EVALUATION OF THE NUTRITION CONTENT OF BROILER RATION STARTER PHASE FERMENTED USING LIGNOCELLULOLYTIC PROBIOTIC BACTERIA
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
F APET UNUD

Submitted Date: April 20, 2022
Accepted Date: September 3, 2022
Editor-Reviewer Article :D.P. M.A. Candrawati & A.A. Pt. Putra Wibawa
EVALUASI KANDUNGAN NUTRISI RANSUM BROILER FASE STARTER YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN BAKTERI PROBIOTIK LIGNOSELULOLITIK
Lisandy, M. A. R., I M. Mudita, N. N. Suryani
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected] , Telp. 0895375843850
ABSTRAK
Upaya untuk meningkatkan performa broiler dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi fermentasi pada ransum dengan bakteri probiotik lignoselulolitik. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi ransum broiler fase starter yang difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik dan mengetahui bakteri terbaik dari hasil fermentasi ransum. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan, yaitu ransum broiler fase starter difermentasi tanpa inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik (RB0), ransum broiler fase starter difermentasi dengan inokulum Bacillus subtilis BR4LG (RB1), ransum broiler fase starter difermentasi dengan inokulum Bacillus sp. BT3CL (RB2), dan ransum broiler fase starter difermentasi dengan inokulum Bacillus sp. BT8XY (RB3). Masing-masing perlakuan ditambahkan inokulum sebanyak 5%. Variabel yang diamati yaitu, bahan kering, bahan organik, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan energi bruto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bakteri probiotik lignoselulolitik pada ransum mampu meningkatkan (P<0,05) kandungan bahan kering, abu, protein kasar, lemak kasar, dan energi bruto (P>0,05), serta menurunkan (P<0,05) kandungan bahan organik dan serat kasar terhadap ransum yang difermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian bakteri probiotik lignoselulolitik memberikan pengaruh terhadap kandungan nutrisi ransum. Bakteri terbaik dalam penelitian ini adalah bacillus sp. BT3CL karena memiliki kandungan nutrisi tertinggi pada protein kasar 21,16% dan energi bruto 3,92 kkal/gr, serta kandungan nutrisi terendah pada serat kasar 2,48%, dan lemak kasar 10,37%.
Kata kunci: bakteri probiotik lignoselulolitik, ransum broiler fase starter, kandungan nutrisi ransum.
EVALUATION OF THE NUTRITION CONTENT OF BROILER
RATION STARTER PHASE FERMENTED USING LIGNOCELLULOLYTIC PROBIOTIC BACTERIA
ABSTRACT
Efforts to improve broiler performance can be done by using fermentation technology on rations with lignocellulolytic probiotic bacteria. This research was carried out to know the nutritional content of the starter phase of broiler rations fermented using lignocellulolytic probiotic bacteria and know the best bacteria from the fermented rations. This study used a completely randomized design (CRD) with four treatments and four replications, namely fermented starter phase broiler ration without lignocellulolytic probiotic bacteria (RB0) inoculum, fermented starter phase broiler ration with Bacillus subtilis BR4LG (RB1) inoculum, broiler ration phase starter fermented with inoculum Bacillus sp. BT3CL (RB2), and fermented starter phase broiler ration with Bacillus sp. BT8XY (RB3). Each treatment added 5% inoculum. The variables observed were dry matter, organic matter, ash, crude protein, crude fiber, crude fat, and gross energy. The results showed that the use of lignocellulolytic probiotic bacteria in the diet was able to increase (P<0,05) the content of dry matter, ash, crude protein, crude fat, and gross energy (P>0,05), and decrease (P<0,05) content of organic matter and crude fiber in fermented rations without lignocellulolytic probiotic bacteria. Based on the results of the study, it can be concluded that the administration of lignocellulolytic probiotic bacteria has an effect on the nutritional content of the ration. The best bacteria in this study was Bacillus sp. BT3CL because it has highest nutritional content in crude protein content by 21,16% and gross energy of 3,92 kcal/gr, and the lowest nutrient content in crude fiber 2,48% and crude fat 10,37%.
Keywords: lignocellulolytic probiotic bacteria, broiler ration starter phase, feed nutritional content.
PENDAHULUAN
Sektor peternakan broiler sampai saat ini masih menjadi prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan protein asal hewani masyarakat, karena keunggulannya yakni memiliki pertumbuhan yang cepat. Namun ternak broiler juga memiliki kelemahan karena sangat rentan terhadap suatu penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme, lingkungan dan kekurangan salah satu unsur nutrisi dalam pakan sehingga dapat mempengaruhi laju pertumbuhannya. (Tamalluddin, 2012).
Umumnya peternak memberikan antibiotika kepada ternak sebagai imbuhan pakan untuk memacu pertumbuhannya (Bahri et al., 2005). Namun penggunaan Antibiotic growth Promoter (AGPs) dilarang karena memiliki dampak negatif seperti terdapat residu di dalam jaringan, resistensi antimikroba dan resistensi silang dalam terapi antimikroba sehingga dapat membahayakan kesehatan manusia (Mehdi et al., 2018).
