaklah ditekan, melainkan merupakan suatu respon yang aktif berfungsi dan dikontrol secara baik (Mor & Cardenas, 2010).
Beberapa sitokin yang dapat dikeluarkan oleh plasenta pada saat kehamilan menghadapi ancaman infeksi antara lain TNF-α, IFN-γ, IL-12 dan kadar IL-6 yang tinggi. Akan tetapi produksi bermacam-macam sitokin ini juga berpotensi merusak plasenta itu sendiri dan menyebabkan terjadinya kehamilan atau kelahiran dini/premature. Reaksi inflamasi ringan terhadap suatu infeksi pada umumnya tidak akan menyebabkan berakhirnya proses kehamilan yang berlangsung, dan bahkan dapat merangsang sistem kekebalan tubuh bukan dari ibu saja tapi juga dari janin yang dikandung. Fetal inflammatory response syndrome (FIRS) merupakan suatu keadaan dimana meskipun tidak ditemukannya mikroorganisme langsung
yang menyerang sang janin, janin dengan infeksi plasenta dapat memiliki kandungan yang tinggi akan sitokin antiinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFa, seperti yang terlihat pada gambar 2 (Mor & Cardenas, 2010).

Gambar 2. Peran plasenta sebagai modulator dari respond janin dan ibu terhadap infeksi. Inflamasi pada plasenta dapat menyebabkan respon imun baik oleh ibu maupun oleh bayi (Mor & Cardenas, 2010).
Telah dilakukan evaluasi terhadap ekspresi sitokin dalam darah perempuan hamil dalam 3 periode waktu terpisah; kehamilan awal, tengah dan akhir. Profil sitokin berbeda untuk masih – masing periode. Awal kehamilan ditandai dengan profil dominan proinflamasi dengan kadar IL-8 yang tinggi, Macrophage Chemoattractant Protein 1 (MCP-1), Regulated on activated normal T cells where it is expressed and secreted ( RANTES), Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF). Kadar sitokin ini dalam sirkulasi menurun secara signifikan selama pertengahan kehamilan tapi meningkat lagi pada akhir kehamilan (Gambar 3) (Mor, 2008).
Gambar 3. Profil sitokin selama kehamilan. Profil sitokin pada kehamilan normal ditentukan berdasarkan umur kehamilan (Mor, 2008).
Implantasi, plasentasi, dan trimester pertama dan awal trimester kedua kehamilan menyerupai “luka terbuka” yang membutuhkan respons inflamasi yang kuat. Selama tahap pertama ini, embrio harus menembus lapisan epitel rahim agar tertanam, merusak jaringan endometrium untuk invasi dan menggantikan endotelium dan otot polos vaskuler dari pembuluh darah ibu untuk mengamankan suplay darah yang adekuat. Semua aktivitas ini menciptakan semacam “medan perang” sesungguhnya bagi sel yang menginvasi, sel – sel mati, dan sel – sel yang diperbaiki. Lingkungan inflamasi diperlukan untuk mengamankan perbaikan epitel uterus yang memadai dan pembuangan sel – sel debris. Selama periode ini, kesejahteraan ibu terpengaruh: dia merasa tidak nyaman karena seluruh tubuhnya beradaptasi terhadap kehadiran fetus (Selain perubahan hormon dan faktor lainnya, respons imun ini bertanggung jawab atas morning sickness). Dengan demikian terimester pertama kehamilan adalah fase pro-inflamasi (Mor et al., 2011).
Fase imunologis kedua dari kehamilan, dalam banyak hal, waktu yang optimal bagi ibu. ini adalah periode
*e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
pertumbuhan dan perkembangan janin yang cepat. Ibu, plasenta, dan janin bersimbiosis, dan gambaran imunologis yang dominan adalah induksi keadaan anti-inflamasi. Ibu tidak lagi menderita mual dan demam seperti yang dialaminya pada tahap pertama, sebagian karena respon imun tidak lagi merupakan ciri endokrin yang dominan.
