CONCILIATOR VS BLOC LEADER : PERBANDINGAN KEBIJAKAN BARACK OBAMA & DONALD TRUMP DALAM MERESPON PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA
on
JURNAL ILMIAH WIDYA SOSIOPOLITIKA
E-ISSN 2685-4570
CONCILIATOR VS BLOC LEADER : PERBANDINGAN KEBIJAKAN BARACK OBAMA & DONALD TRUMP DALAM MERESPON PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA Ainun Arta Zubaidah 1)
Ratih Herningtyas 2)
Prodi Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 1, email : [email protected]
ProdiHubungan Internasional, UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta 2 email: [email protected]
ABSTRAK
Sejak runtuhnya tembok berlin pada 1989, Amerika Serikat telah menjadi adikuasa ekonomi yang tak terbantahkan di dunia. Namun reformasi ekonomi yang dilakukan China sejak 1980-an telah membawa efek besar dalam pertumbuhan ekonominya, sehingga mampu menduduki peringkat sebagai negara ekonomi terbesar ke-2 di dunia setelah Amerika Serikat. Hal ini membuat Amerika harus merespon perkembangan China dengan membuat kebijakan yang strategis. Pemimpin negara memiliki peran penting dalam menentukan arah Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat. Sejak tahun 2009 hingga 2018, Amerika mengalami 2 transisi masa kepemimpinan yaitu dari Presiden Barack Obama digantikan oleh Presiden Donald Trump. Meskipun era kepemimpinan keduanya berdekatan, namun Kebijakan Luar Negeri AS terhadap China sangatlah kontras. Riset ini akan menganalisa bagaimana perbedaan Politik Luar Negeri Amerika Serikat terhadap China pada Era Barack Obama dan Donald Trump dan faktor yang menyebabkan perbedaan kebijakannya dengan menggunakan pendekatan faktor individu idiosinkratik. Artikel ini menemukan bahwa perbedaan latar belakang kehidupan pemimpin negara akan mempengaruhi persepsinya dalam menentukan arah Kebijakan Luar Negeri yang dibuatnya.
Kata Kunci : Politik Luar Negeri AS, China, Barack Obama, Donald Trump, Idiosinkratik, Psikobiografi
ABSTRACT
Since the fall of the Berlin Wall in 1989, the United States has become the world's undisputed economic superpower. However, the economic reforms carried out by China since the 1980s have had a big effect on its economic growth, so that it is able to rank as the second largest economy in the world after the United States. This makes America must respond to China's development by making strategic policies. State leaders have an important role in determining the direction of United States Foreign Policy. From 2009 to 2018, America underwent 2 transitions of leadership, namely from President Barack Obama to being replaced by President Donald Trump. Even though the two leadership eras are close together, the US Foreign Policy towards China is in stark contrast. This research will analyze how the differences in the US Foreign Policy against China in the Barack Obama and Donald Trump Era and the factors that cause differences in their policies by using the idiosyncratic individual factor approach. This article finds that the different backgrounds in the life of a country's leader will influence their perception in determining the direction of their foreign policy.
Key words: U.S. Foreign Policy, China, Barack Obama, Donald Trump, Idiosyncratic, Psychobiography
PENDAHULUAN
Akhir Perang Dunia II memunculkan Amerika Serikat sebagai kekuatan ekonomi, politik dan teknologi yang dominan. (Babones, 2015). Ditambah dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991, hegemoni Amerika serikat semakin lengkap terasa. Menempatkan Amerika pada puncak sistem internasional, dan tidak memiliki saingan serius untuk kepemimpinan global. Keadidayaan Amerika pada bidang ekonomi, militer dan geopolitik mampu membuat mayoritas negara maju maupun berkembang bergantung padanya. Selama
lebih dari satu abad, Amerika Serikat telah menjadi ekonomi terbesar di dunia, dengan menjadi negara penyumbang ¼ PDB dunia dunia pada tahun 2016, menurut angka-angka dari Bank Dunia. Namun krisis ekonomi pada tahun 2008 yang disebabkan oleh kasus Subprime Mortgage menyebabkan resesi besar-besaran yang mengundang krisis finansial terbesar setelah “Great Depression” di tahun 1980. Krisis ini juga mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran AS pada bulan desember 2008 tercatat sebesar 7,2% yang merupakan angka tertinggi dalam 16 tahun terakhir (Finance, 2018)
Sementara di sisi lain pertumbuhan ekonomi China yang luar biasa telah menyebabkan pergeseran kekuatan yang tak terelakkan. Reformasi ekonomi yang dilakukan Deng Xiaoping pada tahun 1980 telah membawa China menuju negara yang sebelumnya komunal dan isolasionis menjadi lebih terbuka dalam segi ekonominya. Kebijakan Open-Door telah memberi efek besar dalam pertumbuhan ekonomi China. Dimana langkah yang di ambil China dalam upaya merealisasikan open-door policy diantaranya : 1) Melakukan desentralisasi pemerintah mengenai pengambilan keputusan ekspor impor. Memberikan otonomi kepada pemerintah daerah dan perusahan perdagangan luar negeri untuk mengelola produknya masing-masing; 2) Membentuk zona ekonomi khusus bagi kota-kota daerah pesisir yang telah dirancang untuk merangsang ekspor dan menarik investasi asing; 3) pembatasan administratif ekspor impor digantikan dengan sistem tariff, kuota dan lisensi; 4) Melonggarkan kontrol terhadap valuta asing khususnya untuk perusahaan yang dikelola investor asing (Wei, 1995). Pemerintah China mendorong setiap aktor ekonomi untuk lebih mandiri dalam mengembangkan usaha mereka. Sehingga proses industrialisasi dapat di lakukan tanpa hambatan. Keterbukaan ekonomi China di sisi lain mampu mendatangkan lonjakan investasi asing kedalam China. Jumlah Foreign Direct Investment (FDI) yang mengalir ke China tumbuh secara eksplosif, mempermudah jalan China dalam melakukan modernisasi ekonomi. Menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), China telah mendatangkan lebih dari 100 miliar dolar dari dunia luar pada tahun 2014 (Zheng & Sheng, 2017). Efeknya Sejak pertengahan 1980 hingga akhir 1990 ekonomi China tumbuh pada tingkat hampir 10% per tahun. Sejak akhir 1990 hingga tahun 2005 ekonomi China tumbuh pada angka 8 hingga 9 persen setiap tahunnya. Hingga pada tahun 2006, pertumbuhan ekonomi China telah mencapai angka diatas 11 persen. Fenomena pertumbuhan ekonomi China mendorong kemunculannya sebagai kekuatan besar. (Lyne, 2008). Pertumbuhan ekonomi China pun didukung oleh strategi pada setiap kepemimpinan China. Pasca era Deng Xiaoping, Jiang Zemin terus mendukung pertumbuhan ekonomi China. Melalui perluasan sistem pasar, keterbukaan ekonomi yang lebih besar. Jiang melihat perlunya meningkatkan kemampuan sains dan teknologi China untuk mengejar ketertinggalannya dari dunia barat. Namun yang paling signifikan adalah inovasi yang ditawarkan oleh Xi Jinping. Di bawah kepemimpinan Xi, pergerakan China terlihat semakin agresif dalam mempromosikan sumber dayanya untuk meningkatkan ekonomi dan pengaruh politik dalam arena internasional. Hal ini dapat di lihat dari di inisiasi nya Belt and Road Initiative (OBOR) dan pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).