Penggunaan probiotik dapat menjadi solusi untuk menggantikan pemakaian AGPs, karena penggunaan probiotik mampu meningkatkan nilai nutrisi dalam suatu pakan, merangsang produksi enzim dalam saluran cerna dan dihasilkan vitamin serta substansi antimikrobial yang dapat menjaga kesehatan saluran pencernaan (Sumarsih et al., 2012). Dalam penelitian Mudita (2019) terdapat bakteri probiotik lignoselulolitik yang berhasil diisolasi dari cairan rumen sapi bali dan rayap diantaranya bacillus subtilis BR4LG yang memiliki efektivitas yang tinggi dalam mendegradasi kandungan lignin dengan menghasilkan luas zona bening sebesar 0,237 cm pada substrat asam tanat, 0,660 cm dan 0,343 cm pada substrat dedak padi dan jerami padi, bacillus sp. BT3CL mempunyai efektivitas tinggi untuk mendegradasi selulosa dengan menghasilkan luas zona bening sebesar 0,697 cm pada CMC, 0,643 cm pada avicel, 0,821 cm pada dedak padi dan 0,616 cm pada jerami padi. Serta bacillus sp. BT8XY mampu menghasilkan efektivitas yang tinggi dalam mendegradasi hemiselulosa (xylan) dengan menghasilkan luas zona bening sebesar 0,822 pada substrat Xylan, 0,835 pada substrat dedak padi, dan 0,769 pada substrat jerami padi. Lebih lanjut disebutkan bahwa bacillus subtilis BR4LG memiliki kekerabatan dengan bacillus sp. Strain YB-4 yang dapat berperan sebagai probiotik. Pada hasil penelitian Dewi et al. (2020) disebutkan bahwa penambahan bakteri probiotik lignoselulolitik sebanyak 5% dalam air minum mampu meningkatkan penampilan broiler pada umur 14-35 hari (Dewi et al., 2020).
Penambahan probiotik melalui ransum sendiri dapat dilakukan melalui teknik fermentasi sehingga mikroorganisme probiotik dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik serta berkolonialisasi dengan partikel pakan (Chiquette, 2009; Mudita et al., 2019; 2020). Namun kandungan nutrisi dari ransum broiler fase starter yang difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik tersebut belum diketahui secara pasti, sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2021 di Stasiun Penelitian Sesetan dan Laboratorium Nutrisi dan Pakan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini tentang kandungan nutrisi ransum broiler fase starter yang difermentasi dengan bakteri probiotik lignoselulolitik.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam pembuatan ransum antara lain jagung kuning, dedak padi, tepung kedelai, daun kelor, tepung ikan, premix, garam dapur dan inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik (Bacillus subtilis BR4LG, Bacillus sp. BT3CL, dan Bacillus sp. BT8XY). Sedangkan bahan kimia yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain asam sulfat (H2SO4) pekat, natrium hidroksida (NaOH) 50% (50g/100 ml), asam klorida (HCl) 0,1 N, tablet katalis (1 g Na2SO4 + 10 mg Se), indikator campuran (20 ml bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alcohol) yang digunakan untuk menentukan protein kasar (PK). Penentuan serat kasar (SK) menggunakan zat kimia H2SO4 0,3N, NaOH 1,5 N, alcohol (ethanol) dan aseton. Penentuan kandungan lemak kasar (LK) menggunakan zat kimia petroleum benzena B.P. 60-80oC atau heksana. Penentuan energi bruto menggunakan zat kimia natrium benzoat, oksigen, air pendingin, natrium karbonat, dan.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan ransum antara lain timbangan kapasitas 10 kg dan timbangan digital dengan kepekaan 100 gr, terpal yang akan digunakan sebagai alas untuk pencampuran pakan, kantong plastik, label, tali raffia dan isolasi. Alat-alat yang digunakan dalam analisis proksimat dari ransum broiler fase stater yang difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik adalah blender, kantong kertas, oven, cawan porselin, neraca analitik, desikator, pinset, tanur listrik, penangas pasir, kondensor, labu kjeldahl, labu ukur, alat destruksi, alat destilasi, Erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, rak tabung, botol semprot, pengaduk magnet, corong buncher, kondensor, pompa vakum, ekstractor soxhlet, alumunium foil, kertas saring, dan bomb calorimeter.
Susunan ransum broiler fase starter
Adapun susunan ransum dan kandungan nutrisi broiler fase starter sebelum di fermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik tertera didalam Tabel 1 dan Tabel 2 dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel 1. Komposisi ransum broiler fase starter
Bahan Pakan |
Komposisi (%) |
Jagung Kuning |
57 |
Dedak Padi |
14 |
Tepung Kedelai |
10 |
Daun kelor |
5 |
Tepung ikan |
12.5 |
premix Garam Dapur |
1 |
0,5 | |
Total |
100% |
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum broiler fase stater percobaan | |
Kandungan Nutrisi Jumlah |
Standar* |
Energi Metabolisme (kkal/kg) |
3.075,11 |
min 2900 |
Protein Kasar (%) |
19,34 |
min 19 |
Lemak Kasar (%) |
7,34 |
maks 7,4 |
Serat Kasar (%) |
3,94 |
maks 6,0 |
Kalsium (Ca) (%) |
0,96 |
0,90-1,20 |
Fosfor (P) (%) |
0,67 |
min 0,40 |
Lisin (%) |
1,03 |
min 1,10 |
Metionin (%) |
0,40 |
min 0,40 |
Sumber :*Standar SNI (2006)
Metode
Rancangan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan4 perlakuan dan 4 ulangan. Keempat perlakuan tersebut adalah:
RB0 : Ransum broiler difermentasi tanpa inokulum bakteri probiotik
lignoselulolitik
RB1 : Ransum broiler difermentasi menggunakan inokulum Bacillus subtilis
BR4LG sebanyak 5% dari total ransum | |
RB2 |
: Ransum broiler difermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5% dari total ransum |
RB3 |
: Ransum broiler difermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5% dari total ransum |
Pembuatan inokulum
Isolat (sumber inokulum)
Isolat yang digunakan dalam penelitian pembuatan ransum broiler ini adalah bakteri probiotik lignoselulolitik unggul yang berasal dari cairan rumen sapi bali dan rayap hasil isolasi Mudita (2019) antara lain Bacillus subtilis BR4LG, Bacillus sp. BT3CL, Bacillus sp. BT8XY. Kualitas dari masing-masing isolat bakteri bakteri probiotik lignoselulolitik tertera pada tabel 3.