Selama fase imunologi terakhir kehamilan, janin telah menyelesaikan perkembangannya; semua organ berfungsi dan siap menghadapi dunia luar. Sekarang ibu perlu melahirkan bayinya, dan ini hanya dapat dicapai melalui inflamasi baru. Partus ditandai dengan masuknya sel imun ke dalam miometrium untuk memicu inisiasi proses inflamasi. Lingkungan pro-inflamasi ini mendorong kontraksi rahim, pengeluaran bayi, dan pelepasan plasenta. Kesimpulannya, kehamilan adalah kondisi proinflamasi dan anti inflamasi, tergantung pada tahap kehamilan (Gambar 4) (Mor, 2007).
Gambar 4. Fase imunologis pada kehamilan. Kehamilan awal berhubungan dengan lingkungan proinflamasi. Fase imunologis kedua terjadi pada trimester kedua, ketika terjadi dominasi lingkungan anti-inflamasi. Fase imunologis ketiga *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
ditandai oleh lingkungan pro-inflamasi dan ini tampak pada akhir kehamilan (dimodifikasi dari Mor. 2007) (Mor, 2008) (Mor, 2007).
Peran Sistem Kekebalan Bawaan Pada Kehamilan
Selama kehamilan normal, beberapa komponen seluler dari sistem imunitas bawaan ditemukan pada tempat implantasi; ini diakui sebagai bukti konklusif bahwa sistem kekebalan ibu merespons janin alograft. Selama trikester pertama, 70 % leukosit desidua adalah sel NK, 20 % - 25 % adalah makrofag dan sekitar 1.7 % merupakan sel dendritic (Mor, 2008). Sel ini menginfiltrasi desidua dan berakumulasi disekitar sel trofoblas yang melukan invasi. Selanjutnya, dari trimester pertama dan seterusnya, monosit, granulosit, dan sel NK yang bersirkulasi meningkat jumlahnya dan memperoleh fenotipe aktif. Bukti ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan bawaan ibu tidak berefek pada janin. Namun, ketika pengamatan ini dianggap mendukung hipotesis respon imun terhadap janin allograft, penelitian pada hewan menggunakan metode delesi sel telah membuktikan sebaliknya. Memang, penipisan sel NK selama kehamilan, alih-alih menjadi pelindung, telah terbukti merugikan hasil kehamilan (Mor, 2008). Banyak upaya difokuskan pada kerentanan trofoblas terhadap sitotoksisitas yang dimediasi sel NK (Moffett-King et al., 2002) (Moffett-King, 2002), sampai ditemukan sel NK uterus tidak bersifat sitotoksik (Kopcow et al., 2005). Selain itu, baru-baru ini ditunjukkan bahwa sel NK uterus penting untuk
memediasi angiogenesis dan invasi trofoblas, dua peristiwa penting pada awal kehamilan (Hanna et al., 2006). Temuan serupa telah dibuat dengan sel-sel kekebalan lainnya. Sebagai contoh, makrofag di dalam desidua penting untuk membersihkan sisa-sisa apoptosis dan sel debris, serta memfasilitasi migrasi trofoblas selama kehamilan (Mor et al., 2006) (Aldo et al., 2007), sedangkan sel dendritik (DC) memainkan peranan penting pada tahap awal implantasi (Plaks et al., 2008). Pengamatan yang lebih baru menunjukkan bahwa, selama implantasi dan awal kehamilan, DC tidak hanya terkait dengan proses toleransi janin tetapi mungkin memainkan peran penting dalam perkembangan desidua (Mor, 2008).
Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa sel imun bawaan mungkin memiliki peran penting dalam penyesuaian imun feto-maternal dan dalam keberhasilan plasentasi. Temuan ini, kebalikan dari dogma imunologi reproduksi klasik, mempertanyakan seluruh paradigma kehamilan yang sampai sekarang menganggap sistem kekebalan ibu sebagai ancaman bagi janin yang sedang berkembang (Mor, 2008).