Fakta –fakta pertumbuhan ekonomi China yang semakin agresif dalam membangun ekonomi dan citra politik nya pada skala internasional, merupakan sebuah tantangan bagi AS sebagai negara yang memegang predikat superpower. Jika China dengan konsisten mencitrakan dirinya sebagai The World’s Rising Power dan terus memperkuat kekuatan ekonominya maka seiring berjalannya waktu keberadaannya akan menggeser Amerika Serikat sebagai World’s Greatest Power (Haass, 2007). Menurut John Mearsheimer dalam (Beeson, 2009), misalnya, berpendapat bahwa China yang kaya tidak akan menjadi kekuatan status quo melainkan menjadi negara yang agresif bertekad untuk mencapai hegemoni regional. Hal ini menjadi penting bagi Amerika Serikat untuk mempertimbangkan prioritas kebijakan luar negerinya demi mempertahankan pengaruhnya di regional Asia maupun dunia. Pilihan pendekatan negara juga menjadi krusial apakah Amerika harus menganggap China sebagai partner yang kuat atau sebagai lawan dalam agenda kebijakan luar negerinya.
Dalam politik Amerika Serikat, Presiden bertindak sebagai satu-satunya organ pemerintah federal di
bidang hubungan internasional. Presiden Amerika Serikat adalah salah satu orang yang paling kuat di dunia. Presiden Amerika merupakan individu yang bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri Amerika Serikat (Pillalamarri, 2017). Presiden sebagai cabang eksekutif, memiliki kekuatan untuk memprakarsai serta menerapkan kebijakan luar negeri melalui responnya terhadap peristiwa-peristiwa asing dan segala negosiasi perjanjian internasional (Johnson T. , 2013). Sejak tahun 2009 hingga 2018 Amerika Serikat mengalami 2 kali kepemimpinan, yaitu Barack Hussein Obama dan Donald Trump. Keduanya sama-sama menyadari kekuatan China dapat kapan saja menggeser posisi Amerika dalam politik global.
Meskipun memimpin secara berurutan namun kebijakan keduanya sangat kontras dalam merespon China sebagai kekuatan ekonomi baru. Dibawah administrasi Obama, AS membutuhkan kebijakan baru untuk berurusan dengan China. Sehingga Obama merancang satu kebijakan untuk menyeimbangi kekuatan China dengan kebijakan “Pivot to Asia”. Obama mendefinisikan bahwa hubungan antara AS dan China adalah jenis hubungan yang “No Conflict or Confrontation and win-win cooperation”. Kebijakan Obama terhadap China telah berupaya membangun prinsip hubungan yang sama dengan Richard Nixon ketika memimpin. Beberapa prinsip tersebut yaitu : Menerima peningkatan pengaruh China secara damai dan tetap memainkan aturan internasional; membangun jaringan interkoneksi yang luas dengan elit China dan orangorang biasa; dan menciptakan kerangka formal kerjasama multilateral yang meliputi AS, China dan berbagai regional negara.
Berbeda dengan Obama, administrasi Donald Trump berbanding terbalik dengan Barack Obama. Kepemimpinan Trump mencerminkan ketidakpuasan terhadap administrasi Obama yang terlalu multilateral. Dalam memimpin Amerika, Trump cenderung Amerikasentris. AS dibawah Trump kembali menciptakan rasa superioritas melihat dunia dari sudut pandang yang berfokus hanya pada US tanpa menerima fakta bahwa China telah tumbuh menjadi negara industri yang terkuat dalam sejarah. Pilihan kebijakan Trump mayoritas sangat persuasif dan konfrontatif terhadap China. Dengan memberlakukan perang dagang degan China pada tahun pertama kepemimpinanya, Trump mengabaikan fakta sejarah bahwa AS telah mendapat manfaat dari kerjasama dengan China di Asia-Pasifik sepanjang abad ke-20. Dibawah kepemimpinan Trump. AS lebih fokus dengan dirinya sendiri dan sekutu-sekutunya, tidak dapat memperlakukan China setara dengan yang lain.
Dilihat dari perbedaan yang sangat kontras antara Barack Obama dan Donald Trump menjadi menarik untuk di teliti lebih dalam. Berupa dorongan apa yang membuat kedua pemimpin memiliki pandangan berbeda dalam merespon China sebagai kekuatan ekonomi baru. Melihat dari faktor individunya penulis percaya bahwa psychobiography seorang presiden dapat mempengaruhi polanya dalam membuat kebijakan luar negeri. Menggunakan pendekatan analisa level individu ini, penulis akan menjelaskan bagaimana kecenderungan Amerika Serikat dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini dibawah 2 kepemimpinan yang berbeda dalam menghadapi China sebagai kekuatan ekonomi baru.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah deskriptif analitis. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara umum pola politik luar negeri Amerika Serikat terhadap China dibawah 2 kepemimpinan yang berbeda, serta menjabarkan pilihan kebijakan yang dilakukan oleh Barack Obama dan Donald Trump. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa library research dari berbagai literatur yang relevan berupa buku, jurnal-jurnal, artikel-artikel yang bersumber dari internet atau surat kabar. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa yang bersifat kualitatif. Data yang relevan dikumpulkan kemudian dianalisis secara kualiatif, yakni dengan menghubungkan fenomena-fenomena yang satu dengan yang lainnya untuk menarik kesimpulan akhir.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk memahami proses pembuatan kebijakan luar negeri, secara garis besar dapat dilihat dari tiga level analisis yaitu level sistemik, level negara-bangsa, dan level pembuatan keputusan individu. Pada level sistemik, sistem politik internasional atau kebijakan negara lain dapat mempengaruhi kebijakan yang akan diambil sebuah negara (Jackson & Sorensen, 2013, p. 439). Level ini menjelaskan struktur hubungan antar-negara besar, pola aliansi antarnegara, dan faktor situasional eksternal yang menstimulus pembuatan kebijakan sebuah negara. Level negara-bangsa menjelaskan tentang peran atribut nasional dalam menentukan arah kebijakan luar negeri, yang mencakup sistem politik (badan legislatif, birokrat, kelompok kepentingan, dsb), ekonomi, dan sosial, variabel lingkungan (luas, geografis, tipe daerah, dan sumber alam), populasi penduduk (jumlah, densitas, dan statistik vital), GNP, hasil pertanian dan industri, tingkat pertumbuhan ekonomi, kekuatan militer, dan atribut lain dari kapabilitas suatu negara. Sementara pada level pembuatan keputusan individu, aktor pembuat kebijakan memainkan peran yang sangat penting dalam penyusunan kebijakan luar negeri. Pada level ini, jangkauan analisa cenderung lebih mikro dan spesifik, dan emfokuskan pentingnya satu peran individu sebagai pengambil keputusan dalam mencetuskan arah kebijakan luar negeri suatu negara misalnya seorang Kepala Negara atau Presiden. Menurut Rosenau, variable ini nilai-nilai yang dipercayai, pengalaman, serta karakteristik individu pembuat kebijakan dapat mempengaruhi persepsi, kalkulasi, serta pilihan sikap yang akan menjadi kebijakan luar negerinya (Rosenau, 2006). Variabel ini dihubungkan pula dengan karakteristik psikologis dan predeliksi (kegemaran) decision-maker yang banyak dikenal sebagai faktor idiosinkretik.
