ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: May 15, 2020

Accepted Date: Juny 17, 2020


Editor-Reviewer Article;: N. Pt. Mariana & Dsk. P.M.A Candrawati

PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN TEPUNG LIMBAH KECAMBAH KACANG HIJAU DIFERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN ITIK BALI

Witarja, N. M. L. E., N. W. Siti, A. A. P. P. Wibawa

Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: emeldawitarja@student.unud.ac.id, Telp +62878 6134 6710

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, tiap perlakuan menggunakan lima ulangan dan setiap ulangan menggunakan tiga ekor itik bali jantan dengan berat badan itik 43,8 ± 0,96 g. Perlakuan yang diberikan yaitu; P0 (ransum komersial 100%), P1 (penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi) dan P2 (penggantian 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah berat badan awal, konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan dan Feed Convertion Ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian 12,5% dan 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan dan FCR. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan penggantian sampai 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi tidak menurunkan penampilan itik bali jantan.

Kata kunci : Itik bali, limbah,kacang hijau, ransum komersial, fermentasi

EFFECT OF REPLACEMENT OF COMMERCIAL RATION WITH FERMENTED GREEN BEAN SPROUT WASTE FLOUR ON THE APPEARANCE OF BALI DUCKS

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of replacing commercial rations with fermented mung bean sprouts flour on the appearance of male Bali ducks aged 0-8 weeks. The study used a Completely Randomized Design (CRD) with three treatments, each treatment using five replications and each repetition used three male Bali ducks with a duck weight of 43,8 ± 0,96g. The treatment given is; P0 (100% commercial ration), P1 (replacement of 12,5% commercial ration with fermented mung bean sprout waste flour) and P2 (replacement of 25% commercial ration with fermented mung bean sprout waste flour). The variables observed in this study were initial body weight, feed consumption, drinking

232


water consumption, final body weight, weight gain and Feed Convertion Ratio. The results showed that the replacement of 12,5% and 25% commercial rations with fermented mung bean sprouts flour had no significant effect (P>0,05) on ration consumption, drinking water consumption, final body weight, weight gain and FCR. Based on the results of the study it can be concluded that the replacement of up to 25% of the commercial ration with fermented mung bean sprouts did not lose the superiority of male Bali ducks.

Keywords :Bali ducks, waste, green beans, commercial rations, fermentation

PENDAHULUAN

Kontribusi ternak itik terhadap penyedia daging nasional tergolong sangat kecil. Tahun 2015, produksi daging itik secara nasional hanya 34,08 ton, jauh lebih kecil dibandingkan dengan produksi daging ayam broiler yang mencapai 1.627,1 ton (Dirjennak dan Kesehatan Hewan, 2015). Kurangnya produksi daging itik disebabkan oleh berbagai kendala, antara lain masih rendahnya populasi itik yang ada, selain kenyataan bahwa daging itik mempunyai citra sebagai daging merah dengan aroma anyir dan cenderung amis (Udayana, 2000). Salah satu itik lokal Indonesia yang paling potensial untuk dikembangkan adalah itik bali.

Meningkatnya kebutuhan daging itik setiap tahun membuat minat masyarakat untuk beternak itik terus meningkat. Salah satu kendala utama dalam beternak itik adalah tingginya biaya ransum. MenurutYadnya et al., 2014 biaya ransum dapat mencapai 60% dari total biaya produksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dicari bahan pakan alternatif yang lebih murah, memiliki kandungan nutrisi yang baik, terjamin ketersediaanya dan tidak bersaing dengan manusia seperti limbah kecambah kacang hijau (Rasyaf, 2000).

Limbah kecambah kacang hijau merupakan sisa produksi kecambah yang terdiri atas kulit kacang hijau dan pecahan-pecahan kecambah (Christiana, 2012). Produksi kacang hijau secara nasional sekitar 271.463 ton pada tahun 2015 dan berpeluang untuk menghasilkan limbah kecambah sebesar 407.194,5 ton.Limbah kecambah kacang hijau mengandung energi metabolisme (EM) 2689 kkal/kg3, protein kasar (PK) 12,09%, lemak kasar (LK) 1,18%, dan serat kasar (SK) 50,89% (Puspitasary et al., 2018). Pakan yang berserat kasar tinggi tidak bisa diberikan secara langsung pada unggas karena didalam saluran pencernaan unggas tidak terdapat mikroba yang mampu mencernaserat kasar tersebut, sehingga memerlukan perlakuan fermentasi untuk menurunkan kadar serat kasar (Pamungkas, 2011).

