ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: January 14, 2020

Accepted Date: January 26, 2021


Editor-Reviewer Article : Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati & Eny Puspani

KUALITAS SUSU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG DITINJAU DARI SIFAT FISIKOKIMIA DAN MIKROBIOLOGI

Hariyanto, D.N., I. A Okarini, dan N. N Suryani

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

E-mail: [email protected] Telp+6289507546403

ABSTRAK

Susu merupakan salah satu hasil produk peternakan yang memiliki kandungan nutris lengkap dan seimbang. Setiap jenis susu memiliki kualitas yang berbeda tergantung sifat fisik, kimia, dan mikrobiologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas susu kambing peranakan etawah (PE) dengan lama penyimpanan berbeda pada suhu ruang ditinjau dari sifat fisikokimia dan mikrobiologi. Sampel susu diperoleh dari peternakan kambing peranakan etawah (PE) di Desa Sepang, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan mulai bulan Juni sampai Juli 2018. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan 4 ulangan. Ketiga perlakuan tersebut adalah lama penyimpanan 0 jam (L0), lama penyimpanan 4 jam (L4), dan lama penyimpanan 6 jam (L6) sehingga jumlah semuanya 12 sample susu. Variabel yang diamati adalah total asam, berat jenis, warna, dan bakteri koliform. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat jenis berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan lama penyimpanan L4 dan L6 masing-masing pada uji total asam (20,00% dan 26,45%) dan jumlah bakteri koliform (44,26% dan 36,59%) menunjukkan peningkan secara nyata (P<0,05). Untuk warna susu nyata menurun (P<0,05), dimana L4 (5,47%) dan L6(6,61%) lebih rendah dibanding L0. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa berat jenis tidak dipengaruhi, sedangkan total asam, warna susu, dan bakteri koliform dipengaruhi oleh lama penyimpanan pada suhu ruang. Nilai total asam, berat jenis, dan bakteri koliform susu meningkat, sedangkan nilai warna menurun seiring lama penyimpanan pada suhu ruang.

Kata kunci: kualitas susu kambing PE, lama penyimpanan, fisikokimia, mikrobiologi

THE MILK QUALITY OF PERANAKAN ETAWAH (PE) GOAT DURING STORAGE AT ROOM TEMPERATURE TO PHYSICOCHEMICAL AND MICROBIOLOGICAL PROPERTIES

ABSTRACT

Milk is one of the livestock products that has a complete and balanced nutritional content. Each type of milk has different qualities depending on its physical, chemical, and microbiological properties. This study aims to determine the milk quality of peranakan etawah (PE) at different time storage at room temperature in terms of physicochemical and microbiological properties. Milk samples were obtained from peranakan etawah (PE) farms in Sepang Village, Busung Biu District, Buleleng Regency. The research was conducted for one month from June to July 2018. The design used was a completely randomized design consisting of 3 treatments and 4 replications. The three treatments were 0 hours of storage time (L0), 4 hours of storage time (L4), and 6 hours of storage time (L6), so that there were 12 experimental units. The variables observed in this study were total acid, specific gravity, color, and coliform bacteria. Data obtained from this study were analyzed using annova, if there were significant differences (P<0.05) the analysis was continued by Duncan's multiple range test. The results showed that the different specific gravity was not significant (P>0.05), while the duration of L4 and L6 storage respectively in the total acid test (20.00% and 26.45%) and the number of coliform bacteria (44.26% and 36.59%) showed a significant increase (P<0.05). For milk color significantly decreased (P<0.05), where L4 (5.47%) and L6 (6.61%) were lower than L0. Based on the results of the study it can be concluded that the specific gravity is not affected, while the total acid, milk color, and coliform bacteria are affected by the storage time at room temperature. The value of total acid, specific gravity, and milk coliform bacteria increases, while the color value decreases with storage time at room temperature

Key words: quality of PE goat milk, storage time, physicochemical, microbiology

PENDAHULUAN

Air susu merupakan salah satu hasil peternakan yang dikenal sebagai sumber nutrisi yang lengkap dan seimbang bagi manusia karena di susu mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Susu segar adalah susu murni yang tidak mengalami proses pemanasan dan merupakan bahan baku dalam pembuatan susu olahan. Konsumsi susu segar di Indonesia masih tergolong sangat rendah yaitu rata-rata 6 liter/kapita/tahun, sangat jauh jika dibandingkan dengan Vietnam, Malaysia, India, dan

negara-negara maju lainnya dengan rata-rata konsumsi susu masing- masing 10, 20, 45, dan 80 liter/kapita/tahun (Praharani, 2007).

