THE EFFECT OF DECOMPOSITION TIME AND DOSE OF CHICKEN MANURE FERTILIZER ON GROWTH AND PRODUCT OF Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: April 6, 2022
Accepted Date: May 15, 2022
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A.A. Pt. Putra Wibawa
PENGARUH WAKTU DEKOMPOSISI DAN DOSIS PUPUK KOTORAN AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
Sembiring, E. C., M. A. P. Duarsa, dan N. N. C. Kusumawati
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail : 1803511007@student.unud.ac.id , Telp. +62 896-5888-9293
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. Penelitian berlangsung selama 3 bulan, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah perlakuan waktu dekomposisi 0 minggu (W0), 2 minggu (W2), 4 minggu (W4) dan faktor kedua adalah perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis terhadap semua variabel kecuali variabel berat kering daun, Variabel berat kering total hijauan, dan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang. Perlakuan waktu dekomposisi 0 minggu nyata memberikan respon lebih baik dibandingkan perlakuan waktu dekomposisi 2 dan 4 minggu. Dosis yang menunjukkan hasil terbaik pada pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha adalah pada dosis 30 ton ha-1. Disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis serta perlakuan waktu dekomposisi 0 minggu dan dosis 30 ton ha-1 memberikan respon terbaik pada pertumbuhan dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.
Kata kunci: Asystasia gangetica, dekomposisi, hasil, Kotoran Ayam, pertumbuhan
THE EFFECT OF DECOMPOSITION TIME AND DOSE OF CHICKEN MANURE FERTILIZER ON GROWTH AND PRODUCT OF Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine the effect of decomposition time and dose of chicken manure fertilizer on growth and product of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. The research conducted at Greenhouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University on Jalan Raya Sesetan Gang Markisa. The research performed for 3 months by utilizing a completely randomized design (RAL) with factorial patterns method. The first factor was the decomposition time on 0 week (W0), 2nd week (W2), and 4th week (W4). The second factor was the quantity of chicken manure fertilizer with variable dose from 0 ton ha-1 (D0), 10 tons ha-1 (D10), 20 tons ha-1 (D20), and 30 tons ha-1 (D30). There are in total 12 treatment combinations and each treatment was repeated for four times, hence total were 48 experimental units performed. The growth, yield, and plant growth characteristic were variables observed during this research. There was an interaction between decomposition time and dosage at all variables, with exception on the weight of dry leaves, total dry weight, and ratio between leaves & stem dry weight. The decomposition on 0 week showed result better than decomposition on 2nd and 4th week. The best dosage for Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha growth & product was observed at 30 tons ha-1. Based on above result, it is concluded that Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha reacts the best during decomposition on week 0 with 30 ton ha-1 dosage.
Keywords: Asystasia gangetica, decomposition, results, Chicken Manure, growth
PENDAHULUAN
Hijauan pakan ternak merupakan salah satu fakor penentu dalam usaha pengembangan peternakan ruminansia. Menurunnya produktivitas hijauan akan menjadi masalah dalam pengembangan usaha peternak ruminansia, sebaliknya produktivitas hijauan pakan yang baik akan mendukung pengembangan usaha peternakan tersebut. Menurut Farizaldi (2011), lebih dari 70% ransum ternak ruminansia terdiri atas pakan hijauan yang merupakan bagian terpenting dalam peternakan ruminansia. Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha adalah salah satu tanaman yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam penyediaan hijauan pakan bagi ternak.
Upaya dalam mengatasi permasalahan ketersediaan hijauan pakan dapat dilakukan dengan memanfaatkan gulma pertanian sebagai pengganti hijauan pakan unggul (Chee dan Faiz, 2000; Ali, 2010). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha merupakan salah satu jenis gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanian, tanaman ini termasuk kedalam spesies
tanaman keluarga Acantaceae yang memiliki potensi sebagai hijauan pakan (Suarna et al., 2019). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha merupakan salah satu gulma yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi sehingga berpotensi sebagai pakan ternak (Stur dan Shelton, 2000) Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha memiliki kandungan protein kasar hingga 33% tergantung pada bagian tumbuhan yang dimanfaatkan (Putra, 2018). Disamping memiliki kandungan nutrisi yang tinggi tumbuhan ini memiliki pertumbuhan yang cepat dan kompetitif serta sering kali digunakan sebagai pakan ternak ruminansia (Junedi, 2014). Tingginya daya cerna dan palatabilitas dari Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha menyebabkan tumbuhan ini digunakan sebagai pakan ternak (Grubben dan Denton 2004). Tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha ini bisa dijadikan pakan komersial dalam jangka panjang dengan menyediakan bahan tanam yang tersedia secara kontinyu dan terjaga kualitasnya.