Beberapa Sitokin dalam kehamilan. Interleukin-1 β
Peradangan adalah respon penting dari sistem kekebalan tubuh bawaan terhadap infeksi dan cedera. Respon ini dikoordinasikan oleh molekul pensinyalan yang mengatur proses seluler di permukaan sel dan reseptor sitosolik untuk menetralisir infeksi atau memperbaiki cedera jaringan. Kelompok sitokin interleukin-1 (IL-1) dan reseptor *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
yang sesuai merupakan salah satu komponen sinyal utama dari peradangan. Secara umum dilaporkan bahwa ada 11 anggota keluarga ligan IL-1 dan 10 anggota keluarga reseptor IL-1. Konsep protein dan gen keluarga awalnya muncul dari analisis evolusi. Definisi ini telah diperluas hingga memungkinkan keluarga untuk memiliki protein serupa namun secara fungsional tidak memiliki keturunan yang sama (Sanchez et al, 2016) (Auty et al., 2018).
Memahami sejarah evolusi ligan dan reseptornya dapat memberikan wawasan kritis dalam hal relevansi biologis dan merupakan syarat untuk kerangka kerja penelitian yang efektif. Interaksi struktural antara IL-18 dengan IL-18Rα, dan IL-33 dengan IL-1RL1, mengambil contoh hubungan IL-1β dengan IL-1R1, sebuah pendekatan yang mengasumsikan kesamaan dalam struktur hubungan karena nenek moyang yang sama dari ligan dengan reseptornya HMGB1 (Sanchez et al, 2016) (Gibson et al., 2014).
Sembilan anggota keluarga ligan IL-1 terbentuk melalui serangkaian duplikasi gen dari prototipe IL-1. Dengan cara ini, IL-1β, IL-1α, IL-36α, IL-36β, IL-36γ, IL-36RA, IL-37, IL-38, dan IL-1RA merupakan anggota keluarga dengan leluhur bersama yang sama. Masalah tambahan dari evolusi keluarga ligan IL-1 adalah retensi dari IL-1β oleh IL-1α. IL-1β dan IL-1α keduanya memberi sinyal melalui reseptor IL-1 tipe 1 (IL-1R1) dan keduanya diproduksi sebagai prekursor dalam sel sistem kekebalan tubuh bawaan dalam menanggapi stimulus inflamasi seperti misalnya LPS, atau HMGB1 (Sanchez et al, 2016) (Gibson et al., 2014).
Baik IL-1β dan IL-1α melalui proses yang tidak biasa. Pro-IL-1β dihidrolisis langsung oleh protease caspase-1 dalam sitosol setelah aktivasi oleh kompleks inflamasi multi-molekul. Proses penyusunan pro-IL-1α diperkirakan diatur oleh calpains dan secara tidak langsung diatur oleh kompleks inflammasome / caspase-1. Sementara mekanisme aktivasi ini mungkin tampak sangat berbeda, keduanya memiliki kesamaan dalam homeostasis membran termasuk efluks kalium yang penting dalam proses inflamasi dan influks kalsium yang penting dalam aktivasi calpain. Oleh karena itu IL-1β dan IL-1α dianggap sebagai sitokin inflamasi yang serupa yang dilepaskan setelah permeabilisasi membran dan kematian sel. IL-1β diketahui memiliki peran khusus sebagai sitokin inflamasi, sementara IL-1α berfungsi sebagai sitokin ekstraseluler dan intraseluler HMGB1 (Sanchez et al, 2016) (Gibson et al., 2014).
Pro-IL-1α berbeda dari pro-IL-1β dalam hal pro-IL-1α berlokasi terutama di inti sel karena mengandung NLS (Nuclear Localisation Sequence) yang tidak dimiliki oleh pro-IL-1β. IL-1α, yang merupakan duplikat gen IL-1β, memiliki fungsi yang tumpang tindih meskipun memiliki urutan sekuens yang relatif berbeda (Sanchez et al, 2016) (Auty et al., 2018).
