FARMERS’ MOTIVATION IN INTENSIVE CATTLE FARMING IN PANDAWAI SUB-DISTRICT EAST SUMBA DISTRICT
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: March 1, 2021
Accepted Date: March 30, 2021
Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani
MOTIVASI PETERNAK DALAM BETERNAK SAPI SECARA INTENSIF DI KECAMATAN PANDAWAI KABUPATEN SUMBA TIMUR
Marak, J. H. K., N. W. T. Inggriati, dan I G. Suarta
Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Email : [email protected] , Hp : 082236664644
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif dan menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur, dari oktober sampai november 2019. Responden penelitian sebanyak 45 orang yang tersebar di Kecamatan Pandawai. Pengambilan sampel menggunakan metode “Stratified Random Sampling”. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan uji korelasi jenjang spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif termasuk dalam kategori sedang. Faktor pendidikan formal, pendidikan non formal, pengetahuan dan sikap, masing-masing memiliki hubungan yang sangat nyata sedangkan intensitas komunikasi memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi peternak. Faktor umur, lama beternak, kepemilikan ternak dan tanggungan keluarga, memiiki hubungan yang tidak nyata dengan motivasi peternak. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur termasuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor seperti pengetahuan, sikap, pendidikan formal, pendidikan non formal, dan intensitas komunikasi memiliki hubungan yang nyata dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Disarankan kepada petugas Dinas Peternakan agar lebih meningkatkan pembinaan dan penyuluhan terhadap peternak, agar dapat meningkatkan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Kepada peternak agar lebih aktif dalam melaksanakan peternakan sapi secara intensif agar dapat meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya.
Kata kunci : Motivasi, peternak, sapi, intensif
FARMERS’ MOTIVATION IN INTENSIVE CATTLE FARMING IN PANDAWAI SUB-DISTRICT EAST SUMBA DISTRICT
ABSTRACT
This study examined farmers’ motivation in performing intensive cattle farming and analyzed factors affecting their motivation. This study was conducted in Pandawai SubDistrict, East Sumba District from October to November 2019. Stratified random sampling
was performed to select 45 samples in Pandawai District. Descriptive qualitative analysis and spearman level correlation test were performed to analyze the data. The results showed that farmers’ motivation in farming cattle intensively was categorized intermediate. Some factors including formal education, non-formal education, knowledge and attitudes had strong and significant influence on their motivation, while the intensity of communication also affected farmers’ motivation. In addition, age, length of farming cattle, livestock ownership and family responsibilities did not significantly affected farmers’ motivation. From research it could suggest that the motivation of farmers in performing intensive cattle farming in Pandawai Sub-district, East Sumba Regency was in the intermediate category. Knowledge, attitudes, formal education, non-formal education, and intensity of communication were factors that had significant influence on farmers’ motivation. Suggested staffs of the Livestock Service Office are suggested to improve the assistance and counselling for breeders to increase farmers’ motivation in farming their cattle intensively. Farmers are expected to be more active in carrying out intensive cattle farming for greater productivity, income and welfare.
Key words : Motivation, farmers, cattle, intensive
PENDAHULUAN
Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan keseluruhan yang
bertujuan untuk menyediakan pangan hewani berupa daging, susu, dan telur yang bernilai gizi tinggi, selain itu pembangunan peternakan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak. Alasan-alasan tersebut yang mendorong pembangunan sektor peternakan sehingga pada masa yang akan datang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan perekonomian bangsa. Pembangunan yang mampu menyentuh langsung petani peternak adalah pembangunan yang mampu meningkatkan pendapatan peternak (Hadisaputro, 1978). Peternakan mempunyai prospek yang baik dimasa depan, karena permintaan akan bahan-bahan yang berasal dari ternak akan terus meningkat seiring dengan permintaan jumlah penduduk, pendapatan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pagan bergizi tinggi sebagai pengaruh dari naiknya tingkat pendidikan rata-rata penduduk (Santoso, 2006).
Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi
Nusa Tenggara Timur, yang memiliki padang savana yang sangat luas sehingga sangat cocok untuk pembangunan sektor peternakan. Sebagian besar penduduk di Sumba Timur bekerja/bermata pencaharian sebagai petani peternak. Beternak merupakan bidang yang tidak asing lagi bagi masyarakat pedesaan sebagai usaha sampingan. Sebagian besar peternak belum ada yang beternak sapi secara intensif, hal tersebut dikarenakan masih kurangnya pengetahuan peternak tentang beternak sapi secara intensif, dan masih luasnya
padang penggembalaan di Sumba Timur. Pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Sumba Timur memiliki nilai sosial budaya yang tinggi karena ternak sapi digunakan dalam upacara adat sebagai belis atau mas kawin, sehingga diharapkan populasi ternak sapi terus meningkat melalui pemeliharaan yang intensif.
Dengan peternakan yang intensif pengelolaannya lebih teratur dan peternak juga bisa lebih memperhatikan kualitas pakan yang diberikan kepada ternak, sehingga produktivitas dari ternak menjadi tinggi. Selama ini peternak tidak terlalu memperhatikan kualitas pakan yang diberikan kepada ternak dan juga peternak tidak pernah memberikan pakan tambahan seperti konsentrat. Pakan yang baik yaitu pakan yang mengandung zat makanan yang memadai kualitas dan kuantitasnya, seperti energi, protein, lemak, mineral, dan vitamin yang semuanya dibutuhkan dalam jumlah yang tepat dan seimbang sehingga bisa menghasilkan produk daging yang berkualitas dan berkuantitas tinggi (Haryanti, 2009).
Ternak sapi adalah salah satu sumber pendapatan yang penting bagi masyarakat Sumba Timur. Perekonomian Sumba Timur tumbuh sebesar 5,14 % di tahun 2017. Sub sektor peternakan merupakan salah satu sektor pemberi kontribusi terbesar (BPS Kabupaten Sumba Timur, 2017). Dari data ini menunjukkan bahwa sektor peternakan merupakan sektor unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Sumba Timur, apalagi Sumba Timur didukung dengan kondisi wilayah yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari padang rumput. Kondisi wilayah seperti ini sangat cocok untuk pengembangan peternakan.
Sumber daya manusia merupakan perangkat utama atas kelancaran dari suatu usaha peternakan, agar kinerja dapat berkembang maka perlu adanya motivasi. Motivasi sangat penting untuk memberikan dorongan kepada peternak agar bekerja lebih giat dan bersemangat. Keberhasilan dalam beternak tergantung kepada motivasi dari peternak itu sendiri serta faktor-faktor yang dapat mempengauhinya.
Untuk memperoleh gambaran lebih lanjut tentang motivasi peternak di Kabupaten Sumba Timur dalam beternak sapi secara intensif maka diadakan penelitian pada peternak sapi di Sumba Timur.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan di laksanakan di Kabupaten Sumba Timur. Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan metode “Purposive” yaitu penentuan lokasi yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu (Hadi, 1983).
Adapun pertimbangan-pertimbangan dalam penentuan lokasi ini adalah: (1) Kabupaten Sumba Timur memiliki populasi ternak sapi cukup banyak. Jumlah populasi ternak sapi 49.494 ekor (BPS Kabupaten Sumba Timur, 2017). (2) Peternak sapi yang ada di Kecamatan Pandawai belum banyak yang di kelola secara intensif. (3) Belum ada penelitian tentang motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif di Kabupaten Sumba Timur.
Penentuan Responden dan Populasi
Responden yang diambil dalam penelitian ini merupakan bagian dari keseluruhan peternak sapi yang ada di Kecamatan Pandawai, Kabupaten Sumba Timur. Pengambilan sampel sebagai responden digunakan metode “Quota Stratified Random Sampling” yaitu cara mengambil sampel dengan memperhatikan strata (Effendi dan Singarimbun, 1989).
Sampel diambil 45 orang responden berdasarkan jumlah kepemilikan ternak sapi. Peternak yang memiliki ternak sapi 2-3 ekor (15 orang), 4-5 ekor (15 orang), lebih dari 5 ekor (15 orang).
Jenis dan Sumber Data
Menurut sumbernya maka data yang akan di peroleh dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari responden dan data sekunder adalah data yang di dapat dari instansi terkait. Menurut sifatnya maka data teridiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data kondisi responden , dan pendapat atau tanggapan responden yang tidak berbentuk angka. Data kuantitatif yaitu data berangka yang diperoleh melalui pengukuran dengan bentuk angka (Sugiyono 2001). Sumber data terdiri dari peternak dan lembaga pemerintah terkait sebagai responden.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan metode survei yaitu suatu cara pengumpulan data dengan jalan mendatangi dan mewawancarai responden secara
langsung (wawancara personal) dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya (Singarimbun, 1981). Selain itu juga, data diambil dengan cara melakukan pengamatan secara langsung ke obyek penelitian (observasi). Hal ini bertujuan selain untuk mengetahui kondisi dari obyek penelitian, juga untuk memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai semua kegiatan yang dilakukan oleh peternak sapi.
