ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 15, 2020

Accepted Date: July 23, 2020


Editor-Reviewer Article;: A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN

TEPUNG LIMBAH KECAMBAH KACANG HIJAU DIFERMENTASI TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS ITIK BALI JANTAN

Wiyardana, I P. G., N. W. Siti, dan N. M. S. Sukmawati

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected] Hp: +6281916792396

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan umur 8 minggu telah dilaksanakan di Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Jl. Raya Sesetan Gang Markisa No. 5, Denpasar, Bali. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 kali ulangan. Setiap ulangan menggunakan 3 ekor itik bali jantan, sehingga total itik yang digunakan seluruhnya adalah 45 ekor dengan kisaran berat badan rata-rata 43,8 g ± 0,96 g. Perlakuan tersebut yaitu: P0 (ransum komersial 100%), P1 (penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi) dan P2 (penggantian 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi). Variabel yang diamati adalah berat potong, berat karkas, persentase karkas, komposisi fisik karkas (persentase daging, tulang dan lemak subkutan termasuk kulit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian 12,5% dan 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas, komposisi fisik karkas. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai level 25% tidak berpengaruh terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan umur 8 minggu.

Kata kunci: Itik bali jantan, tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi, komposisi fisik karkas, ransum komersial

EFFECT OF COMMERCIAL RATION REPLACEMENT WITH FERMENTED GREEN BEAN SPROUT WASTE FLOUR ON THE PHYSICAL CARCASS COMPOSITION OF MALE BALI DUCK

ABSTRACT

Research that aims to determine the effect of commercial ration replacement with fermented green bean sprout waste flour on the physical carcass composition of male bali duck at the age of 8 weeks has been carried out at the Farm Faculty of Animal Husbandry, Udayana University on Jl. Raya Sesetan Markisa Gang No. 5, Denpasar, Bali. The study used a completely randomized design (CRD) consisting of 3 settings and 5 replications. Each repetition used 3 male Bali ducks, so that the total ducks used were completely 45 with the average weight range of 43.8 g ± 0.96 g. The treatments are: P0 (100% commercial ration), P1 (12.5% replacement of commercial ration with fermented green bean sprout flour) and P2 (replacement of 25% commercial ration with fermented green bean sprout flour). The variables observed were slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, physical carcass composition (percentage of meat, bone and subcutaneous fat including skin). The results showed that the replacement of 12.5% and 25% of commercial rations with fermented green bean sprouts flour had no significant effect (P> 0.05) on slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, physical carcass composition. It can be coneluded that the replacement of commercial rations with fermented green bean sprout waste flour until level of 25% has no effect on physical carcass composition of male bali duck aged of 8 weeks.

Keywords: male Bali duck, fermented green bean sprout flour, physical carcass composition, commercial ration

PENDAHULUAN

Kontribusi ternak itik sebagai penyedia daging nasional tergolong sangat kecil. Tahun 2015, produksi daging itik secara nasional hanya 34,08 ton, jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi daging ayam broiler yang mencapai 1.627,1 ton (Dirjennak dan Kesehatan Hewan, 2015). Kurangnya produksi daging itik disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain masih rendahnya populasi itik yang ada, selain kenyataan bahwa daging itik mempunyai citra sebagai daging merah dengan aroma anyir dan cenderung amis (Udayana, 2000). Salah satu itik lokal Indonesia yang paling potensial untuk dikembangkan adalah itik bali.

Meningkatnya kebutuhan daging itik setiap tahun membuat minat masyarakat untuk beternak itik terus meningkat. Namun salah satu kendala utama dalam beternak itik adalah tingginya biaya ransum. Menurut Yadnya et al. (2014) biaya ransum dapat mencapai 60% dari total biaya produksi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dicarikan bahan ransum lain yang mempunyai nilai nutrisi cukup baik, harga murah, bersifat kontinyu, tidak

