ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: August 13, 2021

Accepted Date: September 2, 2021


Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Eny Puspani

PERFORMANS BURUNG PUYUH UMUR 0 - 4 MINGGU

YANG DIBERIKAN LARUTAN KUNYIT (Curcuma domestica Val.) PADA AIR MINUM

Padmini, N. M. T., G. A. M. K. Dewi, dan D. P. M. A. Candrawati

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected] , Telp: 089688996197

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performans burung puyuh umur 0-4 minggu yang diberi larutan kunyit (Curcuma domestica Val.) pada air minum. yang berlangsung selama 4 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan larutan kunyit pada air minum terdiri dari A: tanpa larutan kunyit, B:1% larutan kunyit, dan C: 2% larutan kunyit. Kunyit yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kunyit. Variabel yang diamati meliputi Berat badan awal, berat badan akhir, konsumsi ransum, konsumsi air minum, dan Feed conversion ratio (FCR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 1 - 2 % larutan kunyit (B dan C) pada air minum mampu meningkatkan konsumsi ransum sebesar 6,35% -16,78% dibandingkan dengan perlakuan A (tanpa larutan kunyit), namun perlakuan tanpa larutan kunyit, 1% dan 2 % (A, B, C) belum mampu meningkatkan konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan menurunkan nilai feed conversion ratio (FCR). Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa burung puyuh yang diberikan larutan kunyit (Curcuma domestica Val) sebanyak 1% (B) dan 2% (C) melalui air minum dapat meningkatkan konsumsi ransum, dan belum mampu meningkatkan konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan menurunkan nilai feed conversion ratio (FCR).

Kata kunci: burung puyuh, larutan kunyit, performans

PERFORMANCE OF QUAIL BIRD 0 – 4 WEEKS THAT GIVEN A TUMERIC (Curcuma domestica Val.) SOLUTION IN DRINKING WATER

ABSTRACT

This experiment was conducted to find out performance quail was given turmeric (Curcuma domestica Val.) solution on drinking water for 4 weeks. The design of experimet is Completely Randomized Design (CRD) consisting of 3 treatments and 6 replications. The turmeric solution treatment are A : without turmeric solution, B ; 1% turmeric solution, and C : 2% turmeric solution. The turmeric used in this study is turmeric rhizome. The observed variables are intial body weight, final body weight, body weight gain, feed consumption,


drinking water consumption, dan feed conversion ratio (FCR). The results indicated was given 1% - 2% turmeric (B and C) on drinking water can increased feed consumption 6,35% -16,78% compared with treatment A (without turmeric), but the treatment without turmeric 1%, and 2% (A, B, and C) has not been able to increased the water consumption, final body weight, body weight gain, and decreased feed conversion ratio (FCR) value. Based on the result of the reseach, it can be concluded that quail was given turmeric solution (Curcuma domestica Val.) 1% and 2% on drinking water can increased feed consumption, but not able increased water consumption, final body weight, body weight gain, and decreased feed conversion ratio (FCR) value.

Keywords : quail, turmeric solution, performance

PENDAHULUAN

Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu jenis unggas yangsaat ini mulai banyak dikembangkan dikalangan masyarakat sebagai pekerjaan sambilan maupun pekerjaan utama. Burung puyuh dapat dimanfaatkan produksi telur dan dagingnya sehingga mendapatkan keuntungan yang maksimal. Burung puyuh memiliki keunggulan yaitu memiliki produksi telur, produksi daging, dan masa pemeliharaan yang relative singkat (Direkrorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Menurut Rachmat et al. (2007) masa pemeliharaan burung puyuh pertama kali bertelur pada umur 41 hari, dengan jumlah produksi telur 250 - 300 per tahun.

Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2019) jumlah populasi burung puyuh di Indonesia pada tahun 2019 mencapai angka 14.107.479 ekor. Populasi burung puyuh yang tinggi bisa dijadikan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Menurut Anugrah et al. (2009) daging burung puyuh mengandung air 73,2%, protein 22,5%, lemak 2,5%, dan abu 0,94%. kandungan daging burung puyuh tidak berbeda jauh dengan kandungan daging ayam broiler kadar air 78,86%, protein 23,20%, lemak 1,65% mineral 0,98% (Rosyidi, 2009).

