REPLACEMENT EFFECT OF COMMERCIAL RATIONS WITH FLOUR OF FERMENTED MUNG BEAN SPROUTS PEEL ON THE COMMERCIAL PIECES OF BALI DUCK CARCASS
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: November 12, 2020 Accepted Date: January 3, 2021
Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN TEPUNG KULIT KECAMBAH KACANG HIJAU DIFERMENTASI TERHADAP POTONGAN KARKAS KOMERSIAL ITIK BALI
Purnawan, I K. A., A.W. Puger, dan E. Puspani
PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
E-mail: [email protected] ,Telp+6287700917259
ABSTRAK
Kulit kecambah kacang hijau merupakan bagian dari kecambah kacang hijau yang tidak dimanfaatkan dan terbuang sia-sia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi terhadap potongan komersial itik bali jantan. Penelitian ini dilaksanakan di Farm Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yang berlokasi di Jl. Raya Sesetan Gang Markisa No. 5, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu; P0 (ransum komersial CP 511 sebanyak 100%), P1 (penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi) dan P2 (penggantian 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi). Variabel yang diamati dalam penelitian adalah persentase dada, persentase paha atas, persentase paha bawah, persentase sayap, persentase punggung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian sampai dengan 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi (P2) menurunkan persentase dada 12,27% (P<0,05), menaikan persentase paha atas 13,92% (P<0,05) dan paha bawah 12,08% (P<0,05) dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase sayap dan persentase punggung dibandingkan dengan P0. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi sampai dengan 25% menurunkan persentase dada, meningkatkan persentase paha bawah dan paha atas tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase sayap dan punggung.
Kata kunci : kulit kecambah kacang hijau, itik bali, fermentasi, potongan karkas komersial.
REPLACEMENT EFFECT OF COMMERCIAL RATIONS WITH FLOUR OF FERMENTED MUNG BEAN SPROUTS PEEL ON THE COMMERCIAL PIECES OF BALI DUCK CARCASS
ABSTRACT
Mung bean sprouts peel is part of the mung bean sprouts that are not utilized and wasted. This study aims to determine the effect of replacing commercial rations with fermented mung bean sprouts peel flour on commercial pieces of male bali duck carcass. This study uses a completely randomized design (CRD) with three treatments and five replications. The treatment given is; P0 (CP 511 commercial ration of 100%), P1 (12.5% replacement of commercial rations with fermented mung bean sprouts peel flour) and P2 (substitute 25% of commercial rations with fermented mung bean sprouts peel flour). The variables observed in this study were the percentage of chest, percentage of upper thigh, percentage of lower thigh, percentage of wing, percentage of back. The results showed that replacing up to 25% of the commercial ration with flour of fermented mung bean sprout peel (P2) decreased chest percentage by 12.27% (P <0.05 raising upper thigh percentage by 13,92% (P <0.05 ) and lower thighs 12.08% (P <0.05) and had no significant effect (P> 0.05) on wing percentage and back percentage compared to P0. Based on the results of the study, it can be concluded that the replacement of commercial rations with flour of fermented mung bean sprouts peel by up to 25% decreases the percentage of the chest, increases the percentage of lower thighs and upper thighs but has no effect on the percentage of wings and backs
Keywords: Mung bean sprout peel, bali duck, fermentation, commercial carcass pieces.
PENDAHULUAN
Itik merupakan ternak unggas yang sudah lama dipelihara oleh masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh harga itik yang terjangkau dan mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan, seperti di daerah dataran rendah yang irigasinya baik, di dekat rawa maupun danau dengan ransum kering yang nutriennya seimbang (Murtidjo, 2006). Itik bali (Anas sp) merupakan plasma nutfah asli Indonesia yang harus dijaga kelestariannya dan dikembangkan secara optimal. Kontribusi ternak itik terhadap penyedia daging nasional tergolong sangat kecil. Tahun 2015, produksi daging itik secara nasional hanya 34,08 ton, jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi daging ayam broiler yang mencapai 1.627,1 ton (Dirjennak dan Kesehatan Hewan, 2015). Kurangnya produksi daging itik disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain masih rendahnya populasi itik yang ada, selain kenyataan bahwa daging itik mempunyai citra sebagai daging merah dengan aroma anyir dan cenderung amis (Udayana, 2000). Salah satu itik lokal Indonesia yang paling potensial untuk dikembangkan adalah itik bali.