Fermentasi merupakan suatu proses pengolahan bahan yang umumnya mengandung serat kasar yang tinggi dengan menggunakan mikroorganisme seperti Effective

Microorganisme (EM). Proses fermentasi dengan menggunakan mikroba seperti Effective Microorganisme (EM) dapat meningkatkan nilai kecernaan dan menambah rasa dan aroma serta meningkatkan vitamin dan mineral. Ada penelitian dari Puspitasary et al. (2018) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung limbah kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai 15% tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik lokal. Informasi tentang penelitian penggantian limbah kecambah kacang hijau difermentasi dalam ransum terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu masih kurang.

Berdasarkan uraian di atas, penting dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu.

MATERI DAN METODE

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yang berlokasi di jalan Raya Sesetan Gang Markisa no 5, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Lama penelitian yaitu selama 8 minggu dari bulan Juni sampai Agustus tahun 2019.

Ternak

Itik yang di gunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan berjumlah 45 ekor dengan bobot badan 43,8 ± 0,96 g. Bibit itik bali ini diperoleh dari peternakan UD. Erna beralamat di Kediri, Kabupaten Tabanan.

Kandang dan perlengkapan

Dalam penelitian ini menggunakan kandang Battery Colony sebanyak 15 petak, kerangka utama dari bambu dengan ukuran kandang panjang 80 cm, lebar 65 cm, tinggi 50 cm, alas kandang terbuat dari kawat dengan jarak dari lantai 57 cm dan bagian atap kandang terbuat dari asbes dan lantai dari beton. Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan berukuran 7,96 m x 4,98 m, membujur dari timur ke barat.Setiap petak kandang di lengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari pipa paralon dengan ukuran 40 cm dan tempat minum terbuat dari botol minuman mineral 1,5 L. Di bawah tempat pakan diletakkan selembar plastik untuk menampung ransum yang jatuh. Untuk mengurangi bau dan kelembaban akibat kotoran itik, serta memudahkan pembersihan, maka lantai kandang diberi sekam yang akan diganti setiap tiga hari sekali.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang di laksanakan dari awal pemeliharaan sampai akhir pemotongan ternak; timbangan elektrik 5 kg dengan kepekaan 1 g yang digunakan untuk menimbang berat badan itik, bahan-bahan penyusun ransum, dan sisa ransum; baskom yang berukuran sedang untuk mencampur ransum, kantong plastik untuk tempat perlakuan ransum; gelas ukur 1 liter untuk mengukur volume air dan sisa air; ember yang berukuran besar untuk menampung air dan sisa air; lembaran plastik dan nampan diletakan di bawah tempat makan dan minum untuk menampung pakan dan air yang berjatuhan.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan terdiri dari ransum komersial 511 dan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi. Air minum yang digunakan adalah air yang berasal dari sumur. Komposisi penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1. dan kandungan nutrien dalam ransum terdapat pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi penyusun ransum

Komposisi Ransum

Perlakuan1)

P0

P1

P2

CP 511

Tepung limbah Kecambah Kacang Hijau Fermentasi

100 0

87,5

12,5

75

25

Total

100

100

100

Keterangan:

1) P0 : Ransum kontrol tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

P1 : Ransum mengandung 12,5% tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

P2 : Ransum mengandung 25% tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

Tabel 2. Kandungan nutrien dalam ransum

Kandungan Nutrien

Ransum Perlakuan1)

Standar2)

P0

P1

P2

Energi Metabolis

(kkal/kg)

3.100

3023,5

2947

Min. 2.700

Protein Kasar

(%)

22

20,9525

19,905

Min. 18

Lemak kasar

(%)

7

6,20625

5,4125

7,0

Serat kasar

(%)

4

9,35375

14,7075

7,0

Kalsium (Ca)

(%)

0,9

0,835

0,77

0,9-1,2

Fospor (P)

(%)

0,6

0,57375

0,5475

0,6 – 1,0

Keterangan

1) P0 : Ransum kontrol tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi.

P1 : Ransum mengandung 12,5% tepung limbah kecambah kacang hijau dfermentasi.

P2 : Ransum mengandung 25% tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

2) Standar SNI 2008.

Pengacakan itik

Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen, maka semua itik sebanyak (60 ekor), ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (x) g dan standar deviasinya. Itik yang digunakan adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata-rata 43,8 ± 0,96 g sebanyak 45 ekor. Itik tersebut kemudian dimasukan ke dalam 15 unit kandang secara acak dan masing-masing unit diisi 3 ekor.

