PEMANFAATAN DATA ADMINDUK MENGGUNAKAN SISTEM NOTA KESEPAHAMAN DAN PERJANJIAN KERJA SAMA DENGAN PRINSIP PERLINDUNGAN DATA PENDUDUK
on
JURNAL ILMIAH WIDYA SOSIOPOLITIKA
E-ISSN 2685-4570
PEMANFAATAN DATA ADMINDUK MENGGUNAKAN SISTEM NOTA
KESEPAHAMAN DAN PERJANJIAN KERJA SAMA DENGAN PRINSIP
PERLINDUNGAN DATA PENDUDUK
Nurul Jannah Lailatul Fitria
Instansi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Panca Marga [email protected]
ABSTRAK
Administrasi Kependudukan dilakukan oleh pemerintahan untuk melakukan penataan, penertiban dan merapikan data dan dokumen kependudukan. Saat ini fiterapkan data penduduk dengan basis single identity number (SIN). Penerapan SIN menggunakan prinsip "one data policy". Adanya kebijakan satu data kependudukan yang dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai kepentingan negara seperti kegiatan birokrasi atau kepentingan pemerintahan, proses pembangunan negara dan kepentingan masyarakat. Data administrasi penduduk dapat dimanfaatkan dengan menerapkan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Sehingga diperlukan analisis pada proses pemanfaatan data administrasi penduduk. Penelitian ini dengan pendekatan kualitatif desktiptif. Metode analisis dengan literasi atau pengumpulan data kepustakaaan sebagai teknik pengumpulan data. Sehingga dapat diketahui database pada administrasi penduduk yang terdiri dari data diri, data kejadian kependudukan dan data biometrik. Data tersebut dapat diakses oleh lembaga atau instansi dan pihak swasta dengan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Ditjen Dukcapil dan ada dibawah naungan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Hak ases terbatas dengan teknik verifikasi untuk melimdungi kerahasiaan data penduduk.
Kata kunci: MOU; PKS; Perlindungan Data Adminduk
ABSTRACT
Civil rights administration is carried out by governments to establish, maintain and maintain population data and documents. Currently emblazes population data with a single identity number (sin) base. Application of sin using the "one data policy" principle. The policy of one population data used optimally to various national interests such as bureaucratic or governmental interests, state development and civic interest. Data for population administration could be used by relaxing a memorandum of understanding (MOU) and cooperation agreements (PKS). So it requires analysis of the data processing of population administration. This research with a desktop qualitative approach. A method of literature analysis or library studies as a data gathering technique. So it can be known databases on human administrations comprise personal data, population genesis data and biometric data. Such data is accessible to institutions or private institutions with the memorandum of understanding (MOU) and cooperation agreements (PKS) with the dukcapil government and the interior ministry (ministry of the interior). The ases rights are limited with the verification techniques to protect the anonymity of population data.
Keyword: MOU; PKS; Population Data Protection
PENDAHULUAN
Administrasi kependudukan adalah bentuk rangkaian aktifitas yang dilakukan pemerintahan dalam menata, menertibkan dan merapikan data dan dokumen kependudukan (Junaidi, 2015). Data dan berkas yang didapat dari tahap pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, bentuk pengelolaan informasi penduduk dan mendayagunakan hasil tersebut secara optimal untuk melayani publik & membangun sektor-sektor lain yang dibutuhkan (Junaidi, 2015) (Fitrianti et al., 2019) (Putri and Mubaroq, 2019).
Fungsi dari adanya data kependudukan atau database kependudukan digunakan untuk merencanakan atau merancang pembangunan yang berkelanjutan. Maka dari itu diperlukan database kependudukan yang akurat, detail dan mutakhir, untuk mendukung bahan perencanaan dan perancangan yang akan di capai. Solusi yang tepat untuk pelaksanaan sistem informasi administrasi kependudukan agar lebih akurat, tepat dan cepat adalah dengan melakukan penataan dan pengarsipan data kependudukan (Junaidi, 2015). Data kependudukan akan dilakukan pemutakhiran dan menerapkan penertiban dengan nomor induk kependudukan (NIK) oleh pemerintah dan disertai adanya kartu tanda penduduk (KTP) berbasis nomor induk kepegawaian (NIK). Hal ini bertujuan untuk hasil data yang dimutakhirkan dan ditata dapat digunakan dengan optimal, seperti untuk kegiatan birokrasi atau kepentingan pemerintahan, proses pembangunan negara dan kepentingan masyarakat (Junaidi, 2015) (Fitrianti et al., 2019) (Putri and Mubaroq, 2019).
Ditjen Dukcapil terus melakukan inovasi dan menerapkan ide-ide baru untuk mengelola data penduduk. Inovasi terbarunya adalah menerapkan data penduduk dengan basis single identity number (SIN). Fungsi dari SIN ini adalah masyarakat akan mendapatkan satu kartu yang berisikan data diri. SIN akan terdata pada pusat dan tidak ada penggandaan data atau penggandaan kartu identitas (Labdajaya and Griadhi, 2020).
Penerapan SIN menggunakan prinsip "one data policy", ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan mengamanatkan data kependudukan milik Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai satu-satunya data yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan (Labdajaya and Griadhi, 2020). Kebijakan ini terus dikembangkan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan tujuan Indonesi menerapkan kebijakan satu data kependudukan yang dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai kepentingan negara.
Aturan terkait lembaga yang mengatur dan menjalankan kewenangan pada administrasi penduduk adalah menteri bidang dalam negeri dengan dibantu Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Junaidi, 2015) (Fitrianti et al., 2019). Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengkajian, Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan, bahwa administrasi kependudukan menjadi wewenang di bawah Kementerian Dalam Negeri (Junaidi, 2015).
