PROFILE OF BALI COW FARMERS PARTICIPANTS OF UPSUS SIWAB IN GIANYAR DISTRICT
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: January 15, 2020
Accepted Date: January 22, 2021
Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani
PROFIL PETERNAK SAPI BALI PESERTA UPSUS SIWAB DI KABUPATEN GIANYAR
Wiguna, I K. A., N P. Sarini dan I G. Suranjaya
PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected], Telepon: +62 887 398 442 7
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan karakter peternak sapi bali peserta UPSUS SIWAB dan non UPSUS SIWAB di Kabupaten Gianyar serta untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman peternak terhadap aspek manajemen pemeliharaan sapi induk. Penelitian ini dilaksanakan di daerah Kabupaten Gianyar yang berlangsung dari bulan Juli s/d Agustus 2020, adapun jumlah responden adalah sebanyak 15 orang pada kelompok UPSUS SIWAB dan 15 orang pada kelompok non UPSUS SIWAB, metoda yang digunakan adalah metode survey lapangan menggunakan kuisioner yang sudah disusun dan data yang diperoleh di analisa menggunakan uji t dengan dua sampel bebas.Variabel yang dicari ada dua yaitu karakter peternak dan manajemen pemeliharaan sapi induk. Adapun karakter peternak yang dicari adalah: umur, pendidikan, lama beternak, jumlah ternak, jumlah tanggungan keluarga dan alasan beternak. Sedangkan manajemen pemeliharaan sapi induk yang dicari terdiri dari: manajemen pakan, manajemen bibit, manajemen reproduksi dan manajemen perkawinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada karakter peternak yaitu: umur dan lama beternak tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05), sedangkan pada tingkat pengetahuan dan pemahaman peternak terhadap manajemen pemeliharaan sapi induk di bagian manajemen pakan, manajemen reproduksi dan manajemen perkawinan ditemukan ada perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan dari aspek pemilihan bibit tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05), hal ini dapat disimpulkan karakter peternak sapi peserta UPSUS SIWAB dan non UPSUS SIWAB dikatagorikan tidak berbeda dan pada tingkat pemahaman terhadap manajemen pemeliharaan sapi induk diperoleh peternak peserta UPSUS SIWAB pemahamannya lebih baik dalam menjalankan manajemen pemeliharaan sapi induk terutama pada aspek manajemen pakan, manajemen reproduksi, dan manajemen perkawinan.
Kata kunci: peternak, ternak sapi, profil
PROFILE OF BALI COW FARMERS PARTICIPANTS OF UPSUS SIWAB IN GIANYAR DISTRICT
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the different between Balinese cattle breeders who were participating UPSUS SIWAB and non UPSUS SIWAB in Gianyar Regency. It was also to find out the level of understanding of breeders on the management aspects on rearing cows with calves. This research had conducted in Gianyar Regency for two months, where the number of respondents was 15 farmers on the UPSUS SIWAB group and 15 farmers on the non UPSUS SIWAB group, the method used was the survey method, using a questionnaire that has been compiled. Data obtained was analyzed using a two-sample free t test. There are 2 variables were observed such as the character of the bali cattle breeders and the management of the cows. The breeder's characters including: age, education, the length of experience, number of cattle own, the number of family members, and the reasons for raising cattle, and the management of raising cattle consists of: feed management, seed management, reproductive management and mating management. The results showed that there were no significant differences in the breeder’s character, including: the age and work experience (P> 0.05), similar to the level of understanding and knowledge of the breeders to raise their cows. Mean while, there were significantly different in feed management, reproductive management and marriage management (P <0.05). Howeever, there was no significant difference found on the aspect of seed selection (P> 0.05). It can be concluded that the characters of UPSUS SIWAB and non-UPSUS SIWAB participating cattle breeders are categorized not different, and at the level of understanding of the management of cows, the UPSUS SIWAB participant breeders have a better understanding in carrying out the management of raising cow, especially on feed management, reproductive management, and marriage management.