Pembuatan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi

Limbah kecambah kacang hijau di jemur di bawah sinar matahari hingga kering setelah itu di giling sampai halus lalu tepung limbah kecambah lalu fermentasi menggunakan EM (Effective Microorganisme) yang telah dicampur dengan molases (Produk CV. Timan Agung) simpan di dalam wadah tertutup rapat dalam keadaaan anaerob (tanpa oksigen). Diamkan selama 3 hari, setelah itu siap untuk dicampur pada ransum.

Pencampuran ransum

Sebelum mencampur ransum terlebih dahulu mempersiapkan alat-alat seperti timbangan, wadah plastik dan baskom yang sudah di beri label perlakuan. Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan di mulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling banyak, dilanjutkan dengan penimbangan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan diatas karung agar tidak berserakan, untuk bahan yang paling banyak ditempatkan paling awal kemudian bahan yang menengah hingga bahan paling sedikit, kemudian diaduk secara silang sampai homogen dan di aduk secara menyeluruh, begitu pula dengan perlakuan berikutnya. Setelah bahan-bahan tercampur rata masukan ransum pada baskom yang telah beri label.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum dan air minum diberikan ad libitum (tersedia setiap saat). Penambahan ransum dan air minum diberikan sesuai kebutuhan. Tempat pakan diisi 3/4 untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan.

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 3 perlakuan yaitu; (P0): pemberian ransum tanpa tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi, (P1): Ransum mengandung 12,5% tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi, (P2): Ransum mengandung 25% tepung limbah kecambah kacang hijau

fermentasi. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali dan setiap ulangan menggunakan 3 ekor itik, sehingga total itik yang digunakan adalah 3 x 5 x 3 = 45 ekor.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yakni :

  • 1.    Berat Badan Awal (BB Awal) : Penimbangan dilakukan pada awal penelitian.

  • 2.    Konsumsi ransum, diukur dengan cara jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa, pengukuran pakan dilakukan dengan menggunakan timbangan.

  • 3.    Konsumsi air minum, diukur setiap hari dengan cara jumlah air minum yang diberikan dikurangi dengan jumlah air minum yang tersisa, pengukuran air minum dilakukan dengan menggunakan gelas ukur.

  • 4.    Berat Badan Akhir (BB Akhir) : Penimbangan dilakukan pada akhir penelitian. Sebelum penimbangan, terlebih dahulu itik dipuasakan selama 12 jam.

  • 5.    Pertambahan Berat Badan (PBB), dengan menghitung selisih antara berat badan akhir dikurangi berat badan awal.

  • 6.    “Feed Convertion Ratio” (FCR) merupakan pembagian antara konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu yang meliputi : berat awal, konsumsi ransum, konsumsi air minum, berat badan akhir, pertambahan berat badan, dan Feed Convertion Ratio(FCR) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu

Perlakuan1)

Variabel                                                  SEM3)

ara e

Berat Badan Awal (g)

43,87a2)

43,80a

43,80a

0,12

Konsumsi Ransum (g/ekor)

5.232,27a

5.428,87a

5.663,93a

117,28

Konsumsi Air Minum (ml/ekor)

8.254,22a

7.674,44a

8.213,16a

257,54

Berat Badan Akhir (g/ekor)

1.454,27a

1.478,20a

1.445,60a

35,25

Pertambahan Berat Badan (g/ekor)

1.410,40a

1.434,40a

1.401,80a

35,25

FCR

3,71a

3,79a

4,05a

0,10

Keterangan :

  • 1)    P0 : Itik yang diberi ransum komersial 100%.

P1 : Penggantian 12,5% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

P2 : Penggantian 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau fermentasi.

  • 2)    Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05).

  • 3)    SEM (Standart Error of the Treatment Means).

Berat badan awal

Rataan berat badan awal pada perlakuan P0 (Itik yang diberi ransum komersial 100%) memiliki berat 43,87 g (Tabel 3.), sedangkan perlakuan penggantian 12,5% (P1) dan 25% (P2) ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau sama sebesar 0,15% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P0 dan pada perlakuan P2 menghasilkan berat badan awal sama dengan perlakuan P1, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Konsumsi ransum

Rataan jumlah ransum yang dikonsumsi selama delapan minggu pada perlakuan P0 yaitu 5.232,27 g/ekor/8minggu (Tabel 3.), sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 meningkat masing – masing 3,62% dan 7,62% jika dibandingkan dengan perlakuan P0, dan pada perlakuan P2 mengkonsumsi ransum lebih tinggi 4,15% dibandingkan dengan perlakuan P1, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).Hal ini disebabkan kandungan nutrisi ransum pada ketiga perlakuan tidak berbeda baik kandungan energi maupun protein. Sesuai dengan pernyataan Wahyu (2004), faktor utama yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi metabolisme dan unggas akan berhenti makan apabila kebutuhan akan energi sudah terpenuhi walaupun tembolok belum penuh. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Zurmiati et al. (2017) yang menyatakan konsumsi dipengaruhi oleh kandungan nutrisinya, semakin rendah energi dan protein yang diberikan semakin tinggi konsumsi ransum karena ternak akan terus makan sampai energinya terpenuhi dan sebaliknya. Semakin banyak itik mengkonsumsi ransum maka semakin banyak air minum yang dikonsumsi. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Puspitasary et al.(2018), bahwa pemberian pakan mengandung limbah

tauge kacang hijau fermentasi tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum itik lokal.