Tabel 3. Kemampuan degradasi serat kasar dan aktivitas enzim bakteri probiotik
lignoselulolitik
Isolat Bakteri Probiotik Lignoselulolitik | |||
Kualitas |
BR4LG |
BT3CL |
BT8XY |
Degradasi substrat (cm/15µl isolat) | |||
1. Asam Tanat |
0,237 |
- |
- |
2. CMC |
- |
0,697 |
- |
3. Avicel |
- |
0,643 |
- |
4. Xylan |
- |
- |
0,822 |
5. Dedak Padi |
0,660 |
0,821 |
0,835 |
6. Jerami Padi |
0,343 |
0,616 |
0,769 |
Aktivitas Enzim setelah inkubasi 30 menit |
(U = mmol/ml/menit |
) | |
1. Ligninase |
0,788 |
0,779 |
0,768 |
2. Endoglukanase |
14,75 |
17,85 |
14,39 |
3. Eksoglukanse |
14,46 |
15,78 |
14,64 |
4. Xylanase |
228,94 |
237,67 |
243,38 |
Sumber : Mudita (2019); Prabowo et al. (2021)
Medium inokulum
Medium yang digunakan dalam pembuatan inokulum adalah molasses 10%, Nutrient Bort (NB) 1%, urea 0,5%, CMC 0,01%, pignox 0,15%, asam tanat 0,01%, garam dapur 0,25% ZA 0,5% dan air sebagai pelengkap (Mudita, 2019).
Produksi inokulum
Proses yang dilakukan dalam produksi inokulum adalah dengan cara mencampurkan 10% kultur bakteri (sesuai dengan perlakuan) pada 90% medium inokulum dalam keadaan anaerob dengan tetap dialiri gas CO2, setelah itu diinkubasi pada suhu 37,5oC dengan waktu 7 hari (Mudita, 2019).
Pembuatan dan teknik fermentasi ransum broiler fase starter
Timbang bahan penyusun ransum sesuai dengan persentase yang telah ditetapkan dan kebutuhan produksi setelah itu ransum dicampur hingga homogen, lalu tambahkan inokulum
bakteri probiotik lignoselulolitik sebanyak 5% dari total ransum yang diproduksi dalam bentuk cair. Kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi selama 7 hari dalam kondisi anaerob. Setelah proses fermentasi selesai, dilanjutkan dengan proses pelleting dan pengeringan bertingkat pada suhu 40oC (selama 1 hari), 45oC (selama 2 hari) dan 50oC (selama 2 hari). Setelah itu dilaksanakan evaluasi kualitas produk.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), kandungan abu, bahan organik (BO) dan Energi bruto (GE).
Analisis Data
Data yang telah diperoleh dalam pelaksanaan penelitian ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan sidik ragam, apabila rataan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) pada peubah,maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Kering (BK)
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukan bahwa ransum broiler fase starter pada perlakuan RB3 mengalami peningkatan kandungan bahan kering berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan RB2, RB1, dan RB0 masing-masing sebesar 0,41%, 0,48% dan 0,56%. Sedangkan pada perlakuan RB2, RB1, dan RB0 memiliki hasil analisis statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 4). Adanya peningkatan kandungan bahan kering khususnya pada perlakuan RB3 tersebut diduga akibat terjadinya peningkatan kandungan bahan anorganik/abu pada ransum. Pernyataan tersebut sesuai dengan Rifai (2021) yang menyatakan bahwa bahan kering terdiri atas bahan organik dan bahan anorganik. Menurut Chandra et al. (2015) disebutkan bahwa mikroba dapat menghasilkan enzim ligninase untuk merombak senyawa lignin menjadi mineral organik/organomethalic. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Prabowo et al. (2021) yang menyebutkan bahwa bakteri bacillus sp. BT8XY selain memiliki aktivitas enzim xylanase yang tinggi juga mampu menghasilkan enzim ligninase (Tabel 3). Pada penelitian Setyawati (Unpublished) disebutkan bahwa ransum broiler fase starter yang difermentasi dengan bacillus sp. BT8XY memiliki populasi bakteri sebesar 21,75 x 105 cfu/ml dan pH ransum sebesar 4,40 lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya. Tingginya pH pada perlakuan tersebut diduga dapat meningkatkan aktivitas enzim ligninase, menurut ilmi et al. (2013) aktivitas enzim lignin peroksidase Gliomatix sp. pada pH 4-5 memiliki aktivitas tertinggi dengan suhu 25-30oC. Dugaan lain dari meningkatnya kandungan bahan kering adalah pertumbuhan mikroorganisme yang bertambah banyak sehingga kandungan air pada ransum mengalami penurunan (Zega et al., 2017). Lebih lanjut disebutkan kandungan air yang menurun pada ransum disebabkan karena proses fermentasi menghasilkan panas dan menyebabkan sebagian air akan menguap. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Awiyanata et al. (2021) yang menyatakan bahwa adanya peningkatan akselerator akan mempercepat proses fermentasi sehingga akan meningkatkan kandungan bahan kering dan kandungan H2O menjadi turun. Sementara menurut Asmara et al. (2020) menyebutkan bahwa penggunaan inokulum saat proses ensilase mampu mengurangi terjadinya leaching atau hanyutnya kandungan nutrien, peningkatan bahan kering tersebut diakibatkan dari bertambahnya pasokan nutrien yang berasal dari tubuh mikroorganisme. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Hespel dan Bryant (1997) dalam Kristianti et al. (2015) disebutkan bahwa sel tubuh bakteri terdiri dari 32 – 42% protein murni, 10% senyawa nitrogen, 8% asam nukleat, 11-15% lipid, 17% karbohidrat dan 13% abu.