Meningkatnya kebutuhan daging itik setiap tahun membuat minat masyarakat untuk beternak itik terus meningkat. Salah satu kendala utama dalam beternak itik adalah tingginya biaya ransum. Menurut Yadnya et al. (2014) biaya ransum dapat mencapai 60% dari total biaya produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dicari bahan pakan alternatif yang lebih murah, memiliki kandungan nutrisi yang baik, terjamin ketersediaanya dan tidak bersaing dengan manusia seperti limbah kecambah kacang hijau (Rasyaf, 2000).
Bagian dari daging itik yang paling diminati oleh konsumen adalah bagian karkas komersial. Bagian karkas komersial itik adalah karkas bagian dada, paha atas, paha bawah, sayap, dan punggung. Persentase daging pada karkas ayam broiler dan itik berbeda. Hal tersebut dikarenakan ayam broiler merupakan tipe pedaging dan itik umumnya merupakan tipe dwiguna. Menurut Triyantini et al. (1997) ayam broiler memiliki daging pada karkas terbanyak di bagian dada dengan persentase 27,95%, sedangkan itik memiliki daging pada karkas terbanyak di bagian paha dengan persentase 27,29%.
Limbah kecambah kacang hijau merupakan sisa produksi kecambah yang terdiri dari kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan kecambah (Christiana, 2012). Limbah kecambah kacang hijau mengandung protein kasar (PK) 13,56%, lemak kasar (LK) 0,22%, serat kasar (SK) 49,44% dan TDN 64,58% (Yulianto, 2010). Limbah kecambah kacang hijau memiliki kandungan serat kasar yang tinggi yaitu 49,44%. Ternak itik tidak dapat mencerna serat kasar terlalu tinggi karena di dalam saluran pencernaan unggas tidak terdapat mikroba yang mampu mencerna serat kasar tersebut. Itik hanya mampu mencerna serat kasar sebanyak 20% (Sinurat et al., 2001), sehingga memerlukan perlakuan fermentasi untuk menurunkan kadar serat kasar (Pamungkas, 2011). Menurut Puspitasary et al. (2018) fermentasi limbah tauge kacang hijau menggunakan Trichoderma harzianum sebanyak 6% dengan lama pemeraman 6 hari mampu menurunkan serat pada pakan dari 50,89% menjadi 46,36%, kandungan protein kasar limbah tauge fermentasi mengalami peningkatan yang semula 12,09% menjadi 13,62%.
Fermentasi adalah suatu proses pemecahan molekul kompleks menjadi molekul sederhana yang melibatkan aktivitas mikroba berlangsung secara aerob maupun anaerob menggunakan substrat tertentu dan menghasilkan suatu produk yang memiliki nilai tinggi. Syarat yang harus dipenuhi agar proses fermentasi terjadi yaitu, pertama pakan dalam keadaan tanpa udara, kedua kadar air maksimal 60% tidak lebih, kemudian ketiga keadaan suhu lingkungan yang sesuai. Menurut Puspitasary et al. (2018) pemberian pakan yang
mengandung limbah tauge kacang hijau, difermentasi menggunakan Trichoderma harzianum, maupun yang tidak difermentasi dalam ransum sampai 15% tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum itik lokal. Laksmana et al. (2019) melaporkan bahwa penggantian 6% dan 12% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan itik yang diberikan ransum komersial.
Berdasarkan uraian di atas, penting dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap potongan karkas komersial itik bali jantan umur 8 minggu.