Key words: breeders, catlle, profile
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia peternakan di Indonesia sekarang ini sudah sangat pesat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Usaha peternakan sebagai salah satu bidang pertanian mampu mendongkrak kegiatan perekonomian masyarakat. Setiap tahunnya kebutuhan masyarakat akan produk-produk hasil peternakan selalu meningkat, hal ini dikarenakan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi bagi kesehatan khususnya protein hewani. Usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha yang sangat potensial untuk menghasilkan daging yang merupakan sumber protein dengan kandungan yang relatif lebih tinggi. Peternakan rakyat adalah pemasok utama yang menjadi tumpuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging, oleh karena itu dibutuhkan usaha-usaha untuk meningkatkan populasi dan produktivitas sapi potong pada peternakan rakyat yang ada di masyarakat (Misriani, 2011).
Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia, yang mempunyai posisi penting dalam industri peternakan di Indonesia, mengingat sapi bali diketahui memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya yang ada di Indonesia, seperti mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan yang baik, misalnya dapat bertahan hidup pada cuaca yang kurang baik, dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas yang rendah dan penampilan reproduksi yang baik (Handiwirawan, 2004) sehingga sampai saat ini sapi bali merupakan sapi yang paling digemari untuk dipelihara pada peternakan kecil (Purwantara et al., 2012). Tetapi beberapa laporan menunjukan, populasi sapi bali di Bali pada tahun 2016 sebanyak 546.370 ekor turun menjadi 507.794 ekor pada tahun 2017 (Wiratmini, 2018) dan mengacu pada data statistik Provinsi Bali pada tahun 2017 populasi mengalami penurunan menjadi 507.794 ekor dengan rinciannya 194.346 ekor sapi jantan dan 313.576 ekor sapi betina. Sehingga peran pemerintah sangat diperlukan untuk menanggulangi penurunan populasi ternak sapi di Bali.
Dalam rangka meningkatkan populasi sapi potong dan mengarah pada swasembada pangan, pemerintah mencanangkan suatu program yaitu Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting atau disingkat dengan UPSUS SIWAB (Kementerian Pertanian 2017). Program ini yang tertuang dalam Permentan No.48/ Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting secara nasional, yang ditanda tangani Menteri Pertanian pada 3 Oktober 2016. Dalam pelaksanaannya program UPSUS SIWAB menggunakan teknologi inseminasi buatan (IB) yang sudah lama dikenal oleh masyarakat khususnya peternak sapi. Inseminasi buatan adalah suatu cara atau teknik untuk memasukan semen (sperma) yang telah dicairkan dan diproses terlebih dahulu yang berasal dari pejantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun (Susilawati, 2011). Ada beberapa keuntungan dari penggunaan inseminasi buatan yakni, mencegah terjadinya perkawinan inbreeding, penghematan biaya dan juga mampu mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan yang unggul dalam jangka waktu yang lama (Udin, 2012). Menurut Ardikarta (1981) keberhasilan dari program ini sangat tergantung dari beberapa faktor seperti: kualitas dari semen beku yang digunakan, kemampuan dari inseminator dalam menangani semen beku dan keterampilan maupun pengetahuannya dalam menentukan waktu yang tepat dalam melakukan IB. Selain itu peternak juga mempunyai pengaruh yang besar dalam mengetahui waktu berahi dan waktu yang terbaik dalam menginseminasi ternaknya (Ramli dkk, 2016). Faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu kondisi atau penampilan reproduksi dari ternak yang bersangkutan dalam menentukan keberhasilan dari IB tersebut.
Tingkat keberhasilan dari inseminasi buatan juga ditentukan salah satunya oleh profil dari peternak sapi yang merupakan akseptor dari inseminasi buatan tersebut. Profil peternak ini berpengaruh besar terhadap produktivitas ternak sapi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yakni: usia peternak, tingkat pendidikan peternak, tanggungan keluarga, dan juga pengalaman berternak, hal ini akan berdampak pada manajemen pemeliharaan dan pendeteksian berahi peternak. Inseminator dan peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan (Hastuti dkk, 2008).