bersaing dengan manusia dan dapat dimanfaatkan oleh ternak tersebut. Salah satu jenis bahan ransum yang dapat digunakan yaitu limbah kecambah kacang hijau. Menurut Ridwan (2010), setiap 1 kg kacang hijau dapat menghasilkan ± 5 kg kecambah dan didapatkan limbah kecambah sekitar 100 g. Limbah kecambah kacang hijau mengandung 63,35% air, 7,35% abu, 1,17% lemak, 13% - 14% protein, 49,44% serat kasar dan 64,65% TDN, sehingga sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak sumber serat (Rahayu et al., 2010). Pakan yang berserat kasar tinggi tidak bisa diberikan secara langsung pada unggas karena di dalam saluran pencernaan unggas tidak terdapat mikroba yang mampu mencerna serat kasar tersebut, sehingga memerlukan perlakuan fermentasi untuk menurunkan kadar serat kasar (Pamungkas, 2011). Menurut Puspitasary et al. (2018), limbah kecambah kacang hijau fermentasi mengandung Metabolisme Energi (ME) 2488 kkal/kg, Protein Kasar (PK) 13,62%, Lemak Kasar (LK) 0,65 %, Serat Kasar (SK) 46,83%, Kalsium (Ca) 0,38%, dan Fospor (P) 0,39%.

Fermentasi adalah penguraian metabolik senyawa organik mikroorganisme yang menghasilkan energi yang umumnya berlangsung dalam kondisi anaerob dan dengan pembebasan gas (Suwena et al., 2005). EM-4 merupakan sekelompok mikroba yang terdiri dari genus Lactobacillus, jamur Actinomycetes, bakteri Fotosintetik dan Ragi yang dapat mendegradasi kandungan serat kasar (lignin), karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim laccases dan peroksidase yang dapat merombak dan melarutkan lignin yang terkandung pada bahan pakan. Proses fermentasi dengan menggunakan mikroba Effektive Mikroorganisme-4 (EM-4) dapat meningkatkan nilai kecernaan, menambah rasa dan aroma, meningkatkan vitamin dan mineral, sintesa protein mikroba, mengurangi bau kotoran, serta ramah lingkungan (Mangisah et al., 2009).

Beberapa penelitian mengenai penggunaan limbah kecambah kacang hijau yang sudah dilakukan. Aprilianti et al. (2017) menyatakan bahwa penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau dalam ransum sampai taraf 15% belum meningkatkan kecernaan protein kasar, kecernaan serat kasar dan pertambahan bobot badan pada itik magelang jantan. Selanjutnya Pangestu et al. (2018) melaporkan bahwa penggunaan limbah kecambah yang difermentasi menggunakan Trichoderma harzianum sampai level 15% dalam ransum itik lokal fase starter tidak berpengaruh nyata dalam meningkatkan kecernaan serat kasar, protein kasar dan energi metabolis. Laksmana et al. (2019) melaporkan bahwa penggantian 6% dan 12% ransum

komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan itik yang diberikan ransum komersial.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi dalam ransum terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan pada level yang lebih tinggi (25%).

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Farm Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yang berlokasi di Jl. Raya Sesetan Gang Markisa No. 5, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Penelitian dilaksanakan selama 8 minggu, dari bulan Juni sampai Agustus 2019.

Ternak itik

Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan umur 3 hari sebanyak 45 ekor dengan bobot badan rata-rata 43,8 g ± 0,96 g. Bibit itik bali ini diperoleh dari peternakan UD. Erna yang beralamat di Kediri, Kabupaten Tabanan.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang “Battery Colony” sebanyak 15 petak, yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 80 cm, lebar 65 cm, tinggi 50 cm. Alas kandang terbuat dari kawat dengan tinggi 57 cm dari lantai. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari pipa paralon dengan ukuran 40 cm dan tempat minum terbuat dari botol bekas air mineral 1,5 lt. Di bawah tempat pakan diletakkan selembar plastik untuk menampung ransum yang jatuh. Untuk mengurangi bau dan kelembaban akibat kotoran itik, serta memudahkan pembersihan, maka lantai kandang diberi sekam yang akan diganti setiap tiga hari sekali.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan terdiri dari ransum komersial 511 dan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi. Air minum yang digunakan adalah air yang berasal dari sumur bor. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrien dalam ransum terdapat pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum

Komposisi Ransum (%)

Perlakuan1)

P0

P1

P2

Ransum komersial CP 511

100

87,5

75

Tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi

0

12,5

25

Total

100

100

100

Keterangan:

1)  P0: Ransum kontrol tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

P1: Ransum kontrol diganti dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi 12,5%.

