PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI NEGERI DI JAWA TIMUR DALAM MENGATASI BERITA HOAX
on
JURNAL ILMIAH WIDYA SOSIOPOLITIKA
E-ISSN 2685-4570
PERAN PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI NEGERI DI JAWA TIMUR DALAM MENGATASI BERITA HOAX
Dewi Puspitasari
Siti Sawanah
Perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya [email protected]
Abstrak
Berita bohong (hoax) beberapa tahun terakhir menjadi suatu fenomena yang sangat ramai diperbincangkan oleh masyarakat di Indonesia. Perpustakaan sebagai salah satu lembaga pendukung pendidikan diharapkan mampu berperan menangkal bahaya hoax. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran pustakawan perguruan tinggi di jawa timur dalam mengatasi berita hoax. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian ini akan memberi gambaran mengenai tingkat kepedulian pustakawan dalam melawan hoax. Kemudian kegiatan apa saja yang telah diselenggarakan perpustakaan dalam melawan berita hoax. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sepakat bahwa berita hoax adalah sesuatu hal yang harus dihindari. Pustakawan dan juga para pemustaka dalam mengambil informasi atau berita harus dipastikan kebenarannya. Informasi harus diambil dari sumber asalnya atau sumber yang dapat dipercaya. Pustakawan harus berperan aktif dalam mengatasi berita hoax, Peran tersebut dapat dilakukan melalui penguatan kemampuan literasi informasi
Kata kunci; berita hoax, pustakawan, perpustakaan perguruan tinggi, Jawa Timur
Abstract
Fake news (hoax) in recent years has become a phenomenon that is very much discussed by people in Indonesia. Libraries as supporting institutions are expected to be able to play a role in warding off the dangers of hoaxes. The aims of this reserach is to determine the role of university librarians in East Java in overcoming hoax news. This research method uses a descriptive qualitative approach. This study will provide an overview of the level of concern for librarians in fighting hoaxes. Then what activities have been held by the library in fighting hoax news. The results showed that respondents agreed that hoax news was something that should be avoided. Librarians as well as users in retrieving information or news must be confirmed. Information must be taken from its original source or a reliable source. Librarians must play an active role in overcoming hoax news. This role can be done through strengthening information literacy skills
Keywords: hoax news, librarian, university library, east java
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi membuat internet semakin populer bagi masyarakat. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode Triwulan II/2020mencatat jumlah pengguna Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di Indonesia meningkat mencapai 196,7 juta. Jumlah ini terus meningkat menjadi 23,5 juta atau 8,9% dibandingkan tahun 2018 dimana jumlah pengguna internet di
Indonesia sebesar 171,1 juta. Data diatas tersebut menunjukkan bahwa internet sudah menjadi kebutuhan masyarakat. (apjii.or.id)
Penggunaan internet akan mengubah perilaku masyarakat dalam mencari informasi. Yuli Rohmiyati (2018) Model pencarian informasi bagi generasi milenial dapat disampaikan dengan penjelasan bahwa generasi milenial memulai proses pencarian informasi dengan driver yang membuat mereka tergerak untuk mencari atau browsing, kemudian generasi milenial memilih informasi yang mereka peroleh dengan memilih informasi yang cocok untuk mereka. Kemudian generasi milenial mengevaluasi informasi yang mereka dapatkan, kemudian setelah mereka merasa informasi tersebut layak untuk disebarluaskan maka mereka akan menyebarluaskan atau akan membagikan atau akan membagikan informasi tersebut. Kemajuan teknologi komunikasi yang sedemikian pesatnya, mengakibatkan informasi yang sangat melimpah dan seolah tidak ada batasnya lagi, arus informasi yang begitu cepatbaik positif maupun negatif, tak terbendung dan dapat diakses dengan mudah oleh semua orang. Kemudahan ini dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengakses informasi yang mereka butuhkan. dengan menggunakan internet mereka dapat menembus ruang dan waktu. Dalam memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda, masyarakat akan menggunakan segala cara untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya, masyarakat tidak hanya menggunakan satu sumber informasi untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Wilson (2000) dalam pencarian informasi, seseorang dapat berinteraksi dengan sistem informasi manual (seperti surat kabar atau perpustakaan) atau dengan sistem berbasis komputer, seperti World Wide Web atau Internet. Oleh karena itu, internet memberikan informasi yang up-to-date dan semakin kompleks informasi yang disajikan malah saling melengkapi satu sama lain.
