ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: July 24, 2021

Accepted Date: August 2, 2021


Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

KECERNAAN RANSUM AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus) YANG DIBERI DAUN PEPAYA (Carica papaya L.) TERFERMENTASI

Parayana, I G. S., A.W. Puger, dan I P. A. Astawa

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : satwikaparayana@student.unud.ac.id , Telp. +62 83114555424

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan ransum ayam kampung (Gallus domesticus) yang diberi daun pepaya (Carica papaya L.) terfermentasi. Penelitian dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Univeritas Udayana, Sesetan,, Denpasar, Bali. Analisis nutrien dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 4 perlakuan yaitu; perlakuan A kontrol (ransum tanpa tambahan daun pepaya terfermentasi), perlakuan B (ransum diberikan daun pepaya terfermentasi sebanyak 10%), perlakuan C (ransum diberikan daun pepaya terfermentasi sebanyak 15%), dan perlakuan D (ransum diberikan daun pepaya terfermentasi sebanyak 20%). Masing-masing perlakuan memiliki 4 ulangan dan setiap ulangan menggunakan 3 ekor ayam kampung umur 10 minggu. Variabel yang diamati adalah kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, dan kecernaan serat kasar. Data dianalisis menggunakan sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan ransum ayam kampung yang diberikan daun pepaya terfermentasi sampai level 20% memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) pada semua variabel yang diamati. Dapat disimpulkan bahwa bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi sampai level 20% memberikan pengaruh yang sama terhadap kecernaan nutrient pada ayam kampung umur 10 minggu.

Kata kunci : daun pepaya terfermentasi, kecernaan ransum, ayam kampung.

THE FEED DIGESTIBILITY OF KAMPUNG CHICKEN (Gallus domesticus) GIVEN FERMENTED PAPAYA LEAVES (Carica papaya L.)

ABSTRACT

This study aimed to determine Feed Digestibility of Kampung Chicken (Gallus domesticus) Given Fermented Papaya Leaves (Carica papaya L.). This research was conducted at the Research Station of the Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Sesetan, Denpasar, Bali. Nutrients analysis were conducted at Nutrition Laboratory of the


Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments, namely; treatment A as control (ration without additional fermented papaya leaves), treatment B (ration was given 10% fermented papaya leaves), treatment C (ration was given 15% fermented papaya leaves), and treatment D (ration was given 20% fermented papaya leaves). Each treatment had 4 replications and each replication used 3 kampung chickens aged 10 weeks. The variables observed were digestibility of dry matter, organic matter, crude protein, and crude fiber. Data were analyzed using variance. The results showed that the feed digestibility of kampung chicken given fermented papaya leaves up to 20% had no significant effect (P>0.05) on all observed variables. It can be concluded that the chicken given fermented papaya leaves up to 20% give same effect on the feed digestibility of kampung chickens aged 10 weeks.

Key words: fermented papaya leaves, feed digestibility, kampung chicken.

PENDAHULUAN

Ayam kampung merupakan salah satu plasma nutfah hewani yang layak untuk dikembangkan, ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Populasi ayam kampung di Bali selama tiga tahun terakhir menunjukkan grafik penurunan, pada tahun 2016 populasi ayam kampung sebanyak 3.940.439, sementara pada tahun 2019 menjadi 2.853.115, dilain pihak tingkat konsumsi telur maupun daging ayam kampung termasuk untuk upacara agama terus mengalami peningkatan hingga 0,150 per kapita per tahun, sehingga daerah Bali kekurangan suplai ayam kampung baik telur maupun dagingnya (Direktorat Jenderal Peternakan dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2020). Komposisi ransum menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan produktifitas ternak, untuk memaksimalkan produktivitas serta asupan nutrisi ternak tentu dibutuhkan ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut terutama dari komponen penyusun ransum dan kandungan nutrisi di dalamnya. Salah satu bahan ransum alternatif yang dapat digunakan adalah daun pepaya.