Susu yang biasa dikonsumsi umumnya diambil dari hewan piaraan yang telah didomestikasi seperti sapi, kerbau, unta, kuda liar, kambing, dan domba (Rasyid, 1991). Salah satu susu yang saat ini mulai dikonsumsi di Indonesia termasuk di Bali adalah susu kambing. Hal ini menunjukkan potensi yang besar untuk pengembangan susu kambing di Bali sebagai alternatif konsumsi susu sapi yang saat ini lebih dominan. Sebagian besar susu kambing yang diperjualbelikan di Indonesia adalah susu yang dihasilkan oleh ternak kambing jenis peranakan etawah atau lebih sering disebut sebagai kambing PE.

Kandungan nutrisi yang tinggi di dalam susu merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri yang dapat merusak dan menurunkan kualitas susu (Grahatika, 2009). Penurunan kualitas susu akibat cemaran mikroba dipengaruhi oleh keadaan saat masa produksi, penyimpanan, transportasi, dan distribusi (Suwito, 2010). Jumlah bakteri susu tertinggi apabila disimpan dalam keadaan segar pada suhu ruang (27,5°C) selama 6-12 jam yaitu 4×106 – 20×106 cfu/ml (Hadiwiyoto, 1994). Disarankan penyimpanan susu segar pada suhu rendah 4°C-10°C dengan jumlah bakteri 3,1-5,7×103 cfu/ml karena lebih efektif dalam menekan pertumbuhan bakteri (Cahyaningtyas, 2016).

Setiap produk susu memiliki daya simpan (shelf life) yang berbeda, sedangkan daya simpan produk susu sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku susu (raw milk) yang digunakan (Budiyono, 2009). Shelf life produk susu juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain, kendali mutu mikrobiologis yang diterapkan termasuk suhu penyimpanan, metode pendinginan selama penanganan dan proses produksi, jenis kemasan yang digunakan, dan potensi atau kemungkinan kontaminasi pasca proses produksi (CAC/RCP 57-2004).

Aspek penting dalam menilai kualitas susu yang mencerminkan tingkat penerimaan oleh konsumen yaitu yang memiliki hubungan antara sifat fisik, kimia, dan sifat mikrobiologis (Hadiwiyoto, 1994). Sifat fisik susu menunjukkan keadaan susu yang dapat diuji dengan menggunakan panca indera seperti warna susu. Warna air susu dapat berubah dari satu warna ke warna yang lain. Hal ini tergantung dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah dan sifat lemak, bahan padatan, dan senyawa pembentuk warna (Yusuf, 2010). Berat jenis susu merupakan sifat fisik susu yang dapat diamati dengan menggunakan peralatan.

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui adanya pemalsuan susu dengan menambahan air ke dalam susu, karena berat jenis air susu lebih tinggi daripada berat jenis air.

Kandungan bahan kering susu dapat meningkatkan berat jenis seperti yang dinyatakan oleh Zuriati et al. (2011) bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh kandungan bahan kering pakan sehingga kenaikan bahan kering akan meningkatkan berat jenis susu. Sifat kimia susu antara lain tingkat keasaman susu.

Kandungan berbagai senyawa yang bersifat asam (asam sitrat, asam phosphat komplek, asam-asam amino, karbon dioksida yang larut) berpengaruh terhadap sifat kimia susu (Susilorini, 2006). Sifat mikrobiologis susu menunjukkan adanya tingkat pencemaran susu oleh mikroba, antara lain kandungan bakteri koliform dalam susu. Bakteri ini digunakan sebagi indikator sanitasi yaitu tidak lebih dari 10 cfu/ml susu (Hadiwiyoto, 1994).