Hasil persentase bahan kering dari keempat perlakuan tersebut, perlakuan RB0 memiliki kandungan yang lebih rendah (Tabel 4). Hal tersebut dapat disebabkan karena rendahnya populasi mikroba sehingga sumbangan nutrien dari sel tubuh mikroba menjadi rendah. Hasil penelitian Setyawati (Unpublished) menunjukkan bahwa ransum broiler fase starter pada perlakuan RB0 memiliki total populasi bakteri sebesar 7,75 x 105 cfu/ml dengan kandungan pH sebesar 4,17 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Rendahnya pH tersebut diakibatkan karena adanya aktivitas bakteri yang bersumber dari luar/alam yang akan memanfaatkan bahan kering untuk memproduksi asam laktat, maupun asam-asam organik lainnya termasuk asam asetat yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan kandungan bahan kering maupun derajat keasaman pada ransum (Kuncoro et al., 2015). Selain itu Surono et al. (2006) menyebutkan bahwa proses ensilase dapat meningkatkan kandungan air pada pakan yang menyebabkan kandungan bahan kering dalam pakan akan menurun dan terjadi peningkatan kehilangan bahan kering, sehingga semakin tinggi air yang dihasilkan selama proses ensilase maka penurunan bahan kering mengalami peningkatan.
Tabel 4. Kandungan nutrisi ransum broiler fase starter yang difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik
Variabel |
Perlakuan(1) |
SEM(2) | |||
RB0 |
RB1 |
RB2 |
RB3 | ||
Bahan kering (%) |
97,63a 3) |
97,71a |
97,78a |
98,18b |
0,07 |
Bahan organik (%) |
89,46b |
89,40b |
89,40b |
88,76a |
0,15 |
Abu (%) |
10,54a |
10,60a |
10,60a |
11,24b |
0,15 |
Protein kasar (%) |
19,96a |
20,37b |
21,16c |
20,31b |
0,11 |
Serat kasar (%) |
4,06b |
2,60a |
2,48a |
2,76a |
0,11 |
Lemak kasar (%) |
10,81a |
11,52b |
10,37a |
10,43a |
0,14 |
Energi bruto (Kkal/g) |
3,79a |
3,91a |
3,92a |
3,89a |
0,04 |
Keterangan:
1) RB0 : Ransumbroiler difermentasi tanpa inokulumbakteri probiotik lignoselulolitik sebagai kontrol
RB1 : Ransum broiler difermentasi menggunakan inokulum Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5 %
dari total ransum
RB2 : Ransum broiler difermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5 % dari
total ransum
RB3 : Ransum broiler difermentasi menggunakan inokulum Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5 % dari total ransum
2) Standard Error of theTreatment Means
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Bahan organik (BO)
Ransum broiler fase starter hasil fermentasi pada perlakuan RB3 mengalami penurunan kandungan bahan organik dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan RB2, RB1, dan RB0 sebesar 0,72%, 0,72% dan 0,79%. Sedangkan kandungan bahan organik dari ransum hasil fermentasi pada perlakuan RB2, RB1, dan RB0 secara statistik menunjukan berbedaan yang tidak nyata (P>0,05) (Tabel 4). Penurunan kandungan bahan organik tersebut disebabkan dari aktivitas bakteri dalam mendegradasi substrat sehingga mempermudah kerja bakteri dalam mencerna bahan organik (Novianty, 2014). Umumnya bakteri akan memanfaatkan karbohidrat yaitu BETN yang tersusun atas pati dan gula untuk menghasilkan asam laktat, selain itu selama proses fermentasi berlangsung mikroorganisme akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang digunakan untuk mendegradasi ikatan lignoselulosa yang terdapat pada serat kasar seperti selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa sehingga akan dimanfaatkan mikroba sebagai sumber makanan (Novianty, 2014; Suningsih et al., 2019). Pernyataan tersebut juga didukung oleh Kasmiran (2011) yang menyatakan bahwa penurunan bahan organik terjadi karena kapang akan melakukan perombakan karbohidrat dan protein. Selain itu selama proses fermentasi berlangsung akan terjadi perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang disertai dengan pelepasan nutrien dalam bentuk gas yang mudah menguap seperti VFA, CH4, CO2, H2, N2 dan H2S (Amanda, 2018). Semakin
tinggi bahan organik yang didegradasi maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan pada kandungan abu (Rahman et al., 2018). Sumbangan kandungan abu tersebut disebabkan karena adanya perombakan kandungan lignin oleh enzim ligninase sehingga menghasilkan mineral organik/organomethalic (Chandra et al., 2015). Hasil penelitian Prabowo et al. (2021) menyebutkan bahwa bakteri bacillus sp. BT8XY selain memiliki aktivitas enzim xylanase yang tinggi juga mampu menghasilkan enzim ligninase (Tabel 3). Pada penelitian Setyawati (Unpublished) disebutkan bahwa pada ransum fermentasi broiler fase starter perlakuan RB3 memiliki total bakteri sebesar 21,75 x 105 cfu/ml dengan pH ransum tertingi sebesar 4,40. Tingginya pH pada perlakuan tersebut yang diimbangi dengan populasi bakteri yang tinggi diduga dapat meningkatkan aktivitas enzim ligninase, menurut ilmi et al. (2013) aktivitas enzim lignin peroksidase Gliomatix sp. pada pH 4-5 memiliki aktivitas tertinggi dengan suhu 25-30oC.