Daun pepaya menghasilkan enzim papain serta berfungsi sebagai enzim protease atau enzim pencerna protein yang didapat dari daun papaya yang berusia sekitar 2- 3 bulan. Widjastuti (2009), menyatakan bahwa daun pepaya mengandung protein kasar sebanyak 20,88%, kalsium 0,99%, fosfor 0,47%, gross energy 2.912 kkal/ kg, enzim proteolitik, papain, kimopapain, lizosim, alkaloid carpain, pseudo carpaina, glikosida, karposida, saponin, sukrosa dan dektrosa. Enzim ini dapat mendegradasi protein yang sulit dicerna di dalam usus

menjadi asam amino yang sangat dibutuhkan ternak unggas. Siti et al. (2016), melaporkan bahwa pemanfaatan ekstrak daun pepaya terfermentasi dari level 12-16% nyata (P<0,05) dapat meningkatkan kadar air, susut masak dan menurunkan daya ikat air, tetapi belum berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pH daging. Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam suatu bahan makanan maka semakin rendah daya cerna bahan makanan tersebut, sehingga protein yang terdapat dalam makanan tidak dapat dicerna seluruhnya oleh unggas (Widodo, 2002). Serat kasar yang tinggi akan menghambat proses pencernaan, maka perlu dilakukan fermentasi untuk mengurangi kadar serat kasar pada daun papaya. Proses fermentasi dengan menggunakan mikroba Effective Microorganism-4 (EM-4) bertujuan untuk mengurangi rasa pahit pada daun papaya dan dapat meningkatkan nilai kecernaan. Penggunaan enzim papain pada pakan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kecernaan protein (Fitasari et al., 2014).

Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan penelitian guna mengetahui pengaruh pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level pemberian 10% -20% terhadap kecernaan ransum ayam kampung.

MATERI DAN METODE

Ayam kampung

Ayam kampung yang digunakan yaitu ayam kampung umur dua minggu dengan jumlah ayam kampung 48 ekor yang berasal dari peternak ayam kampung I Komang Supartato yang beralamat di JL. Ahmad Yani, Gg. Kendedes No 05, Denpasar Utara, dengan bobot badan yang homogen dan tidak membedakan jenis kelamin (Unsexing).

Kandang

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang battery coloni sebanyak 16 petak, panjang 25 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 75 cm. Pada bagian depan kandang terbuat dari sekat bilah bambu untuk meletakkan tempat makan sedangkan bagian belakang, bawah dan samping petak kandang menggunakan kawat. Pada bagian bawah kandang diletakkan plastik untuk menampung pakan yang jatuh.

Ransum dan air minum

Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu agar ransum tidak rusak/tengik. Selanjutnya ransum disusun berdasarkan Standar SNI Ayam Buras Starter (2013) sesuai perlakuan. Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan nutrisi dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Daun pepaya

Daun pepaya yang digunakan adalah daun pepaya yang sudah tua dan masih berwarna hijau yang diperoleh dari perkebunan pepaya di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum yang diberi tambahan daun pepaya terfermentasi

Komposisi Bahan                                  Perlakuan1)

Penyusun Ransum (%)

A

B

C

D

Jagung kuning

62,0

50,0

44,0

36,5

Tepung ikan

14,5

10,5

8,5

8,5

Dedak padi

8,5

11,3

10,7

14,0

Tepung kedele

7,0

8,7

9,8

11,0

Wheat pollard

8,0

9,5

12,0

10,0

Daun pepaya terfermentasi

0

10,0

15,0

20,0

Total

100,0%

100,0%

100,0%

100,0%

Keterangan:

1) A : Ransum tanpa kandungan daun pepaya terfermentasi (kontrol)

B : Ransum dengan 10% kandungan daun pepaya terfermentasi

C : Ransum dengan 15% kandungan daun pepaya terfermentasi

D : Ransum dengan 20% kandungan daun pepaya terfermentasi

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum yang diberi tambahan daun pepaya terfermentasi

Kandungan Nutrisi                            Perlakuan1)

A

B

C

D

Standar2)

Energi metabolis (kkal/kg)

2.919

2.910

2.900

2.908

2.900

Protein kasar (%)

19,32

19,02

19,01

19,88

19,00

Lemak kasar (%)

5,21

6,67

7,22

8,21

5,00-8,00

Serat kasar (%)

3,62

5,56

6,47

7,41

3,00-7,00

Ca (%)

1,17

1,33

1,40

1,64

1,20

P (%)

0,69

0,57

0,52

0,53

0,60

Keterangan:

1) Ransum A: Tanpa penambahan daun pepaya terfermentasi (sebagai kontrol)

Ransum B: Ransum dengan 10% daun pepaya terfermentasi

Ransum C: Ransum dengan 15% daun pepayaterfermentasi

Ransum D: Ransum dengan 20% daun pepayaterfermentasi

2) Standar SNI Ayam Buras Starter (2013)

Perlengkapan dan peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital kapasitas 5 kg dengan kepekaan 0,5 g, kalkulator, ember, pisau, gelas ukur, alat tulis dan alat kebersihan.