Berlakunya aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2011 karena perundang-undangan memperkuat dasar hukum adanya aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) yakni pada Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pada perundang-undangan ini memaparkan pemberian kewenangan dan hak akses pada Kememtrian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam mendata, pengelolaan dan pemanfaatan data kependudukan. Kememtrian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat mengelola data perseorangan dan data agregat penduduk dengan berbagai tujuan (Hastuti, 2020). Tujuannya yang pertama untuk melayani publik seperti melakukan penerbitan surat untuk mengendarai kendaraan bermotor sesuai dengan golongan kendaraan, perizinan usaha, layanan pajak, layanan perbankan, layanan sertifikat tanah, asuransi jiwa, jaminan kesehatan masyarakat, dan jaminan sosial tenaga kerja. Tujuan yang kedua guna merencanakan pembangunan seperti bentuk dalam merencanakan pembangunan tingkat nasional, program pendidikan, rencana kesehatan, peluang
kerja, dan program meminimalisir tingkat kemiskinan. Tujuan yang ketiga untuk menganggarkan dana seperti menentukan Dana Alokasi Umum (DAU) dan menghitung potensi perpajakan. Tujuan keempat untuk membangun demokrasi seperti melakukan persiapan umtuk Data Agregat Kependudukan per kecamatan (DAK2) dan menyiapkan data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). Tujuan kelima menegakkan hukum dan mencegah tindakan kejahatan seperti melakukan pencegahan perdagangan manusia dan pencegahan ada pemgiriman tenaga kerja yang tidak resmi keluar negeri.
Pengelolaan data penduduk, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat dan menata seluruh data penduduk dengan data sebanyak 31 elemen data yag berisikan data diri termasuk data rahasia personal. 31 elemen data tersebut merupakan database kependudukan yang disimpan, dikelola dan dioptimalkan oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) (Junaidi, 2015) (Suryani, Rahayu and Ardiningsih, 2014).
Output Layanan Administrasi kependudukan terbagi menjadi 2 bagian, berupa data kependudukan dan dokumen kependudukan (Junaidi, 2015). Bagian pertama Data Kependudukan merupakan data personal dan berupa data agregat yang memiliki struktur dan terdata sebagai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Pemanfaatan data milik masyarakat oleh negara diterapkan sesuai prosedur kebutuhan. Perundang-undangan mengatur hal tersebut, negara dapat menggunakan data kependudukan untuk keperluan melayani publik, rencana atau rancangan pembangunan, menganggarkan biaya atau pendanaan, membangun demokrasi, menegakkan dan mencegah tindakan criminal (Junaidi, 2015) (Sutanta and Ashari, 2012) (Biro Data Pemerintaha Setda DIY, 2021)
Data terkait Biodata Diri Penduduk : Nomor Induk Kependudukan (NIK); Nama lengkap penduduk; Tempat lahir penduduk; Tanggal lahir penduduk; Jenis kelamin penduduk;Golongan darah penduduk; Agama penduduk; Status perkawinan penduduk; Nomor akta perkawinan atau buku nikah milik penduduk; Tanggal perkawinan; Nomor Akta kelahiran penduduk; Nomor Akta cerai; Pendidikan penduduk; Pekerjaan penduduk; Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nama orang tua perempuan; Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nama orang tua laki-laki; Alamat penduduk, seperti nama jalan, RT, RW, dusun atau kecamatan, desa atau kelurahan, dan kode pos); Nomor Kartu Keluarga (KK); Status Hubungan di keluarga yang tercatat di kartu keluarga (KK)
Data terkait peristiwa pindah dan datang yang dilakukan penduduk: Daerah asal penduduk; Daerah tujuan penduduk; Tanggal datang atau pindah penduduk; Alasan pindah oleh penduduk; Status pindah yang berkaitan dengan kartu keluarga (KK) dengan menumpang atau masuk pada Kartu Keluarga (KK) atau membuat Kartu Keluarga (KK) yang baru.
Data terkait informasi kelahiran penduduk: Tanggal lahir yang bersangkutan (penduduk); Kabupaten atau kota kelahiran yang bersangkutan (penduduk); Tempat atau lokasi persalinan yang bersangkutan (penduduk); Penolong kelahiran yang bersangkutan (penduduk); Nama orang tua yang bersangkutan (penduduk); Berat dan panjang bayi yang bersangkutan (penduduk); Anak ke berapa; Usia ibu melahirkan
Data yang terkait informasi peristiwa meninggal: Usia saat yang bersangkutan (penduduk) meninggal; Penyebab yang bersangkutan (penduduk) kematian; Tempat kematian yang bersangkutan (penduduk), baik di kabupaten atau kota atau luar negeri.
