THE IMPLEMENTATION OF SEVEN EFFORTS OF LOCAL CHICKEN AT SAMBIRENTENG VILLAGE DISTRICT OF TEJAKULA BULELENG
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: October 18, 2021 Accepted Date: January 13, 2022
Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
PENERAPAN SAPTA USAHA TERNAK AYAM BURAS DI DESA SAMBIRENTENG KECAMATAN TEJAKULA KABUPATEN BULELENG
Sulastrawan, I G., N.W.T. Inggriati, dan G. Suarta
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : sulastrawan@student.unud.ac.id , Telp. 082339815073
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, 2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan sapta usaha ternak ayam buras. Penelitian dilakukan di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng, selama tiga bulan yaitu bulan Februari 2021 sampai dengan April 2021. Pemilihan lokasi penelitian dan penentuan responden menggunakan metode Purposive Sampling. Jumlah responden ditentukan secara quota sebanyak 35 orang, yang merupakan peternak ayam buras dengan pemilikan minimal 20 ekor ayam buras. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan uji Kofisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng tergolong sedang. Fakor-faktor seperti umur, pendidikan formal, luas kepemilikan lahan, pengetahuan, dan sikap memiliki hubungan yang nyata (P<0,05), sedangkan untuk faktor pendidikan non formal, dan keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras. Faktor-faktor yang berhubungan tidak nyata yaitu pengalaman beternak, jumlah kepemilikan ternak, dan motivasi (P>0,10). Kesimpulan: tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng tergolong sedang, dan faktor-faktor yang berhubungan yaitu: umur, pendidian formal, Pendidikan non formal, kepemilikan lahan, pengetahuan, sikap dan keterampilan, Saran yang dapat disampaikan adalah agar pemerintah dan peternak ayam buras yang ada di Desa Sambirenteng bisa bersinergi dalam meningkatkan penerapan sapta usaha ternak ayam buras dengan melakukan kegiatan penyuluhan dengan metoda perorangan maupun kelompok agar dapat meningkatkan pengetahuan,sikap dan keterampilan peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak ayam buras.
Kata kunci : penyuluhan, pengetahuan, sikap, ketrampilan
THE IMPLEMENTATION OF SEVEN EFFORTS OF LOCAL CHICKEN AT SAMBIRENTENG VILLAGE DISTRICT OF TEJAKULA
BULELENG
ABSTRACT
The aims of this research is to find out: (1) the implementation of seven efforts of local chicken farming, (2) Factors related to the implementation of seven efforts of local chicken. This research was conducted in Sambirenteng Village, Tejakula, Buleleng Regency, which was conducted for three months, namely February 2021 to April 2021. The selection of research locations and the determination of respondents used the purposive sampling method. The total of respondents is determined by quota as many as 35 people, who are native local chicken with a minimum ownership of 20 local chickens. Data analysis was conducted in a qualitative descriptive and the Spearman Correlation Stage Coefficient test (Siegel, 1997). The results of this study showing the implementation of seven efforts of local chicken farming in Sambirenteng village is relatively moderate.The factors such as age, formal education, land ownership area, knowledge, and attitude have a real relationship (P<0,05). while for non-formal educational factors, and the skills have a very real relationship (P<0,01). The factors were not significantly related the experience of raising livestock, the number of livestock ownership, and motivation (P>0.10). Conclusion: the level implementation of seven efforts of local chicken farming in Sambirenteng village is classified as moderate, and factors related to: age, formal education, non-formal education, land ownership area, knowledge, attitudes and skills. Suggestions that can be conveyed are that the government and native local chicken in Sambirenteng Village can work together in increasing the implementation of seven effort of local chicken farming by conducting outreach activities with individual and group methods in order to increase the knowledge, attitudes and skills of farmers in implementing the seven effort of local chicken farming business.