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di stasiun penelitian Fakultas Peternakan Sesetan, Denpasar, Bali selama 2 bulan. Analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Adapun persiapan dilakukan selama satu minggu guna membersihkan kandang serta menyiapkan bahan pakan.

Rancangan penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan, setiap ulangan terdiri dari tiga ekor ayam, sehingga jumlah keseluruhannya adalah 48 ekor. Perlakuan ransum yang diberikan adalah;

Perlakuan A: Ransum tanpa daun pepaya terfermentasi (sebagai kontrol)

Perlakuan B: Ransum dengan 10% daun pepaya terfermentasi

Perlakuan C: Ransum dengan 15% daun pepaya terfermentasi

Perlakuan D: Ransum dengan 20% daun pepaya terfermentasi

Pengacakan

Pengacakan dilakukan pada saat penelitian dimulai. Dengan cara memberi nomor pada kandang yang diurut 1-16, selanjutnya ayam yang sudah diberikan kode ataupun tanda pengenal ditimbang terlebih dahulu untuk mencari rata-rata berat badan dengan menerapkan standar deviasi. Selanjutnya dilakukan pengacakan perlakuan, pengacakan kandang dan seluruh kode ulangan untuk masing-masing perlakuan serta nomor urut kandang disalin pada lembar kertas kecil dan digulung. Gulungan kertas berisi kode ulangan dan kandang yang dipisahkan. Pengambilan kode ulangan untuk perlakuan diambil secara acak sehingga didapatkan nomor ulangan dan perlakuan pada setiap ekor ayam. Ayam dengan kode ulangan yang terambil menempati nomor kandang yang terambil secara bersamaan. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing-masing ayam menempati kandang yang sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum diberikan secara ad libitum, pemberian sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari dan sore hari. Setiap pemberian ransum selalu dicatat untuk mengetahui selisih ransum yang diberikan dengan sisa ransum. Air minum juga diberikan secara ad libitum. Setiap pemberian air minum juga dicatat untuk mengetahui selisih air minum yang diberi dengan sisa. Pencegahan Penyakit

Satu minggu sebelum ayam datang, kandang dibersihkan dan didesinfeksi dengan larutan formalin dengan pertandingan 1:15 liter air, untuk membunuh kuman, kemudian kandang diistirahatkan selama satu minggu. Ayam yang baru datang diberi 4% larutan air gula selama empat jam untuk mengembalikan tenaga yang hilang dan mencegah stres pada ayam. Sesekali juga dilakukan penyemprotan dengan desinfectan untuk mencegah berkembangnya virus dalam kandang yang dapat mengganggu kesehatan ayam.

Pembuatan daun pepaya terfermentasi

Metode pembuatan daun pepaya terfermentasi dilakukan setiap minggunya dengan menggunakan sistem fermentasi padat yaitu fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Tahapan pertama adalah mengumpulkan daun pepaya yang sudah tua namun masih berwarna hijau. Daun pepaya yang sudah dikumpulkan kemudian dikeringkan hingga menjadi kering udara selanjutnya ditumbuk halus hingga menjadi tepung kemudian dilakukan proses fermentasi

dengan menambahkan Effective Microorganism-4 dengan perbandingan 5% dari berat bahan pakan, kemudian daun pepaya di fermentasi secara anaerob selama minimal tiga hari atau jiika sudah memenuhi syarat dari keberhasilan fermentasi, kemudian dikeringkan menjadi kering udara. Adapun indikator sebagai syarat berhasil atau tidaknya proses fermentasi yaitu; Suhu rata-rata 30T, minim oksigen karena fermentasi secara anaerob, pH 3,5 -5,5 dan aroma dari hasil proses fermentasi menyerupai aroma gula. Jika daun pepaya terfermentasi siap digunakan untuk campuran ransum sesuai perlakuan.