Peranan IL-1β dalam kehamilan
Proteom cairan servikovaginal (CVF /cervicovaginal fluid) mencerminkan kondisi lingkungan biokimia lokal dan dipengaruhi oleh perubahan fisik yang terjadi pada serviks dan selaput janin. Penelitian oleh Heng JY, et al., (2014) *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
menyebutkan bahwa inhibitor interleukin 1 (IL-1), antagonis reseptor IL-1 (IL-1ra), secara signifikan menurun pada CVF manusia sehubungan dengan persalinan spontan matur. Diakui secara luas bahwa persalinan manusia adalah proses inflamasi akut. Telah dilaporkan adanya peningkatan kadar leukosit sirkulasi ibu, masuknya leukosit, dan ekspresi sitokin proinflamasi, termasuk IL-1, di serviks, miometrium, dan membran janin sebelum atau selama proses kelahiran. IL-1ra menghambat respon biologis yang diinduksi oleh IL-1 dengan cara berkompetisi dengan reseptor permukaan sel (reseptor IL-1 tipe 1 dan 2) tanpa mengaktivasi sel target. Konsentrasi IL-1 dan IL-1ra dalam cairan servikovaginal telah banyak diteliti sebagai prediktor persalinan prematur dan matur dan pada umumnya yang diteliti adalah IL-1β (Heng et al., 2014) (England et al., 2014).
Dari usia kehamilan 24 hingga 35 minggu, IL-1β dan IL-1ra tampaknya mempertahankan ekspresi dasar yang relatif konsisten. IL-1ra dapat berperan dalam meredam respon proinflamasi IL-1 selama periode kehamilan ini, untuk mempertahankan ketenangan rahim. Harus ditekankan bahwa bioavailabilitas IL-1ra beberapa ribu kali lebih besar daripada bioavailabilitas gabungan IL-1α dan IL-1β. Konsentrasi IL-1α dan IL-1β tetap tidak berubah pada akhir kehamilan, sementara IL-1ra menunjukkan penurunan linier yang signifikan dengan mendekati persalinan. Korelasi yang signifikan antara ketiga sitokin ini memberikan bukti saling ketergantungan biologis yang sudah mapan. IL-1ra juga ditemukan menurun secara signifikan saat mendekati
persalinan spontan dan menunjukkan penurunan serupa saat persalinan 3 hingga 4 kali lipat (Heng et al., 2014) (England et al., 2014).
Sejumlah penelitian telah meneliti efek biologis IL-1 selama proses kelahiran dan peningkatan serum, jaringan kehamilan, dan cairan ketuban. Proses persalinan terkait dengan peningkatan konsentrasi IL-1β. Kadar konstan IL-1 dan penurunan IL-1ra saat persalinan menyebabkan peningkatan efek aksi IL-1 di miometrium, serviks, dan membran janin saat bioavailabilitas IL-1ra mulai berkurang. Kadar IL-1ra lebih rendah pada wanita dengan KPD dan kontraksi reguler yang terjadi > 1 jam setelah dibandingkan dengan wanita dengan onset persalinan spontan dengan membran utuh. Selain itu, kami baru-baru ini menemukan bahwa IL-1ra menurun secara signifikan sebesar 40% pada CVF wanita yang kemudian mengalami KPD prematur dibandingkan dengan kontrol yang sesuai dengan gestasi (Heng et al., 2014) (England et al., 2014).
Fisiologi nifas yang kompleks menghalangi kemungkinan untuk menemukan biomarker tunggal yang secara andal memprediksi persalinan. Oleh karena itu, uji diagnostik multipel biomarker dengan sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik akan lebih andal dalam memprediksi persalinan. Selain itu, remodeling serviks, aktivasi miometrium, dan ruptur membran yang umum terjadi pada persalinan matur dan persalinan prematur diperkirakan berpotensi untuk membuat biomarker persalinan matur juga implementatif untuk persalinan prematur. Dibandingkan dengan masing-masing sitokin individu, *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
kombinasi ketiga sitokin untuk memprediksi persalinan adalah lebih baik. Untuk kehamilan matur di mana persalinan diharapkan tepat waktu, tes yang sangat spesifik dengan nilai prediktif negatif yang tinggi dapat menjadi indikator yang berguna dari kegagalan persalinan yang selalu membutuhkan intervensi medis. IL-1β memprediksi persalinan matur dalam 7 hari pengambilan sampel dengan sensitivitas 76%, Spesifisitas 55%, 50% PPV, dan 79% NPV (Sanchez et al., 2016) (Heng et al., 2014).
