CHARACTERISTICS OF COW'S MILK KEFIR MASK WITH THE ADDITION OF CENDANA FRANGIPANI FLOWER FLOUR (Plumeria alba) AFTER INCUBATION
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: September 18, 2021
Accepted Date: January 3, 2022
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
KARAKTERISTIK MASKER KEFIR SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG BUNGA KAMBOJA CENDANA (Plumeria alba) PASCA INKUBASI
Mulfindarochma, E., S. A Lindawati, I. N. S Miwada
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected] Telp + 6285806549223
ABSTRAK
Kefir merupakan produk susu fermentasi yang digunakan sebagai bahan dasar masker untuk perawatan kulit wajah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik masker kefir susu sapi dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana pada Bulan Februari sampai April 2021. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Keempat perlakuan yaitu: masker kefir tanpa penambahan tepung bunga kamboja cendana (P0), masker kefir dengan penambahan 2% tepung bunga kamboja cendana (P1), masker kefir dengan penambahan 4% tepung bunga kamboja cendana (P2), masker kefir dengan penambahan 6% tepung bunga kamboja cendana (P3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus diperoleh zona hambat 9,38 – 11,07 mm. Kisaran nilai pH pada semua perlakuan berkisar antara 4,66 – 4,89, sedangkan daya lekat menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi penambahan tepung bunga kamboja semakin meningkat daya lekatnya (10,40 – 17,73) menit serta tingkat kesukaan panelis terhadap (aroma, warna, tekstur) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kriteria mengarah kesuka. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masker kefir dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana tidak memiliki pengaruh terhadap aktivitas antimikroba Staphylococcus aures dan organoleptik tingkat kesukaan (warna, aroma, tekstur) namun memiliki pengaruh terhadap nilai pH dan daya lekat dengan penambahan 2% – 6% tepung bunga kamboja cendana.
Kata kunci: Karakteristik, masker kefir, bunga kamboja cendana
CHARACTERISTICS OF COW'S MILK KEFIR MASK WITH THE ADDITION OF CENDANA FRANGIPANI FLOWER FLOUR (Plumeria alba) AFTER INCUBATION
ABSTRACT
Kefir is a fermented milk product that is used as a basic ingredient for masks for facial skin care. This study aimed to determine the characteristics of cow's milk kefir mask with the addition of cendana frangipani flower flour (Plumeria alba). This research was conducted at the Laboratory of Animal Products Technology and Microbiology, Faculty of Animal
Husbandry, Udayana University from February to April 2021. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) with four treatments and four replications. The four treatments were: kefir masks without the addition of cendana frangipani flower flour (P0), kefir masks with the addition of 2% cendana frangipani flower flour (P1), kefir masks with the addition of 4% cendana frangipani flour flour (P2), kefir masks with the addition of 6% cendana frangipani flower flour (P3). The results showed that the antimicrobial activity against Staphylococcus aureus obtained an inhibition zone of 9.38 – 11.07 mm. The range of pH values in all treatments ranged from 4.66 - 4.89, while the stickiness showed that the higher the concentration of addition of cendana frangipani flower flour, the higher the stickiness (10.40 - 17.73) minutes and the panelists' preference for (color, aroma, texture) showed that the results were not significantly different (P>0.05) with the criteria leading to preference. Based on the results of this study, it can be concluded that the kefir mask with the addition of cendana frangipani flower flour has no effect on the antimicrobial activity of Staphylococcus aureus and the organoleptic preference level (color, aroma, texture) but has an effect on the pH value and adhesion with the addition of 2% - 6% cendana frangipani flower flour.
Key words: Characteristics, kefir mask, cendana frangipani flower
PENDAHULUAN
Kefir merupakan produk fermentasi yang dibuat dari susu dengan penambahan biji kefir (kefir grain) yang terdiri dari kumpulan bakteri Streptococcus sp, Lactobacilli dan khamir sebagai starter. Chen et al. (2006) melaporkan hasil penelitiannya bahwa kefir memiliki berbagai manfaat untuk perawatan kulit wajah. Hal ini dikarenakan kefir memiliki kandungan asam laktat yang berperan sebagai antibakteri, mencerahkan kulit, pergantian sel kulit mati serta memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat. Selain asam laktat, kefir juga mengandung berbagai senyawa bioaktif, termasuk peptida, polisakarida dan asam- asam organik. Sitompul et al. (2016) melaporkan bahwa kefir memiliki kemampuan menghambat perkembangan bakteri seperti Propionibacterium acne, Staphyloccocus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri genus Staphylococcus merupakan bakteri yang dapat menyebabkan jerawat bernanah. Lindawati et al. (2010) melaporkan hasil penelitiannya bahwa kefir yang diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus dengan zona hambat 1,12 mm, Salmonella 1,00 mm dan Eschericia coli 0,98 mm. Kandungan bakteri asam laktat dan senyawa bioaktif yang ada pada kefir inilah yang membuat kefir sebagai salah satu produk peternakan yang bisa dijadikan bahan utama perawatan kulit diantaranya adalah sebagai masker wajah.