Data terkait informasi peristiwa perkawinan dan perceraian penduduk: Tanggal perkawinan atau perceraian yang bersangkutan (penduduk); Biodata pasangan yang bersangkutan (penduduk); Tempat perkawinan yang bersangkutan (penduduk); Keterangan tambahan : lembaga pendudukan dan pencatatan sipil (Dukcapil) menerbitkan akta perkawinan atau perceraian bagi pasangan yang beragama lain selain Islam (Non-Muslim);
Data dengan jenis biometrik penduduk Sidik jari tangan penduduk; Iris mata penduduk; Tanda tangan penduduk; Foto wajah penduduk
Bagian kedua adalah Dokumen Kependudukan merupakan bentuk arsip berkas yang resmi, negara yang melakukan penerbitan melalui lembaga Dinas Dukcapil kabupaten atau kota. Instansi ini menerbitkan dengan izin resmi dan perintah legal yang berkekuatan hukum serta alat bukti legal. Dokumen kependudukan berbentuk kartu identitas, akta dan surat keterangan terkait administrasi kependudukan (Junaidi, 2015) (Suryani, Rahayu and Ardiningsih, 2014) (Rohman, Hanafi and Hadi, 2012) (Fitrianti et al., 2019)
Output berbentuk dokumen kependudukan berjumlah 23 dokumen dengan 3 golongan, yaitu Dokumen berbentuk kartu ada 3 jenis, yakni kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), Kartu Keluarga (KK), dan Kartu Identitas Anak (KIA); Dokumen berbentuk surat ada 14 jenis, yakni Surat Keterangan Pindah, Surat keterangan Pindah Datang, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri, Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri, Surat Keterangan Tempat Tinggal, Surat Keterangan Kelahiran, Surat Keterangan Lahir Mati, Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, Surat Keterangan Pembatalan Perceraian, Surat Keterangan Kematian, Surat Keterangan Pengangkatan Anak, Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas, dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil; Dokumen berbentuk akta ada 6 jenis, yakni Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengakuan Anak, dan Akta Pengesahan Anak.
23 jenis dokumen tersebut tidak wajib dimiliki semua oleh masyarakat. Masyarakat hanya memiliki dokumen sesuai dengan kebutuhan dan keperluan. Ada beberapa dokumen yang wajib dimiliki setiap masyarakat yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akta lahir.
Manfaat Data dan berkas Kependudukan adalah Penduduk memiliki kejelasan identitas dan status bagi penduduk, Penduduk yang memiliki data dan dokumen mendapat kepastian hukum, Penduduk memiliki perlindungan hukum dan kenyamanan, dan Penduduk dapat pelayanan publik dan layanan administrasi.
Hak untuk mengakses merupakan hak yang diatur oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) kepada aparatur, lembaga dan pengguna untuk melakukan akses database penduduk sesuai dengan perintah resmi dan legalitas (Biro Data Pemerintaha Setda DIY, 2021) (Labdajaya and Griadhi, 2020) (Rubiyanto, Selo and Widyawan, 2017)
Terdapat beberapa teknik dalam melakukan akses data setelah mendapat izin resmi dan perimtah resmi,sesuai perundang-undangan (Rubiyanto, Selo and Widyawan, 2017) seperti: Akses data dapat melalui basis web service. Pelayanan akses ini menggunakan sistem eksplorasi dan transmisi data dengan akses platform data global. Data yang diterima berupa teks kemudian dapat dilakukan kombinasi atau penyesuaian dan pengelolaan oleh instansi atau lembaga atau pihak yang memanfaatkan sesuai izin resmi; Akses data juga melalui web service tapi dengan bentuk statis pada portal resmi lembaga. Website yang telah dibuat oleh Ditjen Dukcapil. Pihak yang memiliki izin remsi untuk mengakses tidak perlu membuat aplikasi dan hanya perlu masuk pada aplilasi yang di sediakan; Pengelolaan data secara offline atau secara langsung, data dimuktahirkan oleh instansi secara offline. Teknik ini menggunakan koneksi data warehouse. Akses ini mempermudah pemutakhiran data awal yang kemudian diolah secara online; Data penduduk dicari dengan teknik manual. Teknik ini dilakukan untuk kepentingan khusus seperti penyidikan; Teknik akses data biometrik. Melakukan akses pada data yang berjenis biometrik menggunakan aplikasi biometrik. Aksesnya dengan mendapat data-data yang jenis biometrik. Hanya beberapa pihak yang di berikan izin akses seperti pihak kepolisian dan lembaga lainnya sesuai regulasi; Akses data kependudukan dilakukan langsung Tim Teknis Ditjen Dukcapil dan Tim Teknis dengan Standar Prosedur Operasional (SPO atau SOP).
Sumber data Warehouse merupakan data yang didapatkan saat pendataan dan pencatatan penduduk dari seluruh Kabupaten atau Kota (Biro Data Pemerintaha Setda DIY, 2021). Data penduduk akan diupgrade atau pemulihan terbaru secara rutin dan berkala. Data penduduk akan
terus berubah karena berkaitan dengan kondisi penduduk yang mengalami perubahan. Sumber data warehouse berasal dari integrasi data penduduk SIAK dan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el). Aplikasi khusus data Warehouse Terpusat dimanfaatkan oleh Disdukcapil Provinsi dan Kabupaten atau Kota untuk penyelenggaraan pemanfaatan data penduduk (Biro Data Pemerintaha Setda DIY, 2021).
Data biometrik merupakan data warga dengan karakteristik fisik seperti pola sidik jari, pola iris mata dan kontur wajah. Karena setiap orang memiliki ciri khas berbeda pada sidik jari, iris mata dan wajah (Suryani, Rahayu and Ardiningsih, 2014). Akses biometrik merupakan pemanfaatan dengan data biometrik penduduk untuk kepentingan atau keperluan pelayanan publik dan untuk pembangunan dengan unsur keamanan sesuai perundang-undangan. Khusus data biometrik ini hanya dapat melakukan identifikasi pada penduduk yang sudah merekam data biometrik saat pembuatan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) (Biro Data Pemerintaha Setda DIY, 2021) (Suryani, Rahayu and Ardiningsih, 2014).