Kombinasi dari 3 biomarker (Il-1a, IL-1β, dan IL-1ra) untuk memprediksi persalinan spontan lebih baik dibandingkan biomarker tunggal. Tes diagnostik yang ideal harus tidak terpengaruh terhadap variasi fenotipik yang tinggi antara wanita yang disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, kondisi kesehatan, dan gaya hidup. Berkenaan dengan CVF, tes diagnostik apa pun juga tidak boleh dipengaruhi oleh mikroflora vagina, semen, dan perdarahan vagina. Mikroflora vagina bagian atas tidak memengaruhi konsentrasi IL-1 dan IL-1ra CVF pada saat kehamilan matur. Mikroflora antara kehamilan 24 dan 35 minggu tidak mempengaruhi konsentrasi IL-1ra, sedangkan IL-1β meningkat secara signifikan ketika Candida spp terdeteksi. Meskipun IL-1a dan IL-1β menunjukkan sedikit atau tidak ada perubahan, konsentrasi IL-1ra tetap cukup konstan sepanjang kehamilan diikuti oleh penurunan cepat pada hari-hari terakhir sebelum persalinan spontan. Perubahan-perubahan ini mungkin merupakan indikasi dari keseimbangan inflamasi yang
bergeser dalam jaringan kehamilan sebelum onset persalinan (Gibson et al., 2014) (Heng et al., 2014).
Interleukin 6
Respon inflamasi dihubungkan dengan pelepasan sejumlah sitokin proinflamasi, dimana IL-1β, IL-6, dan TNF-α merupakan mediator utama selama fase akut. IL-6 dilepaskan ke dalam plasma pada periode awal pasca operasi. Hal ini menggambarkan kerusakan jarigan berkaitan dengan kemampuan makrofag/ monosit dan fibroblast untuk melepaskan IL-6, bukan IL-1β, dan TNF-α (Kartalov et al., 2012).
Il-6 dibentuk oleh permukaan basal sel uterus dan sel stroma yang diinduksi oleh sitokin IL-1α. Pada trimester pertama, IL-6 terdeteksi dalam kadar banyak di jaringan desidua, plasenta, membran fetal, dan cairan amnion dengan sumber penghasil utamanya adalah sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, dan trofoblas pada plasenta. IL-6 bekerja pada sinsitiotrofoblas untuk mencetuskan produksi HCG dan laktogen plasenta, dalam hal ini IL-1 dan TNFα bekerja bersama IL-6 (Prins et al., 2012).
Pada masa gestasi, IL-6 yang terutama dihasilkan oleh sel endotelial di jaringan desidua dan plasenta menyebabkan terjadinya angiogenesis dan remodeling pembuluh darah yang mendukung kebutuhan plasenta di masa gestasi. Pada masa persalinan atau partus, kadar IL-6 yang tinggi dideteksi pada cairan amnin dan serum. IL-6 mengalami peningkatan drastis yang mana berkontribusi pada proses persalinan normal bersama sitokin lainnya. Hal ini *e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
juga yang menjadi dasar pemikiran bahwa IL-6 berperan dalam proses terjadinya persalinan prematur. Saat lipopolisakarida dari dinding sel bakteri diberikan secara sistemik, kadar IL-6 meningkat dan memicu terjadinya persalinan premature (Prins et al., 2012).
Interleukin-10
Sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-6, TNFα, IL-18, monocyte mitotactic protein-1 (MCP-1), dan macrophage inflammatory protein -1 alpha (MIP-1α) terlibat dalam mekanisme terjadinya persalinan prematur akibat adanya reaksi inflamasi intraamniotik (IAI) yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus oleh prostaglandin. Sementara IL-10 adalah sitokin anti-inflamasi yang terlibat dalam respon balik negatif terhadap inflamasi (Gotsch et al., 2008).