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan terhadap peternak yang berada di kecamatan Tampaksiring, kecamatan Gianyar, kecamatan Tegalalang, kecamatan Ubud, kecamatan Sukawati, kecamatan Payangan, dan kecamatan Blahbatuh yang mengikuti program UPSUS SIWAB dan yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli sampai dengan bulan agustus 2020, lebih jelasnya denah lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1. Denah lokasi survey penelitian di Kabupaten Gianyar (Bappeda.gianyarkab.go.id)
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yg diobservasi langsung pada responden peternak sapi bali yang mengikuti program UPSUS SIWAB dan non UPSUS SIWAB di Kabupaten Gianyar. Sedangkan data sekunder adalah data penunjang penelitian yang diperoleh dari laporan yang ada pada kelompok ternak maupun istansi terkait seperti Dinas Peternakan Kabupaten Gianyar.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode survey lapangan dan pengamatan atau observasi. Survey lapangan dilakukan dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner yang dibuat dengan terstruktur terhadap responden peternak sapi bali, sedangkan metode observasi untuk mendeskripsikan aspek/managemen peternakan yang dilakukan oleh peternak sapi. Pengumpulan data sekunder dengan relawan menanyakan langsung kepada Dinas terkait dan BPP masing – masing kecamatan.
Penentuan Responden
Penentuan responden dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dimana purposive sampling adalah pengambilan sampel penelitian dengan beberapa pertimbangan yg ditentukan dalam penelitian ini, seperti: peternak peserta UPSUS SIWAB yang berdomisili di Kabupaten Gianyar.
Responden dalam penelitian ini yakni peternak sapi bali yang mengikuti program UPSUS SIWAB dan non UPSUS SIWAB dengan jumlah responden sebanyak 15 orang yang mengikuti program UPSUS SIWAB dan 15 orang untuk yang non UPSUS SWAB di daerah Kabupaten Gianyar
Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yakni:
-
1. Karakter peternak diantaranya: umur, jumlah tanggungan keluarga, lama beternak, pendidikan, jumlah kepemilikan ternak, alasan beternak dan tergabung atau tidaknya dalam suatu kelompok ternak
-
2. Aspek pemahaman dan pengetahuan peternak terhadap manajemen pemeliharaan sapi induk seperti: manajemen pemilihan bibit, manajemen pakan, manajemen reproduksi dan manajemen perkawinan.
Untuk mendapatkan data tentang masing-masing aspek manajemen peternakan sapi induk itu dilakukan dengan memberikan masing-masing pertanyaan yang sudah disusun di dalam kuesioner kepada responden dan nilai jawaban responden divalidasikan dengan referensi ilmu peternakan.
Analisis Data
Data tentang karakteristik peternak yang meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan, lama beternak, alasan beternak dan tegabung atau tidaknya dalam suatu kelompok ternak di analisis secara deskritif. Data untuk melihat perbedaan tingkat pemahaman dan pengetahuan antara peternak sapi bali peserta UPSUS SIWAB dengan peternak non UPSUS SIWAB maka data dianlisis dengan uji beda dua rata-rata dilakukan dengan uji T dua sampel bebas (Two Independent Sanpel T Test) menurut Steel dan Torrie 1995 pada taraf signifikansi 5% dengan rumus sbb :
.YL - X2
-
t hit =--------1
S gab — + — y «1 n≡
(n1-l)52+ (ι⅛-l)S2
S gab = -------------------
∏ι + «2 — 2
Keterangan:
T hit : nilai t hitung
-
X1 : rata – rata nilai sampel kesatu
-
X2 : Rata – rata nilai kelompok kedua
: Ragam kelompok kesatu
-
- : Ragam kelompok kedua
nl : Jumlah sampel kesatu
Tl2 : Jumlah sampel kedua
Nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel (0,05; db gab), bila t hitung lebih besar dari α (menolak hipotesisi) dan jika t hitung lebih kecil dari α (menerima hipotesis).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter Peternak
Karakter peternak dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan peternak yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam mengelola usaha peternakan yang dijalankan. Dalam penelitian ini ada 8 aspek karakter peternak sapi bali responden peserta UPSUS SIWAB dan non UPSUS SIWAB yang diamati dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakter peternak sapi bali di Kabupaten Gianyar
No |
Karakteristik Peternak |
Responden | |
UPSUS SIWAB |
NON UPSUS SIWAB | ||
Persentase | |||
1 |
Umur 40-50 th |
20 |
20 |
51-60 th |
66,67 |
33,33 | |
61-70 th |
13,33 |
46.67 | |
2 |
Pendidikan SD |
46,67 |
56,67 |
SMP |
6,67 |
20 | |
SMA |
40 |
6,67 | |
S1 |
6,67 |
6,67 | |
3 |
Pekerjaan Peternak |
53,33 |
60 |
Buruh |
26,67 |
33,33 | |
Swasta |
13,33 |
- | |
PNS |
6,67 |
6,67 | |
4 |
Jumlah Tanggungan keluarga 2– 4 orang |
66,67 |
73,33 |
5– 7 orang |
33,33 |
26,67 | |
5 |
Lama beternak < 20th |
13,33 |
- |
>20 th |
86,67 |
100 | |
6 |
Jumlah Kepemilikan ternak 1-2 ekor |
80 |
80 |
3-5 ekor |
20 |
20 | |
7 |
Alasan beternak Sebagai sumber pendapatan |
26,67 |
60 |
Memperoleh pupuk Sebagai sambilan |
-73,33 |
40 | |
8 |
Keanggotaan dalam kelompok Anggota |
100 |
- |
Tidak |
- |
100 | |
N(jumlah responden) |
15 |
15 |
Umur
Kisaran umur peternak sapi bali yang mengikuti program UPSUS SIWAB berkisar 40 – 65 tahun dengan rataan 55,07 ± 5,63 tahun dan kisaran umur peternak sapi bali yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB berkisar 43 – 65 tahun dengan rataan 57,53± 7,32 tahun. Dengan menggunakan Uji T untuk Dua Sampel Bebas diperoleh kedua rata-rata umur kelompok peternak tersebut tidak berbeda /non signifikan (P>0,05), berarti bahwa tidak ada perbedaan signifikan terhadap umur peternak peserta UPSUS SIWAB dengan non UPSUS SIWAB.
Pada aspek umur tidak adanya perbedaan yang nyata dari semua responden peternak yang terlibat dalam program UPSUS SIWAB dengan non UPSUS SIWAB, namun pada peternak non UPSUS SIWAB umur terbanyak berada pada kisaran diatas 60 tahun, hal ini tentunya berpengaruh terhadap kinerja dari peternak tersebut mengingat kisaran umur tersebut dikatakan berada diatas kisaran umur produktif. Sesuai dengan pendapat Kasim dan Sirajuddin (2008), yang mengatakan bahwa usia produktif berada pada kisaran umur 15 – 56 tahun dan usia lanjut berada pada umur 57 tahun keatas.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan peternak sapi bali yang mengikuti program UPSUS SIWAB yakni, SD 46,67%, SMP 6,67%, SMA 40% dan peternak yang tingkat pendidikannya sampai jenjang S1 6,67%. Sedangkan peternak sapi bali yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB yakni, SD 66,67%, SMP 20%, SMA 6,67% dan jenjang S1 6,67%.
Karakter peternak pada aspek tingkat pendidikan secara keseluruhan responden peternak non UPSUS SIWAB sebagian besar hanya sampai jenjang SD. Tingkat Pendidikan baik itu formal maupun non formal berpengaruh terhadap kinerja dari peternak, pada umumnya peternak dengan Pendidikan yang lebih tinggi lebih mudah menerima inovasi – inovasi baru) untuk meningkatkan usaha peternakan yang dimilikinya. Rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden berpengaruh terhadap tingkat kemampuan dan cara berfikir yang mereka miliki (Lestraningsih dan Basuki 2008). Apabila pendidikan rendah maka daya pikirnya sempit maka kemampuan menalarkan suatu inovasi baru akan terbatas, sehingga wawasan untuk maju lebih rendah dibanding dengan peternak yang berpendidikan tinggi.