Berdasarkan latar belakang di atas serta belum adanya informasi dalam bentuk publikasi tentang kualitas (total asam, berat jenis, warna, dan bakteri koliform) susu segar kambing PE yang diambil langsung dari peternak, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kualitas susu kambing segar selama penyimpanan pada suhu ruang 27,5°C ditinjau dari sifat fisikokimia dan mikrobiologi.

MATERI DAN METODE

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Perah dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar Bali selama 1 bulan dari bulan Juni-Juli 2018.

Bahan penelitian

Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisa total asam, berat jenis, warna, dan jumlah bakteri koliform meliputi larutan NaOH, BWP 0,1%, media agar (VRBA), dan susu segar kambing peranakan etawah (PE).Ternak itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan umur 3 hari.

Peralatan penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa seperangkat peralatan untuk analisis total asam, berat jenis, warna, dan total bakteri koliform yaitu antara lain peralatan titrasi, erlenmeyer, gelas ukur, laktodensimeter, kertas standar warna susu, cawan petri, inkubator, dan xyloselysine deoxycholate agar (XLDA).

Materi penelitian

Sampel susu segar diperoleh dari peternak kambing PE yang berasal dari Desa Sepang, Kecamatan Busung Biu, Kabupaten Buleleng. Sampel yang diambil adalah sampel hasil perahan pagi yang diambil dari setiap kambing pada masa laktasi ke-3 dengan jumlah kambing 9 ekor. Susu yang sudah diperah ditampung dalam milk can masing-masing diambil 1000 ml/ekor dan dibedakan setiap kambingnya lalu ditempatkan dalam wadah stainles steel atau botol yang sudah disterilisasi, selanjutnya ditempatkan ke dalam box yang sudah berisi es kering.

Metode penelitian

Seluruh sampel langsung dibawa ke laboratorium, selanjutnya sampel susu dianalisis sesuai dengan variabel yang akan diamati yaitu total asam, berat jenis, warna, dan jumlah bakteri koliform dengan perlakuan penyimpanan 0 jam (L0), 4 jam (L4), dan 6 jam (L6) pada suhu ruang. Penentuan 0 jam yaitu berdasarkan susu yang telah diperah ditampung menggunakan botol plastik ukuran 0.5 liter, setelah itu langsung dimasukkan ke dalam freezer selama 0.5 jam hingga susu menjadi beku, kemudian dimasukkan ke dalam coolbox dan dibawa ke laboratorium. Sesampainya di laboratorium botol plastik yang berisi susu beku ditaruh di wadah (baskom) kemudian disiram dengan air biasa hingga susu mencair. Setelah mencair langsung dilakukan pengamatan untuk lama simpan 0 jam.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari; L0 = penyimpanan selama 0 jam pada suhu ruang (digunakan sebagai kontrol), L4 = penyimpanan selama 4 jam pada suhu ruang, dan L6 = penyimpanan selama 6 jam pada suhu ruang, sehingga keseluruhan terdapat 12 sampel susu.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yakni :

Sifat fisikokimia

a.    Pemeriksaan total asam (oSH)

Total asam tertitrasi dihitung dengan cara menitrasi sampel bahan pangan (susu) yang telah diketahui volume atau beratnya dengan basa standar dengan menggunakan pH atau indikator phenolftalein untuk menentukan titik akhir titrasi (Apriyantono et al., 1989). Jumlah (volume) titran yang digunakan, normalitas basa standar, dan volume atau berat sampel digunakan untuk menghitung total asam tertitrasi. Basa standar yang dipakai biasanya adalah NaOH. Larutan NaOH 0,1 N yang sudah distandarisasi dengan Kalium Hidrogen Phtalat (KHP) (sebelum digunakan KHP dikeringkan dulu dalam oven 110oC selama 4 jam), jika KHP tidak tersedia dapat digunakan (COOH)2.2H2O2. Indikator fenolphthalein 0.1% (dalam alkohol). Perhitungan:

Total Asam Tertitrasi (TAT) = V×N×BM. asam laktat×FP×100 = °SH

W sampel (ml)

Keterangan:

TAT dinyatakan dalam ml NaOH 0,1 N/100 ml larutan sampel

  • V    = Volume NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi

FP    = Faktor pengenceran

W    = Berat sampel (dalam g atau ml)

N    = Normalitas NaOH

  • b.    Pemeriksaan berat jenis (g/ml)

Pemeriksaan berat jenis susu segar menggunakan alat laktodesimeter. Susu dihomogenkan kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak 250 ml dan laktodesimeter dibenamkan, direndam ke dalam gelas ukur dan dibiarkan selama 3 menit. Hasil dibaca pada skala yang tertera dan pengamatan dilakukan sebanyak 3 kali (Sukaasih, 1997).

c.