Salah satu permasalahan yang sering dihadapi peternak burung puyuh saat ini yaitu burung puyuh yang diternakkan lebih rentan terhadap penyakit sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhannya. Penambahan AGP (Antibiotic Growth Promoter) dapat meningkatkan pertumbuhan serta pakan lebih efisien. Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2009 pasal 22 ayat 4 huruf c tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2014, menyebutkan bahwa melarang penggunaan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan.

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang banyak terdapat di Indonesia yang bisa dijadikan alternatif untuk mengganti penggunaan AGP. Kunyit mengandung kurkumin/zat warna kuning 9,61% dan minyak atsiri 3,18% (Sinurat et al., 2009). Menurut Purwati (2008) menyatakan bahwa mekanisme kurkumin dan minyak atsiri dapat meningkatkan nafsu makan ternak dengan mempercepat proses pengosongan isi lambung dan memperlancar pengeluaran empedu sehingga meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Senyawa kurkumin dan minyak atsiri pada kunyit memiliki manfaat sebagai antioksidan, antitumor dan antikanker, antipikun, menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam darah dan hati, antimikroba, antiseptik dan antiinflamasi (Hartati dan Balittro, 2013).

Hasil penelitian menggunakan larutan kunyit dalam air minum untuk burung puyuh belum banyak dilakukan, namun sudah banyak dilakukan pemberian kunyit pada broiler. Menurut Wardani et al. (2021) menyatakan bahwa penggunaan larutan kunyit pada air minum sampai 2% pada ayam broiler dapat meningkatkan berat badan akhir, pertambahan berat badan serta lebih efisien dalam pemanfaatan ransum. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui performans burung puyuh umur 0 - 4 minggu yang diberi larutan kunyit pada air minum.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu berlokasi di Jalan Binginambe no.24 Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan.

Kandang dan peralatan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang battery koloni. Terdapat sebanyak 18 petak kandang dengan ukuran kandang 20 cm x 20 cm per petak yang sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat minum. Masing masing petak berisi 3 ekor DOQ (Day Old Quils).

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tempat pakan, tempat air minum, lampu penerangan, thermometer, ember, gelas ukur, kain penutup kandang, pisau, nampan plastik, blender, timbangan analitik, alat tulis.

Burung Puyuh

Penelitian menggunakan DOQ (Day Old Quils) sebanyak 54 ekor puyuh denganberat homogen yang diperoleh dari peternakan sebum puyuh bali jln. Nusakambangan no.26 Denpasar, Bali. Burung puyuh yang digunakan tanpa membedakan jenis kelamin (unsexing).

Ransum dan air minum

Penelitian menggunakan ransum ransum komersial BR 1 dan air minum yang digunakan adalah berasal dari perusahaan daerah air minum (PDAM) yang diberikan secara ad libitum. kandungan nutrisi ransum komersial BR 1 dan standar kebutuhan burung puyuh fase grower dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi BR1 dan standar kebutuhan burung puyuh fase grower

Komponen nutrisi                             Kandungan(1)               Standar(2)

Protein Kasar (%)

21

17,0

Lemak Kasar (%)

3,0 – 7,0

7,0

Kalsium (%)

0,9-1,1

0,9 - 1,20

Fosfor (%)

0,6 – 0,9

0,9 – 1,00

Energi Metabolis (EM) (Kkal/Kg)

2900 – 3100

2.600

Sumber: PT. Japfa Comfeed (2013)(1) , SNI (2006)(2)

Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan dan tiap ulangan menggunakan 3 ekor burung puyuh. Perlakuan yang diberikan pada air minum, antara lain :

A : tanpa larutan kunyit (kontrol)

B : 1% larutan kunyit

C : 2% larutan kunyit

Persiapan kandang dan peralatan

Persiapan kandang dilakukan 1 minggu sebelum penelitian dimulai. Kandang dibersihkan dan disemprot dengan cairan desinfektan. Peralatan yang digunakakan dalam penelitian dicuci dengan cairan pembersih. Masing - masing petak kandang dialasi sekam,lampu penerangan,tempat pakan dan tempat air minum.

Pengacakan burung puyuh

Pengacakan burung puyuh dilakukan dengan memilih 54 ekor burung puyuh dari 75 ekor burung umur 0 minggu dengan rata rata berat badan burung puyuh 11,51 g dengan standar deviasi ± 0,57 g, kemudian melakukan pengacakan kandang untuk menempatkan burung puyuh.