Data sekunder merupakan data pelengkap sebagai gambaran umum tempat penelitan. Data sekunder diperoleh dari kumpulan-kumpulan literatur atau referensi dan beberapa sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
Pengukuran Variabel
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu: (1) Karakteristik responden; (2) Motivasi peternak sapi dalam melakukan peternakan secara intensif.
Variabel diukur menggunakan skala Likert yaitu dengan pemberian skor jenjang lima. Kategori responden dinyatakan dengan nilai bilangan bulat yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk setiap jawaban oleh responden yang diteliti.
Analisis Data
Untuk menguji hipotesis 1 menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu bentuk analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya. Untuk menguji hipotesis 2 menggunakan metode Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997), dengan rumus:
-
1 6
r = 1---------
s n(n2 - 1)
Keterangan :
-
1i = koefisien korelasi
dj= Selisih jenjang unsur yang diobservasi
n = banyaknya pasangan unsur yang diobservasi
Untuk mengetahui tingkat signifikasi dari hubungan dengan N ≥ 10 digunakan uji-t (Siegel, 1997), dengan rumus sebagai berikut :
t = rs
N-2
1^<⅛
Keterangan :
t = nilai hitung Uji-t
rs = koefisien korelasi jenjang spearman
N = banyaknya pasangan yang diobservasi
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka ^hitung di bandingkan dengan ^tabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5%, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
Hipotesis penelitian di terima apabila t hitung > ^tabel pada P ≤ 0,01 dari kedua variabel yang di uji maka terdapat hubungan yang sangat nyata. Apabila ^hitung > ^tabel pada P 0,05 – 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang nyata. Apabila t hitung > t tabel pada P > 0,10 dari kedua variabel yang diiuji maka terdapat hubungan yang tidak nyata.
Definisi Operasional Variabel
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1) umur, 2) pendidikan formal, 3) pendidikan non formal, 4) jumlah kepemilkikan ternak, 5) tanggungan keluarga, 6) pengalaman beternak, 7) intensitas komunikasi, 8) pengetahuan, 9) sikap.
Tabel 1 Indikator dan parameter umur
Indikator |
Parameter |
Umur |
Umur >20-30 tahun Umur >31 – 40 tahun Umur >41 – 50 tahun Umur >51 – 60tahun Umur >61 tahun |
Tabel 2 Indikator dan parameter pendidikan formal
Indikator |
Parameter |
Tingkat pendidikan formal |
Tidak sekolah Pendidikan SD 6 tahun |
Pendidikan SMP 3 tahun Pendidikan SMA 3 tahun Pendidikan Perguruan tinggi >3 tahun |
Tabel 3 Indikator dan parameter pendidikan non formal
Indikator |
Parameter |
Penyuluhan atau bimbingan yang pernah diikuti |
Belum pernah 1-2x 3-4x 4-5x >6x |
Tabel 4 Indikator dan parameter kepemilikan ternak
Indikator |
Parameter |
Jumlah kepemilikan ternak sapi |
2 – 3 ekor 4 – 5 ekor 6 – 7 ekor 8 – 9 ekor >10 ekor |
Tabel 5 Indikator dan parameter tanggungan keluarga
Indikator |
Parameter |
Jumlah anggota keluarga |
2 orang |
3 orang | |
4 orang | |
5 orang | |
>6 orang |
Tabel 6 Indikator dan parameter pengalaman beternak
Indikator |
Parameter |
Lama menjadi peternak sapi |
3-10 tahun >10 – 15 tahun >15 – 20 tahun >20 – 25 tahun >25 tahun |
Tabel 7 Indikator dan parameter intensitas komunikasi
Indikator |
Parameter |
Kemampuan berkomunikasi |
|
Tabel 8 Indikator dan parameter pengetahuan berternak sapi
Indikator |
Parameter |
1 Pengetahuan tentang bibit |
|
2 Pengetahuan pemberian pakan |
|
3 Pengetahuan kandang |
e) Pengetahuan perlakuan kandang |
4 Pengetahuan kesehatan ternak sapi |
|
5 Pengetahuan pengolahan limbah ternak sapi |
bernilai ekonomis |
6 Pengetahuan pasca panen |
|
7 Pengetahuan pemasaran |
|
Tabel 9 Indikator dan parameter sikap
Indikator |
Parameter |
Sikap peternak terhadap stimulus yang di berikan |
|
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik responden
Umur
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rataan umur responden adalah 41 tahun dengan kisaran 20-61 tahun. Sebagian besar responden berada pada kisaran umur 41-50 tahun sebanyak 15 orang (33,33%), responden berumur 31-40 tahun sebanyak 13 orang (28,89%), umur 51-60 tahun sebanyak 8 orang (17,78%), umur 20-30 tahun sebanyak 5 orang (11,11%) dan responden berumur 61 tahun sebanyak 4 orang (8,89%).