Pemeriksaan warna susu


Penetapan warna susu kambing dapat dilakukan dengan menggunakan kertas standar warna yang telah diberi skor 5 (baik) sampai 1 (buruk) dari keadaan warna susu asli (putih krim) sampai coklat (Sukaasih, 1997).

  • a.    Skor 5 untuk susu asli dengan warna putih krim

  • b.  Skor 4 untuk susu dengan warna putih kekuningan

  • c.  Skor 3 untuk susu dengan warna coklat muda

  • d.  Skor 2 untuk susu dengan warna coklat (medium brown)

  • e.   Skor 1 untuk susu dengan warna coklat tua (dark brown)

Sifat mikrobiologi

a.    Pemeriksaan jumlah bakteri koliform

Sampel susu diambil 1 ml, kemudian diencerkan dengan buffer peptone water (BPW) 0,1% sampai dengan pengenceran 10-6. Selanjutnya dari masing- masing pengenceran diambil 0,1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian dituang media cair violet red bile agar (VRBA) (Oxoid Ltd., Basingstoke, United Kingdom).

Selanjutnya dihomogenkan dengan cara menggeser horizontal atau membentuk angka delapan dan dibiarkan sampai membeku, kemudian dituang kembali media VRBA di atas permukaan agar (overlay) dan setelah membeku diinkubasikan pada suhu 37°C selama 24-48 jam dengan posisi cawan petri terbalik dan sebagai kontrol digunakan air pepton sebanyak 0,1 ml. Kegiatan ini dilakukan secara aseptis. Koloni yang dihitung adalah koloni yang berwarna merah keunguan dan dikelilingi oleh zona merah. Penghitungan koloni yaitu rataan jumlah koloni dari dua rangkapan pada pengenceran yang memberikan hasil terbaik (Buckle et al., 1987; Fardiaz, 1992).

Analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data mikroba sebelum dianalisis

ditransformasi terlebih dahulu ke dalam bentuk y = log x. Data warna susu dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas sifat fisikokimia (total asam, berat jenis, warna) dan sifat mikrobiologi (jumlah bakteri koliform) susu segar kambing PE selama penyimpanan 0 jam, 4 jam, dan 6 jam pada suhu ruang. Hasil penelitian tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh lama penyimpanan suhu ruang susu segar kambing PE terhadap total asam, berat jenis, warna, dan jumlah bakteri koliform.

Variabel

L0

Perlakuan(1)

L4

L6

Standar

BSN(2)

TAS(3)

Total asam (%)

1.55±0.07a (5)

1.86±0.12b

1.96±0.08b

-

-

Total asam

(°SH)

6,66±0,07a (5)

8,00±0,12b

8,44±0,08b

6,0 –

7,5°SH

6,5 - 6,8°SH

Berat jenis (g/ml)

1.0282±0.0014a

1.0290±0.0009a

1.0295±0.0005a

1.0270

1.0280

Warna

4.39±0.10a (6)

4.15±0.06b

4.10±0.07b

Tidak ada perubahan

<4.5

Bakteri koliform

2.35±1.00a

3.39±0.68b

3.21±0.69b

<3/ml(4)

Negatif

Keterangan :

adalah 1.55%. Total asam pada perlakuan L4 dan L6 masing- masing 20.00% dan 26.45% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan L0.