Masker wajah merupakan salah satu produk kecantikan berupa pasta krim (gel) yang dioleskan pada wajah dengan tujuan merawat agar tetap sehat, menghaluskan kulit, membasmi jerawat dan mengatasi masalah-masalah kulit lainnya misalnya minyak berlebih, kerutan serta kulit kering. Tujuan penggunaan masker tersebut sesuai dengan kemampuan kefir dalam perawatan kulit wajah sehingga kefir cocok digunakan sebagai bahan baku masker. Namun, kefir mempunyai kelemahan dalam hal aroma yaitu masam menyerupai tape (yeasty). Hal ini dapat diantisipasi dengan penambahan aroma tertentu sehingga mampu memberi efek relaksasi yakni bunga kamboja.
Kamboja merupakan tumbuhan dalam marga Plumeria yang dikenal dengan nama frangipani. Kamboja sudah lazim digunakan dalam berbagai produk kecantikan misalnya sabun, shampoo, scrub serta body lotion. Wijiarti dan Suhartiningsih (2019) melaporkan dalam penelitiannya bahwa bunga kamboja cendana mengandung saponin, vitamin E, tannin, minyak atsiri dan flavonoid. Suarsana (2014) menyatakan bahwa flavonoid pada bunga kamboja cendana berperan sebagai antioksidan bagi tubuh manusia serta mampu bersinergi dengan vitamin C sebagai antibiotik dan anti inflamasi. Kamboja cendana juga mengandung senyawa terpenoid yang mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Wijiarti dan Suhartiningsih (2019) melaporkan bahwa penggunaan 6% ekstrak bunga kamboja pada sabun mandi cair mampu memberikan hasil sifat fisik terbaik dengan kriteria warna, aroma dan daya buih. Namun, Suarsana (2014) menyatakan bahwa penambahan bunga kamboja cendana pada kadar 10 % menyebabkan gatal dan iritasi pada kulit.
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian mengenai karakteristik masker kefir susu sapi dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) dengan konsentrasi 0%, 2%, 4% dan 6% pasca inkubasi 24 jam.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 3 bulan dari bulan Februari sampai April 2021.
Obyek penelitian
Obyek dalam penelitian ini yaitu karakteristik masker kefir susu sapi dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba).
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu susu sapi segar sebanyak 9 liter (1 liter untuk starter dan 8 liter untuk percobaan), tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) sebanyak 240 gram, starter kefir, bakteri uji aktivitas antimikroba yaitu Staphylococcus aureus QC 25923. Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu media Nutrient Agar (NA), media Nutrient Broth (NB), aquadest, larutan buffer 4 dan 7. Peralatan yang digunakan antara lain: tabung gas, kompor, panci, spatula, termometer, gelas ukur, toples plastik, sendok plastik, alumunium foil, alat saring, pisau, talenan, nampan, timbangan digital, blender, saringan atau ayakan, lemari pendingin, cawan petri, pipet 1 ml, pipet otomatis, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas beker, erlenmeyer, pembakar bunsen, timbangan analitik, autoklaf, kawat ose, vortex, inkubator, laminar flow cabinet, kapas, kertas label, kertas cakram atau paper disk, tip blue. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah wadah masker, kuas, alat tulis, format uji dan tisu basah. Pengujian pH menggunakan pH meter.
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan tersebut yakni: P0: Masker kefir tanpa penambahan tepung bunga kamboja cendana, P1: Masker kefir dengan penambahan 2% tepung bunga kamboja cendana, P2: Masker kefir dengan penambahan 4% bunga kamboja cendana, P3: Masker kefir dengan penambahan 6% tepung bunga kamboja cendana.
Model matematis yang digunakan pada penelitian ini (Steel dan Torrie, 1995) yaitu:
Yij = µ + τi + ɛij
Keterangan :
Yij : Nilai pengamatan kefir susu sapi pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
µ : Rataan umum hasil perlakuan
τi : Pengaruh perlakuan ke-i
ɛij : Pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j
i :1,2,3,4
j : 1,2,3,4
Prosedur penelitian
Peremajaan bakteri uji (Staphylococcus aureus QC 25923)
Peremajaan bakteri uji dilakukan dengan menggunakan media Nutrient Broth (NB) dengan cara menginokulasikan sebanyak 100 µl kultur murni Staphylococcus aureus kedalam 9 ml Nutrient Broth dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37o C selama 24 jam.