Melihat manfaat Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha sebagai pakan sehingga perlu peningkatan produktivitas dengan jalan penambahaan unsur hara dengan pemanfaatan kotoran ayam sebagai pupuk yang baik. Pemupukan dapat menyediakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dengan pemberian dosis yang tepat diharapkan mampu meningktakan produktivitas tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Pemberian pupuk kotoran ayam dengan dosis yang tinggi pada tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tetapi memperlambat pertumbuhan generatifnya, sebaliknya pemberian pupuk kotoran ayam dengan dosis yang sedikit dapat menurunkan pertumbuhan vegetatif tetapi mempercepat pertumbuhan generatifnya (Wardjito et al., 1994). Pemupukan merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kekurangan hara, terutama nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang merupakan unsur-unsur hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Trisnadewi et al. (2012) bahwa pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga perkembangam akar lebih baik dan penyerapan unsur P dan K juga lebih tinggi. Ketersediaan N, P, dan K di dalam tanah adalah faktor yang paling membatasi untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil maksimum dari tanaman yang dibudidayakan.
Menurut Raihan (2000) bahwa penggunaan bahan organik pupuk kotoran ayam sebagai pemasok hara tanah dan meningkatkan retensi air yang dapat meningkatkan proses perombakan bahan organik akan banyak menghasilkan asam-asam organik, anion dari asam organik dapat mendesak fosfat yang terikat oleh Fe dan Al sehingga fosfat dapat terlepas dan
tersedia bagi tanaman. Penambahan kotoran ayam berpengaruh positif pada tanah masam berkadar bahan organik rendah karena pupuk organik mampu meningkatkan kadar P, K, Ca dan Mg tersedia. Menurut Ismaeil et al. (2012) pemberian pupuk kotoran ayam pada dosis 5 ton/ha dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sorgum dibandingkan dengan pemberian dosis pupuk kotoran ayam 2,5 ton/ha. Ketersediaan jenis unsur hara ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu faktor penentunya adalah jenis dan dosisi pupuk yang diberikan. Menurut Kusumawati et al. (2017) semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan semakin tinggi juga unsur hara yang tersedia bagi tanaman.
Sebelum pupuk organik dimanfaatkan oleh tanaman perlu dilakukan dekomposisi terlebih dahulu. Dekomposisi dapat melepas unsur makro dan mikro pada bahan organik sehingga dapat diserap oleh tanaman (Rao dan Subba, 1994; Murbandono, 1998). Proses dekomposisi memerlukan waktu, semakain lama waktu dekomposisi yang diberikan maka akan menghasilkan kualitas pupuk yang lebih baik.
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan memperoleh waktu dekomposisi dan dosis yang terbaik dari pemberian pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.
MATERI DAN METODE
Percobaan dilaksanakan di rumah kaca stasiun penelitian Fakultas Peternakan Universita Udayana dan berlangsung selama 12 minggu. Bibit yang digunakan adalah Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, sedangkan pupuk yang digunakan merupakan pupuk kotoran ayam. Percobaan mempergunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu waktu dekomposisi yang terdiri dari: 0 minggu (W0), 2 minggu (W2) dan 4 minggu (W4). Faktor kedua yaitu dosis pupuk yang terdiri dari: 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diukur berupa variabel pertumbuhan, hasil dan karakteristik tumbuh tanaman. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam (Gomez dan Gomez, 1995) dan apabila diantara nilai perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam. Interaksi perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, berat kering batang, dan luas daun perpot. Kombinasi perlakuan waktu dekomposisi 0 minggu dengan dosis 20 ton ha-1 (W0D20) menghasilkan pertumbuhan dan hasil A. gangetica paling baik. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa antara faktor waktu dekomposisi dan faktor dosis pupuk kotoran ayam dapat memberikan pengaruh secara bersamaan atau sendiri-sendiri dalam pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Menurut Gomez dan Gomez (1995) bahwa dua faktor perlakuan dapat dikatakan berinteraksi apabila pengaruh suatu faktor perlakuan berubah pada saat perubahan taraf pada faktor lain. Kemudian dikatakan oleh Steel dan Torrie (1991), bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata maka diantara faktor-faktor tersebut dapat bertindak bebas atau berpengaruh sendiri-sendiri.
Tabel 1 Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap variabel pertumbuhan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.