Key words : counseling, knowledge, attitudes, skills
PENDAHULUAN
Ayam buras merupakan singkatan dari ayam bukan ras yang biasanya digunakan untuk menyebut semua jenis ayam yang bukan golongan ayam ras. Di Indonesia jenis ayam buras lebih popular dengan nama ayam kampung. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus-gallus) dan ayam hutan hijau atau green jungle fowls (Gallus varius). Awalnya, ayam tersebut hidup di hutan, kemudian didomestikasi serta dikembangkan oleh masyarakat pedesaan (Yaman, 2010). Masyarakat pedesan memeliharanya sebagai sumber pangan keluarga untuk dimanfaatkan telur dan dagingnya (Iskandar, 2010). Di Indonesia, terdapat berbagai jenis ayam buras, antara lain ayam pelung, ayam kedu, ayam merawang, dan ayam sentul (Suharyanto, 2007). Secara
umum ayam buras mempunyai warna bulu beragam (hitam, putih, cokelat, dan kombinasinya), kaki cenderung panjang dan berwarna hitam, putih, atau kuning serta bentuk tubuh ramping. Akibat proses budidaya dan perkawinan antar keturunan secara alam atau liar, serta pengaruh lingkungan yang berbeda-beda maka terbentuklah berbagai macam tipe ayam dengan beragam penampilan fisik dan varietas (Nuroso, 2010). Ayam buras memiliki banyak keunggulan dan manfaat untuk menunjang kehidupan manusia antara lain pemeliharaannya sangat mudah karena tahan pada kondisi lingkungan, pengelolaan yang buruk, tidak memerlukan lahan yang luas, bisa dilahan sekitar rumah, harga jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pedaging lain dan tidak mudah stress terhadap perlakuan yang kasar dan daya tahan tubuhnya lebih kuat di bandingkan dengan ayam pedaging lainnya (Nuroso, 2010). ayam buras juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu produksi telurnya yang lebih rendah dibanding ayam ras, dan pertumbuhannya relatif lambat keadaan ini disebabkan oleh rendahnya potensi genetik (Suharyanto, 2007).
Desa Sambirenteng adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Desa Sambirenteng merupakan Desa yang mayoritas masyarakatnya beternak ayam buras dengan sistem pemeliharaan yang masih didominasi oleh peternak ayam buras yang menerapkan sistem pemeliharaan secara tradisional, menurut Pramuyati (2009) sistem pemeliharaan secara tradisional biasanya dilakukan oleh sebagian besar petani pedesaan dengan skala pemeliharaan rata-rata 3 ekor induk per peternak. Ayam buras dipelihara dengan cara dibiarkan lepas, peternak kurang memperhatikan aspek-aspek sapta usahanya. Akibat sistem beternak yang digunakan masih menggunakan sistem beternak secara tradisional, menyebabkan pendapatan yang diperoleh dari beternak ayam buras di Desa Sambirenteng tergolong belum maksimal. Menurut Soekarwati (1988) petani kecil lamban mengubah sikapnya dalam menerapkan inovasi, sebab mereka khawatir kalau hal ini ternyata gagal, akan sangat merugikan mereka karena modal yang mereka miliki sangat terbatas. serta motivasi yang kurang kuat karena kebanyakan peternak tidak mengetahui tujuan utama mereka dalam beternak ayam buras.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian tentang sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng perlu dilakukan. Karena dengan penerapan sapta usaha yang dilakukan secara maksimal akan mendatangkan hasil yang maksimal juga.
MATERI DAN METODE
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian menggunakan metode survei yaitu suatu cara pengumpulan data dengan jalan medatangi dan mewawancarai responden secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner yang sudah disiapkan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989).
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. dari bulan Maret sampai bulan April tahun 2021.Penentuan lokasi penelitian ini ditentukan dengan metode “Purposive Sampling” yaitu metode penentuan lokasi yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 1983). Dasar pertimbangan yang dipakai dalam memilih lokasi penelitian ini adalah: (1) mudahnya akses untuk sampai ke Desa Sambirenteng, (2) sebagian besar masyarakat di Desa ini memiliki mata pencaharian sebagai petani peternak, (3) masyarakat di Desa Sambirenteng 90% memelihara ternak ayam buras, (4) belum adanya penelitian tentang sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu: Tahap penentuan lokasi, kemudian tahap survey lokasi, dan yang terakhir adalah tahapan pengambilan sempel.
Populasi dan Sampling
Populasi adalah seluruh peternak ayam buras yang berada di Desa Sambirenteng. Responden dipilih secara purposive sampling yaitu peternak yang memelihara ayam buras minimal 20 ekor ternak ayam buras dan beternak minimal selama satu tahun. Jumlah responden ditentukan secara Quota sampling sebanyak 35 orang.
Jenis dan sumber data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer, dan data skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari peternak melalui penyebaran kuisioner dan wawancara langsung. Data sekunder berfungsi sebagai data pelengkap digunakan untuk penunjang penelitian, data ini didapat dari kantor Desa, dan instansi terkait.
Variabel penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu variabel X dan varibel Y yaitu sebagai berikut : (1) Umur, (2) Pendidikan formal, (3) Pendidikan non formal, (4) pengalaman
beternak, (5) Jumlah kepemilikan ternak, (6) Kepemilikan lahan, (7) Pengetahuan, (8) Keterampila, (9) sikap, (10) motivasi, dan (11) manajemen sapta usaha.