Tabel 10 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
No |
Umur |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
20 – 30 |
5 |
11,11 |
2 |
31 – 40 |
13 |
28,89 |
3 |
41 – 50 |
15 |
33,33 |
4 |
51 – 60 |
8 |
17,78 |
5 |
>61 |
4 |
8,89 |
Jumlah |
45 |
100 |
Pendidikan Formal
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rataan lama pendidikan formal
responden adalah 6 tahun dengan kisaran 0-6 tahun. Sebagian besar responden berada pada
kisaran lama pendidikan formal 0-6 tahun (SD) sebanyak 34 orang (75,56%), tidak sekolah sebanyak 5 orang (11,11%), SMP sebanyak 3 orang (6,67%), SMA sebanyak 2 orang (4,44%) dan perguruan tinggi sebanyak 1 orang (2,22%).
Tabel 11. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan formal
No |
Lama Pendidikan (tahun) |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (Orang) |
Persentase (%) | |||
1 |
Tidak sekolah |
5 |
11,11 | |
2 |
0 – 6 |
SD |
34 |
75,56 |
3 |
6 – 9 |
SMP |
3 |
6,67 |
4 |
9 – 12 |
SMA |
2 |
4,44 |
5 |
>12 |
Perguruan tinggi |
1 |
2,22 |
Jumlah |
45 |
100 |
Pendidikan Non Formal
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sebagian besar peternak tidak pernah mengikuti kegiatan penyuluhan sebanyak 42 orang (93.33%) dan responden yang pernah mengikuti kegiatan penyuluhan 1-2 kali sebanyak 3 orang (6,67%).
Tabel 12. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan non formal | |||
No |
Penyuluhan yang pernah diikuti |
Jumlah (orang) |
Persentase |
1 |
Tidak pernah |
42 |
93,33 |
2 |
1 – 2 kali |
3 |
6,67 |
3 |
3 – 4 kali | ||
4 |
5 – 6 kali | ||
5 |
>6 kali | ||
Jumlah |
45 |
100 |
Tanggungan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rataan jumlah tanggungan keluarga responden adalah 3 orang. Sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3
orang sebanyak 13 orang (29,55%), responden dengan jumlah tanggungan keluarga diatas 6 orang sebanyak 11 orang (25%), responden dengan jumlah tanggungan keluarga 4 orang sebanyak 8 orang (18,18%), responden dengan jumlah tanggungan keluarga 5 orang sebanyak 7 orang (15,91%) dan responden dengan jumlah tanggungan keluarga 2 orang sebanyak 5 orang (11,36%).
Tabel 13. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
No |
Jumlah tanggungan keluarga |
Jumlah (Orang) |
Persentase (%) |
1 |
2 |
5 |
11,36 |
2 |
3 |
13 |
29,55 |
3 |
4 |
8 |
18,18 |
4 |
5 |
7 |
15,91 |
5 |
>6 |
11 |
25 |
Jumlah |
44 |
100 |
Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak sapi yang dipelihara oleh responden rata-rata 5 ekor. Responden yang memiliki ternak sapi 2-3 ekor berjumlah 15 orang (33,33%), responden dengan jumlah ternak sapi 4-5 ekor yakni 15 orang (33,33%), responden dengan jumlah ternak sapi 6-7 ekor yakni 9 orang (20%), peternak yang memilki ternak 8-9 ekor berjumlah 3 orang (6,67%) dan peternak dengan jumlah ternak sapi diatas 10 ekor yakni 3 orang (6,67%).