Susu kambing yang disimpan pada suhu ruang selama 4 jam (L4) dan 6 jam (L6) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan L0. Hal ini diduga selama penyimpanan terjadi penguapan uap air, gas-gas, hasil metabolisme lactobasili dan lactococus yang secara alami ada di dalam susu, memecah atau mendegradasi karbohidrat (laktosa) susu. Didukung oleh adanya peningkatan jumlah bakteri asam laktat, pada perlakuan L4 dan L6 sehingga menyebabkan peningkatan total asam susu berupa asam laktat. Ray (2004) melaporkan bahwa hasil metabolisme laktosa berupa glukosa dan galaktosa, didegradasi dalam sel BAL homofermentatif menghasilkan sebagian besar berupa asam laktat. Asam laktat yang terbentuk menyebabkan susu menjadi masam. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Erlina dan Zuraida (2008) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu penyimpanan, maka semakin tinggi keasaman susu, hal tersebut disebabkan karena adanya bakteri asam laktat seperti Streptococcus thermophilus, Lactobacillus laktis, dan Lactobacillus thermophilus. Selama penyimpanan tersebut telah terjadi degradasi laktosa oleh BAL. Selain itu didukung juga oleh penelitian Usmiati et al. (2011) yang menyatakan bahwa peningkatan atau penurunan nilai total asam terjadi karena intensitas dan banyaknya aktifitas BAL yang mendegradasi laktosa menjadi asam laktat. Persyaratan mutu susu segar menggunakan satuan derajat SH (˚SH), sedangkan perhitungan yang dilakukan saat penetapan sampel susu segar menggunakan satuan persen (%). Dapat diketahui bahwa jumlah persentase total asam sama dengan persentase asam laktat. Maka, dari itu untuk mengubah satuan dari persentase ke ˚SH menggunakan standar ketetapan Hanna Instrumen Titrators

Uji total asam sering digunakan dalam penilaian kualitas susu. Namun meskipun demikian uji total asam saja tidak cukup untuk menilai kualitas susu karena adanya penyimpangan aroma, warna, dan cita rasa susu tidak dapat diketahui dengan uji total asam. Secara keseluruhan nilai total asam yang diperoleh pada penelitian ini berada diatas kisaran normal jika dibandingkan dengan penelitian yang sudah ada ataupun standar Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2011) yaitu 6,0-7,0 °SH dan Thai Agricultural Standard (TAS) (2008) yaitu 6,5-6,8 °SH sehingga dari segi nilai total asam susu pada L0 masih layak dikonsumsi, sedangkan L4 dan L6 tidak layak dikarenakan melebihi batas standart yang sudah ditetapkan oleh BSN dan TAS.

  • b.    Berat jenis (g/ml)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan berat jenis pada perlakuan L0, L4, dan L6 secara statistik berbeda tidak nyata (P>0.05) (Tabel 1). Rataan berat jenis pada perlakuan L0 adalah 1.0282. Berat jenis pada perlakuan L4 dan L6 masing-masing 0.08% dan 0.13% tidak nyata (P>0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan L0.

Berat jenis atau densitas susu adalah angka perbandingan antara berat dan volume susu (Mardalena, 2008). Rataan berat jenis pada perlakuan L0, L4, dan L6 secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0.05). Berat jenis pada perlakuan L4 dan L6 tidak nyata (P>0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan L0. Hal ini diduga karena selama penyimpanan terjadi penguapan air dan gas gas yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan penyimpanan, menyebabkan penurunan kadar air dan peningkatan bahan kering susu. Susu yang disimpan pada suhu ruang semakin lama akan semakin mengental. Hal ini sesuai dengan penelitian Abubakar (2000) yang menyatakan bahwa kandungan air di dalam susu mengalami penurunan, sedangkan kandungan bahan padat semakin meningkat dengan semakin lama waktu penyimpanan sehingga berat jenis dan kekentalannya juga semakin meningkat. Selain itu peningkatan berat jenis susu juga disebabkan oleh penguapan gas-gas dalam susu. Hal ini sesuai dengan penelitian Julmiaty (2002) yang menyatakan bahwa kenaikan berat jenis susu dikarenakan adanya pelepasan CO2 dan N2 yang terdapat pada susu tersebut. Susu yang paling dekat dengan waktu pemerahan akan lebih sedikit terjadi penguapan gas.

Roza dan Aritonang (2006) menyatakan bahwa berat jenis susu berubah menurut lamanya susu dibiarkan pada suhu ruang, dimana susu yang dekat dengan waktu pemerahan akan memiliki berat jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan susu yang jauh dari waktu pemerahan disebabkan oleh lemak susu yang memadat. Lemak yang padat mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada lemak cair. Secara keseluruhan nilai berat jenis yang diperoleh pada penelitian ini berada diatas kisaran minimal standar Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2011) yaitu 1.0270 dan Thai Agricultural Standard (TAS) (2008) yaitu 1.0280, sehingga dari segi berat jenis susu masih memenuhi standar.