Instrumen penelitian
Instrumen atau alat ukur yang digunakan pada penelitian ini berupa kuesioner yang tertrukstur, yang dilengkapi dengan pertanyaan terbuka. Penjelasan-penjelasan yang bersifat kualitatif yang belum tercakup dalam kuesioner tetapi berkaitan erat dengan penelitian ini, juga dicatat untuk melengkapi pembahasan dalam skripsi.
Teknik pengumpulan data
Data primer dikumpulkan melalui metode wawancara dan pengamatan langsung ke lapangan serta pengisian kuisioner yang terdiri dari karakteristik dan prilaku peternak. Sedangkan untuk data sekunder terdiri atas keadaan lokasi penelitian, data ini berfungsi sebagai data penunjang untuk mengetahui keadaan umum tempat penelitian. Data ini diperoleh dari instansi terkait dan sumber-sumber yang sudah ada.
Definisi variable oprasional
-
1. Umur peternak, adalah usia peternak pada saat dilakukan penelitian.
-
2. Pendidikan formal peternak, adalah tingkat pendidikan formal peternak.
-
3. Pendidikan non formal peternak, adalah pendidikan yang diperoleh diluar pendidikan formal, yaitu mengikuti pelatihan dan penyuluhan yang berkaitan dengan peternakan ayam buras.
-
4. Pengalaman beternak, adalah lama waktu beternak ayam buras.
-
5. Jumlah kepemilikan ternak, adalah jumlah ternak ayam buras yang dimiliki saat dilakukan penelitian.
-
6. Kepemilikan lahan peternak, adalah luas lahan yang dimiliki peternak.
Faktor non karakteristik :
-
1. Pengetahuan peternak, adalah tingkat pengetahuan peternak tentang sapta usaha ternak ayam buras.
-
2. Keterampilan peternak, adalah keterampilan yang dimiliki peternak dalam melakukan penerapan sapta usaha ternak ayam buras
-
3. Sikap peternak, adalah sikap peternak terhadap penerapan sapta usaha ternak ayam buras.
-
4. Motivasi peternak, adalah dorongan peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak ayam buras.
Variabel Y yaitu: Tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yang meliputi:
-
1. Pemilihan bibit ayam buras
-
2. Sistem pemberian pakan
-
3. Sistem perkandangan ayam buras
-
4. Sistem reproduksi
-
5. Pengendalian penyakit
-
6. Penanganan panen dan pasca panen
-
7. Pemasaran hasil
Pengukuran Variabel
Variabel tingkat penerapan, prilaku, dan motivasi responden diukur menggunakan skala jenjang lima, yaitu pemberian skor yang dilakukan dengan pemberian bilangan bulat 1,2,3,4,5 (Singaribum dan Effendi, 2008 ) untuk setiap jawaban diberikan skor secara konsisten. Skor tertinggi yang diberikan adalah 5 untuk jawaban yang sangat diharapkan, sedangkan skor terendah adalah 1 diberikan untuk jawaban yang paling tidak diharapkan. Katagori sekor untuk masing-masing variable dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1. Katagori pencapaian skor variabel penelitian
Katagori Variabel dan penerapan | |||||
Pencapaia n Skor |
Pengetahuan |
Sikap |
Keterampilan |
Motivasi |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
Sangat tinggi |
Sangat positif |
Sangat tinggi |
Sangat kuat |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
Tinggi |
Positif |
Tinggi |
Kuat |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
Sedang |
Ragu-ragu |
Sedang |
Sedang |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
Rendah |
Negative |
Rendah |
Lemah |
Rendah |
1 – 1,8 |
Sangat rendah |
Sangat negatif |
Sangat rendah |
Sangat lemah |
Sangat rendah |
Analisis Data
Untuk menguji hipotesis 1, digunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif merupakan suatu bentuk analisis data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta dan data yang di peroleh dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya.
Untuk menguji hipotesis 2 maka akan di gunakan metode Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997). Dengan rumus:
Keterangan:
rs = koefisien korelasi
-
di = selisih jenjang unsur yang diobservasi
-
n = banyaknya pasangan unsur yang diobservasi
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5 %. Maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
Hipotesis penelitian diterima apabila ^-hitung > ^tabel pada P< 0,01 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang sangat nyata. Apabila ^hitung > ^tabel pada P 0,05 – 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang nyata. Apabila ^■hitung < ^tabel pada P>0,10 dari kedua variabel yang diiuji maka terdapat hubungan yang tidak nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisitik responden masyarakat Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut :
Umur
Data rataan umur responden adalah 44,9 tahun, dengan umur termuda adalah 20 tahun dan umur tertua adalah >60 tahun. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 17 orang (48,57%) berada pada rentangan umur 46-55 tahun dan Sebagian kecil responden yaitu sebanyak 3 orang (8,57%) berada pada rentan umur >50-60 tahun (Tabel 2.).