Tabel 14. Distribusi frekuensi responden berdasarkan jumlah kepemilikan ternak
No |
Jumlah kepemilikan ternak |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
2 – 3 ekor |
15 |
33,33 |
2 |
4 – 5 ekor |
15 |
33,33 |
3 |
6 – 7 ekor |
9 |
20 |
4 |
8 – 9 ekor |
3 |
6,67 |
5 |
>10 ekor |
3 |
6,67 |
Jumlah |
45 |
100 |
Lama Beternak
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rataan pengalaman beternak responden adalah 15 tahun dengan kisaran 15-16 tahun. Sebagian besar responden dengan pengalaman beternak kisaran 15-16 tahun sebanyak 16 orang (35,56%), responden dengan pengalaman beternak 10-15 tahun sebanyak 15 orang (33,33%), responden dengan pengalaman beternak 3-10 tahun sebanyak 11 orang (24,44%) dan responden dengan pengalaman beternak 20-25 tahun sebanyak 3 orang (6,67%).
Tabel 15. Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama beternak
No |
Lama beternak |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
3 – 10 tahun |
11 |
24,44 |
2 |
10 – 15 tahun |
15 |
33,33 |
3 |
15 – 20 tahun |
16 |
35,56 |
4 |
20 – 25 tahun |
3 |
6,67 |
5 |
>25 tahun | ||
Jumlah |
45 |
100 |
Pengetahuan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan peternak termasuk dalam kategori sangat rendah dengan rataan skor 1,6. Sebagian besar responden 41 orang (91,11%) berkategori sangat rendah, 2 orang (4,44%) berkategori rendah, 1 orang (2,22%) berkategori sedang dan 1 orang (2,22% berkategori tinggi.
Tabel 16. Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuan peternak dalam beternak sapi secara intensif
No |
Pencapaian skor |
Jumlah responden |
Persentase (%) |
Penerapan |
1 |
4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
2 |
3,4 – 4,2 |
1 |
2,22 |
Tinggi |
3 |
2,6 – 3,4 |
1 |
2,22 |
Sedang |
4 |
1,8 – 2,6 |
2 |
4,44 |
Rendah |
5 |
1 – 1,8 |
41 |
91,11 |
Sangat rendah |
Jumlah |
45 |
100 |
Sikap
Sebagian besar responden yaitu 21 orang (46,67%) memiliki sikap dengan kategori negatif. Responden yang memiliki sikap dengan kategori ragu-ragu sebanyak 19 orang (42,22%), 3 orang (6,67%) berkategori positif dan sebanyak 2 orang (4,44%) dengan kategori sangat negatif.
Tabel 17. Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap peternak
No |
Pencapaian skor |
Jumlah responden |
Persentase (%) |
Penerapan |
1 |
4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat positif |
2 |
3,4 – 4,2 |
3 |
6,67 |
Positif |
3 |
2,6 – 3,4 |
19 |
42,22 |
Ragu-ragu |
4 |
1,8 – 2,6 |
21 |
46,67 |
Negatif |
5 |
1 – 1,8 |
2 |
4,44 |
Sangat negatif |
Jumlah |
45 |
100 |
Intensitas Komunikasi
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas komunikasi termasuk dalam kategori rendah dengan rataan skor 2,1. Sebagian besar responden memiliki intensitas komunikasi yang rendah sebanyak 30 orang (66,67%), responden dengan intensitas komunikasi sangat rendah sebanyak 12 orang (26,67%), 2 orang (4,44%) dengan kategori tinggi dan 1 orang (2,22%) dengan intensitas komunikasi sedang.
Tabel 18. Distribusi frekuensi responden berdasarkan intensitas komunikasi
No |
Pencapaian skor |
Jumlah responden |
Persentase (%) |
Penerapan |
1 |
4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat tinggi |
2 |
3,4 – 4,2 |
2 |
4,44 |
Tinggi |
3 |
2,6 – 3,4 |
1 |
2,22 |
Sedang |
4 |
1,8 – 2,6 |
30 |
66,67 |
Rendah |
5 |
1 – 1,8 |
12 |
26,67 |
Sangat rendah |
Jumlah |
45 |
100 |
Motivai Peternak
Dari analisis data diperoleh bahwa motivasi peternak termasuk dalam kategori sedang dengan rataan skor 2,9. Sebagian besar responden 37 orang (82,22%) motivasinya sedang, sebanyak 6 orang (13,33%) motivasinya lemah dan sebanyak 2 orang (4,44%) motivasinya kuat.