Pembuatan larutan kunyit

Kunyit yang digunakan adalah kunyit yang berukuran besar atau yang sering disebut dengan “rimpang kunyit”. Cara pembuatan larutan kunyit yaitu dengan mencampurkan air dan kunyit 1:1 artinya, 1 kg kunyit diblender dengan 1 liter air kemudian disaring.

Pemberian air minum untuk perlakuan A hanya diberikan air tanpa campuran kunyit. Pemberian 1% larutan kunyit pada air minum artinya untuk membuat 1000 ml larutan kunyit diperlukan 990 ml air dan 10 ml larutan kunyit. Pemberian 2% larutan kunyit artinya untuk membuat 1000 ml larutan kunyit diperlukan 980 ml air dan 20 ml larutan kunyit.

Pemberian air minum dan ransum

Ransum diberikan secara ad libitum dan jumlah konsumsi pakan dihitung mulai dari pagi (08.00 WITA) sampai keesokan paginya (08.00 WITA). Air minum diberikan secara ad libitum dengan mengganti air minum 2 kali dalam sehari untuk menjaga kebersihan tempat air minum pada ternak. Tempat air minum dibersihkan pada pagi hari pukul 08.00 WITA, dan sore hari pukul 18.00 WITA. Hal ini dilakukan untuk menghindari timbulnya bakteri yang tumbuh sehingga menimbulkan bau yang kurang sedap.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati sebagai berikut.

  • 1.    Berat badan awal (g)  : diperoleh dengan menimbang berat burung puyuh

sebelum mendapatkan perlakukan.

  • 2.    Berat badan akhir (g)  : diperoleh dengan menimbang burung puyuh yang sudah

mendapatkan perlakuan selama 4 minggu dan dipuasakan selama 12 jam.

  • 3.    Pertambahan berat badan (g) : pertambahan berat badan didapatkan dari mengurangi berat badan akhir dengan berat badan awal.

Pertambahan berat badan = Berat badan akhir – Berat badan awal

  • 4.    Konsumsi ransum (g) : konsumsi ransum burung puyuh dapat diketahui dengan cara menghitung jumlah ransum yang diberikan dikurangi sisa.

Konsumsi ransum = Jumlah ransum yang diberikan - Sisa ransum

  • 5.    Konsumsi air minum (g) : konsumsi air minum burung puyuh dapat diketahui dengan cara menghitung air minum yang diberikan dikurangi dengan sisa air.

Konsumsi air minum = air yang diberikan - sisa air

  • 6.    Feed Conversion Ratio (FCR) : adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi ternak dengan pertambahan berat badan :

Konsumsi ransum

FCR =  ------—:---:-----:-----

Pertambahan berat badan

Analisis statistika

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, apabila terdapat F hitung Signifikan (P<0,05) diantara setiap perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak ganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian terhadap performans burung puyuh yang diberi perlakuan air minum tanpa larutan kunyit (A), 1% larutan kunyit (B), dan 2% larutan kunyit (C) dapat dilihat pada Tabel 2.

Berat badan awal

Rataan berat badan awal burung puyuh yang diberi perlakuan tanpa larutan kunyit, 1% larutan kunyit, dan 2% larutan kunyit masing - masing adalah 10,17 g/ek, 11,89 g/ek, dan 11,87 g/ek. Berdasarkan analisis statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Tabel 2. Performa burung puyuh (0 – 4 Minggu) yang diberikan larutan kunyit pada air minum.

PARAMETER

PERLAKUAN 1)

SEM 2)

A

B

C

Berat badan awal (g/ek)

10,17a 3)

11,89a

11,87a

1,07

Konsumsi ransum (g/ek)

344,60b

376,83ab

402,41a

14,04

Konsumsi air minum (ml/ek)

558,85a

582,54a

598,36a

22,59

Berat badan akhir (g/ek)

119,78a

128,14a

130,58a

3,8

Pertambahan berat badan (g/ek)

107,78a

116,25a

118,81a

3,77

FCR

3,15a

3,25a

3,41a

0,13

Keterangan :