Pekerjaan
Pekerjaan utama peternak sapi bali peserta UPSUS SIWAB, mayoritas adalah beternak sebesar 53,33%, buruh 26,67%, pegawai swasta 13,33% dan PNS sebesar 6,67%.
Pekerjaan utama peternak sapi bali yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB yakni, 60% beternak, 33,33% buruh dan 6,67% PNS.
Pada karakter peternak di bagian aspek pekerjaan mayoritas responden adalah beternak sapi, dengan tingginya tingkat pekerjaan beternak diya kini bahwa peternak fokus untuk melakukan kegiatan usaha peternakan sapi yang dijalankan. karakter peternak pada aspek tanggungan keluarga didapatkan lebih banyak pada jumlah tanggungan 2 – 4 orang. Menurut Suranjaya et al, 2017 jika jumlah tanggungan keluarga yang relative lebih banyak, peternak tersebut akan cenderung lebih giat dalam menjalankan usahanya untuk mendapatkan hasil lebih tinggi guna untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari maupun kebutuhan lainnya. Namun dengan tanggungan yang lebih banyak akan menjadi kendala dalam menjalankan usaha peternakan karena dari hasil peternakan tersebut akan selalu digunakan untuk memenuhi keperluan rumah tangga, hal ini akan berdampak kuranngnya alokasi dana untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha peternakan sapi lebih lanjut.
Jumlah tanggungan keluarga
Sebagian besar peternak sapi bali peserta UPSUS SIWAB memiliki jumlah tanggungan keluarga sebesar 66,67% dengan jumlah tanggungan 2 - 4 orang, dan 33,33% jumlah tanggungan diatas 5 orang. Jumlah tanggungan keluarga untuk peternak sapi bali yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB yaitu 73,33% dengan jumlah tanggungan 2 – 4 orang, dan 26,67% untuk jumlah tanggungan diatas 5 orang.
Lama beternak
Peternak sapi bali yang mengikuti program UPSUS SIWAB sebagian besar responden sudah beternak dalam jangka waktu yang lama yakni dari 14 – 50 tahun dengan rataan 36,13±10,69 tahun, sedangkan peternak sapi bali yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB semuanya sudah melakukan usaha peternakan sapi bali dari 27 – 50 tahun dengan rataan 41,73±8,47 tahun. Dari hasil analisis statistika diperoleh bahwa kedua nila rata-rata tersebut adalah non signifikan (P>0,05). Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok peternak tersebut telah mulai beternak sapi bali dengan rentang waktu yang hampir sama (Tabel 2).
Pada penelitian terhadap lama beternak diperoleh tidak adanya perbedaan yang nyata, dalam hal ini lama beternak yang dijalankan responden peternak upsus siwab lebih rendah dikarenakan banyaknya peternak muda yang melakukan usaha peternakan, dengan pengalaman yang lebih sedikit namun ditunjang dengan pendidikan yang lebih lama tentunya penerimaan dan penerapan sebuah inovasi atau pengetahuan baru akan cepat dilaksanakan.
Namun apabila peternak sudah melakukan usaha peternakan yang cukup lama tentunya mempengaruhi kinerja dan kemampuan untuk menjalankan usahanya, menurut Iskandar dan Arfa`I, 2007 dengan pengalaman yang diperoleh peternak yang mempunyai pengalaman lebih banyak akan selalu hati-hati dalam bertindak dan cenderung tetap mempertahankan manajemen yang dilakukan sebelumnya dengan adanya pengalaman buruk dimasa lalu.
Jumlah kepemilikan ternak
Jumlah kepemilikan ternak sapi bali peserta UPSUS SIWAB di Kabupaten Gianyar yakni 1 – 2 ekor sebesar 80% dan jumlah kepemilikan 3 – 5 sebesar 20%, hal ini sama pada responden peternak sapi bali skala kecil yang tidak mengikuti program UPSUS SIWAB yakni, 1 – 2 ekor sebesar 80%, dan 3 – 5 sebesar 20%.