Tabel 19. Frekuensi responden berdasarkan tingkat motivasi
No |
Pencapaian Skor |
Jumlah Responden |
Persentase (%) |
Penerapan |
1 |
4,2 – 5 |
0 |
0 |
Sangat Kuat |
2 |
3,4 – 4,2 |
2 |
4,44 |
Kuat |
3 |
2,6 – 3,4 |
37 |
82,22 |
Sedang |
4 |
1,8 – 2,6 |
6 |
13,33 |
Lemah |
5 |
1 – 1,8 |
0 |
0 |
Sangat Lemah |
Jumlah |
45 |
100 |
Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur
Dari hasil analisis data dengan menggunakan Uji Korelasi Jenjang Spearman menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi responden dalam beternak sapi secara intensif seperti pendidikan formal berhubungan sangat nyata (P<0,01), intensitas komunikasi berhubungan nyata (P>0,05), dan umur berhubungan tidak nyata (P>0,10). Rincian data selengkapnya mengenai hasil analisis data dengan menggunakan Uji Korelasi Jenjang Spearman disajikan dalam tabel 20.
Tabel 20. Hasil analisis koefisien korelasi jenjang spearman
No |
Faktor-faktor |
Motivasi peternak | |
rs |
t hitung | ||
1 |
Umur |
-0,146 |
-0,968tn |
2 |
Pendidikan formal |
0,55 |
4,32sn |
3 |
Pendidikan non formal |
0,497 |
3,756sn |
4 |
Lama beternak |
0,12 |
0,793tn |
5 |
Kepemilikan ternak |
0,146 |
0,968tn |
6 |
Tanggungan keluarga |
-0,06 |
-0,394tn |
7 |
Pengetahuan |
0,46 |
3,398sn |
8 |
Sikap |
0,445 |
3,258sn |
9 |
Intensitas komunikasi |
0,263 |
1,787n |
Keterangan |
rs = koefisien korelasi sn = sangat nyata n = nyata tn = tidak nyata |
t tabel (0,01) = 2,416 t tabel (0,05) = 1,681 t tabel (0,10) = 1,301 |
Pembahasan
Motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif termasuk dalam kategori sedang dengan rataan skor 2,9. Motivasi dari peternak masih beternak sapi secara semi intensif, belum memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan peternakan yang intensif. Menurut Handoko (1977) menyatakan bahwa makin kuat motivasi seseorang makin kuat pula usahanya untuk mencapai tujuan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Kecamatan Pandawai, motivasi beternak yang dimiliki oleh peternak yaitu sebagai usaha sampingan, untuk memenuhi kebutuhan hidup serta sebagai tabungan untuk biaya pendidikan. Sebagian besar peternak belum memiliki kemauan yang kuat untuk menjadi peternak yang sukses. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan petani tentang beternak sapi secara intensif masih kurang serta kegiatan pembinaan dan penyuluhan dari Dinas Peternakan masih sangat kurang terkait dengan beternak sapi secara intensif. Pricilia et all (2019) menyatakan bahwa kurangnya motivasi peternak menyebabkan perilaku peternak dalam menerapkan manajemen usaha peternakan yang sebagaimana mestinya. Selain
itu, peternak hanya akan memelihara ternak berdasarkan apa yang telah diketahui tanpa ada keinginan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa faktor umur berhubungan tidak nyata (p>0,10) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Rataan umur responden di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur adalah 41 tahun dengan kisaran 20-61 tahun. Hal tersebut berarti tergolong kedalam usia produktif, sesuai Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2003 yang menetapkan penduduk usia produktif adalah antara umur 15-64 tahun. Variabel umur tidak memberikan pengaruh terhadap motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif dikarenakan sebagian besar peternak masih dalam kategori umur produktif sehingga variasi umur tidak berpengaruh terhadap motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Sari, dkk (2009) menyatakan bahwa variabel umur berpengaruh negatif terhadap adopter cepat, hal ini menunjukkan orang yang muda umurnya lebih mudah inovatif daripada mereka yang berumur lebh tua.