Abu
Kandungan bahan anorganik (abu) yang terdapat pada perlakuan RB3 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,69%, 5,69%, dan 6,23% berbeda nyata (P<0,05) terhadap perlakuan RB2, RB1, dan RB0. Sementara itu kandungan abu yang terdapat pada perlakuan RB2, RB1, dan RB0 secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) (Tabel 4). Peningkatan kandungan abu tersebut diiringi dengan menurunnya kandungan bahan organik, karena dimanfaatkan oleh bakteri sehingga terjadi peningkatan populasi (Asmara et al., 2020). Menurut Rahman et al. (2018) tingginya kandungan bahan organik yang didegradasi maka akan menyebabkan kandungan abu meningkat. Hal tersebut disebabkan karena adanya aktivitas enzim ligninase dalam mendegradasi senyawa lignin menjadi mineral organik/organomethalic (Chandra et al., 2015). Menurut Prabowo et al. (2021) bakteri bacillus sp. BT8XY juga dapat menghasilkan enzim ligninase (Tabel 3). Pada penelitian Setyawati (Unpublished) disebutkan bahwa ransum broiler fase starter yang difermentasi dengan bacillus sp. BT8XY memiliki populasi bakteri sebesar 21,75 x 105 cfu/ml dan pH ransum sebesar 4,40 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Tingginya populasi bakteri dan pH pada bakteri bacillus sp. BT8XY diduga dapat meningkatkan aktivitas enzim ligninase, menurut ilmi et al. (2013) aktivitas enzim lignin peroksidase Gliomatix sp. pada pH 4-5 memiliki aktivitas tertinggi dengan suhu 25-30oC. Selain adanya aktivitas enzim ligninase yang tinggi, sel tubuh bakteri diduga memiliki kandungan abu sehingga menyebabkan adanya sumbangan kadar abu pada ransum.
Menurut Hespel dan Bryant (1997) dalam Kristianti et al. (2015) disebutkan bahwa sel tubuh bakteri memiliki kandungan abu sebesar 13%.
Kandungan abu dalam suatu ransum akan mempengaruhi tingkat kecernaan dan penyerapan kandungan nutrisi ransum pada ternak, karena abu adalah bahan anorganik yang tidak bisa tercerna secara kimiawi didalam tubuh (Wijiatmo et al.,2019). Berdasarkan tabel kebutuhan nutrisi SNI (2006) pada broiler fase starter disebutkan bahwa persyaratan mutu kandungan abu dalam ransum adalah maksimal 8%. Pada penelitian ini kandungan abu dari keempat perlakuan memiliki kadar abu yang melebihi standar, selain dari tingginya populasi mikroba dan tingginya aktivitas mikroba dalam mendegradasi bahan organik, hal tersebut mungkin dapat disebabkan dari kontaminasi benda-benda asing pada saat pembuatan pelet atau penjemuran pelet, putaran logam dan gesekan yang terjadi saat proses pelleting dimungkinkan akan mempengaruhi kandungan bahan anorganik pada pelet yang dibuat menjadi lebih tinggi (Wijiatmo et al., 2019). Selain itu Murca (2007) menyebutkan bahwa kandungan abu dapat dipengaruhi oleh berbagai macam bahan dan proses pencampurannya.
Protein Kasar
Kandungan protein kasar pada perlakuan RB3 dan RB1 masing-masing berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan RB0 sebesar 1,72% dan 2,01%. Kandungan protein pada perlakuan RB2 memiliki hasil berbeda nyata lebih tinggi (P<0,05) 4,01% dari RB3, 3,73% dari RB1, dan 5,67% dari RB0. Sedangkan pada perlakuan RB1 dan RB3 memiliki hasil statistik berbeda tidak nyata (P<0,05) (Tabel 4). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penggunaan bakteri probiotik lignoselulolitik pada ransum mampu memberikan pengaruh terhadap perubahan kandungan protein kasar menjadi lebih tinggi. Meningkatnya kandungan protein selama proses fermentasi disebabkan karena enzim yang diproduksi oleh bakteri mampu melonggarkan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga protein yang terikat pada lignin akan lepas (Hidayat et al., 2015). Selain itu Widodo (2020) menyebutkan bahwa bakteri probiotik lignoselulolitik sendiri merupakan sumber protein. Lebih lanjut disebutkan bahwa selama proses ensilase berlangsung, bakteri akan melepaskan binding protein yang kemudian diubah menjadi protein available.
Pada penelitian Mudita (2019) disebutkan bahwa tingginya kandungan nutrien, populasi bakteri, kuantitas dan kualitas lignoselulase serta kemampuan bakteri dalam merombak lignoselulosa pada bahan pakan dapat meningkatkan kandungan protein kasar pada bahan. Berdasarkan hasil penelitian Setyawati (Unpublished) disebutkan bahwa ransum fermentasi
broiler fase starter pada RB2 menghasilkan jumlah populasi bakteri tertinggi sebesar 25,5 x 105 cfu/ml. Tingginya populasi dan aktivitas bakteri dapat meningkatkan kemampuannya dalam mendegradasi substrat jauh lebih baik serta suplai protein yang berasal dari sel tubuh mikroba akan semakin tinggi yang akan berdampak pada peningkatan kandungan protein dalam ransum (Mudita, 2019; Mudita et al., 2019; 2020). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Hespel dan Bryant (1997) dalam Kristianti et al. (2015) bahwa sel tubuh bakteri terdiri dari 32 – 42% protein murni.