Bentuk perlindungan data masyarakat diwujudkan dalam bentuk perlindungan secara fisik dan non fisik. Perlindungan itu disertai dengan mengatur pemanfaatan data masyarkat secara resmi guna menghindari pemanfaatan yang merugikan pemilik data atau masyarakat. Regulasi ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 terkait informasi dan transaksi elektronik. Namun dalam implementasinya terdapat beberapa hal yang masih belum jelas, terbatas dan implementasinya hanya untuk hal-hal tertentu.
Semakin berkembangnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, semakin banyak instansi, lembaga, atau organisasi swasta yang memanfaatkan data penduduk dalam input data dan cek data baik secara manual dan digital. Seperti pengunaan aplikasi online instansi pemerintah, pendaftaran nomor ponsel menggunakan data kependudukan, pendataan vaksinasi, belanja online, dan lainnya. Sehingga pemerintah menerbitkan regulasi terkait pengelolaan data kependudukan yang diintregasikan secara digital. Regulasi ini menguatkan sistem pengelolaan data penduduk melalui kerja sama antara pemerintah dengan instansi pemerintah lain, pihak swasta, dan organisasi tertentu dengan ijin akses data.
Terdapat penelitian terdahulu yang membahas Tinjauan Atas Pelaksanaan Kerjasama Pengelolaan Data Kependudukan Terhadap Perlindungan Data Pribadi. Penelitian ini dilakukan oleh Labdajaya and Griadhi (2020) memaparkan sistem implementasi kerja sama dalam mengelola data kependudukan dengan bentuk perizinan pengelolaan dengan wewenang Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan akses untuk pemanfaatan diatur sesuai dengan bidang lingkup kerja sama dalam pemanfaatan data kependudukan. Pada riset ini juga membahas tidak sepenuhnya bentuk kerjasama ini melindungi data kependudukan dengan faktor masyarakat tidak menerapkan perannya dalam bentuk persetujuan atas data pribadi, ada keterbatasan pemahaman data pribadi yang harus dilindungi tanpa menghambat hak-hak masyarakat, dan tidak adanya sanksi pidana yang melanggar regulasi pengelolaan data kependudukan.
Sedangkan dalam riset ini, penulis memfokuskan pembahasan pada Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang dilakukan oleh Ditjen Dukcapil dan ada dibawah naungan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan instansi lain dan pihak swasta. Sistem ini diberlakukan hak ases terbatas dengan teknik verifikasi untuk melimdungi kerahasiaan data penduduk, database pada administrasi penduduk yang terdiri dari data diri, data kejadian kependudukan dan data biometrik.
Berdasarkan fenomena pemaparan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan terkait pemanfaatan data kependudukan yaitu, Bagaimana aturan implementasi terkait Database Administrasi Penduduk? Instansi atau Lembaga dan pihak swasta apa saja yang Menerapkan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS)? Data apa saja yang dikelola Pada Administrasi Kependudukan?
Sehingga dapat diketahui tujuan riset yaitu untuk mengetahui aturan implementasi terkait
Database Administrasi Penduduk, untuk mengetahui daftar Instansi atau Lembaga dan pihak swasta yang Menerapkan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS), dan untuk mengetahui kategori data pada administrasi kependudukan.
METODE PENELITIAN
Riset ini menerapkan jenis riset dengan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. penerapan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dalam riset ini dilaksanakn guna menganalisa pemanfaatan database administrasi kependudukan dengan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Fokus dari penelitian ini adalah: Menelaah database pada administrasi penduduk dan aturan-aturan dalam mengelola dan memanfaatkan data administrasi penduduk. Mekanisme terkait pemanfaatan data administrasi penduduk oleh pihak atau instansi atau lembaga yang telah melakukan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan mengetahui proses-proses yang diterapkan.
Sumber data dengan studi pustaka. Data diperoleh dengan pengumpulan dan telaah literasi serta penelusuran fenomena melalui informasi online. Metode penelitia ini dengan cara melakukan identifikasi teori dan penelitian terdahulu. Sumber-sumber data yang diperoleh dari kajian-kajian ilmiah atau pendapat-pendapat ahli yang telah dilakukan penelitian terdahulu yang terdapat pada buku, artikel, jurnal, dan website resmi pemerintahan. Penelusian artikel ini dengan meperoleh, menganalisis dan mengolah data-data yang berhubungan dengan objek riset.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi Aturan terkait Database Administrasi Penduduk
Pemanfaatan atau penggunaan database administrasi penduduk dilakukan dengan izin resmi, seuai prosedur dan diakses oleh pihak-pihak tertentu dibawah kendali Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 Pasal 79. Proses pemanfaatan dan pengelolaan database administrasi kependudukan juga tertuang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 Tahun 2015 tentang Persyaratan, Ruang Lingkup dan Tatacara Pemberian Hak Akses serta Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK), Data Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk Elketronik (KTP-el).
Terkait cakupan atau wilayah layanan pemanfataan data Kementerian Dalam Negeri dengan Lembaga Negara, Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Badan Hukum Indonesia yang memberikan layanan publik tingkat pusat, tingkat provinsi melayani lembaga pengguna yaitu SKPD Provinsi, tingkat kebupaten atau kota melayani SKPD Kabupaten atau Kota dan Badan Hukum Indonesia yang memberikan pelayanan publik yang tidak memiliki hubungan vertikal dengan lembaga pengguna di tingkat pusat (Yuniarti, 2019) (Sutanta and Ashari, 2012) (Rubiyanto, Selo and Widyawan, 2017) (Labdajaya and Griadhi, 2020).