Pembuatan tepung bunga kamboja cendana
Pembuatan tepung bunga kamboja cendana mengikuti metode Wijiarti dan Suhartiningsih (2019) yaitu dengan cara dilakukan penyortiran bunga kamboja cendana sebanyak 1,5 kg, kemudian dipotong-potong dengan ukuran 0,5 cm lalu dijemur dengan cara diangin-anginkan selama 4-5 hari yang bertujuan agar kandungan yang ada pada bunga kamboja cendana tidak rusak dibawah sinar matahari langsung. Selanjutnya bunga kamboja cendana yang sudah kering diblender dan diayak sebanyak dua kali menggunakan saringan berukuran lubang 100 mesh untuk memisahkan antara tepung yang sudah halus dan yang masih kasar. Bunga kamboja yang sudah halus ditimbang sesuai dengan masing-masing perlakuan.
Proses pembuatan starter kefir
Peremajaan starter kefir dilakukan mengikuti metode Otles dan Cagindi (2003); Lindawati et al. (2015) dengan cara susu sapi segar dipasteurisasi pada suhu 85oC selama 30 menit, lalu susu didinginkan hingga suhunya turun menjadi 25oC, kemudian diinokulasi dengan biji kefir 3% (b/v) dari volume susu yang digunakan. Susu segar pasteurisasi yang sudah diinokulasi biji kefir selanjutnya diinkubasi selama 24 jam dengan suhu ruang ± 25oC.
Proses pembuatan masker kefir
Proses pembuatan kefir mengikuti metode Otles dan Cagindi (2003); Lindawati et al. (2015) yaitu dengan cara susu sapi segar dipasteurisasi masing-masing 500 ml (sejumlah 16 unit percobaan) pada suhu 85oC selama 30 menit. Tahap selanjutnya yaitu susu didinginkan hingga suhunya mencapai 25oC lalu diinokulasi sebanyak 3% starter kefir dari volume susu yang digunakan. Susu yang sudah diinokulasi dengan starter dimasukkan kedalam toples masing-masing sebanyak 500 ml sejumlah 16 unit percobaan. Kemudian ditutup menggunakan alumunium foil dan diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu ditambahkan tepung bunga kamboja sesuai dengan perlakuan.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain: aktivitas antimikroba Staphylococcus aureus QC 25923, nilai pH, daya lekat dan uji organoleptik tingkat kesukaan (warna, aroma, tekstur).
Aktivitas antimikroba (Staphylococcus aureus QC 25923 )
Aktivitas antimikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus QC 25923 menggunakan metode difusi cakram (Nurhayati et al., 2020). Metode ini dilakukan dengan cara mencelupkan kertas cakram kedalam masker kefir, setelah itu ditempelkan pada media Nutrient Agar (NA) yang sudah diinokulasikan dengan biakan bakteri uji (Staphylococcus aureus QC 25923), kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah diinkubasi maka terbentuk zona bening disekitar kertas cakram yang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba. Diameter zona bening yang terbentuk diukur sebanyak tiga kali dengan menggunakan jangka sorong pada tempat yang berbeda dan hasilnya dirata-ratakan.
Nilai pH
Uji pH dilakukan menggunakan metode Suwetja (2007) dengan cara memasukkan masker sebanyak 20 ml kedalam wadah plastik lalu diukur pH nya menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi dengan cara merendam ujung katoda pada larutan buffer pH 4 dan pH 7 untuk memastikan hasil pengukuran akurat.
Daya lekat
Uji daya lekat dilakukan dengan cara mengoleskan masker pada kulit lengan panelis lalu didiamkan selama 15 menit. Setelah itu masker dibersihkan dengan menggunakan handuk kecil yang sebelumnya sudah dibasahi air (Tyas dan Pritasari, 2018).
Uji organoleptik
Uji organoleptik dalam penelitian ini berdasarkan pada tingkat kesukaan meliputi uji warna, aroma dan tekstur mengikuti metode (Soekarto, 2002). Pengujian dilakukan oleh 25 orang panelis semi terlatih. Skala hedonik yang digunakan adalah: 1= sangat tidak suka; 2= tidak suka; 3= netral; 4= suka; dan 5= sangat suka.