  • c.    Warna susu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan nilai warna susu pada perlakuan L0, L4, dan L6 secara statistik berbeda nyata (P<0.05) (Tabel 1). Rataan nilai warna pada perlakuan L0 adalah 4.39. Nilai warna pada perlakuan L4 dan L6 masing-masing 5.47% dan 6.61% nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan L0.

Nilai kesukaan panelis terhadap warna susu berdasarkan Tabel 1 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05) dengan nilai rata-rata 4 (sedikit disukai). Nilai warna pada perlakuan L4 dan L6 nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan L0. Hal ini diduga karena terjadi penguapan air dan gas gas dalam susu tersebut selama penyimpanan pada suhu ruang, sehingga menyebabkan penurunan kadar air yang mempengaruhi sifat dispersi molekul molekul lemak. Kriteria lainnya adalah jika berwarna kuning maka susu mengandung karoten, jika berwarna biru maka susu telah bercampur dengan air, dan jika berwarna merah maka susu tercampur dengan darah. Susu segar yang baik dicirikan dengan mengandung nilai gizi yang tinggi, higienis, mengandung sedikit bakteri yang berasal dari ambing, warna, bau, dan rasa tidak berubah, serta tidak berbahaya untuk diminum (Sanam et al., 2014).

Hal ini sesuai dengan penelitian Yusuf (2010) yang menyatakan bahwa ciri khas susu yang berkualitas baik dan normal adalah berwarna putih kekuning- kuningan yang merupakan konversi dari warna kuning kolostrum dengan warna air susu yaitu putih. Namun meskipun begitu nilai yang diperoleh secara keseluruhan apabila dikonversi ke dalam bentuk warna masih dalam batas normal warna susuyang baik yaitu putih kekuningan. Secara keseluruhan nilai warna yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan standar Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2011) yaitu warna susu tidak mengalami perubahan dan Thai Agricultural Standard (TAS) (2008) yaitu nilai warna susu <4.5 sehingga dari segi warna susu masih layak untuk dikonsumsi.

  • d.    Jumlah bakteri koliform

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah bakteri koliform pada perlakuan L0, L4, dan L6 secara statistik berbeda nyata (P<0.05) (Tabel 1). Rataan jumlah bakteri koliform

pada perlakuan L0 adalah 2.35. Jumlah bakteri koliform pada perlakuan L4 dan L6 masing-masing 44.26% dan 36.59% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan L0.

Total bakteri koliform pada penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0.05). Bakteri koliform pada perlakuan L4 dan L6 masing-masing 44.26% dan 36.59% nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan L0. Hal ini diduga disebabkan oleh lama penyimpanan yang menyebabkan peningkatan kontaminan bakteri. Penyimpanan yang dilakukan pada suhu ruang semakin lama menyebabkan jumlah bakteri bertambah. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Fardiaz, 1992) bahwa bakteri koliform secara normal hidup di dalam usus besar manusia maupun hewan sehingga digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran. Jadi adanya bakteri koliform dalam susu menunjukkan bahwa pernah terkontaminasi bakteri. Secara keseluruhan total bakteri koliform yang diperoleh pada penelitian ini berada diatas standar nasional Indonesia (SNI) 7338:2009 yaitu <3/ml dan Thai Agricultural Standard (TAS) (2008) yaitu negatif.

Rofi’i (2009) memaparkan bahwa mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yakni pH dan aktivitas mikroba lainnya. Perkiraan pH optimum untuk pertumbuhan koliform adalah 6,0 – 7,0 (ICMSF, 2002). Hal ini dikarenakan nilai pH pada susu tidak sesuai dengan pH untuk pertumbuhan bakteri tersebut, sehingga dapat mempengaruhi kerja enzim pada aktivitas bakteri tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson (2008), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat jelas antara pH dan kemampuan pertumbuhan koliform. Selain itu disebabkan oleh pertumbuhan spesies mikroba lainnya yakni total BAL yang meningkat. Hal ini didukung oleh penelitian Nugroho (2019), dimana total BAL akan meningkat dengan seiringnya lama penyimpanan pada suhu ruang. BAL akan menghasilkan asam-asam organik (asam laktat, asam asetat, asam format), hidrogen peroksida, diasetil, dan bakteriosin yang bersifat antibakteri. Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Sifat antibakteri oleh genus Lactobacillus mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk bahan makanan golongan Enterobacteriaceae (Salmonella sp, E. coli, Shiigella sp), Bacillus cereus, dan Stapylococcus aureus (Khikmah, 2015). Menurut Puspita (2011) Coliform merupakan bakteri yang memiliki habitat normal di usus manusia dan juga hewan