Mekanisme pengelolaan data dan berkas kependudukan dapat dikuasakan pada lembaga dan pihak swasta dengan legalitas dan izin resmi Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Proses izin tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yakni Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Nota kesepahaman (MoU) merupakan bentuk kerja sama secara umum berkaitan dengan substansi yang telah disepakati terkait masa berlaku dan prosedur pelaksanaan. Sedangkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) berkaitan dengan bentuk kerja sama, Nama dan posisi kuasa pihak yang bekerjasama, hak yang diterima para pengakses, hasil koreksi dan data laporan saat pelaksanaan, masa berlaku dan urgensi, masa akhir dari perjanjian atau batas waktu perjanjian, penyelesaian perselisihan dan lain dan penutup.
Mekanisme pengelolaan data dan berkas kependudukan oleh instansi pusat. Perizinan
melalui Menteri Dalam Negeri dengan menteri atau Kepala Lembaga melakukan MoU, Ditjen Kependudukan dan Pencacatan Sipil dengan Pejabat Eselon I atau setingkat menyelenggarakan kesepakatan kerjasama dan tim pelaksana yang mengimplementasi.
Mekanisme pengelolaan data dan berkas kependudukan ditingkat daerah. Tahapannya adalah Gubernur mengeluarkan ijin pemanfaatan data dan pemberian hak akses kepada pimpinan lembaga tingkat provinsi, Kepala Unit Kerja Dukcapil tingkat Provinsi melakukan kesepakatan Kerjasama dengan pimpinan lembaga tingkat provinsi ditindak lanjuti dengan tim pelaksana yang mengimplementasi.
Mekanisme pemanfaatan data dan dokumen kependudukan ditingkat daerah khusus wilayah kabupaten dan kota. Tahapannya adalah Bupati atau Walikota mengeluarkan surat resmi guna pemanfaatan data dan pemberian hak akses kepada pimpinan lembaga tingkat kabupaten/kota, Kepala Unit Kerja Dukcapil tingkat Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten atau Kota melakukan Perjanjian Kerjasama dengan pimpinan lembaga tingkat kabupaten atau kota ditindaklanjuti dengan tim teknis melakukan implementasi. Khusus pada tingkat kabupaten dan kota, pemanfaatan NIK, Data Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) oleh lembaga pengguna tingkat kabupaten atau kota, diwajibkan menerapkan aplikasi data warehouse yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Alur Pelaksanaan Mekanisme Pemanfaatan Data dan Dokumen Kependudukan Menurut Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 Tahun 2015
Pada tingkat pusat. Menteri Dalam Negeri melakukan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan menteri atau kepala lembaga pengguna setingkat menteri. Kemudian tahap berikutnya adalah mendapat permohonan izin dari pimpinan lembaga pengguna setingkat dengan eselon I kepada Ditjen Dukcapil. Tahap selanjutnya adalah penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara pejabat eselon I yang merupakan tindak lanjut dari hasil Nota Kesepahaman (MoU) yang telah dilakukan dari awal. Setelah melakukan penandatangan, maka dilakukan tahap berikutnya dengan membentuk tim teknis oleh lembaga pengguna. Saat tim teknis terbentuk dengan resmi, maka tahap berikutnya memberikan hak pengaksesan kepada lembaga guna pemanfaatan data penduduk untuk keperluan dan kebutuhan. Pada pelaksanaan ini Ditjen Dukcapil tetap memiliki intervensi dengan melakukan pengendalian, pengawasan, dan evaluasi.
Pada tingkat Propinsi, pihak yang ingin melakukan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) terlebih dahulu melakukan permohonan izin. Permohonan izin dari pimpinan lembaga pengguna tingkat propinsi yang ditujukan untuk Gubernur. Jika Gubernur menyetujui permohonan tersebut akan diberikan izin pemanfaatan data administrasi kependudukan. Izin pemanfaatan tersebut dimulai dengan proses peresmian dan tanda tangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kadisdukcapil Provinsi dengan pimpinan lembaga pengguna tingkat provinsi. Setelah proses penandatanganan ini Gubernur akan memberikan hak akses pada data administrasi penduduk pada pihak pengguna. Gubernur tetap memiliki intervensi dalam pelaksanaan ini dengam melakukan kontrol, pengawasan dan evaluasi yang dibantu oleh Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Provinsi. Setiap tahapan dan proses pelaksanaan akan di laporkan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Dirjen Dukcapil.
Pada tingkat Kabupaten atau Kota, tahapannya tidak jauh berbeda pada tingkat sebelumnya, lembaga pengguna tingkat kabupaten atau kota melakukan permohonan izin kepada bupati atau walikota. Setelah melakukan permohonan jika disteujui oleh Bupati atau Walikota maka akan diberikan izin akses. Tahap berikutnya adalah proses penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kepala Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil di tingkat Kabupaten atau Kota dengan kepala atau pimpinan lembaga atau pihak pengguna tingkat kabupaten atau kota, proses ini sebagai bentuk tindak lanjut dari pemebrian izin akses dan izin pemanfaatan data administrasi penduduk. Kemudian bupati atau walikota akan memberikan hak akses data penduduk. Kemudian
akan dibentuklah sebuah tik untuk melakukan pengawasan, pemgendaliam dan evaluasi di bawah naungan Gubernur. Khusus bupati dan walikota melaporkan segala bentuk proses dan pelaksanaan pada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) melalui Gubernur.