P2: Ransum kontrol diganti dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi 25%.

Tabel 2. Kandungan nutrien dalam ransum

Kandungan Nutrien

P0

Perlakuan¹)

P1

P2

Standar²)

Energi Metabolis

(kkal/kg)

3.100

3023,50

2947

Min. 2.700

Protein Kasar

(%)

22,00

20,95

19,91

Min. 18

Lemak kasar

(%)

7,00

6,21

5,41

7,0

Serat kasar

(%)

4,00

9,35

14,71

7,0

Kalsium (Ca)

(%)

0,90

0,84

0,77

0,9-1,2

Fospor (P)

(%)

0,60

0,57

0,55

0,6 – 1,0

Keterangan:

1) P0 : Ransum kontrol tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

P1: Ransum kontrol diganti dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi 12,5%.

P2: Ransum kontrol diganti dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi 25%.

2) Standar SNI 2008.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: timbangan elektrik kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g yang digunakan untuk menimbang berat badan itik, bahan-bahan penyusun ransum dan sisa ransum; baskom yang berukuran sedang untuk mencampur ransum; kantong plastik untuk tempat perlakuan ransum; gelas ukur 1 liter untuk mengukur volume air dan sisa air; ember yang berukuran besar untuk menampung air dan sisa air; lembaran plastik dan nampan diletakan di bawah tempat makan dan minum untuk menampung pakan dan air yang berjatuhan; serta alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang dilaksanakan dari awal pemeliharaan sampai pemotongan ternak.

Metode

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu: P0 (ransum kontrol tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi), P1 (ransum mengandung 12,5% tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi), P2 (ransum mengandung 25% tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi). Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap ulangan menggunakan 3 ekor itik, sehingga total itik yang digunakan adalah 3 x 5 x 3 = 45 ekor.

Pengacakan perlakuan

Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen, maka semua itik sebanyak 60 ekor ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata dan standar deviasinya. Itik yang digunakan adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata-rata 43,8 g ± 0,96 sebanyak 45 ekor. Itik tersebut kemudian dimasukan ke dalam 15 unit kandang secara acak dan masing-masing unit diisi 3 ekor.

Pembuatan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi

Limbah kecambah kacang hijau dijemur di bawah sinar matahari selama 1- 2 hari atau hingga kering, kemudian digiling sampai halus (berbentuk tepung). Tepung kulit kecambah kacang hijau lalu difermentasi menggunakan EM-4 (Effective Mikroorgnisme-4) yang telah dicampur dengan molases (Produk CV. Timan Agung). Cara fermentasinya yaitu dalam membuat 1 kg, tepung limbah kecambah kacang hijau ditambahkan 50 cc EM-4 dan 500 cc air, kemudian dicampurkan sampai homogen dan simpan didalam wadah tertutup dalam keadaan anaerob (tanpa oksigen). Diamkan selama 3 hari, setelah itu siap untuk dicampur pada ransum.

Pencampuran ransum

Sebelum mencampur ransum terlebih dahulu mempersiapkan alat-alat seperti timbangan, wadah plastik dan baskom yang sudah diberi label perlakuan. Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan dimulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling banyak, dilanjutkan dengan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan di atas lembaran plastik dengan cara menempatkan bahan yang terbanyak dibagian paling bawah, selanjutnya bahan yang menengah hingga bahan paling sedikit, kemudian dibagi menjadi empat bagian. Masing-masing bagian diaduk rata, kemudian dicampur secara silang.

Selanjutnya, campuran tersebut dijadikan satu dan diaduk sampai rata (homogen). Ransum yang sudah tercampur rata dimasukan ke dalam kantong plastik yang sudah diisi label sesuai perlakuan.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum (tersedia setiap saat). Penambahan ransum dan air minum dilakukan apabila ketersediaan pada tempat pakan dan minum hampir habis. Tempat pakan diisi 3/4 bagian untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan.