Sumber utama IL-10 adalah sel Th2 teraktivasi namun sel-sel lain juga terlibat dalam produksi IL-10, termasuk Th1, sel-B yang terstimulasi, monosit yang diaktifkan LPS, makrofag, sel dendritik dan sel T. Jaringan gestasional seperti sitotrofoblas, sinsitiotrofoblas, korion dan desidua, mengekspresikan mRNA IL-10 dan menghasilkan IL-10. IL-10 adalah sitokin antiinflamasi pleiotropik yang bertindak dalam down regulation dengan menghambat produksi IL-1β, IL-6 dan PGE2 oleh koriodesidua. Namun demikian, IL-10 meningkatkan produksi sitokin dan matriks metalloproteinase dalam amnion. IL-10 juga bertindak sebagai sitokin anti-inflamasi dalam plasenta dengan menghambat produksi sitokin inflamasi seperti IFN-γ, IL-1α, IL-1β, granulocyte macrophage (GM-CSF), G-
CSF, TNFα, IL-6, IL-8 dan IL-12 β (Gotsch et al., 2008) (Puchner et al., 2011).
Lebih khusus, efek IL-10 pada membran janin tergantung pada lokasi jaringan. Pada tikus, IL-10 yang diberikan secara eksogen mengurangi kehilangan janin dan hambatan pertumbuhan yang disebabkan oleh lipopolisakarida (LPS), sedangkan IL-10 eksogen telah terbukti menghambat kontraksi intrauterin pada monyet. Selain itu, IL-10 telah terbukti memperpanjang kehamilan dan
mengurangi kematian janin dalam model tikus ketika diberikan sendiri atau dalam kombinasi dengan antibiotik. Untuk alasan ini pemberian IL-10 telah diusulkan sebagai agen anti-inflamasi dalam pengobatan persalinan premature (Gotsch et al., 2008) (Puchner et al., 2011).
IL-10 telah terdeteksi dalam cairan ketuban selama trimester kedua kehamilan. IL-10 dapat dideteksi dalam cairan amniotik dan kadarnya tidak berubah sepanjang kehamilan dari pertengahan trimester hingga aterm. Produksi basal IL-10 oleh koriodesidual menurun setelah onset persalinan. Hal ini mungkin terkait dengan peningkatan produksi IL-6 dan PGE2 (Puchner et al., 2011).
SIMPULAN
Sel imun bawaan diduga memiliki peran penting dalam penyesuaian imun feto-maternal dan dalam keberhasilan plasentasi. Temuan ini, kebalikan dari dogma imunologi reproduksi klasik yang mempertanyakan paradigma kehamilan yang sampai sekarang menganggap sistem kekebalan ibu sebagai ancaman bagi janin yang sedang berkembang.
-
*e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
Implantasi, plasentasi, dan trimester pertama dan awal trimester kedua merupakan fase imunologis pertama kehamilan yang membutuhkan respons inflamasi yang kuat. Selama tahap pertama ini, embrio harus menembus lapisan epitel rahim agar tertanam, merusak jaringan endometrium untuk invasi dan menggantikan endotelium dan otot polos vaskuler dari pembuluh darah ibu untuk mengamankan suplay darah yang adekuat. Lingkungan inflamasi diperlukan untuk mengamankan perbaikan epitel uterus yang memadai dan pembuangan sel – sel debris.
Fase imunologis kedua dari kehamilan, dalam banyak hal, waktu yang optimal bagi ibu. ini adalah periode pertumbuhan dan perkembangan janin yang cepat. Ibu, plasenta, dan janin bersimbiosis, dan gambaran imunologis yang dominan adalah induksi keadaan anti-inflamasi.
Selama fase imunologi terakhir kehamilan, janin telah menyelesaikan perkembangannya; semua organ berfungsi dan siap menghadapi dunia luar. Partus ditandai dengan masuknya sel imun ke dalam miometrium untuk memicu inisiasi proses inflamasi. Lingkungan pro-inflamasi ini mendorong kontraksi rahim, pengeluaran bayi, dan pelepasan plasenta.