Analisis statistik
Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Sedangkan analisis statistik yang di lakukan terhadap data uji
organoleptik tingkat kesukaan dianalisis secara non parametrik menggunakan Kruskal Wallis, apabila terdapat perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,5), di lanjutkan dengan uji Mann-whitney (Steel dan Torrie, 1995)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis statistik karakteristik masker kefir susu sapi dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) pasca inkubasi meliputi: aktivitas antimikroba bakteri Staphylococcus aureus QC 25923, nilai pH, daya lekat dan uji organoleptik tingkat kesukaan meliputi warna, aroma dan tekstur dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Karakteristik masker kefir susu sapi dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) pasca inkubasi
Variabel Perlakuan 1)
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | |
Staphylococcus aureus |
10,52 ± 1,40a |
9,38 ± 1,27a |
11,07 ± 1,91a |
9,74 ± 1,08a |
(mm) | ||||
Nilai pH |
4,66 ± 0,05c 2) |
4,74± 0,03b |
4,83 ± 0,05a |
4,89 ± 0,03a |
Daya lekat (menit) |
10,40 ± 0,18 b |
17,05 ± 1,34 a |
17,38 ± 1,08 a |
17,73 ± 0,44 a |
Uji organoleptik | ||||
Warna3) |
4 ± 0,76 a |
3,64 ± 0,95 a |
3,52 ± 0,87 a |
3,52 ± 1,12 a |
Tekstur 3) |
4 ± 1,15 a |
3,52 ± 0,77 a |
3,36 ± 0,91a |
3,32 ± 1,07 a |
Aroma 3) |
3,36 ± 1,38 a |
3,48 ± 0,82a |
3,34 ± 0,96a |
3,72 ± 1,06 a |
Keterangan:
1) Perlakuan P0 : Kontrol
Perlakuan P1 : Masker kefir susu sapi dengan penambahan 2% tepung bunga kamboja
Perlakuan P2 : Masker kefir susu sapi dengan penambahan 4% tepung bunga kamboja
Perlakuan P3 : Masker kefir susu sapi dengan penambahan 6% tepung bunga kamboja
2) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama, berbeda nyata (P<0.05)
3) Skala hedonik 1-5: 1(sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (biasa), 4 (suka), 5 (sangat suka)
Aktivitas antimikroba Staphylococcus aureus QC 25923
Masker kefir dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) pada penelitian ini menunjukkan bahwa adanya aktivitas antimikroba pada semua perlakuan (P3, P2, P1, P0) tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05). Aktivitas antimikroba disebabkan adanya bakteri asam laktat yang menghasilkan komponen bioaktif seperti asam laktat, asam format, asam asetat, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Shen et al., 2018).
Secara statistik aktivitas antimikroba tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berarti semakin tinggi penambahan tepung bunga kamboja cendana, aktivitas antimikrobanya relatif sama. Hal ini disebabkan senyawa bioaktif pada tepung bunga kamboja berupa flavonoid, tannin, dan terpenoid belum terbiodegradasi oleh bakteri asam laktat secara optimal, sehingga hanya senyawa bioaktif yang terdapat pada kefir yang mampu bekerja secara maksimal sebagai penghambat. Disamping itu diduga karena adanya suasana asam pada kefir sehingga
aktivitas tannin pada tepung bunga kamboja terhambat. Fajriati (2006) melaporkan bahwa tannin mampu bekerja optimal pada pH 5,5.
Selain hal tersebut, kemungkinan juga karena penambahan tepung bunga kamboja cendana menyebabkan terbentuknya lingkungan berbeda sehingga bakteri asam laktat mengalami fase adaptasi. Lindawati et al. (2015) melaporkan bahwa fase adaptasi merupakan kondisi dimana belum terjadi proses biodegradasi nutrisi oleh bakteri asam laktat sehingga bakteri asam laktat yang tidak mampu beradaptasi akan mati dan yang mampu beradaptasi akan tetap hidup. Hal ini karena terjadi ketidakseimbangan antara pengeluaran proton dan pemasukan proton pada sel bakteri.
Pada penelitian ini bakteri uji yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus yang tergolong kedalam kelompok bakteri gram positif. Wahab et al. (2020) melaporkan bahwa bakteri gram positif memiliki lapisan dinding sel yang tebal, walaupun dinding sel nya tebal namun lebih mudah ditembus dibandingkan dinding sel bakteri gram negatif.
Nilai pH
Derajat keasaman atau pH merupakan standar yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman dan tingkat kebasaan suatu zat atau suatu larutan. Nilai pH umumnya berbanding terbalik dengan total asam. Semakin rendah nilai pH maka semakin tinggi total asam yang dihasilkan (Arfianty et al., 2017). Total asam pada penelitian ini dihasilkan dari aktivitas bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) dalam membiodegradasi laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim β-galaktosidase menjadi asam pyruvat dan asam laktat (Widodo, 2003).