Faktor idiosinkratik adalah faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi pemimpin sebuah negara dalam menentukan kebijakan luar negeri, yang dapat dilihat dari 4 aspek penentu yaitu Pertama, adalah latar belakang keluarga. Latar belakang keluarga mencakup status sosial keluarga, kondisi perekonomian keluarga, serta hubungan sosial dengan masyarakat. Kedua, latar belakang Pendidikan yang mencakup dimana seorang pemimpin mengenyam Pendidikan, sejak sekolah dasar hingga menempuh Pendidikan ke jenjang tertinggi. Pendidikan disini tidak hanya mengacu pada Pendidikan formal saja, tapi juga Pendidikan informal. Ketiga, pengalaman dan pembelajaran seorang pemimpin yang merupakan produk dari dinamika dalam kehidupan sosialnya. Keempat, afiliasi elit/pemimpin, dimana dalam sistem politik yang menempatkan partai politik sebagai mesin demokrasi utama, presepsi elit sangat dibentuk oleh ideologi dan kepentingan yang diusung oleh partai politik tempat ia bernaung. Faktor idiosinkratik pemimpin juga dipengaruhi oleh produksi pengetahuan yang berhubungan dengan latar belakang kehidupan sosial dan latar belakang pendidikan, atau lebih spesifik pada bagaimana pemimpin tersebut menyerap pengetahuan menjadi presepsi, pola pikir, dan cara pandang dalam melihat suatu permasalahan. Sebagai contoh, seorang presiden yang berasal dari latar belakang militer cenderung mengadopsi cara pandang militer dalam memimpin negaranya. Seorang Menteri luar negeri negara berkembang yang mengenyam pendidikan di Barat (Amerika dan Eropa) cenderung melakukan kerja sama dengan negara-negara barat dan mengadopsi pola pemikiran mereka yang liberalis dan kapitalisitik baik kebijakan yang sifatnya politik, ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan (Anugrah, 2016, p. 8). Persepsi setiap individu merupakan bias dari kecenderungan personalitas dan dorongan batin, serta oleh pengalaman sebelumnya dan harapannya terhadap masa depan (Kegley & Wittkopf, 1996, p. 503).
Untuk memahami faktor Idiosinkratik suatu tokoh, penulis membutuhkan analisa psychobiography dapat membantu mengkatagorikan jenis kepribadian pemimpin. Studi metode psychobiography telah dipelajari sejak tahun 1920 yang bertujuan untuk memahami kepribadian kan karakteristik suatu tokoh dan apa yang memotivasi mereka dalam melakukan sebuah tindakan politik (Cottam, Uhler, Mastors & Preston, 2010, p. 6). Seorang ilmuan dan cendikiawan politik James David Barber percaya bahwa karakter seorang Presiden akan menentukan bagaimana seorang Presiden bekerja dalam kepemimpinannya. Menurut David Barber dalam (Kegley & Wittkopf, 1996, p. 506), “President can be understoof best by observing their “style” (habitual ways of performing political roles), “world view” (politically relevant beliefs) - And especially “character” – “the way the President orients himself toward life-not for the moment, but enduringly”
Presiden merupakan aktor vital dalam menentukan arah kebijakan luar negeri sebuah negara, sehingga pandangan politik, keyakinan, dan human nature nya sangat mempengaruhi kepribadiannya dalam merumuskan kebijakan luar negeri. Setiap Presiden memiliki “style” masing-masing dalam memimpin, tergantung dari bagaimana cara pandang nya terhadap dunia. Sebagai seorang individu presiden terus berkembang setiap waktu mengikuti realitas yang ada – bagaimana sesuatu bekerja dalam politik, bagaimana nilai-nilai lingkungannya, dan apa tujuan utamanya sebagai seorang pemimpin negara. Setiap presiden memiliki “karakter” yang berbeda-beda. Karakter terbentuk berdasarkan pengalaman hidup seorang individu, bagaimana cara dia menghadapi lingkungannya, mempertahankan nilai-nilai yang dipercayai sebagai acuan dasar perilakunya. Dinamisasi dari motif, kepercayaan dan kebiasaannya secara psikologis akan membantu membentuk self-esteem seorang pemimpin negara. Dalam memprediksi karakter, pandangan dan gaya kepemimpinan seorang presiden perlu di lakukan analisa latar belakang kehidupannya. Bagaimana pengalaman pendidikan, lingkungan masa kecil, lingkungan remaja, budaya yang tumbuh di sekitarnya serta peran keluarga dalam membentuknya sebagai seorang individu. Pelajaran hidup seorang presiden akan membentuk citra dirinya dan caranya dalam melihat dunia serta membentuk “gaya kepemimpinan” nya (Barber, 2017). Untuk memahami pola psychobiography seroang pemimpin negara, David Barber membuat tipologi karakter presiden seperti berikut :
Table 1. Barber's Typology of Presidential Character
Positive |
Negative | |
Active |
High self-esteem, Want most to achieve result, direct much of energi toward achievement, Open to new ideas, flexible, able learn from mistakes (Ex : Jefferson, Roosevelt, Truman, Kennedy, Carter, Clinton |
Aim to get and keep power, Ambitious, Lack emotional-management, Aggressive (Ex : Adams, Wodrow Wilson, Nixon) |
Passive |
Individual, tends to be less personally engaged/involved in th formulation and making of policy (Ex : Ronald Reagan, William Taft) |
Low self-esteem, Lack of experience & flexibility, Vague Principle, withdrawn types (Ex : Calvin Collidge, Dwight Eisenhower) |
Sumber : (L .Cottam, Uhler, Mastors, & Preston, 2010, p. 26)
Menurut tabel diatas pemimpin yang memiliki karakter aktif-positif memiliki kombinasi kepribadian yang konsisten, memiliki harga diri yang tinggi, karismatik, fleksibel, mudah beradaptasi cenderung mudah menghargai orang lain. Aktif menyebarkan nilai-nilai yang dipercayainya. Individu yang memiliki karakter aktif-positif sangat terbuka pada pengalaman dan ide-ide baru serta belajar dari kesalahan, serta aktif terlibat secara pribadi dalam rincian pembuatan kebijakan. Menurut David Barber, jenis kepribadian ini akan memaksimalkan energi dan potensi mereka untuk pertumbuhan negara. Kedua, adalah individu dengan karakter aktif-negatif. Karakter ini merupakan individu yang kuat secara individu dan emosional, cenderung impulsif dalam melihat suatu permasalahan. Namun di sisi lain karakter ini sangat ambisius, dan agresif. Menurutnya hidup adalah perjuangan keras untuk mendapatkan kekuasaan. Fokus dari presiden yang memiliki karakter ini adalah “ Am I winning or losing, gaining or falling”. Ketiga pasif-positif, menurut Barber individu dengan karakter ini adalah individu yang cenderung meminimalisir keterlibatannya dalam perumusan pembuatan kebijakan dan lebih suka mendelegasikan tugas tersebut kepada bawahannya. Tujuan hidupnya adalah untuk mencari imbalan dari apa yang telah dilakukannya, kurang optimis, dan bertumpu pada orang lain. Terakhir adalah karakter pasif-negatif, yaitu individu yang cenderung hanya mengikuti protokol dan memiliki self-estem yang rendah. Mereka menerima peran sebagai kepala negara hanya karena mereka berfikir sudah seharusnya mereka menjadi “pemimpin”. Karakter ini juga menggambarkan kurangnya pengalaman politik dan fleksibilitas dalam melakukan kepemimpinan. Mereka cenderung menarik diri dari konflik atau isu yang
ada, tidak memiliki nilai dan prinsip yang jelas dan hanya menekankan kebijakan sipil mereka sendiri.