Tabel 2. Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
No |
Umur |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
>60 |
6 |
17.14 |
2 |
>50 – 60 |
3 |
8.57 |
3 |
>40 – 50 |
8 |
22.86 |
4 |
>30 – 40 |
11 |
31.43 |
5 |
20 – 30 |
7 |
20 |
Jumlah |
35 |
100 |
Tingkat pendidikan formal
Rataan dari lama pendidikan formal yang pernah ditempuh responden adalah 9,2 tahun
Responden terbanyak yaitu dengan tingkat Pendidikan SMA/SMK berjumlah 17 orang
(48,57%), sedangkan jumlah responden yang paling sedikit adalah dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi yaitu berjumlah 3 orang (8,57%) (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan formal
No |
Pendidikan formal |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase | ||
1 |
tidak pernah |
0 |
0 |
2 |
SD 1 – 6 tahun |
15 |
42.86 |
3 |
SMP 6 – 9 tahun |
0 |
0 |
4 |
SMA 9 – 12 tahun |
17 |
48.57 |
5 |
Perguruan tinggi >12 tahun |
3 |
8.57 |
Jumlah |
35 |
100 |
Pendidikan non formal
Responden yang pernah mengikuti pendidikan non formal (penyuluhan peternakan ayam buras) berjumlah 1 orang (2,86%), dengan mengikuti sebanyak 1-3 kali. Untuk 34 responden lainnya (97,14%) tidak pernah sama sekali mengikuti kegiatan penyuluhan peternakan. Rataan peternak yang mengikuti pendidikan formal adalah 0,03 kali (Tabel 4.).
Tabel 4. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan non formal
No |
pendidikan non formal |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase(%) | ||
1 |
Tidak pernah |
34 |
97.14 |
2 |
1 – 3 kali |
1 |
2.86 |
3 |
4 – 6 kali |
0 |
0 |
4 |
7 – 9 kali |
0 |
0 |
5 |
>9 kali |
0 |
0 |
Jumlah |
35 |
100 |
Pengalaman beternak
Dari hasil penelitian, rata-rata pengalaman beternak responden adalah 19,7 tahun. Pengalaman beternak yang paling lama adalah >40 tahun dengan jumlah responden sebanyak 4 orang (11,43%) dan pengalaman beternak yang paling singkat adalah 1-10 tahun dengan jumlah rsponden 15 orang (42,86%) (Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengalaman beternak
No |
pengalaman beternak |
Responden | |
jumlah (Orang) |
persentase (%) | ||
1 |
1– 10 tahun |
15 |
42.86 |
2 |
>10 – 20 tahun |
6 |
17.14 |
3 |
>20 – 30 tahun |
6 |
17.14 |
4 |
>30– 40 tahun |
4 |
11.43 |
5 |
>40 tahun |
4 |
11.43 |
Jumlah |
35 |
100 |
Jumlah kepemilikan ternak
Kepemilikan ternak paling sedikit adalah 20-30 ekor dengan jumlah responden responden 6 orang (17,14%), dan untuk kepemilikan ternak terbanyak adalah >60 ekor dengan jumlah responden 8 orang (22,86%). Sedangkan untuk rata-rata jumlah kepemilikan ternak adalah 53 ekor (Tabel 6).
Tabel 6. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah kepemilikan ternak
no |
kepemilikan ternak |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase (%) | ||
1 |
20 – 30 ekor |
6 |
17.14 |
2 |
>30 – 40 ekor |
10 |
28.57 |
3 |
>40 – 50 ekor |
8 |
22.86 |
4 |
>50 - 60 ekor |
3 |
8.57 |
5 |
>60 ekor |
8 |
22.86 |
Jumlah |
35 |
100 |
Luas kepemilikan lahan
Jumlah responden terbanyak dalam kepemilikan lahan adalah 18 responden (51,43%), lebih kecil dari 25, dan jumlah responden yang paling sedikit berjumlah 1 orang (2,86%) dengan kepemilikan lahan >75-100 are. Sedangakan untuk rata-rata kepemilikan lahan peternak adalah 34,9 are (Tabel 7).
Tabel 7. Distribusi frekuensi responden berdasarkan luas kepemilikan lahan
No |
kepemilikan lahan |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase (%) | ||
1 |
<25 are |
18 |
51.43 |
2 |
>25 – 50 are |
8 |
22.86 |
3 |
>50 – 75 are |
6 |
17.14 |
4 |
>75 – 100 are |
1 |
2.86 |
5 |
>100 are |
2 |
5.71 |
Jumlah |
35 |
100 | |
Pengetahuan peternak
Untuk tingkat pengetahuan, responden yang paling banyak adalah 15 orang (42,86%), dengan kategori tinggi, sedangakan responden yang paling sedikit berjumlah 9 orang (25,71%) dengan kategori rendah. Rataan pencapaian skor pada tingkat pengetahuan peternak adalah 3,2 (Tabel 8).