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada saat itik berumur 8 minggu. Untuk mendapatkan sampel yang homogen, semua itik ditimbang, kemudian dicari berat rata-ratanya. Itik yang digunakan adalah itik yang memiliki berat badan mendekati rata-rata dan diambil 1 ekor/ unit kandang. Jadi jumlah itik yang dipotong untuk diuji sesuai variabel sebanyak 15 ekor.

Prosedur pemotongan

Sebelum dipotong, itik terlebih dahulu di puasakan selama 12 jam, tetapi air minum tetap diberikan, kemudian ditimbang bobot badannya. Pemotongan ternak itik dilakukan dengan memotong vena jugularis dan ateri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama (USDA=United State Departement of Agriculture, 1977). Darah yang keluar di tampung dengan mangkok kemudian di timbang beratnya.

Setelah itik dipastikan mati, selanjutnya dilakukan pencabutan bulu dengan cara mencelupkan itik yang sudah mati ke dalam air panas dengan suhu ± 65ºC - 75ºC, selama ± 1 menit untuk mempermudah proses pencabutan bulu. Tahap selanjutnya adalah mencari berat karkas dengan cara memotong bagian kepala, leher dan kaki serta mengeluarkan organ dalamnya (kecuali paru-paru dan ginjal). Setelah karkas didapat, selanjutnya dilakukan pemisahan komponen fisik karkas yang terdiri atas bagian daging, tulang, dan lemak subkutan termasuk kulit, kemudian ditimbang.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati adalah berat potong, berat karkas, persentase karkas, dan komposisi fisik karkas itik yang meliputi persentase tulang, daging, dan lemak subkutan termasuk kulit.

  • 1)    Berat potong, didapatkan dengan menimbang semua itik pada setiap unit percobaan,

kemudian dirata-ratakan, dan itik yang akan dipotong adalah itik yang mempunyai bobot badan yang paling mendekati bobot badan rata-rata dalam setiap unit kandang.

  • 2)    Berat karkas, didapatkan dengan memisahkan bagian darah, bulu, kepala, leher, kaki, organ dalam kecuali ginjal dan paru-paru, kemudian ditimbang.

  • 3)    Persentase karkas, didapatkan dari hasil bagi antara berat karkas dengan berat potong itik yang dijadikan sampel dikalikan 100%.

  • 4)    Komposisi fisik karkas, didapatkan dengan menimbang bagian daging, tulang, dan lemak subkutan termasuk kulit dari karkas. Masing-masing komponen karkas tersebut kemudian dibagi dengan berat karkas dan dikalikan 100% (Persentase komposisi fisik karkas).

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel & Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

P0

P1

P2

Berat potong (g/ekor)

1459,00a3)

1478,60a

1449,80a

40,62

Berat karkas (g/ekor)

862,60a

869,00a

845,00a

21,40

Persentase karkas (%)

59,19a

58,88a

58,32a

1,19

Persentase daging (%)

41,07a

41,52a

42,03a

33,08

Persentase tulang (%)

25,76a

25,88a

26,30a

0,82

Persentase lemak subkutan

33,16a

32,60a

31,76a

44,11

termasuk kulit (%)

Keterangan:

1)  P0: Ransum kontrol tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

P1: Ransum kontrol diganti dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi 12,5%.

P2: Ransum kontrol diganti dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi 25%.

2) SEM = “Standard error of the treatment means

3) superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (p>0,05)

Penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi sebesar 12,5% dan 25% pada itik bali jantan umur 8 minggu memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas dan komposisi fisik karkas (Tabel 3).