Serat kasar
Kandungan serat kasar yang terdapat pada perlakuan RB3, RB2, RB1 memiliki hasil statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), namun terhadap perlakuan RB0 kandungan serat kasar tersebut mengalami penurunan berbeda nyata (P<0,05) masing-masing sebesar 47,10%, 63,71% dan 56,16% (Tabel 4). Penurunan kandungan serat kasar yang terjadi selama proses fermentasi disebabkan dari aktivitas bakteri probiotik lignoselulolitik dalam mendegradasi komponen lignoselulosa yang terdapat dalam ransum. Rendahnya serat kasar yang terkandung didalam RB2 disebabkan karena tingginya populasi mikroba dalam ransum fermentasi broiler fase starter pada perlakuan tersebut sebesar 25,5 x 105 cfu/ml dengan kadar pH sebesar 4,31 (Setyawati, unpublished;). Tingginya populasi bakteri tersebut diimbangi dengan aktivitas bakteri yang tinggi dalam menghasilkan enzim selulase yang menyebabkan kandungan serat kasar dapat menurun. Bakteri bacillus sendiri memiliki kemampuan mendegradasi selulase pada kisaran pH 4-9 (Susanti 2011). Selain itu Karo et al. (2021) juga menyebutkan bahwa populasi mikroba yang tinggi akan menurunkan kandungan serat kasar pada bahan. Widodo (2020) juga menyebutkan bahwa jumlah bakteri asam laktat memiliki pengaruh terhadap penurunan serat kasar dari silase pakan komplit.
Tingginya kandungan serat kasar pada RB0 disebabkan karena memiliki total bakteri yang terdapat pada ransum tersebut lebih rendah sebesar 7,75 x 105 cfu/ml (Setyawati, Unpublished) dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga kemampuan dalam mendegradasi serat kasar menjadi lebih rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh Pratiwi et al. (2015) yang menyebutkan bahwa jumlah bakteri asam laktat yang kecil akan menyebabkan kemampuannya dalam memecah gula sederhana yang dikonversi menjadi asam organik menjadi rendah, sehingga kemampuan asam organik dalam mendegradasi komponen serat akan menjadi lebih rendah.
Lemak kasar
Ransum broiler fase starter hasil fermentasi pada perlakua RB3, RB2, dan RB0 memiliki kandungan lemak kasar berbeda tidak nyata (P>0,05). Sementara pada perlakuan RB1 kandungan lemak kasar ransum mengalami peningkatan yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan RB3, RB2, dan RB0 masing-masing sebesar 9,46%, 9,98%, dan 6,16% (Tabel 4). Adanya peningkatan kandungan lemak kasar pada perlakuan RB1 diduga akibat aktivitas enzim pada mikroba yang diisolasi dari rumen sapi bali lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas enzim pada mikroba yang dihasilkan oleh rayap, sehingga akan mempengaruhi kemampuannya dalam mendegradasi senyawa kompleks. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mudita (2019) yang menyebutkan bahwa kemampuan degradasi substrat dedak padi dan jerami padi dari mikroba asal rayap menghasilkan luas zona bening yang lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan mikroba asal rumen sapi bali (Tabel 3).
Selain itu pada penelitian Setywati (Unpublished) disebutkan bahwa total bakteri pada ransum broiler fase starter yang difermentasi menggunakan bacillus subtilis BR4LG sebesar 19,75 x 105 cfu/ml. Sehingga akibat dari rendahnya kemampuan mikroba bacillus subtilis BR4LG dalam proses penguraian senyawa kompleks khususnya lemak diiringi dengan populasi bakteri yang tinggi akan menyebabkan terjadinya sumbangan lemak dari sel tubuh mikroba dan menyebabkan lemak ransum menjadi meningkat. Sementara menurut Yuniasari et al. (2017) menyebutkan bahwa peningkatan kandungan lemak kasar pada fermentasi tepung singkong diakibatkan karena aktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan minyak mikroba selama proses fermentasi berlangsung, karena mikrooganisme merupakan sel hidup yang dapat menghasilkan lipid atau lemak. Pernyataan tersebut didukung oleh Hespel dan Bryant (1997) dalam Kristianti et al. (2015) bahwa sel tubuh bakteri terdiri dari 32 – 42% protein murni, 10% senyawa nitrogen, 8% asam nukleat, 11-15% lipid, 17% karbohidrat dan 13% abu.
Energi bruto
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan energi bruto yang terdapat pada ransum broiler fase starter baik pada ransum yang difermentasi menggunakan bacillus sp. BT8XY (RB3), bacillus sp. BT3CL (RB2), bacillus sp. BT3CL (RB1), dan ransum yang difermentasi tanpa menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik (RB0) memiliki hasil analisis statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). (Tabel 4). Adanya peningkatan kandungan energi bruto yang tidak terjadi secara signifikan baik pada perlakuan RB1, RB2, dan RB3
dibandingkan dengan RB0 tersebut diduga akibat adanya penurunan kandungan bahan organik pada ransum yang difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik yang menyebabkan terjadinya perubahan kandungan nutrien pada ransum. Meningkatknya kandungan energi bruto pada perlakuan disebabkan karena selama proses fermentasi berlangsung terjadi peningkatan populasi mikroba yaitu bakteri asam laktat (Hartawan, 2007). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian Setyawati (Unpublsihed) yang menyebutkan bahwa penambahan inokulum bakteri probiotik lignoselulolitik pada ransum dapat meningkatkan populasi bakteri (Lampiran 1). Pada penelitian Wea et al. (2021) disebutkan bahwa banyaknya mikroba yang aktif selama proses fermentasi berlangsung akan menyebabkan tingginya jumlah protein kasar yang terkandung sehingga membuat kandungan energi bruto dalam pakan akan meningkat. Selain itu Wibawa et al. (2015) menyebutkan bahwa peningkatan kandungan energi juga disebabkan karena hasil degradasi serat kasar yang diubah menjadi glukosa.