Variabel |
Dosis2) |
Dekomposisi3) |
Rataan |
SEM4 ) | ||
W0 |
W2 |
W4 | ||||
D0 |
37,23 aB1) |
37,23aB |
37,23aB |
37,23C | ||
Tinggi Tanaman |
D10 |
44,13aA |
37,25bB |
40,62abAB |
40,66B |
1,62 |
D20 |
41,90aAB |
46,00aA |
42,80aA |
43,56 A | ||
(cm) |
D30 |
44,83aA |
45,25aA |
40,00aAB |
43,36 AB | |
Rataan |
42,02a |
41,43a |
40,16a | |||
D0 |
69,50aC |
69,50aB |
69,50aB |
69,50 C | ||
D10 |
98,00aB |
85,75bA |
81,25bA |
88,33 B |
3,86 | |
Jumlah Daun |
D20 |
129,25aA |
88,75bA |
91,00bA |
103,00 A | |
(Helai) |
D30 |
118,00aA |
94,50bA |
87,25bA |
99,91 A | |
Rataan |
103,68a |
84,62b |
82,25b | |||
D0 |
5,75aC |
5,75aB |
5,75aB |
5,75 D | ||
Jumlah |
D10 |
9,00aB |
6,25bB |
8,75aA |
8,00 C |
0,31 |
Cabang (Cabang) |
D20 |
11,75aA |
8,50bA |
8,25bA |
9,50 A | |
D30 |
9,75aB |
8,75abA |
8,25bA |
8,91 B | ||
Rataan |
9,06a |
7,31b |
7,75b | |||
Keterangan :
1) Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris dan huruf besar dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu
4) SEM = Standard Error of the Treatment Means
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perlakuan pupuk kotoran ayam tanpa waktu dekomposisi memiliki hasil terbaik. Hal ini dikarenakan C/N pupuk kotoran ayam sudah mendekati C/N tanah (<20), sehingga bisa langsung diserap secara maksimal oleh tanaman tanpa perlu dilakukannya dekomposisi lagi. Sesuai dengan pendapat Lewandwoski (2000, dalam Irwan et al, 2005) yang mengatakan C/N pupuk kandang ayam cukup rendah yaitu 21,78, namun nilai C/N ratio pupuk kandang ayam siap pakai adalah 10. Hal ini lah yang menyebabkan mengapa pada waktu dekomposisi 0 minggu (W0) menghasilkan waktu terbaik. Disamping C/N dari kotoran ayam yang sudah mendekati C/N tanah, kotoran ayam mempunyai kadar hara yang cukup untuk diserap oleh tanaman. Seperti yang dikatakan oleh Widoeati et al. (2005) bahwa pupuk kotoran ayam relatif lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang lainnya.
Pupuk kotoran ayam mempunyai kandungan unsur Nitrogen yang tinggi, dan merupakan jenis pupuk panas yang artinya adalah pupuk yang pengurainya dilakukan oleh jasad renik tanah berjalan dengan cepat, sehingga unsur hara yang terkandung didalam pupuk kandang tersebut dapat dengan cepat dimanfaatkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Prasetyo, 2014). Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam pemanfaatan kotoran ayam sebagai pupuk organik tidak memerlukan waktu untuk dekomposisi yang lama dikarenakan kandungan unsur hara yang terdapat dalam kotoran ayam sudah dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Waktu dekomposisi juga mempengaruhi ketersediaan unsur haranya. Kandungan unsur hara akan hilang seiring bertambahnya waktu, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Seperti yang dikatakan oleh Musnawar (2003) menyatakan bahwa kandungan unsur hara pupuk kandang dapat hilang karena beberapa faktor, antara lain penguapan, penyerapan, dekomposisi dan penyimpanan. Proses penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya kandungan hara N dan K rata-rata setengah dari semula, sedangkan P sekitar sepertiganya.