Konsumsi air minum

Rataan jumlah air minum yang dikonsumsi selama delapan minggu penelitian pada perlakuan P0 adalah 8.254,22 ml/ekor/8minggu (Tabel 3.), sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 masing – masing 7,02% dan 0,50% lebih rendah dari perlakuan P0 dan perlakuan P2 mengkonsumsi air minum lebih tinggi 6,56% dibandingkan dengan perlakuan P1, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).Rataan konsumsi air minum itik selama delapan minggu penelitian tersaji dalam Tabel 3. Pengaruh penggantian ransum komersial 12,5% (P1) dan 25% (P2) dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi secara statistik memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap konsumsi air minum. Hal ini disebabkan konsumsi air minum berbanding lurus dengan konsumsi ransum. Makin banyak itik mengkonsumsi ransum maka akan semakin banyak memerlukan air. Hal ini disebabkan air minum sangat diperlukan untuk melarutkan ransum dalam saluran pencernaan ternak (Anggrodi, 1985) dan sebagai alat transportasi zat-zat makanan untuk disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dibutuhkan lebih banyak air dari pada makanannya (Dewi, 2014). Faktor meningkatnya konsumsi air minum pada unggas dipengaruhi oleh jenis dan jumlah ransum yang dikonsumsi, suhu lingkungan, serta besar kecilnya tubuh ternak (Wahyu, 2004). Hasil ini sama dengan hasil penelitian Laksmana et al. (2019), bahwa pengaruh penggantian 12% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap konsumsi air minum.

Berat badan akhir

Rataan hasil penelitian menunjukan bahwa itik yang diberikan perlakuan P0 mencapai berat badan akhir 1.454,27 g/ekor/8minggu (Tabel 3.), sedangkan pada perlakuan P1 lebih tinggi 1,62% dan P2 lebih rendah 0,60% bila dibandingkan dengan perlakuan P0 dan perlakuan P2 memiliki berat badan akhir lebih rendah 2,21% dibandingkan dengan perlakuan P1, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum pada setiap perlakuan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Laksmana et al. (2019), bahwa pengaruh penggantian 12% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap berat badan akhir.

Pertambahan berat badan

Rataan pertambahan berat badan itik selama delapan minggu pada perlakuan P0 adalah 1.410,40 g/ekor/8minggu (Tabel 3.), sedangkan pada itik yang mendapat perlakuan P1

lebih tinggi 1,67% dan P2 lebih rendah 0,61% dibandingkan itik pada perlakuan P0 dan pada perlakuan P2 memiliki pertambahan berat badan lebih rendah 2,27% dibandingkan dengan perlakuan P1, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum pada setiap perlakuan secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Laksmana et al. (2019), bahwa pengaruh penggantian 12% ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap pertambahan berat badan. Hasil ini juga sama dengan hasil penelitian Puspitasary et al. (2018) menyatakan bahwa pemberian pakan yang mengandung limbah kecambah kacang hijau yang difermentasi sampai 15% tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Dikarenakan perlakuan yang diberikan juga tidak mempengaruhi konsumsi ransum. Pendapat tersebut diperkuat oleh Rasyid (2009) melaporkan bahwa konsumsi ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan dan berkaitan dengan nutrien yang terkandung dalam ransum.