Hasil analisis statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan konsentrasi tepung bunga kamboja cendana, nilai pH semakin nyata (P<0,05) lebih tinggi. Hal ini disebabkan tingginya konsentrasi tepung kamboja cendana yang terlarut, sehingga air dari dari dalam sel mikroorganisme kefir keluar sel karena adanya tekanan osmosis yang tinggi sehingga terjadi proses plasmolisis yang menyebabkan pertumbuhan mikrooganisme pada kefir terhambat. Hasil penelitian ini didukung oleh data analisis total bakteri asam laktat yang diperoleh hasil semakin menurun dengan semakin tingginya penambahan tepung bunga kamboja cendana (6,6x106 – 6,34x 106 CFU/g). Dari sini terlihat bahwa penambahan tepung bunga kamboja mengakibatkan terbentuknya lingkungan yang berbeda sehingga aktivitas bakteri asam laktat diduga mengalami penurunan kemampuan memecah laktosa menjadi asam laktat. Sawitri (2011) melaporkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung bunga kamboja cendana mengakibatkan terbatasnya ruang gerak bakteri asam laktat sehingga
pertumbuhannya menjadi kurang optimal.
Nilai pH pada penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Lindawati et al. (2015) pada inkubasi 24 jam sebesar 3,88. Rizky dan Zubaidah (2015) melaporkan hasil penelitiannya bahwa nilai pH kefir sebesar 3,88 – 4,47. Dalam penelitian ini diperoleh nilai pH 4,66 – 4,89 (Tabel 1)
Daya lekat
Daya lekat merupakan karakteristik yang mengukur kemampuan sedian masker untuk melekat pada kulit. Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa daya lekat pada perlakuan P3, P2, P1 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan P0. Hal ini berarti semakin tinggi penambahan tepung bunga kamboja cendana menunjukkan bahwa semakin tinggi daya lekatnya. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan viskositas (kekentalan) pada masker kefir. Siswanto (2007) melaporkan bahwa tekstur kefir lebih encer dibandingkan yogurt serta gumpalan susunya lebih lembut. Penambahan masker kefir dengan tepung bunga kamboja cendana diduga membuat tekstur masker sedikit kasar dan lebih kental sehingga semakin mudah melekat pada kulit. Hal tersebut sesuai dengan penilaian panelis pada penelitian ini yang memberikan skor tekstur mengarah ke kasar pada P3, P2 dan P1. Viskositas (kekentalan) pada masker kefir diperoleh karena adanya pengaruh enzim proteolitik yang memecah ikatan polipeptida menjadi rantai lebih pendek dan protein terdenaturasi sehingga membentuk padatan yang lebih kompak (Aini et al., 2003). Hal ini didukung oleh Widodo (2003) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat (Lactobacillus) memfermentasi laktosa menjadi asam laktat yang berperan dalam proses koagulasi protein.
Daya lekat pada perlakuan P3, P2 dan P1 tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini berarti pada perlakuan P3, P2, P1 memiliki waktu daya lekat yang relatif sama. Hal ini disebabkan karena antara perlakuan P3, P2, dan P1 sama-sama diberi penambahan tepung bunga kamboja. Tepung memiliki karakteristik diantaranya memiliki kemampuan menyerap air (water absorption) (Suarni, 2009). Sawitri (2011) melaporkan bahwa meningkatnya penambahan suatu zat pada sediaan masker kefir menyebabkan terjadinya peningkatan total padatan dan peningkatan viskositas.
Kemampuan melekat yang rendah menunjukkan bahwa sediaan masker mudah lepas dari kulit (Pratiwi dan Wahdaningsih, 2018). Sehingga pada penelitian ini masker kefir pada P3, P2, P1 memiliki daya lekat yang lebih lama dibandingkan masker kefir pada P0. Hal ini didukung oleh Natsir (2012) yang melaporkan bahwa kualitas daya lekat masker yang baik diatas 15 menit. Daya lekat yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 10,40 – 17,73 menit
(Tabel 1).
Uji Organoleptik
Warna
Warna merupakan parameter pertama yang dapat dilihat langsung oleh konsumen sebelum memilih suatu produk. Tingkat kesukaan terhadap warna masker kefir susu sapi dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) pasca inkubasi pada Tabel 1 menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan skala numerik 3,52 - 4 (mengarah kesuka).
Respon panelis terhadap warna dalam penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan tepung bunga kamboja cendana ternyata panelis memberikan respon warna semakin pekat dari putih kekuningan menuju sangat coklat. Pada Perlakuan P0 panelis memberikan respon warna putih kekuningan. Warna putih kekuningan disebabkan karena pada P0 tidak terjadi penambahan tepung bunga kamboja cendana sehingga warna yang dihasilkan merupakan warna murni dari susu sebagai bahan dasar pembuatan kefir. Hal ini disebabkan adanya penyebaran butiran-butiran koloid lemak pada susu. Muchtadi et al. (2010) menyatakan bahwa susu sapi segar berwarna putih kebiruan sampai putih kekuningan (kuning keemasaan) yang terdiri dari butiran protein dan lemak.