berdarah panas. Kelompok bakteri Coliform diantaranya Escherechia, Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penyimpnan susu kambing PE pada suhu ruang semakin lama (dari 0 jam, 4 jam dan 6 jam) tidak mempengaruhi berat jenis, akan tetapi meningkatkan total asam, menurunkan tingkat kesukaan terhadap warna walaupun masih dalam standar TAS. Penyimpanan susu kambing PE pada suhu ruang semakin lama (dari 0 jam, 4 jam dan 6 jam) meningkatkan jumlah bakteri koliform.

Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini yaitu penyimpanan susu pada suhu ruang sebaiknya kurang dari 4 jam dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang susu segar kambing peranakan etawah dan cara penangananya sehingga bisa di simpan lebih lama dalam suhu ruang.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada; Bapak Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS selaku Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, beserta staff dosen dan pegawai Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan pelayanannya kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Triyanftini, R. Sunarlim, H. Setiyanto, dan Nurjannah. 2000. Pengaruh suhu dan waktu pasteurisasi terhadap mutu susu selama penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 6(1):45-50.

Afriani, S. dan L. Haris. 2011. Karakteristik Dadih Susu Sapi Hasil Fermentasi Beberapa Starter Bakteri Asam Laktat yang Diisolasi dari Dadih Asal Kabupaten Kerinci. Agrinak.1.(1) :36-42.

Apriyanto, A., D. Fardiaz,, N. L. Puspitasari., dan S. Sudiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.Bogor.

Atmiyati. 2001. Potensi Susu kambing Sebagai Obat dan Sumber Protein Hewani Untuk Meningkatkan Gizi Petani. Balai Penelitian Ternak, P . O. BOX 221, Bogor 16002.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2009. SNI 7388:2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2011. Standarisasi Nasional Indonesia SNI Susu Segar bagian1: Sapi 3141. 201 Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. www.bsn.go.id. Diakses pada tanggal 22 Februari 2018.

Budirsana, I.G. M. 2011. Produktivitas dan Nilai Ekonomi Usaha Ternak Kambing Perah pada Skala Kecil. Wrokshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia kecil. Balai penelitian Ternak Ciawi.Bogor. http://peternakan.litbang .deptan.go.id. Diakses pada 17 Februari 2014.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H dan Wootton, M (1987) Ilmu Pangan. Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono, UI. Press. Jakarta: 37– 56, 269 – 304.

`

Budiyono, H. 2009. Analisis daya simpan produk susu pasteurisasi berdasarkan kualitas bahan baku mutu susu. Jurnak Paradikma, 10(2):198.

Codex Alimentarius Comission. 2004. CAC/RCP 57-2004: Code of Hygienic Practice for Milk and Milk Products. FAO and WHO, Rome.

Erlina, S dan A. Zuraida. 2008. Derajat Keasaman dan Angka Reduktase Susu Sapi Pasteurisasi dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda. Volume 23 Nomor 3. Hal: 185-194.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Grahatika, R. 2009. Identifikasi dan pemeriksaan jumlah total bakteri pada susu sapi di Kabupaten Karanganyar. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Hadiwiyoto, S. 1994. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta

ICMSF. 2002. The Internasional Commission on Microbiological Specifications For Foods. Microorganism in Foods 7. Microbiological demics Publ. New York.