Setelah mengenali karakter Presiden melalui Tipologi David Barber, penulis akan memperkuat karakter pemimpin negara menurut KJ Holsti. Holsti mempunyai pandangan tersendiri mengenai kepribadian individu. Argument utama Holsti adalah bahwa dalam diri seseorang terdapat proses kognitif yang memelihara citra tentang musuh. Hal ini akan menjadi dasar bagaimana seorang pemimpin menganggap lingkungan eksternalnya sebagai kawan atau sebagai lawan. Pribadi seseorang seringkali diklarifikasi menjadi pribadi yang tertutup atau pribadi yang terbuka. Terdapat tipe-tipe kepribadian politik menurut Holsti sebagai berikut :
-
a. Bloc Leader : merupakan gabungan antara kepribadian yang introvert dan high dominance. Individu ini memiliki ciri, tenacity dan dominance of one central idea.
-
b. World Leader : merupakan gabungan antara kepribadian yang ekstrovert dan high dominance. Ciri – ciri dari pemimpin ini adalah tendency to use military force, flexible and pragmatic, variated range and scope of initiatives and inclusion (worldwide leadership aspiration)
-
c. Maintainers : merupakan gabungan antara kepribadian yang introvert dan low dominance , bercirikan mempertahanan status quo
-
d. Concilliators : merupakan gabungan dari kepribadian yang ekstrovert dan low dominance. Bercirikan accomodationalist style and lack of consistent, strong power
Individu adalah sumber penting bagi Kebijakan Luar Negeri Amerika. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif, kepribadiannya sangat mempengaruhi bagaimana cara pandangnya dalam memimpin negara. Dengan berfokus pada faktor idiosinkratik dan menggunakan analisa Psychobiography yang melihat dari pengalaman dan perjalanan politik masa lalu dari Obama dan Trump, penulis kemudian akan mengkatagorikan menggunakan dimensi Tipologi Karakter Presidensial David Barber untuk menentukan dimensi kepribadian Obama dan Trump. Setelah menentukan satu persatu dimensi kepribadian Obama dan Trump penulis akan melakukan analisis tipe kepimimpinan kedua aktor mengacu pada tipe kepemimpinan menurut K.J. Holsti untuk menentukan kedua pemimpin dalam melihat lingkungan ekternalnya – China . Analisis tersebut selanjutnya akan digunakan penulis untuk menjelaskan apa pengaruh dari dimensi kepribadian tersebut dalam mendorong kedua aktor mencetuskan arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap China.
Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap China merupakan dinamika yang tidak dapat di prediksi. Fluktuasi kebijakan AS terhadap China di tentukan oleh pada isu apa keduanya dihadapkan. Kepemimpinan Nasional AS juga sangat menentukan bagaimana AS menanggapi China sebagai kekuatan ekonomi baru dan pertumbuhan pengaruhnya pada tataran regional maupun internasional. Pada Era Barack Obama, Kebijakan Luar Negeri AS terhadap China didasarkan pada prinsip-prinsip : 1) Menerima peningkatan perngaruh China dalam memainkan aturan internasional secara damai; 2) Membangun jaringan interkoneksi yang lebih luas dengan masyarakat China; 3) Memberikan jaminan kepada sekutu dan mitra AS atas komitmen AS terhadap keamanan mereka dalam menghadapi setiap tantangan masa; 4) Menciptakan kerangka kerjasama multilateral yang meliputi AS, China dan berbagai negara di kawasan. Obama juga telah mengambil langkah-langkah peningkatan kerjasama dengan China untuk memperkuat keamanan AS dan sekutu-sekutunya di kawasan. AS dan China telah menyetujui perjanjian military-to-military untuk menghindari konflik di laut lepas maupun ruang udara internasional. Dibawah Administrasi Obama, AS telah berhasil bekerjasama dengan China membekukan program nuklir Iran, dan meminimalisir efek gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim (Bader, 2016).
Obama mengatakan bahwa “Hubungan antara Amerika Serikat dan China adalah hubungan bilateral terpenting di abad ke-21” (Li, 2016). Pada tahun 2009 Barack Obama memulai kepresidenannya dengan statement “audacity of hope” bahwa China akan menjadi aktor internasional yang bertanggung jawab dalam bekerjasama dengan Amerika pada berbagai isu-isu global mulai dari isu perubahan iklim hingga pasca krisis ekonomi Lehman Brother dimana keduanya membentuk kerangka kerjasama manajemen krisis AS-
China melalui kerangka G-2. Walaupun pada tahun berikutnya terjadi pergesekan kedua negara pada isu Laut China Selatan dan reaksi keras China terhadap US yang melakukan penjualan senjata ke Taiwan, administrasi Obama tetap mengelola komunikasi bilateral keduanya, melalui The US-China Strategic and Economic Dialogue (S&ED) yang diselenggarakan pada 1 April 2009 (Watanabe, 2014). Forum ini di prakarsai oleh Barack Obama dan Hu Jintao sebagai sebuah platform yang digunakan kedua negara untuk membahas isu hubungan ekonomi, kerjasama yang lebih dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan mempromosikan reformasi ekonomi China yang berbasis pasar (Treasury, 2016).
Ciri hubungan AS-China dibawah administrasi Obama telah berkembang melalui mekanisme bilateral. Media China menyatakan bahwa terdapat 90 dialog dan mekanisme konsultasi yang telah terbangun antara AS-China selama kepemimpinan Obama. Obama berpendapat bahwa mekanisme dialog memungkinkan pemerintahan China dan AS untuk memahami posisi satu sama lain lebih baik pada berbagai isu. Adapun mekanisme dialog bilateral yang telah dibangun kedua negara adalah (Lawrence, 2013) :
-
1. The Annual Strategic and Economic Dialogue (S&ED) yang diinisiasi pada tahun 2009
-
2. Strategic Security Dialogue (SSD) pada tahun 2011 yang dibawahi oleh sekretaris negara, wakil duta besar AS dan China dan aktor eksekutif seperti wakil menteri luar negeri, menteri pertahanan, kepala staff umum PLA.
-
3. Dialog People-to-people exchange (CPE) yang di dirikan pada tahun 2010.
-
4. Governors Forum sebagai interaksi pada level sub-nasional yang diselenggarakan pada tahun 2011. Membantu untuk memperdalam hubungan antar gubernur provinsi AS dan China. Meningkatkan inisiatif kerjasama ekonomi pada tingkat kota.
-
5. Terdapat juga forum walikota yang diselenggarakan pada tahun 2010 oleh Departemen Energi dan pelayanan pembangunan, perumahan dan perkotaan AS. Forum ini merupakan wadah kedua negara untuk membahas praktik-praktik terbaik dalam menyelenggarakan eco-city development.