Pendidikan formal menunjukkan hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Artinya variabel pendidikan formal berpengaruh terhadap motivasi peternak. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan formal seseorang maka pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh akan semakin banyak. Soekarwati (1988) mengemukakan bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi akan relatif lebih cepat melaksanakan inovasi, begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan lebih rendah agak sulit untuk melaksanakan inovasi dengan cepat.
Pendidikan non formal memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini berarti bahwa variabel pendidikan non formal memberikan pengaruh terhadap motivasi peternak. Sebagian besar peternak (93,33%) di Kecamatan Pandawai belum pernah mengikuti pendidikan non formal atau penyuluhan, hal ini di karenakan kurangnya kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Inggriati et all., (2014) bahwa penyuluhan di Bali perlu ditingkatkan kembali kerjanya sehingga terbukti berhasil. Apabila peternak mendapatkan penyuluhan yang baik dari instansi terkait maka akan sangat baik untuk peternak dalam menambah pengetahuan dan ketrampilan dari peternak. Hal ini sejalan dengan pendapat Samsudin dan Mardikanto dalam Inggriati (2014) bahwa, untuk mengubah perilaku
sasaran, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak setuju menjadi setuju, dan dari tidak terampil menjadi terampil, sampai menerapkan secara penuh suatu inovasi diperlukan penyuluhan yang efektif.
Lama beternak menunjukkan hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini berarti bahwa pengalaman beternak tidak memberikan pengaruh terhadap motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Soekartawi (2005) mengatakan bahwa pengalaman beternak suatu hal yag mendasar pada seseorang dalam mengembangkan usahanya dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usahanya. Pada penelitian ini pengalaman memiliki hubungan yang tidak nyata dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif karena pengalaman yang mereka miliki kurang. Pengalaman sedikit karena kurangnya informasi tentang beternak sapi secara intensif yang akan berpengaruh terhadap pengalaman mereka tentang beternak sapi secara intensif.
Kepemilikan ternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini disebabkan karena beternak sapi hanya sebagai usaha sampingan untuk menambah penghasilan keluarga. Berbeda dengan pendapat dari Rogers dan Shoemaker dalam Lamputra (2005), yang menyatakan bahwa banyak sedikitnya ternak yang dipelihara akan mempengaruhi petani ternak utuk belajar lebih giat terhadap teknologi baru. Samsudin (1987) menyatakan bahwa semakin banyak ternak yang dipelihara, maka semakin besar kemungkinan resiko yang mereka hadapi dalam mengelola usaha taninya dilihat dari faktor ekonomi.
Tanggungan keluarga menunjukkan hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini berarti bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak memberikan pengaruh terhadap motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sumbnyak (2006) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi petani dalam pengembangan usaha. Semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak pula beban hidup. Pricilia et all (2019) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak pula beban hidup. Peternak hanya mendirikan usaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa melihat jumlah anggota keluarganya.
Pengetahuan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Semakin tinggi pengetahuan peternak dalam beternak sapi secara intensif maka akan semakin kuat motivasi peternak dalam beternak sapi
secara intensif. Hal ini disebabkan karena pengetahuan mempengaruhi pola pikir mereka dan mempunyai peranan penting dalam memunculkan motivasi seseorang terhadap suatu objek. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyu (1986) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan produk dari kegiatan berpikir manusia sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk mengadopsi inovasi. Supriyanto (1978) menyatakan bahwa orang yang mempunyai pengetahuan lebih tinggi tentang suatu inovasi tersebut cenderung akan menerapkan inovasi lebih baik daripada mereka yang memiliki pengetahuan rendah. Lebih lanjut Spriyanto menyatakan bahwa pengetahuan sangat menunjang kelancaran petani dalam mengadopsi suatu inovasi untuk kelangsungan usaha taninya.
Sikap menunjukkan hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini berarti bahwa sikap yang positif dapat meningkatkan motivasi dari peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Donnelly dalam Inggriati (2014), yang menyatakan bahwa, sikap adalah determinan perilaku karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap merupakan salah satu faktor penting dalam tingkah laku sosial masyarakat berkenaan mau tidaknya seseorang menerapkan suatu teknologi baru (Sanjaya, 2013). Sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) yang menyatakan bahwa semakin besar manfaat yang dirasakan dari suatu inovasi, maka semakin kuat pula motivasi maupun sikap petani untuk mengadopsinya.