Julmiaty. 2002. Perbandingan Kualitas Fisik Susu Pasteurisasi Konvensional Dan Mikroware Dengan Lama Penyimpanan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Tekhnologi Minyak dan Lemak Pangan . Pernerbit Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Khikmah, N. 2015. Uji Antibakteri Susu Farmentasi Komersial pada Bakteri Pathogen. J. Penelitian Saintek. 20 (1) : 45-52

Mardalena, 2008. Pengaruh waktu pemerahan dan tingkat laktasi terhadap kualitas susu sapi perah peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmu Peternakan, 11:107- 111.

Moeljanto, R. D. dan B.T.W. Wiryanta, 2002. Khasiat dan Manfaat Susu Kambing. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Muchtadi dan R. Tien. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bogor.

Nugroho, Juanda. 2019. Respon Uji Terhadap Susu Kambing Peternakan Etawah yang Disimpan pada Suhu Ruang. Skripsi. Fakultas Perternakan. Universitas Udayana. Denpasar.

Praharani, L. 2007. Peluang dan Tantangan "Revolusi Putih". Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29 (5).

Puspita, Ikma ratna. 2011. Penapisan Antibakteri yang dihasilkan Oleh Bakteri Asam Laktat Dari produk Bekasam Ikan Seluang (Rasbora Argyrotaenia). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Intitut Pertanian Bogor. Bogor.

Rasyid, Y. G. 1991. Susu sumber makanan sempurna. Di dalam Kumpulan Tulisan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tepat Guna. P3M LPM-IPB, Bogor.

Ray, B. 2004. Fundamental Food Microbiology, CRC Press LLC. Boca Rato, Florida.

Rofi’I, F. 2009. Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri dan Angka Katalase Terhadap Daya Tahan Susu. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Roza, E. dan S. Aritonang. 2006. Pengaruh Lama Penyimpanan setelah Diperah terhadap pH, Berat Jenis, dan Jumlah Koloni Bakteri Susu Kerbau. Jurnal Peternakan Indonesia., 11(1): 74-78, 2006 ISSN: 1907-1760

Sanam, A. B., Swacita, I. B. N dan Agustina, K. K. 2014. Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol. J Veteriner 3(1) : 1-8.

Saleh, E. 2004. Dasar Pengolohan Susu Dan Hasil Ikutan Ternak. Universitas Sumatera Utara. Sumatera.

Sri Sukasih, 1997. Pengaruh Konsentrasi Hydrogen Peroksida Pada Susu Perahan Pagi dan Sore di Tinjau dari Bakteri Colifrom, Berat jenis dan warna Selama Penyimpanan 5° C. Sripsi Universitas Udayana Denpasar Halaman 19-20 .

Sukarini, 2006. Produksi dan Komposisi Air Susu Kambing Peranakan Etawah Yang Diberi Tambahan Konsentrat Pada Awal laktasi. Univrsitas Udaayana, Denpasar.

Sumarprastowo, 2002. Memilih dan Menyimpan Bahan Makanan, Bumi Aksara. Jakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suardana, I W. Dan I. B. N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Udayana University Press. Denpasar. Bali.

Sudarmadji, S. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Gadjah Mada. Yogyakarta.

Susilorini, T. E. 2006. Produk Olahan Susu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suwito, W., 2010. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya, Jurnal Litbang Pertanian, 29 (3):96-100.

Thai Agricultural Standart. 2008. Raw Goat Milk. Thailand: National Bureau of Agricultural Commodity and Food Standards. Ministry of Agriculture and Cooperatives.

Usmiati, S.,W. Broto dan Setiyanto H. 2011. Karakteristik dadih susu sapi yang menggunakan starter bakteri probiotik. JITV. 16:141-153.

Yatimin, S. Triana, dan Sunarto. 2013. Jurnal Ilmiah Peternakan. Kajian Total Mikroba dan Asam Tertitrasi Susu Kambing Peranakan Etawah selama Satu Periode Laktasi. Purwokerto.

Yusuf, R. 2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat pemberian pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.) merr) yang berbeda. Jurnal Teknologi Pertanian, 6(1):1-6.

Zuriati, Y., R. R. Noor., dan R. R. A. Maheswari. 2011. Analisa Molekuler Genotipe Kappa kasein (K-Kasein) dan Komposisi Susu Kambing Peranakan Etawah, Saanen dan Persilangan. JITV.16(1): 61-70.

Hariyanto, D.N., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 1 Th. 2021: 116 - 132

Page 132