MATERI DAN METODE
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yang berlokasi di jalan Raya Sesetan Gang Markisa no 5, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Lama penelitian yaitu selama 8 minggu dari bulan Juni sampai Agustus tahun 2019.
Itik
Ternak itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan umur 3 hari sebanyak 45 ekor. Itik tersebut diperoleh dari peternakan itik UD. Erna, Kecamatan Kediri, kabupaten Tabanan.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem “Battery Colony” sebanyak 15 unit, yang terbuat dari kayu, bambu dan kawat jaring. Setiap unit kandang mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi, yaitu 80 cm x 65 cm x50 cm, dengan tinggi kolong dari lantai adalah 57 cm. Kandang diletakan pada bangunan berukuran 9,70 m x 8,85 m yang menggunakan atap dari asbes dan lantai dari beton. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari paralon yang di belah menjadi 2 bagian dan tempat minum terbuat dari botol bekas air mineral 1500 ml. Di bawah kandang diletakkan lembaran seng kemudian diberi serbuk gergaji kayu dan abu dapur agar feses yang basah dapat diserap dengan baik. Untuk mengurangi bau dari feses, kandang dibersihkan setiap 3 hari.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari beberapa bahan yaitu pakan CP 511 sebagai pakan komplit, dan tepung kulit kecambah kacang hijau yang difermentasi. Air minum yang digunakan adalah air yang berasal dari PDAM. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrien dalam ransum terdapat pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian
Bahan (%) |
Perlakuan1) | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
CP 511 |
100 |
87,5 |
75 |
Tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi |
0 |
12,5 |
25 |
Total |
100 |
100 |
100 |
Keterangan:
1) P0 : Ransum komersial (CP 511) 100%.
P1 : Penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi
P2 : Penggantian 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi.
Tabel 2 . Kandungan nutrien dalam ransum
Kandungan Nutrien |
Perlakuan1) |
Standar2) | |||
P0 |
P1 |
P2 | |||
Energi Metabolis |
(kkal/kg) |
3.100 |
3023,5 |
2947 |
Min. 2.700 |
Protein Kasar |
(%) |
22 |
20,95 |
19,91 |
Min. 18 |
Lemak kasar |
(%) |
7 |
6,21 |
5,41 |
7,0 |
Serat kasar |
(%) |
4 |
9,35 |
14,71 |
7,0 |
Kalsium (Ca) |
(%) |
0,9 |
0,84 |
0,77 |
0,9-1,2 |
Fospor (P) |
(%) |
0,6 |
0,57 |
0,55 |
0,6 – 1,0 |
Keterangan:
1) P0 : Ransum komersial (CP 511) 100%.
P1 : Penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi.
P2 : Penggantian 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi.
-
2) Standar SNI (2008)
Peralatan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; 1) timbangan elektrik 5 kg dengan kepekaan 1gr digunakan untuk menimbang berat itik, bahan-bahan penyusun ransum, saat pemotongan karkas, dan bagian selain karkas; 2) baskom dengan ukuran sedang untuk mencampur ransum; 3) kantong plastik untuk tempat ransum perlakuan; 4) gelas ukur 1 litter untuk mengukur air minum; 5) lembaran plastik dan nampan di letakan di bawah tempat pakan dan air minum untuk menampung pakan dan air yang jatuh, 6) alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang dilaksanakan dari awal sampai akhir penelitian.
Pengacakan perlakuan pada setiap unit kandang
Untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen, maka itik sebanyak (60 ekor), ditimbang bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya (±5%). Jadi untuk itik yang digunakan pada perlakuan sebanyak 45 ekor. Itik tersebut kemudian dimasukan ke dalam 15 unit kandang dan masing-masing unit diisi 3 ekor.
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada saat itik berumur 8 minggu, untuk mendapatkan sampel yang homogen, semua itik ditimbang, kemudian dicari berat rata-ratanya sebesar (±1.454,27 gr/ekor). Itik yang digunakan sebagai sampel adalah yang memiliki berat badan mendekati rata-rata dan diambil 1 ekor/unit kandang. Jadi, jumlah itik yang dipotong untuk di uji sesuai variabel sebanyak 15 ekor, berdasarkan USDA (United State Department of Agriculture, 1977).