Tabel 8. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan peternak
No |
Kategori |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase (%) | ||
1 |
Sangat tinggi |
0 |
0 |
2 |
Tinggi |
15 |
42.86 |
3 |
Sedang |
11 |
31.43 |
4 |
Rendah |
9 |
25.71 |
5 |
Sangat rendah |
0 |
0 |
Jumlah |
35 |
100 |
Keterampilan peternak
Rata-rata pencapaian skor pada tingkat keterampilan peternak ayam buras adalah 3,2 dengan jumlah responden terbanyak adalah 17 orang (48,57%), pada kategori sedang. Untuk responden yang paling sedikit berjumlah 2 orang (5,71%), dengan kategori sangat tinggi (Tabel 9).
Tabel 9. Distribusi frekuensi responden berdasarkan keterampilan peternak
No |
Kategori |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase (%) | ||
1 |
Sangat tinggi |
2 |
5.71 |
2 |
Tinggi |
10 |
28.57 |
3 |
Sedang |
17 |
48.57 |
4 |
Rendah |
6 |
17.14 |
5 |
Sangat rendah |
0 |
0 |
Jumlah |
35 |
100 |
Sikap Peternak
Dalam penelitian ini sikap responden tentang penerapan sapta usaha peternakan ayam buras dapat di kategorikan positif dengan rataan pencapaian skor 4,2. Sebanyak 20 orang (57,14%) memiliki sikap yang positif, Sedangkan 15 orang (42,86%) memiliki sikap yang sangat positif (Tabel 10).
Tabel 10. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap peternak
No |
Kategori |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase (%) | ||
1 |
Sangat tinggi |
15 |
42.86 |
2 |
Tinggi |
20 |
57.14 |
3 |
Sedang |
0 |
0 |
4 |
Rendah |
0 |
0 |
5 |
Sangat rendah |
0 |
0 |
Jumlah |
35 |
100 |
Motivasi peternak
Dari hasil penelitian, rataan Tingkat motivasi peternak adalah 3,8 dengan kategori kuat,
jumlah responden yang paling banyak berjumlah 24 orang (68,57%) dengan kategori kuat. Sedangkan responden yang paling sedikit berjumlah 1 orang responden (2,86%) dengan kategori sedang (Tabel 11).
Tabel 11. Distribusi frekuensi responden berdasarkan motivasi peternak
no |
Kategori |
Responden | |
jumlah (orang) |
persentase (%) | ||
1 |
Sangat kuat |
10 |
28.57 |
2 |
Kuat |
24 |
68.57 |
3 |
Sedang |
1 |
2.86 |
4 |
Lemah |
0 |
0 |
5 |
Sangat lemah |
0 |
0 |
Jumlah |
35 |
100 |
Penerapan dalam pemilihan bibit
Responden terbanyak adalah 19 orang (54,29%) dengan tingkat penerapan sedang, dan responden yang paling sedikit berjumlah 1 orang (2,86%) dengan tingkat penerapan sangat tinggi. Rataan skor yang di peroleh adalah 3,1 termasuk dalam kategori sedang (Tabel 12).
Tabel 12. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pemilihan bibit
Pencapaian Skor |
Jumlah responden |
Persentase |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
1 |
2.86 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
7 |
20 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
19 |
54.29 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
8 |
22.86 |
Rendah |
1 – 1,8 |
0 |
0 |
Sangat rendah |
Jumlah |
35 |
100 |
Penerapan dalam pemberian pakan
Dalam penerapan pemberian pakan, rataan skor yang di peroleh adalah 3,2 termasuk kedalam kategori sedang. responden terbanyak adalah pada tingkat penerapan sedang yaitu berjumlah 15 orang (42,86%), sedangkan jumlah responden paling sedikit adalah 7 orang (20%) dengan tingkat penerapan rendah (Tabel 13).
Tabel 13. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pemberian pakan
Pencapaian Skor |
Jumlah responden |
Persentase |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
13 |
37.14 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
15 |
42.86 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
7 |
20 |
Rendah |
1 – 1,8 |
0 |
0 |
Sangat rendah |
Jumlah 35 100
Penerapan perkandangan ternak ayam buras
Rataan skor yang di peroleh pada penerapan perkandangan adalah 2,3 tergolong dalam kategori rendah. Jumlah responden terbanyak adalah 15 orang (42,86%) dengan tingkat penerapan sedang, sedangkan jumlah responden yang paling sedikit berjumlah 2 orang (5,71%) dengan tingkat penerapan tinggi (Tabel 14.).