Rendahnya kandungan energi bruto pada perlakuan RB0 tersebut disebabkan karena pada perlakuan ini ransum tidak difermentasi menggunakan inokulum seperti pada perlakuan lainnya, sehingga menyebabkan aktivitas dan total populasi mikroba yang terkandung tidak dapat meningkatkan kandungan protein ransum secara signifikan dan menyebabkan kandungan energi bruto lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Rasum broiler fase starter yang difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik mampu memberikan pengaruh terhadap perubahan kandungan nutrisi ransum dimana pada perlakuan RB1 memiliki kandungan nutrisi tertinggi pada lemak kasar sebesar 11,52%, sedangkan perlakuan RB2 memiliki kandungan protein kasar tertinggi sebesar 21,16% serta serat kasar terendah sebesar 2,48% dan pada perlakuan RB3 memiliki kandungan bahan kering dan abu tertinggi masing-masing sebesar 98,18% dan 11,24%.. Penggunaan bakteri probiotik lignoselulolitik Bacillus sp. BT3CL pada ransum broiler fase starter memberikan hasil terbaik dengan menghasilkan kandungan protein kasar dan energi bruto tertinggi masing-masing sebesar 21,16% dan 3,92 kkal/gr, serta memiliki kandungan nutrisi terendah pada serat kasar 2,48% dan lemak kasar 10,37%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik khususnya bacillus sp. BT3CL pada fermentasi ransum boiler fase starter karena dapat menghasilkan kandungan nutrisi terbaik dengan meningkatkan kandungan protein kasar dan energi bruto serta dapat menurunkan kandungan serat kasar dan lemak kasar, namun penelitian ini perlu dilanjutkan dengan menggunakan dosis inokulum yang berbeda pada ransum broiler fase starter, agar dapat mengetahui perbandingan penggunaan dosis inokulum terhadap kandungan nutrisi ransum.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng, IPU. Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU dan seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data selama penelitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amanda, P. 2018. Evaluasi Kandungan Nutrisi, Produksi Gas, dan Degradasi Pakan In Vitro dari Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi dengan Aspergillus niger Iradiasi 500 Gy. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Asmara, N. D. E. A. D. P. S. M., I M. Mudita, dan N. P. Mariani. 2020. Nilai Organoleptik dan Kandungan Nutrien dari Silase Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) yang Difermentasi Inokulum Berbeda. Jurnal Peternakan Tropika. 8(3): 474-489.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/63695/36310
Awiyanata, R., Jiyanto, P. Anwar. 2021. Kualitas nutrisi silase kelapa sawit (pelepah dan daun) terhadap penambahan kombinasi molases dan bahan aditif cairan asam laktat. Jurnal Green Swarnadwipa. 10(3): 473-483
Bahri, S., E. Masbulan, dan A. Kusumaningsih. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. Jurnal Litbang Pertanian. 24 (1) :27-35.
Chandra, R., S. Yadav, dan V. Kumar. 2015. Microbial Degradation of Lignocellulosic Waste and Its Metabolic Products. Chapter 10. Environment Waste Management. Simon Fraser University.
Chiquette, J. 2009. The Role of Probiotics in Promoting Dairy Production. WCDS Advances in Dairy Technology Vol. 21: 143-157.
Dewi, R. A. S., I. G. Mahardika, I M. Mudita. 2020. Pengaruh pemberian probiotik bakteri bacillus subtilis strain BR2CL atau bacillus sp. strain BT3CL terhadap penampilan ayam broiler. Jurnal Peternakan Tropika. 8(1): 74-88.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/60467/35000
Flint, J. F., dan M. R. Garner. 2009. Feeding beneficial bacteria: A natural solution for increasing efficiency and decreasing patogens in animal agriculture. J. Appl. Poult. Res. 18; 367-378.
Hafni, W., D. Pujiastuti., dan W. Harjupa. 2015. Analisis variabilitas temperatur udara di daerah Kototabang periode 2003-2012. Jurnal Fisika Unand 4 (2): 185-192.
Hartawan M. 2007. Perubahan Mikrobiologis Selama Fermentasi Bebontot. Majalah Ilmiah Peternakan. 10 (2): 1040-1053.
Hidayat, M.N., A. Hifizah., K. Kiramang dan Astati. 2015. Rekayasa Komposisi Kimia Dedak Padi dan Aplikasinya Sebagai Ransum Ayam Buras. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Islam Negeri Alaudin, Makassar.
Howard, R. L., E. Abotsi, E. L. J. V. Rensburg, and S. Howard. 2003. Lignocellulose biotechnology: Issue of bioconversion and enzyme production. African Journal of Biotechnology 2 (12): 602- 619.
Ilmi, I. M., N. D. Kuswytasari. 2013. Aktifitas enzim lignin peroksidase oleh glomastix sp. T3.7 pada limbah bonggol jagung dengan berbagai pH dan suhu. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(1): 38-42
Karo, E. K., I M. Mudita, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2021. Kandungan nutrien silase jerami jagung yang difermentasi inokulum bakteri lignoselulolitik. Jurnal Peternakan Tropika. 9(2): 262-274. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/72652/39389
Kasmiran, A. 2011. Pengaruh lama fermentasi jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, dan abu. LENTERA. 11(1): 48-52.
Kristianti, N. W. D., I M. Mudita, dan N. W. Siti. 2015. Kandungan nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (Termites sp.). Jurnal Peternakan Tropika. 3(3): 443-457.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18605/12072
Kuncoro, D. C., Muhtarudin, dan F. Fathul. 2015. Pengaruh penambahan berbagai starter pada silase ransum berbasis limbah pertanian terhadap protein kasar, bahan kering, bahan organik, dan kandungan abu. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3(4): 234-238.
Mehdi, Y., M. P. Letourneau-Montminy, M. L. Gaucher, Y. Chorfi, G. Suresh, T. Rouissi, S. K. Brar, C. Cote, A. A. Ramirez, and S. Godbout. 2018. Use of antibiotics in broiler production: Global impacts and alternatives. Anim. Nutr. 4: 170-178.