Respon panelis terhadap warna pada P1, P2 dan P3 memberikan respon warna masing-masing yaitu sedikit kekuningan, sedikit krem kecoklatan dan sangat krem kecoklatan. Hal ini disebabkan adanya penambahan tepung bunga kamboja cendana dengan konsentrasi 2%, 4% dan 6%. Tepung bunga kamboja menghasilkan warna coklat dan kefir menghasilkan warna putih kekuningan sehingga ketika dicampur maka akan menghasilkan warna krem kecoklatan. Semakin tinggi konsentrasi pemberian tepung bunga kamboja cendana maka warna yang dihasilkan pada masker kefir akan semakin coklat. Hal ini sesuai dengan Wrasiati et al. (2011) ang melaporkan bahwa adanya kandungan tannin pada bunga kamboja cendana mempengaruhi warna menjadi kuning kecoklatan.
Proses pengeringan juga memengaruhi hasil akhir dari warna tepung bunga kamboja. Pada penelitian ini pengeringan dilakukan dengan cara dikering anginkan sehingga akan menghasilkan warna kecoklatan karena adanya interaksi antara oksigen dengan kandungan pigmen warna pada kamboja. Hal ini didukung oleh Fahmi et al. (2019) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa metode pengeringan dengan dikering anginkan dan ditutup kain hitam (tanpa sinar matahari langsung) akan menghasilkan warna hijau kecoklatan sedangkan
pengeringan menggunakan oven dengan suhu 40oC dan 50oC menghasilkan warna hijau segar. Hal ini sejalan dengan pernyataan Muchtadi et al. (2010) yang menyatakan bahwa bahan pangan yang dikeringkan berubah warnanya menjadi kecoklatan karena adanya reaksi browning enzimatic.
Aroma
Aroma merupakan perpaduan antara bau dan rasa ketika mengonsumsi sesuatu (Miwada et al., 2006). Hasil analisis statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap aroma masker kefir pada semua perlakuan (P0, P1, P2, P3) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan skala numerik 3,32 - 3,72 (mengarah kesuka).
Masker kefir dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana disukai oleh panelis tetapi tidak nyata diantar perlakuan. Hal ini berarti panelis memberikan respon yang relatif sama (disukai) terhadap semua perlakuan. Hal ini disebabkan sesuai dengan data hasil penelitian bakteri asam laktat yang diperoleh hasil pertumbuhan yang lambat bahkan semakin menurun yaitu 6,6x106 – 6,34x 106 CFU/g dengan semakin tingginya penambahan tepung bunga kamboja cendana. Menurunnya kemampuan bakteri asam laktat dalam membiodegradasi laktosa mengakibatkan proses perombakan aroma menjadi terhambat (Yanti et al., 2016).
Panelis memberikan respon aroma pada P0 yakni sangat beraroma kefir. Hal ini disebabkan pada P0 tidak ada penambahan tepung bunga kamboja cendana. Aroma yang terbentuk pada kefir yaitu masam seperti aroma pada yeast. Jong-ik et al. (2010) melaporkan bahwa etanol dan karbondioksida memiliki peranan penting dalam pembentukan rasa dan aroma pada kefir. Aroma khas susu bersumber dari asam lemak volatile yang memengaruhi bau khas yaitu butirat, kaproat, kaprat, laurat dan kaprilat (Setyawardani et al., 2017). Pada P1 panelis menunjukkan respon yakni beraroma kefir, hal ini karena penambahan tepung bunga kamboja cendana hanya sejumlah 2% sehingga belum sepenuhnya mampu menutup aroma masam pada kefir. Namun, pada P2 dan P3 panelis memberikan respon aroma sedikit beraroma kamboja dan sangat beraroma kamboja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan tepung bunga kamboja cendana dalam masker kefir, maka mampu menutup aroma masam pada kefir meskipun secara nilai kesukaan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Wrasiati et al. (2011) melaporkan bahwa karakteristik sensoris aroma pada bunga kamboja cendana paling kuat dibandingkan dengan jenis bunga kamboja sudamala, kamboja merah muda maupun bunga kamboja lokal bali.