Tabel 14. Distribusi frekuensi responden berdasarkan penerapan perkandangan
Pencapaian Skor Jumlah responden Persentase Penerapan
>4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
2 |
5.71 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
15 |
42.86 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
5 |
14.29 |
Rendah |
1 – 1,8 |
13 |
37.14 |
Sangat rendah |
Jumlah |
35 |
100 |
Tingkat penerapan manajemen kesehatan ternak ayam buras
Hasil Penelitian menunjukkan jumlah responden paling sedikit berjumlah 1 orang (2,86%) dengan tingkat penerapan sangat rendah, sedangkan jumlah responden paling banyak adalah 19 orang (54,29%) dengan tingkat penerapan rendah dan rataan skor yang di peroleh adalah 2,6 tergolong rendah (Tabel 15).
Tabel 15. Distribusi frekuensi responden berdasarkan manajemen kesehatan
Pencapaian Skor |
Jumlah responden |
Persentase |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
3 |
8.57 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
12 |
34.29 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
19 |
54.29 |
Rendah |
1 – 1,8 |
1 |
2.86 |
Sangat rendah |
Jumlah |
35 |
100 |
Reproduksi ternak ayam buras
Responden terbanyak pada reproduksi ternak ayam buras adalah 22 orang (62,86%) dengan tingkat penerapan sedang, dan jumlah responden yang paling sedikit adalah 1 orang (2,86%) dengan tingkat penerapan sangat tingi. Sedangkan untuk rataannya adalah 3,4 tergolong dalam kategori sedang (Tabel 16).
Tabel 16. Distribusi frekuensi responden berdasarkan reproduksi ternak ayam buras
Pencapaian Skor |
Jumlah responden |
Persentase |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
1 |
2.86 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
10 |
28.57 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
22 |
62.86 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
2 |
5.71 |
Rendah |
1 – 1,8 |
0 |
0 |
Sangat rendah |
Jumlah |
35 |
100 |
Panen dan pasca panen
Hasil penelitian menunjukkan rataan dari penerapan panen dan pasca panen adalah 1,8 yang tergolong dalam kategori sangat rendah. Jumlah responden terbanyak adalah 21 orang (60%) pada tingkat penerpan sangat rendah, dan jumlah responden yang paling sedikit adalah 2 orang (5,71%) dengan tingkat penerapan sedang (Tabel 17).
Tabel 17. Distribusi frekuensi responden penerapan panen dan pasca panen
Pencapaian Skor |
Jumlah responden |
Persentase |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
0 |
0 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
2 |
5.71 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
12 |
34.29 |
Rendah |
1 – 1,8 |
21 |
60 |
Sangat rendah |
Jumlah |
35 |
100 |
Pemasaran ternak ayam buras
Rataan skor yang di peroleh dari penerapan pemasaran adalah 2,8 yang tergolong dalam kategori sedang. Tingkat penerapan dalam kategori tinggi hanya di lakukan oleh 3 orang responden (8,57%) sedangkan untuk responden terbanyak adalah 21 orang (60%) dengan tingkat penerapan sedang (Tabel 18).
Tabel 18. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pemasaran
Pencapaian Skor |
Jumlah responden |
Persentase |
Penerapan |
>4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
>3,4 - 4,2 |
3 |
8.57 |
Tinggi |
>2,6 - 3,4 |
21 |
60 |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
11 |
31.43 |
Rendah |
1 – 1,8 |
0 |
0 |
Sangat rendah |
Jumlah |
35 |
100 |
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng.
Hasil penelitian terhadap penerapan sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng menunjukan bahwa: Faktor Sikap, dan luas kepemilikan lahan memiliki hubungan yang nyata (P<0,05). Faktor Umur, Pendidikan formal, dan Pengetahuan memiliki hubungan yang nyata (P<0,10). Untuk Pendidikan non formal, dan keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01). Lama beternak, Jumlah kepemilikan ternak, dan Motivasi Secara statistik menunjukan tidak berpengaruh nyata (P>0,10), dengan penerapan sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng.