Pembuatan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi
Kulit kecambah dijemur dibawah sinar matahari selama 3 hari, setelah kering kecambah digiling hingga menjadi tepung, kemudian dilakukan fermentasi menggunakan Effective Mikroorganisme (EM) sebanyak 5 %, dan titambahkan 500cc air ke dalam tepung kulit kecambah. Kemudian campur dan kepal hingga berbentuk gumpalan dengan kadar air maksimal 60%, setelah itu bungkus di dalam wadah tertutup rapat dalam keadaan anaerob (tanpa oksigen) selama 3 hari, setelah itu siap untuk dicampurkan pada ransum.
Pencampuran ransum
Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan dimulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling
banyak, dilanjutkan dengan penimbangan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan diatas alas plastik, kemudian dibagi empat bagian, masing-masing bagian diaduk sampai rata, kemudian dicampur secara silang. Selanjutnya campuran tersebut dijadikan satu dan diaduk sampai homogen. Ransum yang telah diaduk dimasukan ke dalam kantong plastik dan diberi kode sesuai perlakuan.
Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan ad libitum (tersedia setiap saat). Tempat pakan diisi ransum 3/4 bagian untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan.
Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri atas tiga perlakuan yaitu; P0: Ransum komersial (CP 511) 100%, P1: Penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi, P2: Penggantian 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap ulangan berisi 3 ekor itik, sehingga total itik yang digunakan adalah 3 x 5 x 3 = 45 ekor.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yakni :
-
1) Persentase dada, didapatkan dengan cara menimbang bagian dada itik yang dipotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung dengan tulang rusuk yang melekat pada dada sampai sendi bahu. Persentase dada = berat dada / berat karkas x 100%.
-
2) Persentase paha atas, didapatkan dengan cara menimbang bagian paha atas itik yang dipotong pada sendi Articulation coxae dengan Os femur. Persentase paha atas = berat paha atas / berat karkas x 100%.
-
3) Persentase paha bawah, didapatkan dengan cara menimbang bagian paha bawah itik yang dipotong pada persendian Os tibia. Persentase paha bawah = berat paha bawah / berat karkas x 100%.
-
4) Persentase sayap, didapat dengan cara menimbang bagaian sayap itik yang dipotong pada pangkal persendian Os humerus. Persentase sayap = berat sayap / berat karkas x 100%.
-
5) Persentase punggung, didapat dengan menimbang bagian punggung itik setelah dipisahkan dari bagian dada, paha dan sayap. Persentase punggung = berat punggung / berat karkas x 100%.
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi terhadap persentase karkas itik bali jantan umur 8 minggu yang meliputi : persentase dada, persentase paha atas, persentase paha bawah, persentase sayap, dan persentase punggung, disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi terhadap potongan komersial karkas itik bali jantan umur 8 minggu | ||||
Variabel yang diamati |
Perlakuan1) | |||
P0 |
P1 |
P2 |
SEM2) | |
Persentase dada (%) |
34,95a(3) |
34,87a |
30,66b |
1,20 |
Persentase paha atas (%) |
8,69b |
9,60a |
9,90a |
0,25 |
Persentase paha bawah(%) |
14,07b |
15,28ab |
15,77a |
0,42 |
Persentase sayap(%) |
15,56a |
15,72a |
16,46a |
0,46 |
Persentase punggung(%) |
26,74a |
24,54a |
27,19a |
1,10 |
Berat karkas (g)4) |
909,80a |
908,60a |
898,80a |
5,75 |
Keterangan :
Persentase Dada
Penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi pada persentase dada dengan level 12,5% dan 25% berbeda nyata (P>0,05). Penurunan persentase dada yaitu karna pada penggantian 12,5% dan 25% mengandung pakan permentasi dari kulit kecambah lebih banyak sehingga mempengaruhi dari baunya maka dari itu napsu makan itik berkurang, sehingga dapat mempengaruhi persentase dadanya. Menurut Pribady (2008) pertumbuhan potongan dada itik tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum potongan bagian dada unggas adalah tempat perdagingan yang tebal dengan persentase tulang yang kecil sehingga pada umur yang lebih muda perdagingan bagian dada masih sedikit dan akan meningkat seiring dengan pertambahan umur.