1. Perlakuan pada air minum

A :tanpa larutan kunyit

B : 1 % larutan kunyit

C : 2 % larutan kunyit

2. SEM : Standar Error of the Treatment Means

3. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

Konsumsi ransum

Rataan konsumsi ransum burung puyuh selama 4 minggu (Tabel 2.) yang diberi perlakuan A adalah 334,60 g/ek. Perlakuan B dan perlakuan C rataan konsumsi ransum secara berturut turut 376,83 g/ek dan 402,41 g/ek. Perlakuan B dan perlakuan C lebih tinggi 6,35% dan 16,78% dari perlakuan A secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Burung puyuh yang mendapat perlakuan C konsumsi ransumnya lebih tinggi 6,79% dari perlakuan B namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa konsumsi ransum burung puyuh umur 0-4 minggu yang diberikan larutan kunyit pada air minum dapat meningkatkan konsumsi ransum burung puyuh. Hal ini karena peningkatan persentase pemberian larutan kunyit pada air minum puyuh. Semakin tinggi dosis pemberian larutan kunyit, maka konsumsi pakan akan Padmini, N. M. T., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 3 Th. 2021: 554-568         Page 561

meningkat, diduga berkaitan dengan manfaat dari kunyit yang dapat meningkatkan nafsu makan burung puyuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwati (2008) yang menyatakan bahwa mekanisme kurkumin dan minyak atsiri yang terdapat pada kunyit dapat meningkatkan nafsu makan ternak dengan mempercepat proses pengosongan isi lambung dan memperlancar pengeluaran cairan empedu yang berfungsi untuk mengemulsikan dan mengabsorpsi lemak, sehingga meningkatkan aktivitas saluran pencernaan.

Konsumsi air minum

Rataan konsumsi air minum burung puyuh yang diberi perlakuan A, B, dan C yaitu 558,85 ml/ek, 582,54 ml/ek, dan 598,36 ml/ek. Burung puyuh yang mendapat perlakuan B dan perlakuan C konsumsi minumnya lebih tinggi 4,24% dan 5,46% dari burung puyuh yang mendapat perlakuan A (kontrol) namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Burung puyuh yang mendapat perlakuan C konsumsi minumnya lebih tinggi 1,17% dari perlakuan B namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Rataan konsumsi air minum burung puyuh umur 0 – 4 minggu yang diberi perlakuan A, B, dan C menunjukkan hasil yang sama. Hal ini karena kualitas kunyit yang kurang baik seperti rimpang kunyit menjadi kering dan larutan kunyit mengalami oksidasi karena lamanya penyimpanan. Menurut Sudatri et al. (2021) kandungan senyawa aktif dalam rimpang kunyit yaitu flavonoid : 35.830,97 mg/100g, fenol : 9.081,33 mg/100g , tanin : 6.671,11 mg/100g GAE, vitamin C: 2.211,52 mg/100g, dan kapasitas antioksidan : 25,571,44 mg/L GAEAC. Faktor – faktor lain yang mempengaruhi konsumsi air minum yaitu : lingkungan seperti kelembaban, suhu, pakan, umur, jenis ternak, dan lainnya (Wahyu, 2004). Hasil penelitian Widyastuti et al. (2014) pemberian tepung kunyit tidak mempengaruhi konsumsi air minum puyuh. Konsumsi air minum pada ternak juga dipengaruhi oleh kualitas ransum pada ransum seperti garam natrium serta kalium, aroma, enzim, tambahan pelengkap ransum (Wahyu, 2004). Menurut penelitian Widyastuti et al. (2014) burung puyuh memiliki standar tertentu

dalam mengonsumsi air dan tidak mengkonsumsi banyak air jika dalam keadaan stress dan suhu tinggi, selain itu jika konsumsi minum terlalu tinggi akan berakibat pada berkurangnya konsumsi ransum dan berat badan ternak menurun.

Berat badan akhir

Berat badan akhir burung puyuh umur 4 minggu yang minggu (Tabel 2) yang diberi perlakuan A adalah 119,78 g/ek. Perlakuan B dan perlakuan C rataan berat badan akhir secara berturut turut 128,14 g/ek dan 130,58 g/ek. Burung puyuh yang mendapat perlakuan B dan perlakuan C lebih tinggi 6,98% dan 9,02% dari burung puyuh yang mendapat perlakuan A namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Burung puyuh yang mendapat perlakuan C berat badan akhirnya lebih tinggi 1,90% dari perlakuan B namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Pertambahan berat badan

Pertambahan berat badan burung puyuh umur 4 minggu (Tabel 2) yang diberi perlakuan A adalah 107, 25 g/ek. Perlakuan B dan perlakuan C rataan konsumsi ransum secara berturut turut 116, 25 g/ek dan 118,81 g/ek. Pertambahan berat badan perlakuan B dan perlakuan C lebih tinggi 8,39% dan 10,78 % dari perlakuan A namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Burung puyuh yang diberi perlakuan C lebih tinggi 2,20% dari perlakuan B, namun hasilnya berbeda tidak nyata (P>0,05).

Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh umur 0 – 4 minggu yang diberi perlakuan A, B, dan C belum mampu meningkatkan bobot badan burung puyuh, karena pemberian 2% larutan kunyit belum maksimal atau terlalu banyak sehingga kandungan kurkumin tidak dapat mencerna ransum dengan baik dan berpengaruh terhadap berat badan akhir dan pertambahan berat badan burung puyuh. Hasil penelitian Wardani et al. (2021) berpendapat bahwa broiler yang diberi larutan kunyit mampu menghambat pertumbuhan

bakteri pantogen yang ada didalam saluran pencernaan terutama pada usus sehingga ransum yang dikonsumsi dapat dicerna dan diserap dengan maksimal yang berdampak pada terjadinya peningkatan berat badan akhir dan pertambahan berat badan broiler. Faktor lain yang menyebabkan pertambahan berat badan dalam penelitian ini tidak berbeda nyata, karena jenis kelamin burung puyuh yang digunakan lebih banyak jantan dibandingkan sehingga mempengaruhi pertambahan berat badan akhir. Menurut Giuliano dan Selph (2005) berat burung puyuh betina lebih berat dari burung puyuh jantan. Hal ini sejalan dengan Arianti dan Ali (2009) yang menyatakan bahawa faktor yang mempengaruhi berat badan ternak adalah jenis ternak, bangsa, ternak,jenis kelamin ternak, manajemen pemeliharaan.

Feed Conversion Ratio (FCR)

Feed Conversion Ratio (FCR) burung puyuh umur 4 minggu (Tabel 2.) yang diberi perlakuan A adalah 3,15, perlakuan B dan perlakuan C rataan konsumsi ransum secara berturut turut 3,25 dan 3,41. Feed Conversion Ratio (FCR) perlakuan B dan C lebih tinggi 3,17% dan 8,25% dari perlakuan A namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). FCR perlakuan C lebih tinggi 4,92% dari perlakuan B namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Feed Convertion Ratio (FCR) adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan. Burung puyuh yang diberi perlakuan A mempunyai FCR yang paling efisien yaitu sebesar 3,15 yang berarti untuk menaikan 1 kg berat badan burung puyuh diperlukan 3,15 kg ransum. Nilai FCR ketiga perlakuan tidak berbeda nyata ini berarti pemberian larutan kunyit memberikan pengaruh yang sama dengan perlakuan A. Hal ini disebabkan karena dosis pemberian 2% larutan kunyit pada air minum belum maksimal dan diberikan ke puyuh pada umur yang terlalu muda yaitu 5 hari sehingga manfaat kurkumin yang dapat merangsang nafsu makan tidak berjalan maksimal begitu juga pengaruhnya terhadap pertambahan berat badan. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf

(2007) efisiensi penggunaan pakan sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum dan pertambahan berat badan. Sejalan dengan hasil penelitain Kaselung et al. (2014) menyatakan bahwa penambahan tepung rimpang kunyit sebanyak 2% belum mampu meningkatkan konsumsi ransum dan menekan konsumsi ransum. Menurut Triyanto (2007) efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh strain ternak, manajemen, dan pakan yang digunakan. Menurut Lacy dan Vest (2000) faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum genetik, ventilasi, sanitasi, kualitas pakan, jenis pakan, penggunaan zat aditif, kualitas air, penyakit dan pengobatan. Menurut Daud (2005), semakin tinggi nilai konversi pakan menunjukkan semakain banyak pakan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bobot badan persatuan berat. Sebalikknya jika nilai konversi pakan rendah maka akan semakin efisien pakan yang digunakan. Ratio FCR pakan burung puyuh lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler yaitu pada burung puyuh 3,3 – 4,9, sedangkan pada broiler 1,3 – 2,2 (Khalil, 2015). Menurut Rasyaf (2007) efisiensi penggunaan pakan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan pertambahan berat badan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Burung puyuh yang diberi perlakuan dengan persentase larutan kunyit (Curcuma domestica Val.) 1 - 2% dalam air minum dapat meningkatkan konsumsi ransum, namun belum mampu meningkatkan konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, serta menurunkan nilai Feed Conversion Ratio (FCR)

Saran

Sebaiknya level pemberian 1 – 2 % larutan kunyit perlu disesuaikan dengan umur ternak agar tidak terlalu muda sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap konsumsi air

minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, serta menurunkan nilai FCR.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, I.S., I. Sadikin, dan W.K. Sejati. 2009. Kebijakan kelembagaan usaha unggas tradisional sebagai sumber ekonomi rumah tangga pedesaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 7 (3) : 249- 267.