Pada jumlah kepemilikan ternak sebagian besar peternak memiliki jumlah ternak 2 ekor yang tergolong kedalam jumlah kepemilikan skala kecil, hal ini diakarenakan keterbatasan modal dari peternak untuk meningkatkan jumlah ternaknya. Menurut Fierzha 2016 peternak sangat mempertimbangkan beban biaya pemeliharaan apabila jumlah ternak yang dimiliki melebihi kemampuan manajemen peternak.
Tabel 2. Rata – rata umur dan lama beternak responden peternak sapi di Kabupaten
Gianyar
No |
Karakteristik Peternak |
Responden UPSUS SIWAB |
NON UPSUS SIWAB |
Sig. |
1 |
Umur (th) |
55,07±5,63a |
57,53±7,32a |
0,31 |
2 |
Lama beternak(th) |
36,13±10,69a |
41,73±8,47a |
0,12 |
Keterangan
1. Nilai rata – rata dengan superscript yang sama pada baris yang sama adalah non signifikan(P>0,05)
Tingkat pengetahuan dan pemahaman peternak terhadap manajemen pemeliharaan sapi induk.
Pada aspek tingkat pengetahuan dan pemahaman peternak terhadap manajemen pemeliharaan sapi induk ada 4 variabel yang kita cari yakni: aspek manajemen pakan, pemilihan bibit, manajemen reproduksi dan manajemen perkawinan masing – masing terhadap responden peternak peserta UPSUS SIWAB dan non UPSUS SIWAB dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada aspek manajemen pengetahuan dan pemahaman peternak sapi bali secara keseluruhan responden peternak peserta UPSUS SIWAB lebih mengetahui bagaimana aspek manajemen pemeliharaan ternak yang baik mulai dari manajemen pakan, manajemen
reproduksi dan manajemen perkawinan. Pada manajemen pakan ada perbedaan yang nyata, dikarenakan responden peternak peserta UPSUS SIWAB disamping mendapatkan pelatihan secara langsung juga mendapatkan pengetahuan dari petugas IB mengenai manajemen pemeliharaan sapi induk yang baik, dimana pemberian pakan yang sesuai dengan komposisi berat badan dan kondisi ternak apabila ternak dalam fase bunting maupun menyusui diberikan pakan tambahan ini sesuai dengan pernyataan Boer et al, 2002 pada fase bunting dan menyusui diperlukan perbaikan pakan dan penambahan pakan penguat sekitar 2% dari bobot badan sang induk dengan ini akan menambah ketahanan sapi induk terhadap penyakit.
Tabel 3. Nilai rata – rata pengetahuan dan pemahaman peternak terhadap manajemen pemeliharaan sapi induk di Kabupaten Gianyar
No |
Aspek Manajemen |
Responden |
Sig. | |
UPSUS SIWAB |
NON UPSUS SIWAB | |||
1 |
Manajemen pakan |
17,60±1,54a |
14,53±1,50b |
0,000 |
2 |
Manajemen bibit |
14,73±1,75a |
15,4±2,29a |
0,378 |
3 |
Manajemen reproduksi |
18,20±0,77a |
17,36±1,15b |
0,028 |
4 |
Manajemen perkawinan |
17,27±1,33a |
11,53±1,45b |
0,000 |
Keterangan
1. Nilai rata – rata dengan superscript yang sama pada baris yang sama menunjukan adalah non signifikan (P>0,05)
Aspek Manajemen pakan
Pada aspek manajemen pakan peternak sapi bali peserta UPSUS SIWAB mempunyai nilai rataan 17,60±1,54 dan non UPSUS SIWAB sebesar 14,53±1,5 (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pemahaman peternak pada aspek manajemen pakan pada sapi induk.