Tabel 1. Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap hasil hijauan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
Variabel |
Dosis2) |
Dekomposisi3) |
Rataan |
SEM4) | ||
W0 |
W2 |
W4 | ||||
D0 |
3,38 |
3,38 |
3,38 |
3,38 C | ||
D10 |
4,7 |
4,15 |
4,60 |
4,48 B |
0,25 | |
Berat Kering |
D20 |
5,45 |
4,23 |
4,28 |
4,65 B | |
Daun (g) |
D30 |
5,87 |
5,05 |
4,55 |
5,15 A | |
Rataan |
4,85a1) |
4,20b |
4,20b | |||
D0 |
2,83aB |
2,83aC |
2,83aC |
2,83 C | ||
D10 |
3,80abA |
3,53bB |
4,28aA |
3,87 B |
0,18 | |
Berat Kering |
D20 |
4,05aA |
3,90aB |
3,65aB |
3,86 B | |
Batang (g) |
D30 |
4,22bA |
4,78aA |
3,60cB |
4,20 A | |
Rataan |
3,72a |
3,76a |
3,59a | |||
D0 |
6,20 |
6,20 |
6,20 |
6,20B | ||
Berat Kering Total Hijauan |
D10 |
8,45 |
7,68 |
8,83 |
8,32A |
1,04 |
D20 |
9,50 |
7,78 |
8,03 |
8,43A | ||
(g) |
D30 |
9,83 |
9,83 |
8,18 |
9,28A | |
Rataan |
8,49a |
7,87a |
7,81a | |||
Keterangan :
1) Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris dan huruf besar dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu
4) SEM = Standard Error of the Treatment Means
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa semakin rendah dosis pupuk kotoran ayam yang diberikan maka akan semakin rendah pula pertumbuhan dan hasil tanaman A. gangetica. Perlakuan 0 ton ha-1 (D0) menghasilkan rataan yang nyata paling rendah di semua variabel. Hal ini disebabkan oleh tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tanah Pengotan dengan tekstur tanah pasir berlempung yang berarti tekstur ini mempunyai daya pegang air (water holding capacity) yang rendah. Walaupun kandungan P dan K sangat tinggi pada tanah ini (Lampiran 1), tetapi ketersediaannya bagi tanaman mungkin terhambat karena ketersediaan air yang kurang akibat tekstur tanahnya yang pasir berlempung. Tumbuh dan berkembangnya tanaman juga memerlukan jumlah nutrisi yang relatif besar, terutama Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Unsur hara makro tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan berimbang agar mendapatkan produksi secara maksimal. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa unsur hara N dapat merangsang pertumbuhan dan produksi tanaman, berfungsi menyusun asam amino, protein dan protoplasma sehingga unsur hara N diperlukan dalam jumlah banyak. Lanjut dikatakan oleh
Ridwansyah et al. (2010) Kebutuhan hara tanaman yang terpenuhi akan menyebabkan laju pembelahan, pemanjangan sel serta pembentukan jaringan berjalan cepat sehingga pertumbuhan akan meningkat.
Pemberian dosis 30 ton ha-1 memberikan hasil paling baik terhadap semua variabel. Hal ini terjadi karena unsur hara yang tersedia untuk tanaman cukup untuk membuat pertumbuhan berlangsung dengan baik. Pupuk kotoran ayam kaya akan unsur hara N, P, dan K yang dapat berperan dalam pertumbuhan (Lampiran 1). sesuai dengan pendapat Safuan et al. (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi residu bahan organik yang ada dalam tanah maka semakin banyak pula hara N, P, dan K yang dapat diserap oleh tanaman, sehingga semakin baik pertumbuhan yang dihasilkan. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah juga akan mendorong pertumbuhan mikroba secara cepat sehingga dapat memperbaiki aerasi tanah, menyediakan energi bagi kehidupan mikroba tanah, meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba tanah), dan meningkatkan kesehatan biologis tanah (Tisdale et al., 1993). Prihmantoro (2001) juga menyatakan bahwa respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat bila menggunakan jenis pupuk, dosis, waktu dan cara pemberian yang tepat, dan menurut Marsono dan Paulus (2001) bahwa pemanfaatan pupuk kandang dapat diberikan antara dosisi 20-30 ton ha-1. Respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat bila menggunakan dosis pupuk yang tepat (Setyamidjaja, 1986).
Tabel 2. Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap
karakteristik tumbuh tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha
Variabel |
Dosis2) |
W0 |
Dekomposisi3) W2 |
W4 |
Rataan |
SEM4) |
D0 |
0,83 |
0,83 |
0,83 |
0,83 A | ||
Nisbah berat |
D10 |
0,86 |
0,85 |
0,91 |
0,87 A | |
kering daun |
D20 |
0,73 |
0,94 |
0,92 |
0,86 A |
0,08 |
dengan berat |
D30 |
0,75 |
0,95 |
0,81 |
0,83 A | |
kering batang | ||||||
Rataan |
0,79a1) |
0,89a |
0,86a | |||
D0 |
268,45aB |
268,45aB |
268,45aB |
268,45 B | ||
D10 |
458,58aA |
309,07bB |
309,32bAB |
358,99 A | ||
Luas daun |
D20 |
462,81aA |
381,60bA |
325,16cAB |
389,85 A |
20,68 |
per pot (cm2) |
D30 |
442,91aA |
391,85abA |
342,33bA |
392,36 A | |
Rataan |
408,18a |
337,73b |
311,31b |
Keterangan :
1) Nilai dengan huruf kecil yang berbeda dalam satu baris dan huruf besar dalam satu kolom menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) D0 = Dosis 0 ton ha-1; D10 = Dosis 10 ton ha-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
3) W0 = Dekomposisi 0 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W4 = Dekomposisi 4 minggu
4) SEM = Standard Error of the Treatment Means
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dan dosis kotoran ayam. Perlakuan tanpa waktu dekomposisi dengan dosis 30 ton ha-1 memberikan respon terbaik.