Namun ketika kursi kepresidenan diduduki oleh Donald Trump, Pemerintahan Trump mengubah hubungan AS –China yang mulanya sebagai “strategic engagement” menjadi “strategic competition.” (Rudd, 2018). Administrasi Trump telah berjanji untuk mengambil sikap yang lebih agresif untuk mengurangi defisit perdagangan bilateral AS dengan China yang terjadi selama 10 tahun terakhir, menegakkan kembali hukum dan perjanjian perdagangan AS dan mempromosikan “perdagangan bebas yang adil” terhadap China. Pada 8 Maret 2018, Presiden Trump memberlakukan perang dagang dengan mengumumkan akan memberlakukan tariff tambahan untuk industri baja sebanyak 25% dan alumunium 10% terhadap China. Menanggapi hal ini China balik membalas tindakan AS dengan menaikkan tariff dari 15% menjadi 25% pada berbagai produk AS. Selain itu Trump berkomitmen untuk mengurangi ketidakseimbangan perdagangan bilateral untuk memberikan efek resiprokal bagi China yang telah memberlakukan kenaikan tariff terhadap produk AS. Dalam hal ini United States Trade Representative (USTR) mengumumkan akan melakukan 2 tahap mengenakan tariff atas import China sebanyak 25% senilai US$ 50 Miliar. Tahap pertama diberlakukan pada 6 Juli dengan menetapkan kenaikan produk-produk China senilai US$ 34 Miliar dan tahap kedua senilai US$ 16 Miliar. Menanggapi hal ini China merilis tahap balasan atas tindakan AS. Presiden Trump kemudian mengancam akan menaikan tariff 10% terhadap produk China senilai US$ 400 Miliar. Sikap balas-balasan tariff antara AS dan China ini berpotensi mengancam mengurangi ikatan komersial AS-China secara tajam, mengganggu rantai pasokan global. Dengan menaikan harga impor untuk konsumen AS maka akan berdampak pada mengurangi pertumbuhan ekonomi di Amerika. Ikatan komersial AS-China yang rumit diduga AS bahwa China tidak mampu bertransisi secara lengkap terhadap ekonomi pasar bebas (Morrison, 2018). Pada isu Laut China Selatan pemerintahan Trump berlaku lebih konfrontatif dan keras. AS mengkritik China yang telah membangun pulau buatan dinilai sebagai tindakan China yang profokatif dan agresif. Tindakan China dianggap AS telah mengancam kebebasan navigasi US dan negara lain. AS mengambil tindakan untuk menantang China dengan melakukan “Freedom of navigation operations” (FONOPs) untuk menunjukan posisi Amerika Serikat. Dalam
kurun waktu setengah tahun, pemerintahan Trump telah meningkatkan kuantitas dan kualitas FONOPs dengan mengirimkan kapal-kapal dan pesawat-pesawat tempur Amerika termasuk pembom strategis B-52 memasuki territorial perairan 12 mil laut yang diklaim China. Trump mengatakan bahwa merupakan tindakan AS di Laut China Selatan merupakan sikap menantang posisi China.
Di bawah pemerintahan Donald Trump, hubungan AS-China lebih mengarah ke sebuah kompetisi dengan konfrontasi yang bertubi-tubi yang dilakukan oleh AS. Kompetisi dan konfrontasi tersebut terjadi pada isu perdagangan, teknologi, dan konfrontasi di Laut China Selatan menjadi lebih serius. Konfrontasi AS juga dapat berkembang pada isu lain seperti permasalahan Taiwan. Pemerintahan Trump menuntut kongres agar lebih banyak melakukan hubungan militer dengan Taiwan. Taiwan sebagai sekutu AS dapat di jadikan alasan bagi Trump untuk menunjukan kemarahaannya dan kesediannya menghadapi China. Bagi China, Taiwan adalah masalah paling mendasar yang menyangkut kedaulatan nasional dan integritas territorial. Dalam hal ini China mengambil seluruh tindakan untuk melindungi kepentingan nasionalnya mempertahankan Taiwan. Taiwan merupakan masalah yang sangat mendasar dalam ubungan bilateral kedua negara selama 70 tahun sejak berakhirnya Perang Dunia 2. Taiwan berpotensi menyulut kompetisi dan konfrontasi Sino-AS lagi selama pemerintahan Trump.
Table 2
Perbandingan Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat di Era Barack Obama & Donald Trump
STRATEGI |
Strategic Engagement |
Strategic Competition |
POLITIK |
Idealis |
Realis |
EKONOMI |
Equality Walfare, Kooperatif, Multilate bilateral Polisentris |
Orientasi Domestik, Proteksioni Profit-Oriented, Isolasionis, Unilateral |
KEAMANAN |
Collective-Security, Membentuk Alian Asia-Sentris |
Self-Secutiry, Intervensi, Memben Aliansi Eropa-Sentris |
MILITER |
Mutual-Defense, Military Cooperatio |
Konfrontatif, Agresif |
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Dapat dilihat pada table di atas, meskipun memimpin secara berurutan namun Barack Obama dan Donald Trump memiliki pandangan dan pilihan Kebijakan Luar Negeri yang sangat kontras. Barack Obama cenderung terbuka dan memberikan kesempatan bagi negara lain untuk bekerjasama. Karena Obama percaya setiap negara memiliki potensi masing-masing dan dapat memberikan kerjasama dapat memberikan benefit bagi AS. Sebaliknya Donald Trump melihat bahwa kepentingan nasional harus di perjuangkan melalui power. Negara yang tidak memberikan keuntungan bagi AS, dianggap Trump sebagai sebuah ancaman. Perbedaan pandangan antara Obama dan Trump terhadap China tersebut dapat dilacak dari faktor idiosinkratik masing-masing.
Latar belakang kehidupan Obama dibesarkan dalam keluarga multi-etnis. Selama masa tumbuh kembang remajanya Obama tidak dibesarkan oleh sosok seorang ayah dan ibunya. Obama kehilangan sosok ayah nya sejak berumur 10 tahun. Dimana pada usia ini adalah usia transisi seorang anak ke masa remaja nya dan membutuhkan sosok ayah. Obama kecil dirawat oleh nenek dan kakek nya. Sebagai anak yang lahir dalam keluarga multi-etnis yang pada saat itu tingkat rasisme di Amerika sangat tinggi sehingga menyebabkan Obama harus hidup dalam keterpurukan. Obama sempat di kucilkan dalam lingkup pertemanannya semasa sekolah menengah karena ras nya. Pada saat itu ras kulit hitam masih menjadi momok di Amerika. Sehingga hal ini menjerumuskanya kedalam obat-obatan terlarang di masa remaja nya. Tumbuh dewasa tanpa kehadiran orang tua kandung menimbulkan krisis identitas dalam diri Obama. Melihat dari latar belakang keluarga yang beragam serta hubungan sosial Obama ketika kecil yang beragam mampu memunculkan karakter idiosinkratik yang sensitif terhadap lingkungan sekitarnya dalam diri Obama.