Aspek manajemen pemilihan bibit
Pada aspek ini, responden peternak peserta UPSUS SIWAB mendapatkan nilai rataan 14,73±1,75 dan non UPSUS SIWAB mendapatkan nilai rataan 15,4±2,29 ( P>0,05), artinya tidak terdapat perbedaan yang nyata tingkat pemahaman dari kedua kelompok peternak itu terhadap aspek dalam pemilihan bibit sapi induk.
Namun pada aspek manajemen pemilihan bibit tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata diantara responden peternak. Hal ini dikarenakan dalam penentuan bakal calon induk sapi, peternak sebagian besar sudah mengetahui pemilihan bibit ternak yang tepat, seperti dengan melihat bentuk tubuh, umur ternak serta memperhatikan faktor genetik dengan menanyakan tetuanya.
Manajemen reproduksi
Nilai rataan yang diperoleh responden peserta UPSUS SIWAB yakni 18,20±0,77 dan non UPSUS SIWAB 17,36±1,15 (P<0,05), hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat pemahaman peternak pada aspek manajemen reproduksi.
Pada aspek manajemen reproduksi, ditemukan adanya perbedaan yang nyata diantara responden peternak peserta UPSUS SIWA dan non UPSUS SIWAB, responden peserta UPSUS SIWAB lebih mengetahui pengetahuan beternak sapi seperti bagaimana tanda sapi yang sedang birahi, kapan waktu yang tepat untuk mengawinkan sapi induk serta mengetahui data reproduksi sapi induk yaitu: lama bunting, lama menyusui dan waktu penyapihan. Pengetahuan ini didapatkan dari program UPSUS SIWAB tersebut. Dengan mengetahui pengetahuan reproduksi, peternak tentunya akan semakin mudah dalam menjalankan upaya perkawinan ternaknya. Menurut Zavadilova 2013, semakin cepat ternak dikawinkan maka semakin cepat pula ternak bereproduksi sehingga usaha pembiakan ternak semakin ekonomis. umur pertama beranak yang lebih cepat mampu meningkatkan produktivitas sapi dalam satu periode masa hidupnya. Adanya perbedaan pengetahuan diantaran kedua grup ini dikarenakan peternak yang mengikuti program UPSUS SIWAB mendapatkan pengetahuan tambahan dalam menjalankan usaha peternakan di samping mendapatkan pelayanan IB, pendeteksian kebuntingan secara gratis. Jika dibandingkan dengan aspek pendidikan secara keseluruhan peternak non UPSUS SIWAB kurang mendapatkan pendidikan formal yang baik sehingga penyampaian informasi kurang cepat sampai ke peternak.
Manajemen Perkawinan
Nilai rataan yang didapatkan responden peternak peserta UPSUS SIWAB yaitu 17,27±1,33 dan non UPSUS SIWAB 11,53±1,45 (P<0,05), artinya terdapat perbedaan yang nayata pada tingkat pengetahuan dan pemahanan peternak pada aspek manajemen perkawinan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa karakter peternak sapi peserta UPSUS SIWAB dengan non UPSUS SIWAB di Kabupaten Gianyar adalah dikatagorikan sama atau tidak berbeda. Pada aspek pengetahuan dan pemahaman didapatkan peternak peserta UPSUS SIWAB pemahamannya lebih baik dalam menjalankan
manajemen pemeliharaan sapi induk, terutama pada aspek manajemen pakan, manajemen reproduksi dan manajemen perkawinan, sedangkan pada aspek manajemen pemilihan bibit tidak berbeda
Saran
Untuk meningkatkan populasi ternak sapi bali di Kabupaten Gianyar sebaiknya peternak mengikuti program UPSUS SIWAB yang dijalankan oleh pemerintah, dikarenakan dari program tersebut peternak mendapatkan pengetahuan dan pelatihan yang lebih dalam manjemen pemeliharaan sapi dan juga mendapatkan pelayanan IB secara gratis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Adikarta R.J. 1981. Inseminasi Buatan pada sapi dan kerbau. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Boer M, Arizal PB, Hamdi, 2002. Strategi pemberian pakan tambahan sapi betina bunting dan tidak bunting untuk meningkatkan penampilanreproduksi. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Pp. 71 -74.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2016. Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik (Good Breeding Practices), Jakarta.