Rincian data selengkapnya mengenai analisis data dengan menggunakan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman di sajikan pada tabel berikut (Tabel 19)
Tabel 19. Hasil analisis koefisien korelasi jenjang suparman variabel yang di amati
No |
Faktor-Faktor |
rs |
t hitung |
1 |
Umur |
0,265 |
1,579 n` |
2 |
Pendidikan formal |
0,262 |
1,560 n` |
3 |
Pendidikan nonformal |
0,451 |
2,902 sn |
4 |
Pengalaman beternak |
0,191 |
1,118 tn |
5 |
Jumlah kepemilikan ternak |
0,049 |
0,282 tn |
6 |
Luas kepemilikan lahan |
0,298 |
1,794 n` |
7 |
Pengetahuan peternak |
0,252 |
1,496 n` |
8 |
Keterampilan Peternak |
0,603 |
4,344 sn |
9 |
Sikap peternak |
0,343 |
2,098 n` |
10 |
Motivasi peternak |
0,041 |
0,236 tn |
keteranagan :
rs : koefisien korelasi n`: nyata sn : sangat nyata tn : tidak nyata
t tabel (0,01) db 33 = 2,444 t tabel (0,05) db 33= 1,692 t tabel (0,10) db 33 =1,30
Pembahasan
Umur memiliki hubungan nyata (P<0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,265. Semakin tua umur responden maka semakin tinggi tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yang dilakukan, karena diumur yang semakin tua peternak akan lebih serius dalam beternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Selaras dengan pendapat dari Dewandini (2010) yang menyatakan bahwa pada umumnya responden yang berusia produktif memiliki semangat yang tinggi, termasuk dalam mengembangkan usahanya.
Pendidikan formal memiliki hubungan nyata (P<0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,262. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal responden maka semakin tinggi tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yang dilakukan karena semakin tinggi jenjang pendidikan seorang peternak maka semakin banyak pengetahuan yang dimiliki. Menurut Suarta et al. (2020) pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya semakin baik kinerja dari seorang individu.
Pendidikan non formal memiliki hubungan yang sanga nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,451. semakin sering peternak mengikuti pendidikan non formal maka semakin tinggi tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yang dilakukan karena semakin sering peternak mengikuti pendidikan non formal maka
semakin meningkat pengetahuan dari peternak tersebut. Menurut pendapat Samsudin dan Mardikanto dalam Inggriati, (2014) mengatakan bahwa, untuk mengubah perilaku sasaran, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak setuju menjadi setuju, dan dari tidak terampil menjadi terampil, sampai menerapkan secara penuh suatu inovasi diperlukan penyuluhan yang efektif.
Pengalaman beternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,191. Lama beternak tidak mempengaruhi tingkat penerapan sapta usaha pada peternak ayam buras yang ada di Desa Sambirenteng karena lama beternak tidak menjadi jaminan peternak untuk merubah konsep dan pola beternaknya kea rah yang lebih baik. Menurut Wati et al. (2010) peternak yang memiliki pengalaman beternak yang cukup lama umumnya memiliki pengetahuan yang lebih bnyak di bandingkan peternak yang minim akan pengalaman.
Jumlah kepememilikan ternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,049. Jumlah kepemilikan ternak tidak mempengaruhi tingkat penerapan sapta usaha pada peternak ayam buras yang ada di Desa Sambirenteng karena banyak dan sedikitnya jumlah ternak yang di miliki manajemen pemeliharaannya tetap sama. Berbeda halnya dengan pendapat dari Rogers dan Shoemaker dalam Lamputra, (2005) yang menyatakan bahwa banyaksedikitnya ternak yang dipelihara akan mempengaruhi petani ternak untuk belajar lebihgiat terhadap teknologi baru.
Luas kepemilikan lahan memiliki hubungan nyata (P<0,05) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,298. Semakin luas lahan yang di miliki responden maka semakin tinggi tingkat penerapan sapta usaha ternak sayam buras yanh dilakukan karena semakin luas lahan yang di miliki berarti semakin besar pula modal yang dimiliki oleh peternak itu sendiri. Menurut pendapat Kartasapoetra dalam Inggriati, (2014) bahwa, lahan merupakan tanah yang dikuasai oleh petani per satuan luas, dan semakin luas lahan yang dikuasai akan semakin tinggi dorongan petani untuk mengolah lahannya.
Pengetahuan peternak memiliki hubungan nyata (P<0,05) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,252. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang peternak, maka semakin tinggi pula tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yang dilakukan karena semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki maka akan semakin banyak peternak melakukan inovasi dalam meningkatkan pendapatannya. Menurut pendapat Soekidjo (2003) Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan observasi terhadap suatu objek dengan menggunakan panca indra yang dimilikinya.
Keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,603. Semakin tinggi tingkat keterampilan yang dimiliki seorang peternak, maka semakin tinggi pula tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yang dilakukan karena semakin tinggi keterampilan yang dimiliki maka akan semakin baik pula manajemen pemeliharaannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mardikanto dalam Inggriati, (2014) bahwa, peningkatan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan (training) dalam sebuah proses penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Sikap memiliki hubungan nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,348. Semakin positif sikap yang dimiliki seorang peternak, maka semakin tinggi pula tingkat penerapan sapta usaha ternak sayam buras yang dilakukan karena semakin positif sikap yang dimiliki maka akan semakin baik pula manajemen pemeliharaannya. selaras dengan pendapat dari Sarwono (2010) yang menyatakan sikap adalah cerminnan rasa senang atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu, seperti benda, kejadian situasi, individu lain, dan kelompok. Selain itu, hal tersebut sesuai dengan pendapat Donnelly dalam Inggriati, (2014) yang menyatakan bahwa, sikap adalah cerminan perilaku, karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Motivasi memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras, dengan rs 0,041. Motivasi tidak mempengaruhi tingkat penerapan sapta usaha pada peternak ayam buras yang ada di Desa Sambirenteng karena peternak yang ada di desa sambirenteng tidak memiliki target yang jelas dalam usaha ternak ayam buras. Pricilia et al. (2019) menyatakan bahwa kurangnya motivasi peternak menyebabkan perilaku peternak dalam menerapkan manajemen usaha peternakan yang sebagaimana mestinya. Hal ini tidak selaras dengan pendapat dari Swstika. I.GL et al. (2016), yang menyatakan bahwa motivasi berpegaruh positif nyata terhadap tingkat keberhasilan pelaksanan IB di Kabupaten Karangasem.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat di simpulkan sebagai berikut:
-
1. Tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras di Desa Sambirenteng, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng masih tergolong rendah.
-
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak ayam buras yaitu : umur, pendidikan formal, luas lahan yang dimiliki, pendidikan non formal, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Sedangkan untuk pengalaman beternak, jumlah kepemilikan ternak dan motivasi memiliki hubungan yang tidak nyata dengan penerapan sapta usaha ternak ayam buras.
Saran
Untuk meningkatkan penerapan sapta usaha ternak ayam buras, maka di harapkan pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, serta dinas terkait agar melakukan penyuluhan di Desa Sambirenteng, tentang penerapan sapta usaha ternak ayam buras untuk menambah pengetahuan, wawasan, serta untuk meningkatkan pendapatan peternak dari usaha ternak ayam buras.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gede Antara, M.Eng., IPU. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si. atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Dewandini, dan R. S. Kuning. 2010. Motivasi Petani alam Budidaya Tanaman Mendong (Fimbristylis Globulosa) di Kecamatan Minggir Kabupaten Seleman. (Skripsi) Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Hadi, S. 1983. Statistik II, Andi Offset. Yogyakarta.
Inggriati, Y. N. W. 2014, Perilaku peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali. (Disertasi). Program pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Inggriati, T. N. W, N. Suparta, W. Suarna dan M. Antara. 2014. An effective extension system to improve the behavior of bali cattle breeder in Bali. E Jurnal Peternakan Tropika, Denpasar. Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 760 – 778.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/43155/26189
Iskandar, S. 2010. Usaha Tani Ayam Kampung. Editor: Ketaren, P. P., Sopiyana. S., Sudarman. D. Balai penelitian ternak Ciawi. Bogor.
Kartasapoetra, K.2005. Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Dalam Prespektif Orientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Analisa
Kebijakan Pertanian.Volume 3 No. 1, Maret 2005. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Lamputra, M. 2005. Perilaku Petani Ternak Babi dalam Usaha Menangani Limbah Kotoran Babi: Studi Kasus pada Petani Ternak Babi di BanjarSemaon Desa Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. (Skripsi).Universitas Udayana. Denpasar.
Nuroso. 2010. Ayam Kampung Pedaging Hari Per Hari. Penebar swadaya. Jakarta.
Pramutyati, Y.S. 2009. Petunjuk Teknis Beternak Ayam Buras. JT2 merang reed pilot project bekerjasama dengan balai pengkajian teknologi pertanian Sumatra selatan. Sumatra Selatan.
Shamsuddin M, Bhuiyan MMU, Chanada PK, Alam MGS, and Galoway G. 2006. Radioimmunoassay Of Milk Progesterone As a Tool For Fertility Control in Smallholder Dairy Farms.
Singarimbun, M dan S. Effendi. 1981. Metodologi penelitian survai. LP3S. Jakarta Estimation of parameters of the multivariate regression model with uncertain prior information and Student-t errors, Journal of Statistical Research, 39 (2): 79-94. Khan, S. 2008.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Suarta, G., Suparta, N., 2020 Effective Communication Models to Improve the Animal Cooperatives Performance in Bali-Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Research 2020 vol. 12 (4): 3776 – 3785.
Suharyanto, A. A. 2007. Panen Ayam Kampung dalam 7 Minggu Bebas Flu Burung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yaman, A. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar Swadaya.
Sulastrawan, I G., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 :132-150
Page 150
Discussion and feedback