Titik balik kehidupan Obama adalah ketika Obama telah memasuki masa perkuliahan. Figur kunci dalam kehidupan Obama adalah ibunya. Ibu Obama memainkan peran penting dalam menanamkan nilai empati, pelayanan tanpa pamrih dan peduli dengan orang lain. Dimana nilai-nilai yang ditanamkan ibunya mampu menciptakan karakter toleran dalam diri Obama. Barack muda mengatasi seluruh kesuraman hidupnya di bangku kuliah. Pasca lulus dari Universitas Columbia Obama aktif berpartisipasi dalam gerakan aktivis untuk sistem apartheid di Afrika Selatan. Pada periode ini dalam hidupnya kehidupan Obama secara perlahan bangkit. Obama menolak diskriminasi sosial dan konsep ambiguitas ras yang ada di lingkungannya saat itu. Ia mengembangkan perhatiannya pada masalah masyarakat sipil dan diskriminasi sosial domestik dan global. Selama bekerja selama satu tahun di sebuah perusahaan bisnis internasional Obama melanjutkan sekolah hukum. Dan menggunakan karir hukumnya untuk terus memperjuangkan hak-hak kemanusiaan. Latar belakang pendidikan yang tinggi Pengalaman kehidupan Obama dan nilai-nilai yang ditanamkan ibunya dalam diri Obama terefleksi ketika Obama masuk kedalam dunia politik.
Dalam perjalanan Obama selama menjadi Dosen Hukum dan senator di Negara bagian Illinois, Obama sangat fokus dalam membela hak-hak rakyat kecil dan kaum minoritas. Obama mengatakan bahwa warga Amerika Serikat disatukan melalui ikatan emosional lebih dari ikatan politik. Pengalaman hidup di berbagai lingkungan dan lahir dalam keluarga multi-etnis dan transformasi perjalanan Obama dalam kehidupan menyebabkan Obama biasa untuk menyatukan perbedaan. Kapabilitas Obama dalam menyelesaikan isu-isu sosial kemasyarakatan pada masa pendidikannya menimbilkan karakteristik konsiliator yaitu kemampuan khusus untuk menyelesaikan perbedaan melalui mediasi dan kompromi daripada menggunakan kekuatan atau paksaan sebagai strategi untuk menyelesaikan konflik. Perbedaan yang ada dalam ruang lingkup sosial membuatnya lebih mudah menerima ide-ide baru.
Memiliki latar belakang kehidupan yang sangat beragam dapat dilihat dari pengalaman politiknya, kinerja Obama sebagai kepala eksekutif merupakan kombinasi dari pola kepribadian yang ambius dan akomodatif. Selama menjadi Senat Illinois Barack Obama dikenal dengan kebijakannya yang pro terhadap rakyat menengah kebawah. Hal ini menunjukan bahwa kepribadian Obama berpegang teguh pada nilai –nilai kemanusiaan. Obama sangat berambisi untuk memberikan kehidupan yang lebih baik kepada masyarakat minoritas dengan maengakomodasi nya melewati kebijakan asuransi kesehatan dan memberikan perawatan terhadap anak-anak.
Kombinasi kepercayaan, dominasi dan pengertian Obama dapat diklasifikasikan dalam profil seorang pemimpin yang karismatik dan membangun (Reparative-Charismatic). Secara psikologis, kepercayaan diri dan pengertian Obama adalah kualitas seorang pemimpin yang luar biasa untuk menginspirasi pengikut nya, mengartikulasikan visinya, dan memudahkan Obama terhubung dengan orang lain. Dominasi Obama dalam kepemimpinannya di dorong oleh : kekuasaan, ideologi dan validasi diri. Karena kepercayaan kuat mereka pada keterampilan dan bakat mereka sendiiri, mengkonsolidasikan kekuatan mereka sebagai pendorong penting bagi perilaku kepemimpinan mereka. Mereka tidak didorong semata-mata untuk mencari kekuasaan semata. Menurut karakternya pragmatism Obama dipengaruhi oleh idealisme yang kuat dan keinginan ideologis untuk mengubah masyarakat. Dibandingkan pendahuluna George Bush, Obama dalam kepemimpinannya dapat diberi label sebagai individu yang penuh pertimbangan dan hati-hati dalam menentukan arah kebijakan luar negeri (Immelman, 2010).
Menurut KJ Holsti, karakter idosinkratik Obama yang toleran, fleksibel, ambisius-akomodatif, konsiliator, reparative-charismatic terbentuk dari aspek kehidupan keluarga, pendidikan, politik dan lingkungan sosialnya, kita dapat mengkatagorikan Obama ke dalam karakter pemimpin yang conciliators. Holsti berpendapat bahwa seorang pemimpin yang memiliki karakter conciliator adalah seseorang yang memiliki kombinasi kepribadian yang ekstrovert namun tidak terlalu menunjukan dominasi nya dalam memimpin. Karakter ini memiliki kekuatan kepemimpinan yang kuat namun dalam menginterpertasikan kepentingannya cenderung akomodatif. Dimana hal tersebut sangat relevan dengan kepribadian individu Obama dan karakter
Obama ketika memimpin Amerika Serikat.
Untuk memperkuat karakter Obama sebagai seorang pemimpin, penulis menggunakan Tipologi Karakter Kepresidenan J. David Barber untuk mengklasifikasikan karakter Obama sebagai seorang Presiden. Obama dapat digolongkan kedalam karakter Presiden yang aktif-positif. Menurut indikator di dalamnya bahwa pemimpin yang termasuk kedalam klasifikasi aktif-positif adalah pemimpin yang memiliki kepribadian fleksibel, terbuka dengan ide baru, mau belajar dari keslahan, memiliki self-esteem yang tinggi dan memiliki dorongan kuat dalam dirinya untuk meraih pencapaian yang tinggi. Maka seluruh indikator tersebut dimiliki oleh Obama. Seluruh latar belakang hidup, pengalaman sekolah dan perjalanan selama menjadi senator memberi dorongan kepada Obama dalam menjadi Presiden low-profile. Pegalaman Obama yang pernah hidup di berbagai lingkungan, kehilangan identitas diri mampu mendorongnya berfikir kreatif. Sehingga dalam kepemimpinannya Obama cenderung berpikiran terbuka. Dan teguh pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Sehingga langkah-langkah politik yang ia ambil mayoritas menggunakan soft-power melalui diplomasi dan dialog. Sebagai Presiden yang aktif-positif dan memiliki karakter conciliator Obama cenderung akomodatif dalam menyelesaikan isu-isu yang berpotensi konflik dengan China. Obama melihat China dari kacamata lain. Bahwa kebangkitan China sebagai kekuatan ekonomi baru tidak akan membawa ancaman terhadap Amerika. Karena mau bagaimanapun, dalam mewujudkan tatanan global Amerika bukan satu-satunya negara yang bertanggung jawab akan hal itu. Amerika di bawah kepemimpinan Obama menyadari bahwa China juga berperan pening dalam mewujudkan perdamaian dan kemakmuran dunia. Maka dari itu pilihan-pilihan kebijakan Obama terhadap China cenderung lebih menggunakan soft-power. Mengatasi permasalahan dengan membuka forum-forum terbuka atau dialog bilateral. Dalam membangun diplomasi dengan China, Obama masih merupakan sosok pemimpin yang kuat. Memiliki karakter sebagai maintainers, Obama cenderung mempertahankan status-quo dalam mengelola hubungan bilateral nya dengan China.