Fierzha A.P. 2016. Hubungan jumlah kepemilikan ternak dengan tingkat penerapan teknologi pakan hijauan secara fisik pada peternakan sapi perah rakyat. Universitas Padjadjaran, Bandung. 11-13.
Handiwirawan E. dan Subrandiyo. 2004. Potensi dan keberagaman sumber daya genetik sapi bali. Bogor:Buletin Ilmu Peternakan Indonesia. 107-115.
Hastuti, D. 2008. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Potong Di Tinjau Dari Angka Konsepsi Dan Service Per Conception. Mediagro. 4(1): 12-20.
Iskandar, I. dan Arfa’i. 2007. Analisis Program Pengembangan Usaha Sapi Potong Di Kabupaten lima Puluh Kota, Sumatra Barat (studi kasus program bantuan pinjaman lansung masyarakat). Fakultas Peternakan universitas Andalas, Padang.
Kasim, K dan Sirajuddin, N. 2008. Peranan Usaha Wanita Peternak Itik Terhadap Pendapatan Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Manisa Kecamatan Baranti Kabupaten Sidrap). Fakultas PeternakanUniversitas Hasanuddin, MakassarLestraningsih, M dan Basuki, E. 2008. Peran Serta Wanita Peternak Sapi Perah Dalam Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga. Jurnal Ekuitas. Vol. 12(1).Hlm. 121-141.
Kementrian Pertanian. 2017. Pedoman pelaksanaan UPSUS SIWAB Revisi 1 . Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Lestraningsih, M dan Basuki, E. 2008. Peran Serta Wanita Peternak Sapi Perah Dalam Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga. Jurnal Ekuitas Vol.12 No.1, Maret 2008. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.
Ngadiyono, N. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan. PT. Citra Aji Parama. Yogyakarta.
Misriani, Vivi., 2011. Hubungan karakteristik peternak dengan pendapatan pada pembibitan sapi potong rakyat di kecamtan bayang, kabupaten pesisir selayar. “Skripsi” Fakultas Peternakan Universitas Andalas.
Purwantara B, Noor RR, Andersson G, and Rodriguez-Martinez H. 2012. Banteng and Bali Cattle in Indonesia: Status and Forecasts. Reprod Dom Anim 47 (Suppl. 1), 2– 6.
Ramli, M., T.N. Siregar, C.N. Thasmi, Dasrul, sriwahyu dan A. Sayuti. 2016. Hubungan antara itensitas estrus Dengan Konsentrasi Estradiol Pada Sapi Aceh pada saat Inseminasi. Jurnal Media Veterinaria. 10(1).
Sarwono, S. W.(2002). Psikologi Sosial: Individu danTeori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT.Balai Pustaka.
Siregar,S. A.,Surya., dan Amri., 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur statistika . edisi ke-4. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ( Diterjemahkan oleh B.Sumantri).
Suranjaya, I.G., Dewantari, M., I. K. W. Parimartha, dan Sukanata, I. W. 2017 Profil usaha peternakan babi skala kecil di desa puhu kecamatan payangan kabupaten gianyar, Vol 20 No. 2: 80.
Susilawati, T. 2011. Spermatozoatology. Universitas Brawijaya Press. Malang.
Udin, 2012. Teknologi Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio Pada Sapi. Penerbit Sukabina Press, Padang.
Wiratmini, Eka. (2018). Populasi api bali turun 7%, hanya bisa kirim 47.000 ekor. (online), (https://ekonomi.bisnis.com/read/20180129/99/731694/populasi-sapi-bali-turun-7-hanya-bisa-kirim-47.000-ekor (Diunduh, 23 September 2019).
Zavadilova, L. Stipoka, M. 2013. Effect of age at first calving on longevity and fertility traits for Holsten cattle. Czech J. Anim.Sci.,58(2):47- 4.
Wiguna, I K. A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 1 Th. 2021: 69 - 83
Page 83
Discussion and feedback