Persentase Paha Atas
Persentase potongan karkas komersial bagian paha atas itik bali jantan pada P1 (penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi) dan P2 (penggantian 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi) nyata lebih tinggi (P<0,05) dari P0 masing-masing 9,47% dan 13,92%. Hal ini kemungkinan terjadi karena otot pada paha atas mencapai pertumbuhan maksimalnya dan paha merupakan tempat deposit daging selain bagian dada. Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan Abubakar dan Nataamijaya (1999) yang menyatakan bahwa bagian paha perkembangannya lebih dominan selama pertumbuhan apabila dibandingkan dengan bagian punggung dan sayap. Lebih lanjut (Putra, 2015) melaporkan tempat deposit daging pada karkas itik yang paling banyak pada bagian paha. Sama halnya dengan Suprianto et al. (2019) persentase potongan karkas komersial bagian paha atas pada pemberian probiotik Effective Microorganism-4melalui air minumsebanyak 0,5% meningkat secara tidak nyata (P>0,05) sebesar 6,11% dibandingkan dengan kontrol.
Persentase Paha Bawah
Persentase potongan karkas komersial bagian paha bawah itik bali jantan pada P1 (penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi) dan P2 (penggantian 25% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi) adalah 8,59% lebih tinggi dari P0 secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) sedangkan P2 nyata lebih tinggi 12,08% (P<0,05), dibandingkan dengan P0.
Sama halnya dengan potongan karkas komersial bagian paha atas dimana pertumbuhan otot pada paha bawah mencapai pertumbuhan maksimalnya dan paha merupakan tempat deposit daging selain dada. Sesuai dengan pernyataan Putra (2015) tempat deposit daging pada karkas itik yang paling banyak selain bagian dada yaitu bagian paha. Menurut Suprianto et al. (2019) Secara statistik persentase potongan karkas komersial bagian paha bawah pada perlakuan air minum + 1% probiotik yaitu 1,71% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Persentase Sayap
Persentase potongan karkas komersial bagian sayap itik bali jantan pada P1 dan P2 secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena sayap bukan merupakan bagian atau tempat deposisi otot daging yang utama, sehingga perlakuan pakan belum memberikan pengaruh nyata terhadap persentase sayap. Sayap lebih didominasi oleh tulang, dan deposisi lemak pada bagian sayap juga rendah, sehingga didapatkan hasil yang berbeda tidak nyata. Hal ini senada dengan pernyataan Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa bagian-bagian tubuh yang banyak tulang adalah sayap, kepala, punggung, leher dan kaki. Menurut Suprianto et al. (2019) persentase sayap yang diberi 0,5% dan 1% probiotik masing - masing 5,12% dan 1,71% berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Pemberian probiotik Effective Microorganism -4 melalui air minum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap berat potongan karkas komersial bagian sayap.