Instansi atau Lembaga dan pihak swasta yang Menerapkan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS)
Data penduduk dimanfaatkan guna kepentingan dan kebutuhan dalam pembangunan berorientasikan dan mengutamakan unsur menjaga kerahasiaan data privasi. Pelaksanaan pemanfaatan dengan akses data administrasi kependudukan diterapkan dalam proses yang detail, dan didasari oleh Undang-Undang (UU), Nota Kesepahaman (MOU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Nota Kesepahaman sesuai Undang-Undang (UU) Menteri Dalam Negeri Dengan:Komisi Pemilihan Umum (melalui Undang-Undang (UU) Pemilu Nomor 8 Tahun 2012); Menteri Hukum dan HAM; Menteri Keuangan; Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Menteri Badan Usaha Milik Negera (BUMN); Menteri Kesehatan; Menteri Komunikasi dan Informatika; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas; Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI.
Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Penanggulangan Kemiskinan Selaku Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan atau TNP2K.
Perjanjian Kerjasama Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan: PT AS’ PT JAMSOSTEK Pesero atau BPJS Ketenagakerjaan, KES Pesero atau BPJS Kesehatan, TNP2K, Ditjen Pajak, Bank Mandiri, BNI, BRI, POLRI (Bareskrim), Kemenkes, dan BNP2TKI.
Lembaga yang melakukan Nota Kesepahaman (MOU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang tercatat dalam Proses : KPK. Statusnya uji coba akses data terbatas. PPATK. Statusnya ujicoba akses data terbatas. BKN. Statusnya ujicoba akses data dalam proses penerimaan CPNS 2013. BANK INDONESIA. Statusnya tahap penyusunan skema teknis kerja sama. Kemenkoinf. Statusnya tahap penyusunan skema teknis kerja sama.
Kategori Data Pada Administrasi Kependudukan.
Terkait proses pemanfaatan data administrasi penduduk terdapat aturan khusus yang mengatur ada pada Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tepat pada pasal 1 point 9 memaparkan bahwa data kependudukan adalah data perseorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, data dikelompokkan menjadi (Hastuti, 2020) : Data personal merupakan data informasi personal yang dilakukan penyimpanan, perawatan, dan perlu penjagaan atas data yang benar dan valid serta mendapat perlindungan atas kerahasiaannya. Hal ini tertuang pada pasal 1 point 22. Database merupakan akumulasi data dari bermacam-macam data kependudukan yang disimpan dengan tersistem dan saling berkaitan dengan penggunaan software, hardware dan jaringan komunikasi. Hal ini tertuang pada PP Nomor 37 Tahun 2007 pada pasal 1 point 29. Data Kependudukan merupakan bentuk data personal atau data agregat yang sesuai struktur. Data ini diperoleh dari bentuk pendataan penduduk dan pencatatan sipil.
Beberapa data ini yang diperbolehkan guna dimanfaatkan sesuai prosedur dan kepentingan. Sesuai dengan aturan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 tahun 2015 memaparkan bahwa cakupan untuk melakukan pemanfaatan data kependudukan dapat dengan data Nomor Induk Kependudukan (NIK), data kependudukan dan Kartu Penduduk Elektronik (KTP-el). Khusus data personal penduduk wajib dijaga kerahasiaan dan tidak boleh diakses
sembarangan hanya untuk keadaan kedaruratan (urgensi). Seperti (Hastuti, 2020) : Data yang memuat keterangan terkait kondisi penduduk, yakni kondisi cacat fisik dan kondisi mental, Data yang memuat pola sidik jari, dikarenakan pola sidio jari setiap manusia berbeda dan memiliki keunikan sendiri maka data tersebut tidak asal untuk di akses, Data yang memuat pola iris mata. Sama seperti pola sidik jari, pola iris mata setiap orang sangat unik, Data terkait tanda tangan, karena tanda tangan ini dianggap tanda diri yang sangat vital dan rawan duplikasi, dan Data-data lain yang terkait elemen atau kondisi orang dan cenerung memgarah pada aib orang.
Hal diatas telah menyebutkan jenis-jenis data yang diperoleh dari pendataan penduduk dan catatan sipil, ditambah dengan pemaparan data wajib dirahasiakan oleh negara melalui lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan atas pendataan, pemgelolaan, penyimpanan dan pengawasan (Hastuti, 2020). Kemudian akan di jelaskan data apa saja dan bentuk pemanfaatan data penduduk. Terdapat tiga jenis, yakni : Data agregat merupakan akumuasi data perseorangan berbentuk data kuantitatif dan data kualitatif, Pemanfaatan dengan melakukan pemadanan atau penyandingan atau pencocokan data, hal ini dilakukan dengan teknik verifikasi untuk melakukan cek suatu data sudah sesuai atau terverifikasi pada sistem atau aplikasi, Pemanfaatan dengan melakukan akses data penduduk dengan pemyesuaian nama dan penyesuaian alamat (address) dan penyesuaian dengan Nomor Induk Kepegawaian (NIK).
Proses pemanfaatan data administrasi penduduk yang dibawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pada proses di lapangan pihak atau isntansi atau lembaga yang memanfaatkan data penduduk hanya akan diberikan akses terbatas dengan data administrasi penduduk. Tidak seluruhnya dapat diakses. Menurut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pihak-pihak tersebut hanya dapat melakukan akses data Dukcapil dengan data-data tertentu seperti Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK) (Hastuti, 2020). Hanya lembaga atau instansi tertentu yang mengakses dengan data lebih detail seperti data biometrik tapi tidak keselurahan data-data lainnya. Data-data yang dapat di akses pihak tertentu dengan izin dan perintah resmi merupakan bagian dari kewajiban dukcapil untuk menerapkan pelayanan publik.
Hak ases tersebut hanya sebatas hak untuk melakukan verifikasi data. Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan atau sering dikenal dengan Undang-Undang (UU) Adminduk, khusus Pasal 79 mengatur tentang hak akses verifikasi data dan khusus pada pasal 58 mengatur tentang ruang lingkupnya pemanfaatan.