Tekstur
Tekstur dalam produk masker merupakan salah satu karakteristik yang diperlukan untuk menilai kenyamanan pengaplikasian masker pada kulit. Hasil analisis statistik (Tabel 1) menunjukkan bahwa respon panelis terhadap tingkat kesukaan tekstur masker kefir tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan skala numerik 3,32 – 4 (mengarah kesuka).
Panelis memberikan respon tekstur sangat lembut pada P0, sedikit lembut pada P1, sedikit kasar pada P2 dan sangat kasar pada P3. Hal ini disebakan semakin tingginya konsentrasi penambahan tepung bunga kamboja cendana. Hal ini diduga karena tepung bunga kamboja memiliki tekstur butiran halus sehingga nilai sensori nya menjadi sedikit kasar apabila diaplikasikan pada kulit.
Setyawardani et al. (2017) melaporkan bahwa tekstur yang dihasilkan oleh produk fermentasi dipengaruhi oleh viskositas yang memiliki keterkaitan dengan kultur starter yang menghasilkan produk eksopolisakarida sehingga tekstur kefir akan semakin halus. Hal ini diperkuat dengan pendapat Kakisu et al (2011) yang menyatakan bahwa beberapa strain Staphylococcus thermophyluss dapat menghasilkan polisakarida dengan berat molekul yang tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpukan bahwa:
-
1. Karakteristik masker kefir dengan penambahan tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) pasca inkubasi tidak berpengaruh terhadap aktivitas antimikroba Staphylococcus aureus, tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, dan tekstur, tetapi berpengaruh terhadap nilai pH dan daya lekat.
-
2. Penambahan 2-6 % tepung bunga kamboja cendana (Plumeria alba) pasca inkubasi pada masker kefir mempunyai aktivitas antimikroba 9,38 mm-11,07 mm, nilai pH 4,66–4,89, daya lekat 10,40 menit-17,73 menit dan secara organoleptik (warna, aroma, tekstur) disukai.
Saran
Dari hasil penelitian ini disarankan bahwa masyarakat bisa menggunakan masker kefir dengan penambahan bunga kamboja cendana sebagai perawatan kulit karena adanya kandungan senyawa bioaktif yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab jerawat serta daya lekatnya yang tinggi sehingga mampu mengencangkan kulit.
UCAPAN TERIMA KASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPM, Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana
Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Y. K., Suranto, S. Ratna. 2003. Pembuatan susu kedelai dengan variasi kadar susu skim dan inokulum. Biosmart. 2 (5): 89 – 93
Arfianty, B. N., S. Farisi, C. N. Ekowati. 2017. Dinamika populasi bakter dan total asam pada fermentasi bekasam ikan patin (Pangasius hypopthalmus). Jurnal Biologi Eksperimen dan Keanekaragaman Hayati. 2(4): 43-49
Chen, M.J., J. R. Liu, J. F. Sheu, C. W. Lin and C. L. Chuang. 2006. Study on skin care properties of milk kefir whey. Jurnal Animal Science. 6 (19): 905-908
Fahmi, N., I. Herdiana, dan R. Rubiyanti. 2019. Pengaruh metode pengeringan terhadap mutu simplisia daun polutan (Urena lobata L). 2 (15): 165-169
Fajriati, I. 2006. Optimasi metode penentuan tanin (analisis tanin secara spektrofotometri dengan pereaksi orto-fenantrolin). Kaunia J. Sains dan Teknologi. 2 (2): 107-120.
Jong-ik, L., S. K. Young, H. J. Yeon, S. K. Ho. 2010. Physicochemical properties of kefir as dietary supplementary for curing the diabetic mouse. The Korean Journal of Food and Nutrition. 23 (4): 462- 469.
Kakisu, E., A. Irigoyen, P. Torre, G. L. De Antoni, and A. G. Abraham. 2011. Physicochemical, microbiological and sensory profiles of fermented milk containing probiotic strains isolated from kefir. Journal of Dairy Research. 78 (4): 456-463.
Lindawati, S.A., A. A. S. Kartini, H. Martini, I. N. S. Miwada, N.W.T. Inggriati, K.Nuraini, I. N. T. Ariana, and A. T. Umiarti. 2010. Antimicrobial Activity of Mother Starter Kefir Towards Salmonella, Staphylococcus and E. Coli In Vitro. Proceedings. 2nd International Conference On Bioscience And Biotechnology. Pave the Way to A Better Live. ISBN: 978-602-9042-11-5. Udayana University.
Lindawati, S. A., N. L. P. Sriyani, M. Hartawan, dan I. G. Suranjaya. 2015. Studi mikrobiologis kefir dengan waktu simpan berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan. 18(3): 95-99. https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/18767/12246
Miwada, I. N. S., S. A. Lindawati, dan W. Tatang. 2006. Tingkat efektivitas “starter” bakteri asam laktat pada proses fermentasi laktosa susu. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 (1): 32-35.