Persentase Punggung
Persentase potongan karkas komersial bagian punggung itik bali jantan pada P1 dan P2 nilainya tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini diduga karena punggung merupakan bagian yang didominasi oleh tulang dan kurang berpotensi menghasilkan daging. Selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara terus-menerus dengan pertumbuhan relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot relatif lebih cepat sehingga rasio otot dengan tulang meningkat selama pertumbuhan (Soeparno, 2009). Sama halnya dengan penelitian Suprianto et al. (2019) persentase karkas komersial bagian punggung yang diberi 0,5% dan 1% probiotik masing - masing 2,77% dan 0,92% berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau difermentasi dalam ransum sampai 25% memberikan pengaruh yang sama pada persentase sayap dan punggung, dapat meningkatkan persentase paha atas dan bawah, namun menurunkan persentase dada.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peternak untuk penggantian ransum komersial menggunakan tepung kulit kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai level 25%.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K)., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada Pembibing Akademik Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan kepada penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar dan Nataamijaya. 1999. Persentase karkas dan bagian-bagiannya dua galur ayam broiler dengan penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica Val) dalam ransum. Buletin Peternakan, edisi Tambahan. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
Christiana, N. 2012. Efisien dan Kecernaan Serat Ransum Mengandung Limbah Tauge pada Kelinci Lokal Jantan Masa Pertumbuhan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Laksmana, K. Y. P., N. W. Siti, dan E. Puspani. 2019. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau terhadap penampilan itik bali
jantan umur 0-8 minggu. Jurnal Peternakan Tropika. 7(2): 911-921.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/52465/30976
Murtidjo, B. A. 2006. Mengelola Itik. Pengendalian. Penerbit Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Pamungkas, W. 2011. Teknologi fermentasi alternatif solusi dalam upaya pemanfaatan bahan pakan lokal. Jurnal. Media Akuakultur 6 (1) : 43-48
Pribady, W. A. 2008. Produksi Karkas Angsa (Anser cygnoides) pada Berbagai Umur Pemotongan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Puspitasary, D., R. I. Pujaningsih, dan I. Mangisah. 2018. Pengaruh pemberian pakan mengandung limbah tauge kacang hijau fermentasi terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum itik lokal. Agromedia. 36 (1) : 58-65
Putra, A. 2015. Persentase dan kualitas karkas itik Cihateup Alabio (CA) pada umur pemotongan yang berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 03 (1) : 27-32.
Rasyaf, M. 2000. Beternak Itik Komersial. Cetakan I Kanisius, Yogyakarta.
Sinurat, A. P., I. A. K. Bintang, T. Purwadaria, dan T. Pasaribu. 2001. Pemanfaatan lumpur sawit untuk ransum unggas: 2. Lumpur sawit kering dan produk fermentasi sebagai bahan pakan itik jantan yang sedang tumbuh. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6 (1) : 28 – 33.
SNI (Standar nasional indonesia). 2008 Kumpulan SNI bidang pakan direktorat budidaya ternak non ruminansia, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Suprianto. I K. E., N W. Siti, dan N M. S. Sukmawati. 2019. Pengaruh pemberian probiotik effecktive microorganism - 4 pada air minum terhadap potongan karkas komersial itik bali jantan umur 8 minggu. Jurnal Peternakan Tropika. 7 (2) : 599-611. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/50690/30033
Triyantini, Abubakar, I. A. K. Bintang dan T. Antawidjaja. 1997. Studi koperatif, mutu dan gizi berbagai jenis unggas. Balai Penelitian Ternak Bogor. Jurnal dan Veteriner. 2 (3): 157-163.
Udayana, I. D. G. A. 2000. Memanfaatkan Itik Petelur Afkir. Poult. Ind. No. 246 Ed. 25 Oktober - 24 November 2000. Hal 56.
USDA United State Departement of Agriculture. 1977. Poultry Guiding Manual. U.S. Government Printing Office Washington, D.C.
Yadnya, T. G. B., N. G. K. Roni., dan N. M. S. Sukmawati. 2014. Pengaruh pemberian tepung daun salam (Syzygium polyanthum walp) dalam ransum yang disuplementasi dengan larutan Effective Microorganisme 4 (EM-4) melalui air minum terhadap karkas itik bali jantan. Majalah Ilmiah Peternakan. 17(1) : 30-32.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/9136/6894
Yulianto, J. 2010. Pengaruh Penggunaan Kulit Kecambah Kacang Hijau dalam Ransum terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Organik pada Kelinci Keturunan Vlaams Reus Jantan.Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Purnawan, I K. A., et al., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 1 Th. 2021: 1- 13
Page 13
Discussion and feedback