Metode koleksi total

Untuk mengetahui kecernaan ransum dapat dilakukan dengan metode koleksi total. Pengambilan sampel kecernaan dilakukan pada minggu terakhir penelitian selama tujuh hari. Semua feses yang disekresikan oleh ternak selama periode koleksi ditampung dan dikeringkan hingga dalam bentuk berat kering, untuk mengetahui berat keringnya, kemudian sampel diambil sebanyak 200 gram untuk analisis laboratorium guna mencari bahan kering serta kandungan nutrisi di dalam ransum

Cara mencampur ransum

Pertama dilakukan adalah mempersiapkan bahan pakan penyusun ransum yang akan digunakan seperti; jagung kuning, tepung ikan, tepung kedelai, dedak padi, wheat pollard, minyak kelapa dan grit. Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan. Pencampuran mula-mula dilakukan dengan menumpuk bahan pakan menyerupai tingkatan sesuai dengan persentase banyaknya jumlah pakan yang akan digunakan. Bahan dengan komposisi paling banyak berada paling bawah dan sebelumnya dilakukan penimbangan pada jumlah pakan. Selanjutnya dilakukan pada setiap bahan secara berulang-ulang hingga bahan paling atas tersebut ialah jumlah pakan yang paling sedikit. Setelah semua bahan dicampur selanjutnya dibagi lapisan tersebut menjadi empat bagian yang sama kemudian dicampur, pencampuran dilakukan dengan tujuan bahan-bahan tercampur dengan merata. Setelah pencampuran selesai ransum disimpan ke dalam karung yang telah diberi kode tertentu sesuai dengan perlakuan yang diberikan kemudian ditimbang dan dicatat.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

  • a.    Kecernaan bahan kering

Kecernaan bahan kering diukur dengan konsumsi bahan kering dikurangi dengan jumlah bahan kering kotoran dibagi dengan konsumsi bahan kering dikali 100 %. Konsumsi bahan kering dihitung dengan cara mengalikan bahan kering ransum dengan konsumsi ransum.

konsumsi bahan kering~bahan kering (Feses)

KcBK =                                    x 100 %

konsumsi bahan kering

  • b.    Kecernaan bahan organik

Kecernaan bahan organik diukur dengan konsumsi bahan organik dikurangi dengan jumlah bahan organik kotoran dibagi dengan konsumsi bahan organik dikali 100 %. Konsumsi bahan organik dihitung dengan cara mengalikam bahan kering ransum dengan kandungan bahan organik ransum.

KcBO =


konsumsi bahan organik


  • c.    Kecernaan protein kasar

Kecernaan protein kasar diukur dengan konsumsi protein kasar dikurangi dengan jumlah protein kasar kotoran dibagi dengan konsumsi protein kasar dikali 100 %. Konsumsi protein kasar dihitung dengan cara mengalikam bahan kering ransum dengan kandungan protein ransum.


KcPK =


konsumsi protein-protein (feses)


konsumsi protein


xl 00%


  • d.    Kecernaan serat kasar

Kecernaan serat kasar diukur dengan konsumsi serat kasar dikurangi dengan jumlah serat kasar kotoran dibagi dengan konsumsi serat kasar dikali 100%. Konsumsi serat kasar dihitung dengan cara mengalikan bahan kering ransum dengan kandungan serat kasar ransum.


KcSK =


konssumsi serat kasai—serat kasar (feses)


konsumsi bahan serat kasar


x 100 %


Analisis Statistik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian kecernaan bahan kering, bahan organik, protein kasar, dan serat kasar pada ayam kampung yang diberi ransum daun pepaya terfermentasi tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh pemberian daun pepaya (Carica papaya L.) terfermentasi terhadap kecernaan ransum pada ayam kampung (Gallus domesticus)

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

A

B

C

D

KcBK (%)

93.00a 3)

93.67a

93.70a

94.52a

0.38

KcBO (%)

94.51a

95.01a

95.02a

95.68a

0.30

KcPK (%)

93.08a

93.18a

94.12a

93.62a

0.38

KcSK (%)

34.33a

36.38a

38.20a

39.84a

3.67

Keterangan :

1)  Ransum A: Ransum tanpa daun pepaya terfermentasi (sebagai kontrol) Ransum

B: Ransum dengan 10% daun pepaya terfermentasi

Ransum C: Ransum dengan 15% daun pepaya terfermentasi

Ransum D: Ransum dengan 20% daun pepaya terfermentasi

2) SEM “StandarError Of The Treatment Means”

3) Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05)

Kecernaan Bahan Kering

Kecernaan Bahan Kering (BK) dari ayam kampung pada perlakuan A (sebagai kontrol) adalah 93,00%. Ayam yang diberikan ransum mengandung daun pepaya terfermentasi 10% (B), 15% (C) dan 20% (D) masing-masing 0,72%, 0,75% dan 1,63% lebih tinggi dari kontrol, tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Peningkatan kecernaan bahan kering terjadi karena perbedaan kualitas ransum yang dikonsumsi, ransum dengan kadar protein lebih tinggi merupakan ransum dengan kualitas yang lebih baik, ransum dengan penambahan 20% daun pepaya terfermentasi memberikan hasil kecernaan bahan kering yang terbaik di antara perlakuan lainya. Hal ini dikarenakan kandungan enzim papain pada daun pepaya yang berfungsi sebagai enzim protease mampu menghidrolisis

protein dalam ransum sehingga kandungan protein dalam ransum mengalami peningkatan, ini dibuktikan dari semakin meningkatnya kecernaan bahan kering pada setiap perlakuan. Pendapat yang sama diungkapkan oleh Grollman (1986) bahwa papain bekerja seperti pepsinogen dan tripsinogen dalam lambung hewan, sehingga zat-zat makanan lebih mudah dicerna, terutama sangat bermanfaat bagi ternak berlambung tunggal (monogastrik). Selain pengaruh dari enzim papain, proses fermentasi juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil kecernaan bahan kering, sebab dengan dilakukan proses fermentasi terbukti mampu menurunkan kandungan serat kasar pada daun pepaya sehingga dengan berkurangnya kandungan serat kasar dan kandungan alkaloid carpain, maka proses penyerapan nutrisi dalam saluran pencernaan dapat berjalan maksimal sehingga mampu meningkatkan kecernaan bahan kering. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiliyanti et al. (2017) bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi yang diketahui mengandung senyawa alkaloid karpain (senyawa beracun) secara kuantitatif telah memacu produksi empedu yang lebih tinggi daripada kontrol, namun perlakuan proses fermentasi yang diberikan pada daun pepaya mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam penurunan konsentrasi senyawa alkaloid karpain sehingga efek racun yang ada tidak terlalu berpengaruh pada ternak. Hasil ini terbukti pada penelitian (Bidura dan Siti, 2017; Bidura et al., 2012; 2014; 2017) yang melaporkan bahwa penggunaan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum, serta meningkatkan kualitas nutrisi pakan. Selain faktor tersebut, umur ternak dan kondisi lingkungan juga memberikan pengaruh terhadap hasil kecernaan, umur ternak yang masih muda berdampak terhadap tidak maksimalnya proses pencernaan nutrisi dalam tubuh, serta faktor lingkungan dalam hal ini iklim sangat berpengaruh terhadap kondisi ternak serta konsumsi ransum yang diberikan. Nilai kecernaan bahan kering yang tinggi menunjukkan tingginya kualitas ransum (Bautrif, 1990). Tinggi rendahnya tingkat kecernaan bahan kering pada setiap perlakuan juga dapat dipengaruhi oleh masing-masing komposisi kimia ransum perlakuan. Anggorodi (1994), menyatakan bahwa yang berpengaruh terhadap daya cerna adalah bentuk fisik pakan, komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan nutrisi lainnya. Faktor-faktor lain yang diduga ikut mempengaruhi nilai daya cerna bahan kering ransum adalah (1) tingkat proporsi bahan penyusun ransum; (2) komposisi kimia; (3) tingkat protein ransum; (4) persentase lemak; (5) mineral (Wahyu,1997).

Pada penelitian ini semua ransum dalam perlakuan memiliki bentuk fisik yang sama yaitu halus, akan tetapi komposisi dan perbandingan nutrisinya berbeda karena persentase tiap bahan pakan yang digunakan berbeda. Penambahan daun pepaya terfermentasi dengan persentase yang berbeda pada setiap perlakuan juga dapat memberikan pengaruh terhadap hasil kecernaan bahan kering. Secara keseluruhan kecernaan bahan kering pada penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik dari perlakuan kontrol walaupun tidak berbeda nyata, sehingga pemberian ransum dengan kandungan 20% daun pepaya terfermentasi masih dapat diberikan pada ayam kampung usia 10 minggu.