Dampak dari penyebaran informasi yang cepat dan tidak terbatas ini adalah munculnya kejahatan melalui media sosial yang salah satunya disebabkan oleh informasi palsu atau hoax. Penyebaran informasi hoax bertujuan untuk mengelabui masyarakat. Menurut Respati (Kompas, 23 Januari 2017), secara psikologis masyarakat mudah menerima informasi hoax karena informasi yang disampaikan sesuai dengan pendapat atau sikap yang dimiliki, dan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penerima berita. Rendahnya pengetahuan seseorang dan karakter generasi sekarang, yang cenderung ingin memperoleh informasi secara instan tanpa kejelasan informasi. Berbeda dengan koleksi lain yang dimiliki perpustakaan, seperti buku, artikel ilmiah, makalah, media massa, dokumen pemerintah, laporan penelitian (tesis, tesis, disertasi), dokumen produk hukum, dan dokumen pemerintah, yang merupakan informasi terpercaya untuk referensi (Suyono dkk, 2015).
Salah satu alasan mengapa orang tidak suka menggunakan koleksi adalah perpustakaan memiliki minat baca yang rendah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019, tingkat literasi Indonesia dalam penelitian di 70 negara berada di angka 62, kata pakar tersebut. staf Menteri Dalam Negeri. (Mendagri), Suhajar Diantoro pada Rakornas Perpusnas tahun 2021. Lebih lanjut, Kepala Perpusnas M Syarif Bando mengatakan, permasalahan Indonesia adalah rendahnya literasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan minat baca.Menurut UU No. 43 Tahun 2007, pasal 48 ayat 1, gemar membaca dapat dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Kemudian, pasal 51 menyebutkan kewajiban perpustakaan untuk mendukung dan memajukan gerakan nasional gemar membaca melalui penyediaan karya tulis, karya cetak, dan catatan artistik.
Melihat penetrasi pengguna internet yang banyak diminati oleh anak muda, perpustakaan di lingkungan perguruan tinggi juga dapat berperan aktif dalam meningkatkan minat baca masyarakat. perpustakaan perguruan tinggi, ikut serta dalam meningkatkan minat baca masyarakat. Upaya tersebut dilakukan agar masyarakat yang berilmu tinggi tidak mudah tertipu oleh berita palsu/hoax.
Sanksi pidana juga telah menunggu para penyebar hoax. Antara lain Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi ElektronikUU ITE pasal 28 ayat 1, kemudian Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 3) dan UU Penghapusan Diskriminsi Ras Etnis. Sistem sanksi di Indonesia telah siap menghadang para penyebar hoax namun apakah dapat dipastikan berita hoax tidak akan muncuk kembali? Maka di sini diperlukan kerja sama dari berbagai komponen masyarakat. Perpustakaan sebagai salah satu lembaga pendukung pendidikan diharapkan mampu berperan melalui tangan-tangan pustakawan untuk memberi edukasi dan penyadaran bahaya hoax. Terlebih lagi peran perpustakaan perguruan tinggi.
Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi pusat belajar khususnya dalam mengawal Indonesia Timur untuk dapat lebih maju dan mengimbangi akselerasi pembangunan sehingga tidak tertinggal dengan Indonesia di wilayah Barat. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui peran pustakawan perguruan tinggi di jawa timur dalam mengatasi berita hoax. Penelitian ini akan memberi gambaran mengenai tingkat kepedulian pustakawan dalam melawan hoax. Kemudian kegiatan apa saja yang telah diselenggarakan perpustakaan perguruan tinggi negeri di Jawa Timur dalam melawan berita hoax.