Sehingga pelaksanaan hak akses data adminastri penduduk berfokus dengan amanah pada Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan Nomor 24 Tahun 2013 data kependudukan yang ada pada wewenang Dukcapil perlu ditata, dipelihara dan dijaga kerahasiaan data penduduk. Khusus data penduduk memiliki hak istimewa, karena negara yang harus menjaga kerahasiaannya. Hal ini tertuang pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Isi dalam Permen Kominfo adalah mengutamakan perlindungan data pribadi. Pemanfaatan data menggunakan prinsip data pribadi bersifat privasi dan harus dengan persetujuan pihak bersangkutan (Hastuti, 2020).
Saat ini terdata terdapat 1.238 lembaga pusat yang bekerjasama dengan Ditjen Dukcapil untuk memanfaatkan data administrasi penduduk diberbagai keperluan, kebutuhan dan kepengurusan terutama untuk pelayanan publik (Rubiyanto, Selo and Widyawan, 2017) (Hastuti, 2020) (Labdajaya and Griadhi, 2020).
Kewajiban dan komitmen Pemerintah dalam Perlindungan Data Penduduk. Upaya pemerintah untuk melindungi data pribadi milik penduduk atau sering disebut dengan istilah data protection (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020). Data protection merupakan upaya dan tindakan pemerintah sesuai regulasi dan hukum yang dibentuk untuk tujuan perlindungan data pribadi.
Khususnya pada masa digitalisasi seperti ini, data penduduk mulaindi kelola secara modern dan teknologi, tentu bentuk perlindungan tidak hanya secara manual tetap bentuk pengawasan, kontrol dan perlindungan juga secara modern (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020).
Fenomena ini menuntut adanya hukum atau regulasi yang tepat sebagai bentuk untuk perlindungan data saat adanya aktivitas pemanfaatan data administrasi penduduk. Karena pihak yang memiliki kewenangan atas data administrasi penduduk dan pihak yang melakukan pemanfaatan data administrasi penduduk harus bersama-sama berupaya mencegah adanya penyalahgunaan data administrasi penduduk, jika tidak ada regulasi atau hukum yang jelas justru akan berdampak pada adanya penyalahgunaan akses data dan eksploitasi data yang tidak tepat (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020).
Perlindungan data penduduk adalah bagian dari intervensi atau peran negara dalam melindungi hak asasi manusia. Adanya perlindungan data penduduk berkaitan dengan hak privasi (Yuniarti, 2019). Terutama saat ada bentuk Sistem Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama Dengan Prinsip Perlindungan Data Penduduk antara Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan pihak lain. Setiap warga negara memiliki hak atas data-dafa privasinya agar tetap dilindungi dan terhindar dari penyalahgunaan data penduduk (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020) (Yuniarti, 2019) (Rumlus and Hartadi, 2020). Bentuk kejelasan hukum tidak hanya untuk memberikan jaminan perlindungan data penduduk tapi juga berkaitan dengan pihak yang bertanggung jawab jika ada masalah atau penyalahgunaan data pribadi penduduk maka yang bertanggung jawab adalah pihak yang telah melakukan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) untuk pemanfaatan data kependudukan. Diperlukan adanya kebijakan perlindungan data yang dapat melakukan kontrol pengumpulan data, menyimpan dan menggunakan data pribadi untuk pihak-pihak tertentu (Rohman, Hanafi and Hadi, 2012). Sehingga pemanfaatan data penduduk dapat berfungsi sesuai target dan tetap ada jaminan oleh kerangka peraturan untuk bentuk pengurusan dan pengolahan data pribadi. Kebijakan dalam pemanfaatan data dapat diterapkan pada bentuk variatif informasi atau opini yang dapat diproses dengan sistem manual dan digital. Isi pada informasi selalu berkaitan dengan data terkait data individu dan segala peristiwa pada kehidupan individu, baik data hidup atau kelahiran dan data penduduk sudah meninggal dunia (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020) (Yuniarti, 2019) (Rumlus and Hartadi, 2020).
Data pribadi penduduk ditempatkan pada hak fundamental yang wajib dilindungi dan terus diterapkan pengembangan inovasi (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020). Agar dapat terjalin hubungan terkait perlindungan data dan tetap konsep pemanfaatannya dilakukan secara adil dengan akses yang baik dan ada intervensi dari lembaga yang mengawasi dalam fenomena ini pihak yang mengawasi adalah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).
Dalam perundang-undangan yang telah disebutkan diatas memaparkan data administrasi penduduk wajib dilakukan pendataan dan penyimpanan dengan sistem elektronik. Konsep keamanan data administrasi penduduk yang ada harus menyesuaikan prosedur ketentuan pusat data atau data center yakni Ditjen Dukcapil dibawah naungan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020) (Yuniarti, 2019) (Rumlus and Hartadi, 2020).
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) menerapkan penyelenggaran sistem elektronik tidak hanya untuk pelayanan publik saat pendataan, penyimpanan dan percetakan dokumen data penduduk tapi juga diterapkan pada saat pemanfaatan data penduduk sekaligus untuk diterapkan pada proses perlindungan wajib data penduduk (Rumlus and Hartadi, 2020). Dalam perundang-undangan dan sistematika pelaksanaan pemanfaatan data administrasi penduduk ini difokuskan sistem elektronik dengan diterapkan pada aktivitas perlindungan data penduduk yang bersifat privat merupakan sistem elektronik yang standarisasi dan verifikasi dengan prosedur internal terkait perlindungan data penduduk pada aspek penggunaan teknologi, sumber daya manusia termasuk aparatur dan pihak-pihak yang berkaita, metode, konsep, dan biaya atau anggaran dana
(Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020) (Rumlus and Hartadi, 2020).