Saran
Untuk mendapatkan titik optimum dapat disarankan kepada peneliti untuk selanjutnya meningkatkan dosis pupuk kotoran ayam lebih dari 30 ton ha-1.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU, Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, IPU, dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM, ASEAN Eng atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Chee, Y.K dan A. Faiz. 2000. Forage resources in Malaysian rubber estates. ACIAR Proceeding Workshop. Bali, 21 – 29 Juni 2000. Page: 32-35.
Farizaldi. 2011. Produktivitas hijauan makanan ternak pada lahan perkebunan kelapa sawit berbagai kelompok umur di PTPN 6 Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, 14: 68-73.
Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. EdisiKedua. Jakarta: UI – Press, Hal: 13-16.
Grubben G.J.H dan Denton, O.A. 2004. Vegetables. Wageningen : PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation.
Irwan, A.W., Wahyudi,A., Susilawati, dan T.Nurmala. 2005. Jurnal kultivasi. 4(2): 128-136.
Junedi, H. 2014. Pengaruh ara sungsang (Asystasia gangetica (L.) T. Anders.) terhadap kadar air tersedia dan hasil kacang tanah pada ultisol;. 2014 Sep 26-27; Palembang, Indonesia. Palembang (ID): Seminar Nasional Lahan Suboptimal. Hal: 156-159.
Kusumawati, N. N. C., Witariadi, N. M., Budiasa, I. K. M., Suranjaya, I. G., dan N. G. K. Roni. 2017. Pengaruh jarak tanam dan dosis bio-urin terhadap pertumbuhan dan hasil rumput panicum maximum pada pemotongan ketiga. Pastura. 6 (2): 66–69.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura/article/view/45431/27540
Musnamar. 2003. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembentukan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Prihmantoro. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Putra, R. I. 2018. Morfologi, Produksi Biomassa dan Kualitas Ara Sungsang (Asystasia gangetica (L.) T. Anderson) sebagai Hijauan Pakan di Beberapa Wilayah Jawa Barat dan Banten. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Raihan, H.S. 2000. Pemupukan NPK dan ameliorasi lahan kering sulfat masam berdasarkan nilai uji tanah untuk tanaman jagung. J. Ilmu pertanian, 9 (1): 20-28.
Rao, N.S. and Subba, 1994. Microorganisme Tanah dan Pertumbuhan. Universitas Jakarta: Indonesia Press. Hal: 353.
Ridwansyah, B., T. R. Basoeki, P. B. Timotiwu, A. Agustiansyah. 2010. Pengaruh Dosis Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium terhadap Produksi Benih Padi Varietas Mayang pada Tiga Lokasi di Lampung Utara. Jurnal Agrotropika. 15(2): 68 – 72.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suarna, I. W., N. N. Suryani., K. M. Budiarsa., dan I. M. S. Wijaya. 2019. Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica pada berbagai Aras Pemupukan Urea. Jurnal Pastura, 9(1): 21-23.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, J.D. Beat, J.L. Havlin. 1993. Soil Fertility and Fertilizers. USA. MacMillan Publ. Co. New York.
Tjitrosoedirjo, S. S. 2011. Fokus gulma: Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subsp. Micrantha (Nees) Ensermu. Jurnal Gulma & Tumbuhan Invasif Tropika, 2(1): 39-40.
Trisnadewi, A. A. A. S., T. G. O Susila., dan I. W. Wijana. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Pastura, 1(2): 52-55.
Wardjito, Abidin, Z. dan Suwahyo. 1994. Pengaruh Dosis Bermacam-macam pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kubis. (Brassica oleraceae). Bul. Penel. Hort, 26(3): 37-42.
Widowati, L.R., Sri Widati, U. Jaenudin, dan W. Hartatik. 2005. Pengaruh Kompos Pupuk Organik yang Diperkaya dengan Bahan Mineral dan Pupuk Hayati terhadap Sifat-sifat Tanah, Serapan Hara dan Produksi Sayuran Organik. Laporan Proyek Penelitian Program Pengembangan Agribisnis, Balai Penelitian Tanah, TA 2005 (Tidak dipublikasikan).
Sembiring, E. C.., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 468 – 477
Page 477
Discussion and feedback