Muchtadi, T. R., Sugiyono dan F. Ayustaningwarno, 2010 . Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung
Natsir, N. H. 2012. Pengaruh Jenis Pengikat Terhadap Sifat Fisik Sediaan Serbuk Masker Wajah Daun Jambu Biji (Psidium guajava L). Skripsi. Sarjana Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.
Nurhayati, L. S., N. Yahdiyani, A. Hidayatulloh. 2020. Perbandingan pengujian aktivitas antibakteri starter yogurt dengan metode difusi sumuran dan metode difusi cakram. Jurnal Teknologi Hasil Peternakan. 1 (2): 41-26.
Otles, S. and O. Cagindi. 2003. Kefir: a probiotic dairy-com-position nutritional and therapeutic aspects. Pakistan Journal of Nutrition. 2 (2): 54-59.
Pratiwi, L., dan S. Wahdaningsih. 2018. Formulasi dan aktivitas antioksidan masker wajah
gel peel off ekstrak methanol buah papaya (Carica papaya L). Pharmacy Medical Journal. 1 (2): 50-62
Rizky, A. M., dan E. Zubaidah. 2015. Pengaruh penambahan tepung ubi ungu jepang (Ipomea batatas L var. Ayamurasaki) terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik kefir ubi ungu. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4 (3): 1393-1404.
Sawitri., M. E. 2011. Kajian penggunaan esktrak susu kedelai terhadap kualitas kefir susu kambing. Jurnal Ternak Tropika. 1(12): 15-21
Setyawardani T., J. Sumarmono, A. H. D. Rahardjo, M. Sulistyowati, K. Widayaka. 2017. Kualitas fisik, kimia dan sensori kefir susu kambing yang disimpan pada suhu dan lama penyimpanan berbeda. Buletin Peternakan 3 (41): 298-306
Siswanto, E 2007. Pembuatan Minuman Kefir Dari Susu Kacang Merah Dengan Menggunakan Kultur Starter Lactobacillus bulgaricus dan Saccharomyses cereviceae: Kajian Pengaruh Konsentrasi Starter dan Lama Inkubasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Untag, Semarang
Sitompul A., J. S. Siregar dan D. Atmanto. 2016. Perbedaan hasil pengurangan jerawat pada wajah menggunakan masker kefir susu kambing. Jurnal Pendidikan Teknik dan Vokasional FT UNJ. 2 (2): 42-29.
Shen, Y., D. Kim, J. Chon, H. Kim, K.Song, dan K. Seo. 2018. Nutritional effects and antimicrobial activity of kefir (grains). J. Dairy Sci. Biotechnol. 36 (1): 1-13.
Soekarto, S. 2002. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Suarni. 2009. Prospek pemanfaatan tepung jagung untuk kue kering (cookies). Jurnal Litbang Pertanian. 28 (2): 63-71.
Suarsana. 2014. Tanaman Obat: Sembuhkan Penyakit untuk Sehat. Swasta Nulus. Denpasar.
Suwetja, I. K. 2007. Biokimia Hasil Perikanan, Jilid III. Rigormortis, TMAO, dan ATP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Tyas D.R dan O.K Pritasari. 2018. Pengaruh penambahan tepung kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap sifat fisik masker wajah berbahan dasar tepung kefir susu sapi untuk anti aging. Jurnal Tata Rias. 3 (7): 32-40
Wahab M. F., Y. Indahsari, N. Nurdiana, A. M. Manggabarani., P. B. A. Nur. 2020. Uji aktivitas antimikroba ekstrak daun mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).
Indonesian Journal of Fundamental Science (IJFS). 1 (6): 8-11
Widodo, Y. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lactacia Press. Yogyakarta
Wijiarti, R dan Suhartiningsih. 2019. Pengaruh penambahan ekstrak bunga kamboja kuning (Plumeria alba) terhadap sifat fisik dan masa simpan sabun mandi cair. Jurnal Tata Rias. 1 (8): 1-9
Wrasiati, L. P., A. Hartanti, D. A. A. Yuarini. 2011. Kandungan senyawa bioaktif dan simplisia bunga kamboja (Plumeria alba). Jurnal Biologi. 15 (2): 39-43
Yanti, N. K. A. W. P., S. A. Lindawati dan I. N. S. Miwada. 2016. Nilai organoleptik kefir hasil fortifikasi ubi ungu pada proses fermentasi susu selama penyimpanan. Jurnal Peternakan Tropika. 4 (1): 35-50.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/22699/14883
Mulfindarochma, E., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 : 1 - 15
Page 15
Discussion and feedback