Sementara itu, menilik faktor idiosinkratik Donald Trump, ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang berbanding terbalik dengan Obama, Donald Trump lahir dalam keluarga konglomerat. Ayah nya merupakan developer real-estate ternama di New York. Sedangkan ibunya merupakan sosialita. Keluarga Trump memiliki sebuah korporasi yaiu Trump Organization yang membawahi sektar 500 perusahaan di bidang Properti, sektor televisi, hotel, kasino, dan juga menginvestasikan ke sejumlah usaha ritel seperti pakaian, makanan dan furniture bermerek. Pada masa remaja, Donald Trump hidup layaknya anak-anak pada umumnya, dan sempat masuk kedalam akademi militer pada usia 13 tahun, serta menyandang predikat sarjana ekonomi dari Universitas Pensylvania. Tidak memiliki latar belakang pendidikan setinggi Obama dan tidak hidup dalam lingkungan yang beragam menjadikan karakter Trump tidak sensitif terhadap sosialnya. Setelah menyandang gelar sarjana nya, Donald Trump langsung bekerja dalam perusahaan yang telah didirikan ayahnya. Sebagai seorang pimpinan perusahaan Trump dikenal sebagai sosok yang temperamental dan impulsive di mata karyawannya. Sebelum masuk ke dunia politik Trump juga terkenal dengan acara Variety Show yang dibintangi nya yaitu The Apprentice. Sebuah acara TV tentang penilaian skill bisnis kontestannya. Pengalaman Trump sebagai seorang selebriti di acara The Apprentice meninggalkan ciri khas Trump yang ingin menjadi pusat perhatian. Trump cenderung Outgoing Individu yang cenderung menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian, memiliki kepercayaan pada kemampuan sosial mereka sendiri, cenderung impulsive dan tidak disiplin, dan menjadi mudah bosan.
Terlahir dari keluarga pebisnis dan terjun langsung ke dunia bisnis meninggalkan karakter yang ambisius, dan dominan dalam diri Trump. Dapat dipahami bahwa sifat dasar seorang pebisnis adalah kompetitif. Dalam dunia bisnis sifat yang harus dimiliki pelakunya adalah kemampuan untuk mempertahankan kekuasaan, mengontrol, mengutamakan keuntungan untuk mendapat kepentingan seperti tujuan pebisnis pada umumnya. Hal ini terlihat pada kepribadian Trump yang dikenal sebagai sosok yang ambisius, ekxtrovert dan mendominasi. Karakter ini terbawa hingga Trump masuk ke dunia politik. Pada masa awal kepemimpinannya Trump telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial seperti menuju pembangunan tembok di
perbatasan meksiko; larangan bepergian utnuk beberapa negara yang mayoritas penduduknya Muslim; dan membongkar Undang-undang Affordable Care Act atau Obamacare dan penarikan diri dari Perjanjian Iklim Paris, yang dinilai Trump sebagai kebijakan yang tidak terlalu menguntungkan Amerika. Tidak melewati perjalanan politik yang panjang dan langsung menjadi Presiden, Donald Trump dapat dikategorikan sebagai pemimpin yang High-dominance, dimana individu yang dominan menampilkan diri mereka sebagai pemimpin yang kuat tetapi cenderung kurang empati dan mudah marah, memiliki tempramen yang mudah berubah, terkadang mereka merasa sulit untuk dikendalikan, siap untuk saling berargumen dengan lawannya. Maka menurut KJ Holsti, karakter idosinkratik Donald Trump yang Ambisius-Kompetitif, Impulsif, Tempramental, Controlling, High-Dominance yang terbentuk dari aspek kehidupan keluarga, pendidikan, dan latar belakang pebisnisnya, kita dapat mengkatagorikan Trump ke dalam karakter pemimpin yang Bloc Leaders. Holsti mendefinisikan bahwa seorang pemimpin dengan karakter Bloc Leaders adalah seorang pemimpin yang memiliki gabungan kepribadian yang introvert dan high dominance. Individu ini memiliki ciri, mengesampingkan moral-moral yang ada, tenacity dan dominance of one central idea. Dimana ciri individu tersebut tercermin dalam kepribadian Donald Trump.
Menurut tipologi J. David Barber, Donald Trump dapat diklasifikaskan kedalam pemimpin yang aktif-negatif. Dalam kategori akif-negatif David Barber menjelaskan bahwa pemimpin yang termasuk kedalam karakter ini adalah pemimpin yang cenderung berujuan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuatannya. Pemimpin yang memiliki karakter ini cenderung lemah dalam mengelola emosi nya, agresif dan ambisius. Poin-poin tersebut sangat sesuai dengan kepribadian Trump sebagai seoraang Presiden. Latar belakang Trump sebagai pengusaha dan dikenal sebagai pemimpin perusahaan yang temperamental, dan impulsive terefleksi ke dalam cara Trump memimpin Amerika. Kekurangan utamanya dari kepribadian Trump adalah sifat temperamental - impulsif dan kurangnya pengendalian emosi dan disiplin diri, bersama dengan kecenderungan untuk memahami dangkal masalah kompleks dan kecenderungan untuk mudah bosan dengan rutinitas. Dalam hal temperamen presiden, Trump tampaknya paling mirip dengan karakter presiden aktif-negatif Barber - pemimpin seperti Bill Clinton dan George W. Bush: percaya diri, optimis, dan memperoleh kesenangan dari pelaksanaan kekuasaan dalam mengejar tujuan politik
Menilik dari agresifitas Trump dalam merespon China sebagai kekuatan ekonomi baru dapat disimpulkan bahwa Trump memiliki pola kepribadian yang ambisius, eksploitatif, impulsive dan individu yang dominan memiliki kecenderungan “mengontrol” daripada “mengelola”. Dibesarkan dalam keluarga pengusaha membentuk kepribadian Trump yang hanya mementingkan keuntungan dan kepentingan domestik. Tercermin dari pilihan kebijakannya terhadap China. Trump terfokus pada deficit perdagangan AS terhadap China yang terjadi selama 10 tahun belakangan. Trump mengesampingkan hubungan AS-China yang sudah dikelola agar tetap berada di posisi yang damai. Dengan kepribadian seperti diatas maka menjadi masuk akal jika hubungan AS dengan China pada era kepemimpinan Donald Trump cenderung berkonflik terutama pada isu ekonomi dan keamanan. Trump yang memiliki karakter mempertahankan dominasi nya cenderung mengedepankan kepentingan domestiknya. Sesuai dengan slogan kampanye nya “Make America Great Again” Trump mementingkan kepentingan domestiknya. Mengembalikan kejayaan ekonomi Amerika Serikat walaupun itu harus melakukan konftontasi dengan China. Trump mengesampingkan adanya hubungan ketergantungan antara 2 negara. Selama hubungan tersebut tidak menguntungkan dan tidak sesuai dengan cita-cita nasional “Versi Trump” maka Donald Trump akan melakukan cara apapun untuk menentangnya. Maka dibawah ini penulis memberikan tabel sebagai sebuah gambaran perbedaan karakteristik 2 individu sebagai sebuah pendorong bagi Barack Obama dan Donald Trump dalam membuat Kebijakan Luar Negeri AS terhadap China.