Intensitas komunikasi memiliki hubungan yang nyata (P>0,05) dengan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini berarti bahwa semakin sering responden melakukan komunikasi dengan sumber informasi akan menyebabkan semakin kuatnya motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. Hal ini didukung oleh pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) yang menyatakan bahwa semakin giat petani mengadakan kontak atau komunikasi dengan penyuluh atau sesama petani akan semakin tinggi motivasi yang mereka miliki untuk memanfaatkan sumber informasi. Tatik Inggriati et all (2014) menyatakan bahwa intensitas komunikasi akan mendukung kebersamaan pengertian dan menyebabkan terjadinya tindakan yang sama.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : (1) Motivasi peternak di Kecamatan Pandawai Kabupaten Sumba Timur dalam beternak sapi secara intensif termasuk dalam kategori sedang yaitu masih dalam peternakan semi intensif. (2) Faktor-faktor seperti pengetahuan, sikap, pendidikan formal, pendidikan non formal memiliki hubungan yang sangat nyata, sedangkan intensitas komunikasi memiliki hubungan yang nyata dan faktor umur, lama beternak, kepemilikan ternak, tanggungan keluarga memiliki hubungan yang tidak nyata.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : (1) Kepada petugas Dinas Peternakan agar lebih meningkatkan pembinaan dan penyuluhan terhadap peternak sapi, agar dapat meningkatkan motivasi peternak dalam beternak sapi secara intensif. (2) Kepada peternak agar lebih aktif dalam melaksanakan peternakan sapi secara intensif agar adapat meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraannya.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S dan seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data selama penelitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumba Timur. 2017. Kabupaten Sumba Timur Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumba Timur. Sumba.
Effendi, S. dan M, Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survai. Yogyakarta: Pusat Penelitian Studi Kependudukan Universitas Gajah Mada.
Hadi, S. 1983. Statistik II. Ansi Offset. Yogyakarta.
Hadisaputro, S. 1978. Pola Umum Pertanian Dalam Kaitannya Dengan Pertanian Dengan Lahan Sempit. Agroekonomi. Edisi Maret. Departemen Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM. Jogjakarta.
Haryanti, N.W. 2009. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Inggriati, N. W. T. 2014. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali (Disertasi). Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Inggriati, N.W.T, I.G.P.S. Wijaya, N.K. Nuraini. 2014. Perilaku Pengusaha Peternakan Babi Landrace dalam Menanggulangi Dampak Pencemaran Lingkungan dan Respon Peternak Tradisional di Desa Wisata Taro Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar (Jurnal). Fakultas Peternakan Udayana. Denpasar.
Lamputra, M. 2005. Perilaku Petani Ternak Babi dalam Usaha Menangani Limbah Kotoran Babi: Studi Kasus Pada Petani Ternak Babi di Banjar Semaon Desa Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. (Skripsi). Universitas Udayana. Denpasar.
Pricilia, N.A.M., I. N. Suparta, N. W. Tatik Inggriati. 2019. Hubungan Perilaku Peternak dengan Keberhasilan Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Sumba Timur. Peternakan Tropika. Fakultas Peternakan Udayana. Denpasar.
Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F. 1971. Communication of Innovations. The Free Press, New York.
Samsudin, U. 1987. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bina Cipta, Bandung.
Santoso, U. 2006. Manajemen Usaha Ternak Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sari, A.R,. T. Sakti, H. dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Kategori Adopter Dalam Inovasi Feed Additive Herbal Untuk Ayam Pedaging. Bulletin Peternakan Vol, 33 (3) : 1962013. Yogyakarta
Siegel, S. 1997. Non Parametric for the Behavior al Sciences. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Siegel, Sidney. 1997. "Statistik Nonparametik untuk Ilmu-ilmu Sosial" Dialihbahasakan oleh Zanzawi Suyuti dan Landung Siamtupang. Jakarta.
Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1981. Metodologi Penelitian Survai. LP3s, Jakarta.
Sugiyono, 2001. Metode Penelitian, Bandung: CV Alfa Beta.
Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Sumbayak, J.B. 2006. Materi, Metode, dan Media Penyuluhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Supriyanto.1978. Adopsi Teknologi Baru di Kalangan Petani Tanaman Hias di Kelurahan Sukabumi Hilir. Agroenomika. Bogor.
Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Usaha Nasional, Surabaya.
Marak , J. H. K.., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 1 Th. 2021: 189-210
Page 210
Discussion and feedback