Mousavi, S. M. A. A., H. M. Hosseini, and S. A. Mirhosseini. 2018. A review of dietary probiotics in poultry. J. Appl. Biotechnol. Rep. 5(2): 48-54.
Mudita, I M. 2019. Penapisan dan Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali dan Rayap Sebagai Inokulan dalam Optimalisasi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi Bali. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Mudita, I M., I G. L. O. Cakra, I G. Mahardika, I N. S. Sutama. 2019. Bakteri Lignoselulolitik. Biokatalis Pakan Limbah Pertanian. Penerbit: Swasta Nulus, Denpasar. ISBN. 978-623-7559-23-8
Mudita, I M., I W. Sukanata, I. B. G. Partama, I N. S. Sutama. 2020. Probiotik Bakteri Lignoselulolitik “Probio-BaliTani” Pengganti AGPs Peternakan Broiler. Penerbit: Swasta Nulus bekerjasama dengan Ps. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. ISBN: 978-623-7559-95-5
Murca, D. A. 2007. Pengaruh Fermentasi Serat Buah Kelapa Sawit terhadap Komposisi Kimia dan Kecernaan Nutrien secara In vitro. Tesis Pascasarjana Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Novianty, N. 2014. Kandungan Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Ransum Berbahan Jerami Padi Daun Gamal dan Urea Mineral Molases Liquid Dengan Perlakuan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makasar.
Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. de la Rubia, dan J. Martinez. 2002. Biodegradation and biological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin. An overview. Int. Microbiol. 5: 53-63.
Prabowo, F. D., I G. L. O. Cakra, dan I M. Mudita. 2021. Populasi bakteri dan aktivitas enzim dari biokatalis bakteri lignoselulolitik. Jurnal Peternakan Tropika. 9(1): 211226. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/71772/39022
Pratiwi, I., F. Fathul, dan Muhtarudin. 2015. Pengaruh penambahan berbagai starter pada pembuatan silase ransum terhadap kandungan serat kasar, lemak kasar, kandungan air, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen silase. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu 3(3): 116120.
Rahman, R., Lahming., R. Fadillah. 2018. Evaluasi Komponen Gizi Pada Pakan Udang Fermentasi. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. Vol 4:101-111
Rifai, A. 2021. Kandungan Bahan Kering, Bahan Organik dan BETN Ransum Komplit yang Difermentasi dengan Penambahan Bawang Putih. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Standar Nasional Indonesia- 01- 3930- 2006. Pakan Anak Ayam Ras Pedaging
(BroilerStarter). Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Steel dan Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sumarsih, S., B. Sulistiyanto, C. I. Sutrisno, dan E. S. Rahayu. 2012. Peran probiotik bakteri asam laktat terhadap produktivitas unggas. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 10 (1): 511-518.
Suningsih, N., W. Ibrahim, O. Liandris, dan R. Yulianti. 2019. Kualitas fisik dan nutrisi jerami padi fermentasi pada berbagai penambahan starter. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 14(2): 191-200.
Surono., M. Soejono, dan S.P.S. Budhi. 2006. Kehilangan Bahan Kering Dan Bahan Organik Silase Rumput Gajah Pada Umur Potong Dan Level Aditif Yang Berbeda. Jurnal Indo. Trop. Anim.Agric. 31 (1): 62-68
Susanti E, 2011. Optimasi produksi dan karakterisasi sistem selulase dari bacillus circulans strain lokal dengan induser avicel. Jurnal Ilmu Dasar Vol 12 (1): 40-49.
Susanti, F., M. Ichsan, dan N. K. D. Haryani. 2019. Performans broiler yang diberikan ransum berbasis jagung fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia. 5(1): 51-59.
Syamsuryadi, B. 2013. Performa Ayam Ras Pedaging dengan Berat Badan Awal Berbeda yang Dipuasakan Setelah Menetas. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tamalluddin, F. 2012. Broiler, 22 hari panen lebih untung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wea, R., B. B. Koten, dan C. A. Morelaka. 2021. Kandungan Energi Bruto, Energi Tercerna dan Energi Metabolis Pakan Cair Fermentasi Berbahan Biji Asam Utuh pada Babi Grower. Jurnal Ilmu Peternakan dan Veteriner Tropis. 11(2): 131-136
Wibawa, A. A. P., I W. Wirawan, dan I. B. G. Pratama. 2015. Peningkatan nilai nutrisi dedak padi sebagai pakan itik melalui biofermentasi dengan khamir. Majalah Ilmiah Peternakan. 18 (1): 11-16.
Widodo, M. A. 2020. Evaluasi Kandungan Nutrisi Silase Pakan Komplit Berbasis Limbah Tanaman Jagung (Zea mays) yang Difermentasi Menggunakan Probiotik Moiyl. Skripsi. Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian. Uiversitas Sumatera Utara.
Wijiatmo, A., Munasik, dan Bahrun. 2019. Pengaruh Perlakuan Pelleting dan Ensilase pada Ransum Komplit Ternak Kelinci Terhadap Kandungan Lemak Kasar dan Abu. Journal of Animal Science and Technology. 1(1): 57-64.
Yuniasari, R., S. Hartini, dan M. N. Cahyanti. 2017. Profil Protein dan Lemak Selama Proses Fermentasi Tepung Singkong dengan Biakan Angkak. Seminar Nasional Kimia 2017. ISBN: 978-602-73435-2-8.
Zega, A. D., I. Badarina, dan Hidayat. 2017. Kualitas gizi fermentasi ransum konsentrat sapi pedaging berbasis lumpur sawit dan beberapa bahan pakan lokal dengan bionak dan EM4. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 12(1): 38-46.
Lisandy, M. A. R., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 3 Th. 2022 : 611 – 629
Page 629
Discussion and feedback