Masyarakat Indonesia sebagai pemilik data pribadi memiliki hak agar data-datanya dijaga kerahasiaan, masyarakat juga memiliki hak untuk melakukan proses laporan atau aduan jika terdapat pelanggaran atau pemyalahgunaan datanya, masyarakat memiliki hak akses atas riwayat data penduduk milik pribadi dan hak lainnya yang dilandasi regulasi berlaku di Indonesia (Prabowo, Wibawa and Azmi, 2020) (Yuniarti, 2019) (Rumlus and Hartadi, 2020).
SIMPULAN
Adanya database administrasi penduduk yang di kelola oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak atau instansi atau lembaga tertentu dengan izin dan perintah resmi Menteri Dalam Neger (Mendagri). Pelaksanaan ini memiliki dasar hukum yang mengatur atas pelaksanaan pemamfaatan database administrasi penduduk. Akses pemanfaatan ini dapat dilakukan dengan izin resmi yang diperoleh dari Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dapat dijalin dari tingkat pusat dan daerah baik tingkat propinsi dan tingkat kabupaten atau kota. Terdapat 1000 lebih lembaga atau instansi dan pihak swasta yang telah melakukan Sistem Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Ditjen Dukcapil yang ada di naungan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Hak akses data administrasi dengan teknik verifikasi akan diberikan pada pihak-pihak tertentu dengan penyesuaian pada prosedur dan pemanfaatannya. Terdapat beberapa database yang mencakup data-data penduduk yang di kelola oleh kemendagri, tetapi tidak seluruh data dapat di akses oleh pihak-pihak tersebut. Data milik masyarakat Indonesia wajib dijaga kerahasiaannya oleh Negara. Masyarakst memiliki hak agar data-datanya yang sebelumhya sudah didata oleh Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil dibawah naungan Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) tetap dijaga kerahasiaan.
Referensi
Biro Data Pemerintaha Setda DIY (2021) PEMANFAATAN DATA KEPENDUDUKAN BERBASIS REGISTRASI (SIAK). Yogyakarta: Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Fitrianti, M. P. et al. (2019) ‘PENCATATAN ADMINISTRASI KELURAHAN SECARA EFISIEN DALAM PARADIGMA SAINTIFIK MANAJEMEN (Studi Kasus Implementasi Sistem Administrasi Kelurahan di Ketapang Kota Probolinggo Tahun 2018)’, Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan, & Sosial (Publicio), 1(2), pp. 56–63.
Hastuti, S. H. D. (2020) ‘PENTINGNYA PEMANFAATAN DATA KEPENDUDUKAN DI ERA DIGITAL’, Jurnal TEKNIMEDIA, 1(1), pp. 18–21. doi: 10.46764/teknimedia.v1i1.9.
Junaidi (2015) ‘IMPLEMENTASI ELECTRONIC GOVERNMENT UNTUK PENYELENGGARAAN PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN’, Reformasi, 5(1), pp. 169–182.
Labdajaya, I. P. B. and Griadhi, N. M. A. Y. (2020) ‘Pengelolaan Data Kependudukan Terhadap Perlindungan Data Pribadi’, Jurnal Kertha Negara, 8(10), pp. 16–38.
Prabowo, W. H., Wibawa, S. and Azmi, F. (2020) ‘Perlindungan Data Personal Siber di Indonesia’, Padjadjaran Journal of International Relations, 1(3), pp. 218–239. doi:
10.24198/padjir.v1i3.26194.
Putri, S. S. H. and Mubaroq, H. (2019) ‘EVALUASI PENERAPAN SIAKEL (SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KELURAHAN) SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (Studi Evaluasi Penerapan SIAKEL Kelurahan Kanigaran Kota Probolinggo)’, PUBLICIO (Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan dan Sosial), 1(1), pp. 46–52.
Rohman, D. F., Hanafi, I. and Hadi, M. (2012) ‘IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN TERPADU (Studi pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Malang)’, Jurnal Administrasi Publik (JAP), 1(5), pp. 962–971.
Rubiyanto, Selo and Widyawan (2017) ‘IMPLEMENTASI ROLE-BASED ACCESS CONTROL (RBAC) PADA PEMANFAATAN DATA KEPENDUDUKAN DITINGKAT KABUPATEN’, Poster 021, pp. 1–10.
Rumlus, M. H. and Hartadi, H. (2020) ‘KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PENCURIAN DATA PRIBADI DALAM MEDIA ELEKTRONIK’, Jurnal HAM, 11(2), pp. 286–299. 53
doi: 10.30641/ham.2020.11.285-299.
Suryani, N. D., Rahayu, S. T. and Ardiningsih, U. (2014) ‘Optimalisasi Teknologi Biometrics Dalam Program E-KTP Dengan Penambahan Data Struktur Gigi Dan Kartu Sakti Sebagai Alternatif Satu Kartu Multifungsi’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 4(1), pp. 18–25.
Sutanta, E. and Ashari, A. (2012) ‘PEMANFAATAN DATABASE KEPENDUDUKAN TERDISTRIBUSI PADA RAGAM APLIKASI SISTEM INFORMASI DI PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA’, Jurnal Ilmiah SISFOTENIKA, 2(1), pp. 11–20.
Yuniarti, S. (2019) ‘PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI DI INDONESIA’, JURNAL BECOSS (Business Economic, Communication, and Social Sciences), 1(1), pp. 147–154. doi: 10.21512/becossjournal.v1i1.6030.
54
Discussion and feedback