FCR

FCR (Feed Convertion Ratio) merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk mengetahui efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendah nilai FCR, semakin tinggi efisiensi penggunaan ransum (Anggrodi, 1985). Rataan hasil penelitian pada perlakuan P0 menghasilkan FCR 3,71 (Tabel 3.) sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 masing – masing sebesar 2,04% dan 8,34% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0 dan pada perlakuan P2 memiliki FCR lebih tinggi 6,43% dibandingkan dengan perlakuan P1, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum dan pertambahan berat badannya berbeda tidak nyata merupakan faktor yang mempengaruhi berbeda tidak nyata nilai FCR pada setiap perlakuan. Nilai FCR pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Puger et al. (2019) dimana nilai FCR itik bali jantan yang diberikan penggantian tepung ikan dengan keong mas dalam ransum terhadap penampilan itik bali jantan berkisar antara 3,48-3,66.Nilai FCR pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Laksmana et al. (2019) dimana nilai FCR itik bali jantan yang diberikan penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu berkisar antara 3,03-3,20. Tetapi lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Pradana et al.(2019) dimana nilai FCR itik bali jantan yang diberikan probiotik dalam air minum berkisar antara 4,22-4,33.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian sampai 25% ransum komersial dengan tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi tidak menurunkan penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu. Berdasarkan hasil penelitian dapat memberikan informasi kepada peternak dan peneliti selanjutnya, bahwa sampai 25% tepung limbah kecambah kacang hijau difermentasi dapat digunakan sebagai pakan ternak untuk pengganti ransum komersial.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K)., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami ucapkan kepada Pembibing Akademik Dr. Ir. I Ketut Sukada, M.Si. yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan kepada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Anggrodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press, Jakarta

Christiana, N. 2012. Efisien dan Kecernaan Serat Ransum Mengandung Limbah Tauge pada Kelinci Lokal Jantan Masa Pertumbuhan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. (Skripsi).

Dewi, K. T., I. G. N. G, Bidura, dan D. P. M. A. Candrawati. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Kelor (Moriga oleifera) Dan Bawang Putih (Allium sativum) Melalui Air Minum Terhadap Penampilan Broiler Umur 2-6 Minggu. Peternakan Tropika. Vol. 2.   No.3. Hal 461   -   475. Situs internet :

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18497

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.

Laksmana, K. Y. P., N. W. Siti, dan E. Puspani. 2019.Pengaruh penggantian ransum komersial dengan tepung kulit kecambah kacang hijau terhadap penampilan itik bali jantan umur 0-8 minggu. Peternakan Tropika. Vol. 7. No. 2. Hal 911- 921. Situs internet : https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18497

McNamara JP. 2006. Principles of Companion Animal Nutrition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Pamungkas, W. 2011. Teknologi fermentasi alternatif solusi dalam upaya pemanfaatan bahan pakan lokal. J. Media Akuakultur6 (1) : 43-48

Pradana. I. G. G.Y., N. W. Siti, dan I. N. Ardika. 2019. Penampilan Itik Bali Jantan yang Diberi Probiotik melalui Air Minum. Peternakan Tropika Vol. 7 No. 3 Hal 11931203. Situs internet : https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/54302

Puger, A. W., E. Puspani., I. M. Nuriyasa., dan I. W. Yupardhi. 2019. Effect of replacement of fish mill with golden snail mill in ratio to performance of male bali duck. International Journal of Life Sciences. Vol. 3. No. 1. Page 25-30. Available at : https://sciencescholar.us/journal/index.php/ijls/article/view/243

Puspitasary, D., R. I. Pujaningsih., dan I. Mangisah. 2018. Pengaruh Pemberian Pakan Mengandung Limbah Tauge Kacang Hijau Fermentasi Terhadap Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, dan Konversi Ransum Itik Lokal. Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro. Semarang. (Laporan Penelitian)

Rasyaf, M. 2000. Beternak Itik Komersial. Cetakan I Kanisius, Yogyakarta.

Rasyid H. 2009. Performa Produksi Kelinci Lokal Jantan Pada Pemberian Rumput Lapang dan Berbagai Level Ampas Tahu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

SNI (Standar Nasional Indonesia). 2008. Kumpulan SNI Bidang Pakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Udayana, I. D. G. A. 2000. Memanfaatkan Itik Petelur Afkir. Poult. Ind. No. 246 Ed. 25 Oktober - 24 November 2000. Hal 56.

Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Kelima. Gajah Mada University Press, Yogjakarta.

Yadnya, T. G. B., N. G. K. Roni., dan N. M. S. Sukmawati. 2014. Pengaruh pemberian tepung daun salam (Syzygium  polyanthum walp) dalam ransum yang

disuplementasi dengan larutan Effective Microorganisme 4 (em-4) melalui air minum terhadap karkas itik bali jantan. Majalah Ilmiah Peternakan. 17(1) : 30-32.

Zurmiati, W. M. H. Abbas, dan M. E. Mahata. 2017. Pengaruh imbangan energi dan protein ransum terhadap pertumbuhan itik pitalah yang diberi probiotik Bacillus amyloliquefaciens. J. Peternakan Indonesia. 19 (2) : 78–8.

Witarja, N. M. L. E., et al, Peternakan Tropika Vol. 8 No. 2 Th. 2020: 232 – 242

Page 242