DAFTAR PUSTAKA
Aldo PB, Krikun G, Visintin I, Lockwood
-
C, Romero R, Mor G. 2007. A novel three-dimensional in vitro system to study trophoblast–endothelium cell interactions. Am J Reprod Immunol; 58:98–110.
Auty JR, Daniels MJD, Colliver I, Robertson DL, Brough D. 2018. Redefining the ancestral origins of the interleukin-1 superfamily. Nature Communications, 9: 1156.
Bouteiller P, Piccinni MP. 2008. Human NK cells in pregnant uterus: why there?. American Journal of Reproductive Immunology. 59: 401–406
Cruz FF, Rocco PR, Pelosi P. 2017. Antiinflammatory properties of anesthetic agents. Annual Update in Intensive Care and Emergency Medicine, 21(1): 67
Daniela OM, Costin N, Maria PD, Ciortea R, Ioana T, Mihu D. 2014. Evaluation of inflammatory markers in pregnant women at risk, for the prediction of preeclampsia. Acta Medica
Marisiensis.;60(3):94-98.
Dekel, N., Gnainsky, Y., Granot, I., Mor, G. 2010. Inflammation and implantation. American Journal of Reproductive Immunology, Vol. 63, pp. 17–21.
England H, Summersgill HR, Edye ME, Rothwell NJ, Brough D. 2014. Release of interleukin-1a or interleukin-1b depends on mechanism of cell death. The Journal of Biological Chemistry, 289 (23): 15942-50.
Gibson MS, Kaiser P, Fife M. 2014. The Chicken IL-1 family: evolution in the context of the studied vertebrate lineage. Immunogenetics, 66: 427-38.
Gotsch F, Romero R, Kusanovic JP, Erez O, Espinoza J, Kim CJ, Vaisbuch E, Than NG, Tovi SM, Chiworapongsa T,
-
* e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
Mazor M, Yoon BH, Edwin S, Gomez R, Mittal P, Hassan SS, Sharma S. 2008. The antiinflammatiory limb of the immune response in preterm labor, intraamniotic infection/inflammation, and spontaneous parturirion at term: A role for interleukin-10. The journal of maternal fetal and neonatal medicine 21 (8): 529-47.
Graham C, Chooniedass R, Stefura WP, Becker AB, Sears MR, Turvey SE, Mandhane PJ, Subbarao P; CHILD Study Investigators, HayGlass KT . 2017. In vivo immune signatures of healthy human pregnancy: Inherently inflammatory or anti-inflammatory? PLoS One. 12(6).
Hanna J, Goldman-Wohl D, Hamani Y, Avraham I, Greenfield C, Natanson-Yaron S, Prus D, Cohen-Daniel L, Arnon TI, Manaster I, Gazit R, Yutkin V, Benharroch D, Porgador A, Keshet E, Yagel S, Mandelboim O. 2006. Decidual NK cells regulate key
developmental processes at the human fetal-maternal interface. Natur
medicine. 12 (9) 1065-74.
Heng JY, Liong S, Permezel M, Rice G, Quinzio MKWD, Gergory HM. 2014. The Interplay of the interleukin I system in pregnancy and labor. Reproductive sciences, 21(1): 122-130
Hirota K and Lambert DG. 2011. Ketamine: new uses for an old drug? British Journal of Anaesthesia, 107 (2): 123–6.
Kartalov A, Trajkov D, Spiroski M, Nikolova Todorova Z, Kuzmanovska V, Dzambazovska Trajkovska B. 2012.
The effect of a small dose of ketamine on postoperative analgesia and cytokine changes after laparoscopic cholecystectomy. Prilozi, 33(1):217–29.
Kock M, Loix S, Lavand'homme P. 2013. Ketamine and peripheral
inflammation. CNS neuroscience and therapeutics, 19(6), 403-410.
Koga K, and Mor G. 2008a. Expression and function of toll-like receptors at the maternal–fetal interface. Reproductive Sciences. 15 (3) ; 231-42
Kopcow HD, Allan DSJ, Chen X, Rybalov B, Andzelm MM, Ge B, Strominger JL. 2005. Human decidual NK cells form immature activating synapses and are not cytotoxic. PNAS . 102 (43) 15563- 68.