TINJAUAN PUSTAKA
Pustakawan Di Tengah Arus Pusaran Teknologi Informasi
Perpustakaan perguruan tinggi sebagai lembaga pendukung kegiatan kampus. Kegiatan tersebut antara lain kegiatan akademik, riset dan pengabdian masyarakat. Kegiatan perpustakaan dikhususkan untuk mendukung tiga kegiatan tersebut. Pada prinsipnya, perpustakaan perguruan tinggi memiliki kewajiban mendidik anak didik untuk menjadi ilmuwan, pakar serta praktisi ilmu pengetahuan tertentu. Perpustakaan tidak hanya sekedar sebagai tempat menitipkan hasil karya pemikiran seseorang. Perpustakaan perguruan tinggi memiliki tugas untuk memberikan edukasi pada seluruh sivitas akademika sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.
Motor utama dalam menggerakkan roda perpustakaan pasti para pustakawan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, pustakawan didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanaan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
Perubahan perpustakaan dan dampak teknologi telah dirasakan oleh setiap pihak. Perubahan zaman mempengaruhi pola dan kecenderungan pemustaka. Pustakawan dituntut lebih banyak dapat mengimbangi perkembangan jaman. Asosiasi Perpustakaan Amerika (ALA) merespon perubahan ini dengan meluncurkan kampanye kesadaran publik baru, yang disebut “Libraries Transform,” pada tahun 2015. Transformasi Perpustakaan ini berusaha untuk menggeser pola pikir bahwa “perpustakaan sudah usang untuk dimiliki” menjadi “perpustakaan sangat penting,” dan mengubah persepsi bahwa “perpustakaan tempat hanyalah tempat yang tenang untuk melakukan penelitian, menemukan sebuah buku, dan membaca” menjadi ‘perpustakaan merupakan pusat komunitas mereka,tempat untuk belajar, membuat dan berbagi, dengan bantuan staf perpustakaan dan sumber daya yang mereka berikan. Kampanye Transformasi Perpustakaan ini dirancang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai, dampak, dan layanan yang diberikan oleh para profesional perpustakaan dan perpustakaan dari semua jenis. Kampanye ini menampilkan bagaimana perpustakaan mengubah masyarakat dan kehidupan individu, bagaimana perpustakaan terus berubah untuk memenuhi berubah dengan cepat kebutuhan abad ke-21, dan bagaimana profesional perpustakaan terus berubah untuk memenuhi kebutuhan yang berkembang dari masyarakat di mana mereka layani.
Pustakawan masa depan harus dapat menjadi mentor bagi sivitas akademika dalam mengelola informasi. Sivitas akademika sebagai pemustaka utama dalam perpustakaan perguruan tinggi selalu mendapat pendampingan dari pustakawan hingga terhindar dari dampak negatif teknologi seperti berita hoax.
Berita Hoax
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoaks memiliki beberapa pengertian. Hoaks dapat diartikan 1) kata yang berarti ketidak benaran suatu informasi; 2) berita bohong dan tidak bersumber. Pemberitaan palsu (hoaks) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar terjadi adanya (Idris, 2018, hlm. 10). Hoax merupakan usaha segelintir orang untuk menipu atau mengakali pembaca dan pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal si pembuat berita palsu tesebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contohnya pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan unsur suatu sebutan nama yang berbeda dengan barang atau kejadian sejatinya. Definisi lain menyatakan bahwa hoax merupakan suatu bentuk tipuan yang digunakan untuk mempercayai sesuatu yang tidak benar dan seringkali tidak logis dengan cara melalui internet khususnya media sosial.
Berita bohong (hoax) dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28, yang berbunyi: 1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. 2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hoax sendiri bertujuan untuk membuat opini publik, menggiring opini publik, membentuk persepsi juga untuk sesuai dan sejalan dengan keinginan penyebar hoax. Tujuan penyebaran hoax sangat beragam tetapi pada umumnya tujuan hoax hanya sekedar lelucon atau iseng saja, menjatuhkan 10 pesaing (black campaign), promosi dengan maksud penipuan, ataupun ajakan untuk berbuat amalan – amalan baik yang sebenarnya belum tentu jelas terkait perihal dalil yang ada didalamnya. Namun ini menyebabkan banyak penerima hoax terpancing untuk menyebarluaskan berita – berita hoax kepada rekannya dan mengakibatkan penyebaran beritanya meluas. Sehingga masyarakat akan bergerak mengikuti keinginan penyebar hoax.