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan Bahan Organik (BO) dari ayam kampung pada perlakuan A (sebagai kontrol) adalah 94,51%. Ayam yang diberikan ransum mengandung daun pepaya terfermentasi 10% (B), 15% (C) dan 20% (D) masing-masing 0,53%, 0.54% dan 1,23% lebih tinggi dari kontrol, tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Kecernaan bahan organik suatu pakan menunjukkan kualitas dari pakan yang dicerna oleh tubuh melalui sistem pencernaan. Kecernaan bahan organik dipengaruhi oleh kecernaan dari komponen bahan organik, yaitu protein, karbohidrat (BETN dan serat kasar) dan lemak. Secara keseluruhan kecernaan bahan organik setiap perlakuan mengalami peningkatan walaupun tidak berbeda nyata. Terjadinya peningkatan kecernaan bahan organik berkaitan dengan kecernaan bahan kering. Ini sejalan dengan prinsip perhitungan bahan organik dari analisis proksimat, semakin rendah persentase bahan kering maka akan diikuti pula oleh penurunan persentase bahan organik (Bautrif, 1990). Serta Sutardi, (1980) menyatakan bahwa peningkatan kecernaan bahan organik sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan berpengaruh juga terhadap tinggi rendahnya bahan organik. Peranan enzim papain pada daun pepaya sebagai enzim protease diduga berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik, enzim papain memiliki kemampuan menghidrolisis protein sehingga mampu meningkatkan kandungan protein dalam ransum untuk dikonsumsi serta diserap oleh ternak. Hal ini sejalan dengan Hasan, (2013) yang menyatakan daun pepaya (Carica papaya. L) mengandung banyak enzim papain yang memiliki kemampuan membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut dengan plastein dari hasil hidrolisis protein. Dengan adanya enzim papain pada

daun pepaya mampu meningkatkan protein dalam ransum, sehingga komponen bahan organik dalam ransum mengalami peningkatan yang memberikan pengaruh terhadap kecernaan bahan organik. Selain peranan enzim papain, faktor fermentasi juga berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik, dengan adanya fermentasi mampu meningkatkan nutrisi dalam ransum sehingga penyerapan nutrisi dalam saluran pencernaan dapat meningkat. Sesuai dengan pendapat Tillman et al., (1998) bahwa faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah kandungan zat nutrisi dalam ransum. Selain itu peranan probiotik dalam proses fermentasi juga memberikan pengaruh yang positif terhadap saluran pencernaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiliyanti et al. (2017) adanya aktivitas mikroba bersifat probiotik yang mampu membantu meningkatkan kesehatan saluran pencernaan terutama usus halus dari gangguan mikroba patogen, serta berperan dalam membantu pemecahan senyawa komplek menjadi senyawa sederhana dan mudah dihidrolisis oleh enzim pencernaan sehingga proses pencernaan dan penyerapan akan berlangsung baik.

Kecernaan Protein Kasar

Kecernaan Protein Kasar (PK) dari ayam kampung pada perlakuan A adalah 93,08%. Ayam yang diberikan ransum mengandung daun pepaya terfermentasi 10% (B), 15% (C) dan 20% (D) secara berturut-turut dapat meningkatkan kecernaan protein kasar sebanyak 0,11%, 1,12%, dan 0,57% dibandingkan perlakuan A dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Secara keseluruhan kecernaan protein mengalami peningkatan dari perlakuan kontrol (A). Hal tersebut disebabkan karena penambahan daun pepaya terfermentasi mengakibatkan meningkatnya kandungan protein dalam pakan sebab daun pepaya mengandung enzim papain yang mampu menghidrolisis protein dalam pakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Winarno (1995) yang mengungkapkan bahwa, enzim papain mampu membantu memecah protein kompleks menjadi protein sederhana yang mudah dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Enzim papain dapat membantu memecahkan ikatan protein kompleks pada pakan sehingga lebih mudah terserap dalam tubuh (Bidura et al., 2008). Ini juga dibuktikan dari hasil penelitian Prasetia et al., (2018) bahwa peningkatan berat darah disebabkan oleh terserapnya zat-zat makanan dalam ransum dengan baik akibat adanya enzim papain yang mampu menghidrolisis protein ransum menjadi asam amino sebagai salah satu prekursor pembentuk protein (hemoglobin) pada darah. Penambahan daun pepaya sampai 20% masih memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, hal itu dipengaruhi oleh