Berat potong dan berat karkas pada itik yang diberi ransum mengandung 12,5% tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi (P1) dan itik yang diberi ransum mengandung 25% tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi (P2) memberikan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan itik yang diberi ransum tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi (P0). Hal ini disebabkan oleh rata-rata konsumsi ransum pada perlakuan P0, P1, dan P2 yang berbeda tidak nyata, akibatnya zat-zat makanan yang diserap dalam tubuh ternak tidak berbeda sehingga menyebabkan pertumbuhan pada itik menjadi sama. Hal ini didukung oleh Wahyu (2004) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor bangsa, jenis kelamin, umur, ransum, dan lingkungannya. Tidak berbedanya berat potong dan berat karkas pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian limbah kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai level 25% masih bisa ditoleransi oleh sistem pencernaan ternak itik sehingga dapat mengurangi biaya ransum. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Laksmana et al. (2019) melaporkan bahwa penggantian 6% dan 12% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau memberikan pengaruh yang sama baiknya dengan itik yang diberikan ransum komersial terhadap pertambahan berat badan dan berat badan akhir. Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum pada setiap perlakuan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Persentase karkas itik bali jantan yang mendapat perlakuan P1 dan P2 memberikan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P0 (Tabel 3). Hal ini sangat erat hubungannya dengan berat potong dan berat karkas, semakin tinggi berat potong dan berat karkas maka akan berpengaruh terhadap persentase karkas (Cakra, 1986). Persentase daging pada karkas itik bali jantan yang mendapat perlakuan P1 sebesar 41,52% dan pada perlakuan P2 sebesar 42,03% secara statistik menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P0 sebesar 41,07%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsumsi protein dalam ransum yang berbeda tidak nyata, sehingga menyebabkan persentase daging pada karkas menjadi sama. Hal ini didukung oleh Widuri (2002), bahwa konsumsi protein akan digunakan untuk pertumbuhan dan produksi tubuh ternak, sehingga berpengaruh pada pertambahan bobot tubuh. Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa konsumsi protein merupakan jumlah protein yang dikonsumsi oleh unggas yang tergantung pada jumlah konsumsi ransum. Hal ini

juga diperkuat dengan pernyataan Scott et al. (1982) bahwa protein adalah unsur utama nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai komponen struktur tubuh. Bobot daging akan bertambah seiring dengan bertambahnya bobot karkas (Amaludin et al.,2013).

Persentase tulang antara ketiga perlakuan menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena komponen tulang merupakan komponen karkas yang sifatnya masak dini, seperti yang dilaporkan oleh Rasyaf (1995), bahwa pertumbuhan tubuh yang kemudian membentuk karkas terdiri atas tiga jaringan utama yaitu jaringan tulang yang membentuk kerangka, otot yang membentuk daging dan lemak. Diantara ketiga jaringan itu, yang tumbuh paling awal adalah tulang, kemudian baru diikuti pertumbuhan urat sebagai daging, sedangkan lemak tubuh paling akhir.

Persentase lemak subkutan termasuk kulit pada itik bali jantan yang diberi perlakuan P1 dan P2 masing-masing sebesar 32,60% dan 31,76%, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P0 sebesar 33,16%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsumsi energi pakan yang berbeda tidak nyata, apabila ternak mengkonsumsi energi yang berlebihan maka ternak akan menimbun kelebihan energi tersebut dalam bentuk lemak (Wahyu, 2004). Selain itu kemungkinan disebabkan juga oleh konsumsi lemak yang berbeda tidak nyata. Pernyataan di atas didukung oleh Rosebrough et al. (1999) yang menyatakan lemak dalam ransum berpengaruh terhadap pembentukan lemak pada unggas, sehingga menyebabkan persentase lemak subkutan termasuk kulit menunjukkan hasil berbeda tidak nyata. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, namun dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa lemak subkutan termasuk kulit cenderung menurun seiring dengan meningkatnya level tepung limbah kecambah kacang hijau yang diberikan. Penurunan lemak ini disebabkan oleh konsumsi serat kasar yang semakin tinggi. Menurut Budaarsa (1997), serat kasar yang tinggi dapat menghambat penyerapan lemak dalam tubuh karena dapat mengikat gugus hidroksil pada asam lemak dan dikeluarkan melalui feses.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai level 25% tidak berpengaruh terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan umur 8 minggu.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peternak untuk menggunakan tepung limbah kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai level 25%.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar - besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. dan seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data selama penelitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak - pihak yang membantu menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amaludin F., I. Suswoyo, dan Roesdiyanto. 2013. Bobot dan persentase bagian - bagian karkas itik mojosari afkir berdasarkan sistem dan lokasi pemeliharaan. Jurnal ilmiah Peternakan: 1(3): 924-932.