Arianti dan A. Ali. 2009. Performans itik pedagang (lokal X peking) pada fase starter yang diberi pakan dengan presentase penambahan jumlah air yang berbeda. Jurnal Peternakan Vol. 6 No 2 September 2009 (71-77).

Daud, M. 2005. Performa ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. Jurnal Ilmu Ternak 5(2): 75-79.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011, Statistik Peternakan. Ditjenak Kementerian Pertanian Republik Indonesia. DITJENAK.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2019. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta.

Giuliano, B and J. Selph. 2005. Quail Facts. Quail Fact. Proceedings of the 1st Quail Management Shortcourse. In. Giuliano, B., E. Willcox dan A. Willcox. 2005. Quail Fact. Proceedings of the 1st Quail Management Shortcourse. Department of Wildlife Ecology and Conservation Institute of Food and Agricultural Sciences. Florida Cooperative Extension Service. University of Florida. Florida.

Hartati, S.Y., dan Balittro. 2013. Khasiat kunyit sebagai obat tradisional dan manfaat direklainnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jurnal Puslitbang Perkebunan. 19 : 5 - 9.

Kaselung, PS., Montong, ME., Sarayar, CL., dan Saerang, JL. 2014. Penambahan rimpang kunyit (Curcuma Domestica Val), rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb) dan rimpang temu putih (Curcuma Zedoaria Rosc) dalam ransum komersial terhadap performans burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). ZOOTEK, vol. 34, no. 1, pp. 114-123.

Khalil, MM. 2015. Use of Enzymes to Improve Feed Conversion Effi ciency in Japanese Quail Fed a Lupin-based Diet. Thesis. The University of Western Australia.

Lacy, M. and L. R. Vest. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler: A Guide for Growers. Springer Science and Business Media Inc, New York

PT. Japfa Comfeed. 2013. Kandungan Nutrisi Ransum. Jakarta.

Purwati, S. 2008. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol dan Status Kesehatan Broiler. Thesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rachmat, W., Piliang, W. G., Suhartono, M. T and Manalu, W. 2007. Age maturity of female japanese quails fed diets containing katuk leave meal Sauropus androgynus. Animal Production. 9 (2): 67-72.

Rasyaf, 2007. Pengelolaan Produksi Petelur. Kanisius. Yogyakarta.

Rosyidi. 2009. Mikroekonomi. Teori Permintaan. Penerbit Erlangga. Jakarta

Sinurat, A. P., T. Purwadaria., I. A. K. Bintang., P. P. Ketaren., N. Bermawie., M.Raharjo dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan kunyit dan temulawak sebagai imbuhan pakan untuk ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. Vol14(2): 90-96.

SNI 01-3907-2006. Pakan Puyuh Bertelur (Quail Layer). Badan Standardisasi Nasional, Indonesia.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sudatri, N. W., G. A. M. K. Dewi, I. G. Mahardika, dan I. G. N. G. Bidura. 2021. Kidney histologi and broiler serum creatinine levels supplemented with a mixture of water extract of turmeric and tamarind fruit. International Journal of Fauna and Biological Studies. 8(1): 95-100

Triyanto. 2007. Performa Produksi Burung puyuh (coturnix coturnix japonica) periode produksi umur 6-13 minggu pada lama pencahayaan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Wardani, N. P. K., G. A. M. K. Dewi, dan D. P. M. A. Candrawati. 2021 (“in press”). Performa broiler yang diberikan larutan kunyit (Curcuma domestica Val.) dan asam (Tamarindus indica L.) pada air minum. Majalah Ilmiah Peternakan. ISSN 0853-8999. 2425(1).

Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Widyastuti, W., S. M. Mardiati, dan T. R. Saraswati. 2014. Pertumbuhan puyuh (Coturnix coturnix japonica) setelah pemberian tepung kunyit (Curcuma longa L.) pada pakan. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 22(2):12-20.

Padmini, N. M. T., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 3 Th. 2021: 554-568

Page 568