-
Table 2
INDIKATOR
Karakter Idiosinkratik
BARACK OBAMA
Toleran, fleksibel, Ambisius-akomodati konsiliator, Reparative-charismatic
DONALD TRUMP Ambisius-Kompetitif, Impulsif, Tempramental, Controlling, High-
Dominance
J. David Barber Typology Presidential Character |
Aktif-Positif |
Aktif-Negatif |
Karakter Kepemimpinan Holsti |
Conciliators |
Bloc Leader |
Kepribadian Politik |
Ideologis dalam mengejar tujuan politikn consensus builder |
Power& Profit, , Influential Foreign Po Orientation, , Pragmatis, Persuasif, eksploitatif |
Kebijakan Luar Negeri Terhadap China |
Cenderung menggunakan forum bilateral multilateral dalam menyelesaikan konfli |
Cenderung agresif dan konfrontatis un mencapai kepentingan nya |
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Seorang pemimpin negara memiliki “style” yang berbeda-beda dalam memimpin negara tergantung pada nilai dan prinsipnya tentang politik. Nilai dan prinsip seorang pemimpin di bentuk dan ditanamkan selama masa hidup Pemimpin sejak kecil. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa karakter individu, nilai-nilai yang dipercayai dan pengalaman kehidupan seorang Pemimpin mempengaruhi cara pandang nya dalam memimpin sebuah negara. Masing-masing kehidupan masa lampau pemimpin meninggalkan prinsip yang digunakan sebagai dasar dalam mengolah sebuah kebijakan.
SIMPULAN
Dalam hubungan internasional interaksi antar negara yang dilakukan oleh setiap pemerintahan tercantum kedalam Kebijakan Luar Negeri suatu negara. Dalam aktivitas pembuatan Kebijakan Luar Negeri terdapat 3 katagori level analisa yang dapat mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri Suatu Negara salah satunya adalah Level individu atau aktor pembuat kebijakan seperti Presiden. Di satu sisi dalam setiap penetapan KLN seorang presiden dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dipercayai, pengalaman serta karakteristik individunya sebagai seorang pemimpin. Dimana variable-variable tersebut dibentuk berdasarkan faktor idiosinkratik seperti : Latar Belakang keluarga, Pendidikan, Pengalaman sosial, dan Pengalaman politiknya. Sehinga seorang presiden dapat dikenali dengan mudah kedalam jenis karakter seperti apa.
Artikel ini telah membuktikan bahwa latar belakang kehidupan Barack Obama & Donald Trump dibesarkan didalam lingkungan yang sangat kontras mampu memproduksi nilai-nilai kepribadian yang sangat berbeda. Walaupun keduanya memimpin secara berurutan, namun kedua pemimpin tersebut memiliki pandangan yang sangat jauh berbeda dalam melihat China sebagai kekuatan ekonomi baru. Barack Obama yang tumbuh dalam keluarga multi-etnis, mengalami banyak gejolak dalam masa remajanya, hidup di berbagai lingkungan yang berbeda cenderung lebih idealis mempertahankan nilai-nilainya bahwa setiap perbedaan dapat dijadikan peluang. Obama melihat kesejahteraan bersama tidak dapat di pikul tanggung jawabnya oleh Amerika sendirian. Sehingga Obama menyambut dengan positif kebangkitan China dengan kekuatan ekonomi barunya sebagai partner. Sehingga Obama layak diklasifikasikan kedalam karakter presiden yang aktif-positif. Namun Donald Trump yang besar dalam keluarga pebisnis yang selalu memperhitungkan untung rugi dan terbiasa hidup di lingkungan yang eksklusif memiliki realisme bahwa China tidak dapat mengungguli AS dalam segi Ekonomi. Sehingga Trump cenderung melihat China sebagai Kompetitor bagi kekuatan AS. Dengan gencar mengkonfrontasi China dalam kebijakan ekonominya maka Trump layak diklasifikasikan kedalam karakter presiden yang aktif-negative.
Referensi
Barber, J. D. (2017). The Presidential Character : Predicting Perfomance in the White House. New York: Pearson Education (US).
Breuning, M. (2007). Foreign Policy Analysis : A Comparative Introduction. New York: Palgrave Macmillan.
Charles W. Kegley & Eugene R Wittkopf. (1996). American Foreign Policy Pattern and Process. New York: St. Martin's Press.
Robert Jackson & Georg Sorensen. (2013). Pengantar Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rosenau, J. N. (2006). The Study of World Politics : Theoritical and Metodological Challenges. New York : Routledge .
ARTIKEL JURNAL :
Anugrah, B. (2016). Faktor Idiosinkratik Pemimpin dalam Perumusan Politik Luar Negeri . Jurnal Kajian LEMHANNAS RI, 8.
Beeson, M. (2009). Hegemonic transition in East Asia ? The dynamics of Chinese and American power.
Review of International Studies, 95.
Haass, R. N. (2007). US-China Relations : An Affirmative Agenda, A Responsible Course. New York: The Council of Foreign Relations.
Immelman, A. (2010). The Political Personality of US President Barack Obama. Psychology Faculty
Publications, 16. Retrieved from
https://digitalcommons.csbsju.edu/cgi/viewcontent.cgi?referer=https://www.google.com/&httpsre dir=1&article=1024&context=psychology_pubs
Jiajia Zheng, Pengfei Sheng. (2017). The Impact of Foreign Direct Investment (FDI) on the Environment: Market Perspectives and Evidence from China. Economies, 1.
Johnson, T. (2013, Januari 24). Retrieved from https://www.cfr.org/backgrounder/congress-and-us-foreign-policy
Lawrence, S. V. (2013). US-China Relations : An Overview of Policy Issues. USA: Congressional Research Service .
Li, C. (2016, Agustus 30). Retrieved from www.brookings.edu:
https://www.brookings.edu/opinions/assessing-u-s-china-relations-under-the-obama-administration/
Lyne, C. (2008). China's Challenge to US Hegemony . Current History, 13.
Martha L. Cottam, Beth Dietz-Uhler, Elena Mastors, Thomas Preston. (2010). Introduction to Political Psychology. New York: Psychology Press.
Morrison, W. M. (2018). China-US Trade Issues. Congressional Research Service, 1.
SURAT KABAR OLINE :
Babones, S. (2015, June 11). Retrieved from https://nationalinterest.org/feature/american-hegemony-here-stay-13089
Bader, J. A. (2016, Agustus 29). Retrieved from https://www.brookings.edu/blog/order-from-chaos/2016/08/29/obamas-china-and-asia-policy-a-solid-double/
Finance, D. (2018, December 17). Detik Finance. Retrieved from Detik Finance:
Pillalamarri, A. (2017, November 3). Retrieved from
https://www.theamericanconservative.com/articles/the-five-best-u-s-foreign-policy-presidents/
Rudd, K. (2018, Desember 14). Retrieved from project-syndicate: https://www.project-
syndicate.org/commentary/united-states-china-relations-in-2019-by-kevin-rudd-2018-12
Treasury, U. D. (2016, Juli 6). Retrieved from www.treasury.gov: www.treasury.gov/press-Center/press-release/
Watanabe, T. (2014, Januari 31). Retrieved from tokyofoundation.org:
http://www.tokyofoundation.org/en/articles/2014/us-engagement-policy-toward-china
Seminar Pappers :
Thomas Heberer, Anjs D. Senz. (2007). China's Significance in International Politics. Discussion Papers.
Wei, S.-J. (1995). The Open Door Policy and China's Rapid Growth : Evidence from City-Level Data.
Growth Theories in Light of the East Asian Experience, 74.
140
Discussion and feedback