Aprilianti, E., Mangisah., dan Ismadi V. D. Y. B. 2017. Pengaruh penggunaan limbah kecambah kacang hijau terhadap kecernaan protein kasar, kecernaan serat kasar dan pertambahan bobot badan itik magelang. Agromedia 35(2): 33-40.

Budaarsa, K. 1997. Kajian Penggunaan Rumput Laut dan Sekam Padi sebagai Sumber Serat dalam Ransum untuk Menurunkan Kadar Lemak Karkas dan Kolesterol Daging Babi. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Cakra, I. G. L. O. 1986. Pengaruh Pemberian Hijauan Versus Top Mix Terhadap Karkas dan Bagian Tubuh Lainnya Pada Ayam Pedaging. Skripsi. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Card, L. E. dan M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.

Laksmana, K. Y. P., N. W. Siti, dan E. Puspani. 2019. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu. Peternakan Tropika. 7(2): 911- 921.

Mangisah, Istna, Suthma, Nyoman, dan wahyuni, H. I. 2009. Pengaruh penambahan starbio dalam ransum berserat kasar tinggi terhadap performan itik. Prosiding seminar nasional kebangkitan peternakan, Semarang.

Pamungkas, W. 2011. Teknologi fermentasi alternatif solusi dalam upaya pemanfaatan bahan pakan lokal. J. Media Akuakultur 6(1): 43-48.

Pangestu, G. A., R. I. Pujaningsih, dan I. Mangisah. 2018. Pengaruh ransum yang mengandung limbah tauge fermentasi terhadap kecernaan serat kasar, Protein kasar dan energi metabolis pada itik lokal fase starter. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 6(1): 77-82. Faculty of Animal Agricultural Science. Universitas Diponegoro. Semarang.

Puspitasary, R. I. Pujaningsih, dan I. Mangisah. 2018. Pengaruh pemberian pakan mengandung limbah tauge kacang hijau fermentasi terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum itik lokal. Agromedia. 36(1) 57-66. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Rahayu, S., D. Diapari., D. S. Wandito., dan W. W. Ifafah. 2010. Survei potensi ketersediaan limbah tauge sebagai pakan ternak alternatif di kotamadya Bogor. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ridwan. 2010. Pengaruh Penggunaan Kulit Kecambah Kacang Hijau Dalam Ransum Terhadap Produksi Karkas Kelinci Keturunan Vlaams Reus Jantan. Skripsi. Sarjana Peternakan, Fakultas Pertanian, Program Studi Peternakan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Rosebrough, R. W., J. P. Murtry dan R. Vasilatos Youken. 1999. Dietary fat and protein interactions in the broiler. Poultry Sci. 78:992-998.

Scott, M. L., M. C. Nesheim, and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 3th Ed. M. L. Scott Associate. Ithaca, New York.

Standar Nasional Indonesia. 2008. Kumpulan SNI Bidang Pakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Steel, R. G. D dan J. H Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama, Jakarta.

Suwena. I. G. M., Suwidjayana. I. N., Yadnya. T. G. B., Ramia. I. K., Sukmawati. N. M. S. 2005. Biokimia Dasar. Laboratorium Biokimia Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.

Udayana, I. D. G. A. 2000. Memanfaatkan Itik Petelur Afkir. Poult. Ind. No. 246 Ed. 25 Oktober - 24 November 2000. Hal 56.

USDA (United States Departement of Agriculture). 1977. Poultry Grading Manual. U. S Government Printing Office. Washington. D. C.

Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan V. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Widuri. 2002. Pengaruh Suplementasi Sumber Mineral Dalam Konsentrat Terhadap Performans Kambing PE Yang Diberi Pakan Dasar Rumput. Skripsi. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Yadnya, T. G. B., N. G. K. Roni., dan N. M. S. Sukmawati. 2014. Pengaruh pemberian tepung daun salam (Syzygium polyanthum walp) dalam ransum yang disuplementasi dengan larutan Effective Microorganisme 4 (EM-4) melalui air minum terhadap karkas itik bali jantan. Majalah Ilmiah Peternakan. 17(1): 30-32.

Wiyardana, I P. G., et al., Peternakan Tropika Vol. 8 No. 2 Th. 2020: 422–434

Page 434