Berita hoaks dan ujaran kebencian yang marak di media sosial telah menjadi ancaman nasional. Semua pihak perlu bekerja sama untuk melawannya. Ujaran kebencian dan hoaks di dunia maya telah menjadi ancaman nasional, sebab gangguan kejahatan cyber dapat berdampak pada aspek ekonomi, ideologi politik dan pertahanan keamanan berita hoaks sebagai upaya penipuan publik tentunya memiliki dampak yang luas, terutama pada moral masyarakat.
Perbuatan menyebarkan hoax melalui internet termasuk dalam cyber crime. Pertanggungjawaban pidana pelaku penyebar hoax tidak bisa dianggap enteng. Hoax adalah berita palsu atau berita bohong. Perbuatan menyebarkan hoax melalui media komunikasi elektronik pada Pasal 45 A Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu diancam dengan pidana penjara penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mengkaji pendapat dan pemahaman pustakawan terkait berita hoax dan bagaimana seharusnya program kerja perpustakaan mengatasi berita hoax. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Menurut Sugiyono (2017:5) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat post positifisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi teknik, analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Sulistyo-Basuki dalam buku Metode Penelitian (2006: 113) kajian mendalam tentang peristiwa, lingkungan, dan situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan suatu hal. Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam sebuah penelitian dan merupakan pemanfaatan informasi terkait dengan penelitian. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah 8 orang pustakawan Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur (Universitas Airlangga, Insitut 10 Nopember Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Brawijaya, Politeknik Negeri Malang). Perguruan Tinggi Islam Negeri di Jawa Timur (UIN Surabaya, UIN Malang dan UIN Tulungagng). Wawancara dilaksanakan melalui media sosial what’s up mengenai hal-hal yang berkaitan pandangan pustakawan tentang berita hoax kemudian bagaimana strategi perpustakaan dalam menangkal berita hoax Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik triangulasi teknik, dan dilakukan secara terus-menerus sampai datanya jenuh.
HASIL PENELITIAN
Informan dalam penelitian ini terdiri dari 8 orang pustakawan Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Timur (Universitas Airlangga, Insitut 10 Nopember Surabaya, Universitas Negeri Surabaya, Universitas Brawijaya, Politeknik Negeri Malang). Perguruan Tinggi Islam Negeri di Jawa Timur (UIN Surabaya, UIN Malang dan UIN Tulungagng). Informan akan memberikan pendapat mengenai berita hoax dan bagaimana seharusnya program kerja perpustakaan mengatasi berita hoax. Berdasarkan wawancara dan observasi yang telah dilakukan, penulis dapat menguraikan tentang berita hoax sebagai berikut :
-
1. Pemahaman Pustakawan Tentang Berita Hoax
Era digitalisasi dalam semua lini juga membawa ekses bagi setiap orang dalam memilah informasi. Salah satu dampak dari maraknya derasnya aliran informasi itu muncul berita hoax. Berita hoax sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Pustakawan sebagai
garda terdepan dalam menyajikan informasi juga memiliki andil dalam memberikan pencerahan bagi pemustaka mengenai kualitas informasi. Khususnya pustakawan perguruan tinggi yang nantinya akan memberi bekal bagi mahasiswa yang akan berkirpah di tengah-tengah masyarkat.
Sebelum memberikan edukasi kepada pemustaka, terlebih dahulu pustakawan harus memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan berita hoax. Hasil wawancara menunjukkan bahwa berita hoax menuurt informan adalah kabar bohong, berita palsu, berita tidak akurat, berita yang tidak sesuai dengan fakta dan berita berbahaya. Responden juga mendefiniskan berita hoax adalah berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga sikap dari responden adalah tidak setuju karena dianggap berbahaya. Kemudian ada juga yang menyampaikan bahwa berita hoax itu berasal dari sumber yang tidak jelas sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berita hoax merupakan hal yang harus dihindari karena menimbulkan kebencian, permusuhan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Berita hoax juga dianggap menyesatkan bagi yang mempercayai.