kandungan serat kasar yang terdapat pada daun pepaya yang mengakibatkan protein dalam ransum tidak dapat dicerna secara maksimal dalam sistem pencernaan, walaupun sudah melalui proses fermentasi namun belum memberikan hasil yang maksimal terhadap penurunan kandungan serat kasar pada daun pepaya hal itu bisa terjadi karena faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses fermentasi yaitu, suhu, udara, kelembapan, sinar matahari, dan lama fermentasi. Perbedaan kecernaan protein kasar pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan protein bahan pakan, kandungan protein yang masuk dalam saluran pencernaan serta jumlah konsumsi ransum. Menurut Maynard et al., (1969) bahwa daya cerna dipengaruhi oleh kandungan zat-zat makanan dalam ransum dan jumlah ransum yang dikonsumsinya. Ranjhan (1980) menambahkan bahwa kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein di dalam ransum. Namun Rambet et al. (2016) menerangkan bahwa protein merupakan bagian bahan organik sehingga apabila koefisien cerna bahan organik meningkat maka koefisien cerna protein kasar juga akan meningkat. Guna mencapai daya cerna protein yang optimal, nilai nutrisi dari protein harus disesuaikan dengan kebutuhan ayam itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan protein pada ternak ayam yaitu: tingkat protein, temperatur atau suhu lingkungan, usia ternak ayam, kandungan asam amino, dan daya cerna (Sklan dan Hurtwitz, 1980). Penambahan daun pepaya terfermentasi pada level 20% dalam ransum masih bisa diberikan pada ayam kampung sebagai sumber protein dan bahan pakan alternatif.

Kecernaan Serat Kasar

Kecernaan Serat Kasar (SK) dari ayam kampung pada perlakuan A (sebagai kontrol) adalah 34,33%. Pada perlakuan dengan penggunaan daun pepaya terfermentasi masing-masing 10% (B), 15% (C), dan 20% (D) secara berturut-turut dapat meningkatkan kecernaan serat kasar sebanyak 5,98%, 11,27%, dan 16,06% dibandingkan perlakuan A dan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Tillman et al., 1998 yang menyatakan bahwa kecernaan serat kasar tergantung pada kandungan serat kasar dalam ransum dan jumlah serat kasar yang dikonsumsi. Semakin tinggi kandungan serat kasar dalam ransum, makan semakin tinggi pula kecernaan serat kasar dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut diduga berpengaruh terhadap hasil kecernaan serat kasar pada penelitian ini, perlakuan D dengan kandungan serat kasar yang paling tinggi dan menghasilkan kecernaan serat kasar tertinggi. Kandungan serat kasar dari daun pepaya yang mencapai 16,28% diduga berpengaruh

terhadap hasil kecernaan serat kasar. Selain hal tersebut pengaruh fermentasi juga berdampak terhadap kecernaan serat kasar. Dengan adanya proses fermentasi yang melibatkan mikroorganisme dapat membatu dalam proses pencernaan serat kasar, selain itu fermentasi juga berpengaruh terhadap meningkatkan kandungan nutrisi dalam ransum, serta menurunkan kadar serat kasar dalam ransum, fermentasi juga berpengaruh terhadap sistem pencernaan ternak, adanya probiotik dalam fermentasi dapat membantu meningkatkan kecernaan dalam saluran pencernaan ternak. Fermentasi mampu menurunkan tingginya kandungan serat kasar dalam ransum, serta nutrisi yang terdapat dalam ransum dapat dicerna dengan maksimal pada saluran pencernaan sehingga mampu memaksimalkan pertumbuhan organ dan jaringan pada tubuh ternak. Ini terbukti dari penelitian Puger et al., (2021) penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi sampai dengan 25% menurunkan persentase dada, meningkatkan persentase paha bawah dan paha atas tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase sayap dan punggung. Hal senada dilaporkan oleh Hasan et al., (2016) bahwa penggunaan produk pakan fermentasi basah dengan mikroba probiotik dapat menyebabkan peningkatan kinerja produksi ayam secara signifikan. Disisi lain kandungan serat kasar dalam pakan yang diberikan berpengaruh terhadap konsumsi pakan karena serat kasar memiliki sifat bulky yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian besar sulit dicerna oleh unggas.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi sampai level 20% dalam ransum memberikan pengaruh yang sama terhadap kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan protein kasar, dan kecernaan serat kasar .

Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan pemberian daun pepaya terfermentasi sampai level 20% masih bisa diberikan pada ternak ayam kampung umur 2-10 minggu, selain itu disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan ayam kampung

dewasa umur 10-20 minggu guna memperoleh hasil yang lebih baik, sehingga dapat dijadi acuan bagi peternak untuk dapat meningkatkan produksi ternaknya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas ijin menggunakan fasilitas penelitian di Sesetan dan laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia. Jakarta

Bidura, I G. N. G. and N. W. Siti. 2017. Selection and implementation of probiotics Saccharomyces spp. Kb-05 and Saccharomyces spp. Kb-08 isolated from buffalo ruments to increase the nutritional value of rice bran. J. Biol. Chem. Research. Vol. 34 (2), 866-877.

Bidura, I. G. N. G., N. L. G. Sumardani, T. I. Putri, dan I. G. Partama. 2008. The effect of fermented ration on body weight gains, carcass and abdominal fat in bali duck. International Journal of Research Studies in Biosciences (IJRSB)Vol 2. ISSN 23490357 & ISSN 2349-0365.

Bautrif, E. 1990. Recent Development in Quality Evaluation. Food Policy and Nutrition Division, FAO, Rome.

Ditjennak PKH. 2020. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian. Indonesia, Jakarta.

Fitasari, E., K. Reo, dan N. Niswi. 2014. Penggunaan kadar protein berbeda pada ayam kampung terhadap penampilan produksi dan kecernaan protein. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (2): 73-83.

Grollman, A. 1986. Pharmacology. 5-th.Ed. Lea and Febiger, Philadelpia.

Hasan, A. E. 2013. Bio-Chemistry. Efek antioksidan dan pengkelat logam terhadap aktivitas proteklitik enzim papain daun pepaya, Vol. 3,   20-26.   Retrieved from

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/65659

Hasan, S.A.J., I.H. Lokman, S.A. Naji, A.B.Z. Zuki, and A.B. Kassim, 2016. Effects of dietary supplementation of wet fermented feed with probiotic on the production performance of Akar Putra chicken. Asian J. Poult. Sci. 10, 72-77

Maynard, L. A and J. K.Lossly. 1969. Animal Nutrition. 6 Ed: McGraw-Hill Book Co, New York.

Prasetia, D. M. R., N. W. Siti, dan N. M. S. Sukmawati. 2018. External offal itik bali betina umur 26 minggu yang diberi ransum dengan suplementasi tepung daun pepaya fermentasi. jurnal peternakan tropika vol. 6 no. 2 hal 309  –  317.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/40485/24589

Rambet, V., J.F Umboh., Y. L. R. Tulung., dan Y. H. S. Kowel. 2016. Kecernaan protein dan energi ransum broiler yang menggunakan tepung manggot (Hermetia illucens) sebagai pengganti tepung ikan. Jurnal Zootek Vol.36 No. 1: 13-22

Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrition in the Tropics. New Delhi: Vikas Publishing Hause P&T Ltd

Siti, N.W. 2016. Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Pepaya (Carica papaya L) dalam Ransum Komersial Terhadap Penampilan, Kualitas Karkas serta Profil Lipida Darah dan Daging Itik Bali Jantan. Desertasi. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 2013. Kumpulan SNI Bidang Pakan. Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian IPB. Bogor

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, S.Lepdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Wiliyanti, N. K., N.W. Siti dan N. M. Witariadi, 2017. Pengaruh penambahan daun pepaya terfermentasi dalam ransum terhadap organ dalam itik bali. Jurnal Peternakan

Tropika.          Vol.          5          no.          1          hal          131-145.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/29894/18398

Widjastuti, T. 2009. Pemanfaatan tepung daun pepaya (Carica Papaya. L Ess) dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas telur ayam sentul. J. Agroland 16(3): 268-73

Widodo. W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Konteksual. UMM. Malang.

Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Cetakan ke 2. PT. Gramedia Jakarta.

Parayana, I G. S., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 428-444

Page 444