Laskarin G, Ka¨mmerer U, Rukavina D, Thomson AW, Fernandez N, Blois SM. 2007. Antigen-presenting cells and materno-fetal tolerance: an emerging role for dendritic cells. Am J Reprod Immunol. 58:255–267
Loix S, Kock MD, Henin P. 2011. The antiinflammatory effects of Ketamine: state of the art. Acta Anaesth. Belg, 62, 47-58.
Luster AD, Alon R, von Andrian UH. 2005. Immune cell migration in
inflammation: present and future
therapeutic targets. Nat Immunol. 6:1182–1190.
Moffet-King A. 2002. Natural killer cell and pregnancy. Immunology. 2; 656-63
Moffett-King A, Entrican G, Ellis S, Hutchinson J, Bainbridge D. 2002. Natural killer cells and reproduction.
-
* e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
TRENDS in Immunology . 23 (7) 332333.
Mor G, and Koga K. 2008b. Macrophages and pregnancy. Reproductive Sciences .15;5: 435-6.
Mor G, Shawn L. Straszewski-Chavez, Abrahams VM. 2006. Macrophage–
trophoblast interactions. Placenta and Trophoblast: Methods and Protocols, Vol 2. In M. J. Soares and J. S. Hunt. ed. Methods in Molecular Medicine, Vol. 122:
Mor G. 2008. Inflammation and pregnancy: the role of toll-like receptors in trophoblast-immune interaction. Ann N Y Acad Sci.1127:121–128.
Mor, G. 2007. Pregnancy reconceived. Natural History 116: 36–41
Mor, G., and Cardenas, I. 2010.The
Immune sistem in pregnancy: a unique complexity. American Journal of
Reproductive Immunology, Vol. 63, pp. 425–433.
Mor, G., Cardenas, I., Abrahams, V., & Guller, S. 2011. Inflammation and pregnancy: The role of the immune sistem at the implantation site. Ann. N. Y. Acad. Sci. 1221; 80 -7.
Morelli, S., Mandal, M., Goldsmith, L. T., Kashani, B. N., & Ponzio, N. M. (2015). The maternal immune sistem during pregnancy and its influence on fetal development. Research and Reports in Biology, 171-89.
Plaks V, Birnberg T, Berkutzki T, Sela S, BenYashar A, Kalchenko V, Mor G, Keshet E, Dekel N, Neeman M, Jung S.
2008. Uterine DCs are crucial for decidua formation during embryo implantation in mice. J Clin Invest. 118:3954–65.
Prins JR, Lopez NG, Robertson SA. 2012. Interleukin-6 in pregnancy and gestational disorders. Journal of reproductive immunology, 95: 1-14.
Puchner K, Iavazzo C, Gourgiotis D, Boutsikou M, Baka S, Hassiakos D, Kouskouni E, Economou E, Puchner AM, Creatsas G. 2011. Mid-trimester amniotic fluid interleukin (IL-1β, IL-10, and IL-18) as possible predictor of preterm delivery. In Vivo, 25: 141-48.
Romero R, Gotsch F, Pineles B, Kusanovic JP. 2008. Inflammation in pregnancy: Its roles in reproductive physiology, obstetrical complications, and fetal injury. Nutrition Reviews; 65.1 :194-202
Sanchez FM, Diamond C, Zeitler M, Gomez A, Mazo AB, Bagnali J, Spiller D, White M, Daniels MJD, Mortellaro A, Penalver M, Paszek P, Steringer JP, Nickel W, Brough D, Pelegrin P. 2016. Inflammasome-dependent IL-1β
release depends upon membrane permeabilisation. Cell death and differentiation Journal, 23: 1219-31.
Talbot L, Maclennan K.2016. Physiology of pregnancy. Anaesthesia and intensive care medicine ; 17(7):341-45
Yoshinaga K. 2008. Review of factors essential for blastocyst implantation for their modulating effects on the maternal immune system. Seminars in Cell & Developmental Biology 19 .161– 169
-
* e – mail korespondensi : mdtangkas68@gmail.com
75
Discussion and feedback