Berita hoax ketika diterima dan dipercayai akan menimbulkan kehebohan. Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informan memiliki pendapat bahwa sepakat bahwa berita hoax adalah sesuatu hal yang harus dihindari. Pustakawan dan juga para pemustaka dalam mengambil informasi atau berita harus dipastikan kebenarannya dan memang sesuai fakta yang ada. Informasi harus diambil dari sumber asalnya atau sumber yang dapat dipercaya. Jika masyarakat menerima berita hoax dan menganggap berita hoax tersebut adalah benar maka dapat meresahkan, menimbulkan kebencian dan menimbulkan kehebohan. Para informan setuju bahwa ketika menemukan informasi harus melakukan validasi dengan beberapa cara yaitu cermati alamat situs, hati-hati dengan judul yang provokatif, periksa fakta dan memeriksa keaslian foto. Hal ini sesuai dengan arahan dari kominfo untuk memastikan suatu informasi benar atau tidak. Pada prinsipnya untuk mengatasi berita hoax, setiap orang wajib melakukan pengecekan sebelum menerima informasi tersebut.
-
2. Partisipasi perpustakaan dalam mengatasi berita hoax
Dari uraian di poin satu, informan sepakat bahwa berita hoax harus dihindari karena bahaya yang ditimbulkan sangat besar seperti terjadi kekacauan di tengah-tengah masyarakat baik kekacauan secara online melalui media sosial bahkan juga kekacauan secara langsung. Hal ini akan membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini, perpustakaan memiliki andil yang besar dalam mengatasi berita hoax. Perpustakaan dapat berkiprah memberi edukasi dan pencerahan kepada pemustaka untuk mengindentifikasi dan menghindari berita hoax. Pemustaka dapat mengetahui cara mengenali informasi yang tidak tepat dan dapa menyikapinya. Menurut informan perpustakaan dapat mengadakan beberapa kegiatan yaitu :
-
a. Bincang santai membahas tentang berita hoax
Perpustakaan mengadakan talk show dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dari luar perpustakaan dan juga menampilkan pustakawan untuk membahas berita hoax dan cara untuk menghindarinya
-
b. Bimbingan literasi
Bimbingan literasi ini adalah sesuatu yang penting. Pemustaka khususnya para mahasiswa ketika awal masuk sebagai mahasiswa baru harus mendapat pendidikan pengguna. Materi yang disampaikan sesuai dengan semangat belajar di kampus yang lebih menekankan kemandirian dibandingkan di bangku sekolah menengah. Mahasiswa baru ini harus dibekali cara-cara mencari informasi sesuai kebutuhan akademik. Bimbingan literasi ini merupakan materi dasar yang akan disajikan kepada pemustaka
-
c. Penguatan literasi informasi
Penguatan literasi informasi ini dapat diberikan kepada mahasiswa selama proses belajar berlangsung. Pustakawan dapat memberikan edukasi dengan materi yang lebih lanjut disesuaikan dengan strata pendidikan pemustaka
-
d. Pengembangan minat baca
Pengembangan minat baca ini dapat dilakukan dalam beraneka ragam kegiatan, misalnya menampilkan resensi buku, menampilkan abstrak buku pada katalog, pameran koleksi terbatu, mengadakan kompetisi battle of the book dan lain sebagainya.
-
e. Pustakawan referensi menyediakan informasi yang berkualitas
Pustakawan referensi sebagai ujung tombak dalam menyediakan informasi yang berkualitas dapat menampilkan sumber informasi yang berkualitas.
-
f. Membudayakan kebiasaan mengecek dulu informasi yang tersedia
Pemustaka setelah mendapat edukasi dari pustakawan dapat mengecek informasi yang tersedia. Hal ini juga berlaku bagi pustakawan.
-
g. Pelatihan etika akademisi
Perpustakaan dapat menyelenggarakan seminar atau pelatihan rutin dengan tema etika akademisi dengan mengandeng staf pengajar dan juga pustakawan. Tema etika akademisi akan diperlukan khususnya bagi mahasiswa yang akan menulis karya akhir dan publikasi penelitian. Pelatihan etika akademisi ini dapat juga berkolaborasi dengan jurusan, sehingga pustakawan dapat mengisi materi perkuliahan dengan tema etika akademisi. Sehingga pelatihan ini diberikan secara merata kepada pemustaka khususnya kepada mahasiswa.
Penutup
Berita bohong (hoax) beberapa tahun terakhir menjadi suatu fenomena yang sangat ramai diperbincangkan oleh masyarakat di Indonesia karena, banyaknya berita – berita dan juga perkembangan teknologi internet serta media elektronik untuk masyarakat mengakses
informasi. Perpustakaan sebagai salah satu lembaga pendukung pendidikan diharapkan mampu berperan melalui tangan-tangan pustakawan untuk memberi edukasi dan penyadaran bahaya hoax. Terlebih lagi peran perpustakaan perguruan tinggi. Penelitian ini memberi gambaran mengenai tingkat kepedulian pustakawan dalam melawan hoax, Peran pustakawan perguruan tinggi di jawa timur dalam mengatasi berita hoax melalui kegiatan yang telah diselenggarakan perpustakaan dalam melawan berita hoax. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pustakawan sebelum memberikan edukasi kepada pemustaka, terlebih dahulu pustakawan harus memahami dan mengetahui apa yang dimaksud dengan berita hoax. Hasil wawancara menunjukkan bahwa berita hoax adalah kabar bohong, berita palsu, berita tidak akurat, dan berita berbahaya. Responden juga mendefiniskan berita hoax adalah berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga sikap dari responden adalah tidak setuju karena dianggap berbahaya. Kemudian ada juga yang menyampaikan bahwa berita hoax itu berasal dari sumber yang tidak jelas sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berita hoax merupakan hal yang harus dihindari karena menimbulkan kebencian, permusuhan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Berita hoax juga dianggap menyesatkan bagi yang mempercayai. Berita hoax ketika diterima dan dipercayai akan menimbulkan kehebohan. Dari analisa di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informan memiliki pendapat bahwa sepakat bahwa berita hoax adalah sesuatu hal yang harus dihindari. Pustakawan dan juga para pemustaka dalam mengambil informasi atau berita harus dipastikan kebenarannya. Informasi harus diambil dari sumber asalnya atau sumber yang dapat dipercaya. Jika masyarakat menerima berita hoax dan menganggap berita hoax tersebut adalah benar maka dapat meresahkan dan menimbulkan kehebohan. Beberapa strategi yang bisa dilakukan pustakawan dalam melawan hoax, Pustakawan harus berperan aktif dalam mengatasi berita hoax, Peran tersebut dapat dilakukan melalui penguatan kemampuan literasi informasi, Pustakawan referensi dapat melakukan berbagai kegiatan untuk membekali sivitas akademika dalam memilah informasi yang tepat dan benar, Pustakawan referensi dapat menyediakan sumber bahan bacaan yang berkualitas.
Referensi
Respati, S. ,2017, Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita “Hoax”? Kompas.com.
Retrieved from
http://nasional.kompas.com/read/2017/01/23/18181951/mengapa.banyak.orang.mudah.perc aya.berita.hoax.
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Suyono, S., Amaliah, R., Ariani, D., & Luciandika, A. (2015). Cerdas menulis karya ilmiah. Penerbit Gunung Samudera.
Wilson, TD. 2000.”Human Information Behaviour Information Science”. Vol 3 no.2. Yuli
Rohmiyati. 2018. Model Perilaku Pencarian Informasi Generasi Milenial
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/anuva
https://kominfo.go.id/content/detail/8949/ini-cara-mengatasi-berita-hoax-di-dunia-
maya/0/sorotan_media
76
Discussion and feedback