e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: April 15, 2020

Accepted Date: April 26, 2020


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Md. Mudita

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK KALSIUM DALAM RANSUM KOMERSIAL TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS AYAM BROILER

Anggraeni, P.A.D., D.P.M.A. Candrawati, I.G.N.G Bidura

PS Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali email:putuayudewia@gmail.com, Telepon: +628993933623

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak kalsium dalam ransum komersial terhadap komposisi karkas ayam broiler. Penelitian ini dilaksanakan selama 35 hari di Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan. Tiap petak percobaan diisi dengan 5 ekor ayam broiler umur 7 hari dengan berat badan homogen. Keempat perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum komersial tanpa minyak kalsium sebagai kontrol (A), dengan pemberian 1% minyak kalsium dalam ransum komersial (B), pemberian 2% minyak kalsium dalam ransum komersial (C), dan pemberian 3% minyak kalsium dalam ransum komersial (D). Variabel yang diamati yaitu berat karkas (g/ekor), persentase daging karkas (%), persentase tulang karkas (%), dan persentase lemak subkutan (%). Hasil penelitian menunjukan bahwa berat karkas dan persentase tulang pada ayam yang mendapat 1%, 2% dan 3% minyak kalsium tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan ayam yang tidak mendapat minyak kalsium (kontrol). Persentase daging ayam yang mendapat perlakuan minyak kalsium nyata lebih tinggi (P<0,05) dibanding kontrol, sedangkan persentase lemak subkutan nyata menurun dengan pemberian minyak kalsium dibandingkan kontrol. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian minyak kalsium sebesar 1-3% dalam ransum komersial dapat meningkatkan persentase daging dan menurunkan kandungan lemak subkutan pada ayam broiler.

Kata Kunci : minyak kalsium, daging broiler, lemak subkutan

EFFECTS OF CALCIUM OIL IN COMMERCIAL RATIONS ON PHYSICAL COMPOSITION OF BROILER CARCASSES

ABSTRACT

The study aims to determine the effect of calcium oil administration in commercial rations on the composition of broiler chicken carcasses. This research was carried out for 35 days at the Farm Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Bukit Jimbaran. The design used completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 6 replications. Each plot was filled with 5 7 day-old broiler chickens with homogeneous body weight. The four treatments are chickens fed commercial rations without calcium oil as a


control (A), by giving 1% of calcium oil in commercial rations (B), administering 2% of calcium oil in commercial rations (C), and administering 3% of calcium oil in commercial ration (D). The variables observed were carcass weight (g / tail), carcass meat percentage (%), carcass bone percentage (%), and percentage of subcutaneous fat (%). The results showed that carcass weight and bone percentage in chickens that received 1%, 2% and 3% calcium oil were not significantly different (P> 0.05) compared to chickens that did not get calcium oil (control). The percentage of chicken meat treated with calcium oil was significantly higher (P <0.05) compared to control, while the percentage of subcutaneous fat significantly decreased with the addition of calcium oil compared to control. From the results of the study it can be concluded that administration of calcium oil by 1-3% in commercial rations can increase the percentage of meat and reduce the content of subcutaneous fat in broiler chickens.

Keywords: calcium oil, broiler meat, subcutaneous fat

PENDAHULUAN

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada peningkatan konsumsi produk peternakan yaitu daging yang secara tidak langsung memberikan peluang usaha dalam memajukan industri peternakan Indonesia. Ayam broiler merupakan salah satu ternak unggas yang secara genetik sebagai penghasil daging yang cukup potensial. Menurut Bidura (2007) Kelebihan ayam broiler yaitu pertumbuhannya yang cepat dan efisien dalam memanfaatkan pakan serta harga produk yang relatif terjangkau, sehingga membuat permintaan pasar ayam broiler di Indonesia cukup tinggi. Namun, pertumbuhan ayam broiler yang cepat diikuti oleh pertumbuhan lemak, dimana bobot badan yang tinggi berhubungan dengan penimbunan lemak tubuh yang tinggi pula. Kandungan lemak dalam karkas yang tinggi menjadi perhatian khusus bagi konsumen dan produsen ternak. Sebab lemak yang tinggi akan mempengaruhi kesehatan. Tingginya kadar lemak dalam produk pangan asal hewan yang dikonsumsi diketahui menjadi sumber terjadinya obesitas tubuh dan penyakit jantung koroner (Sartika, 2008).

Melihat fenomena tersebut, perlu dilakukan suatu upaya yang dapat menurunkan kandungan lemak pada ayam broiler, salah satunya adalah dengan pemberian minyak kalsium yang terbuat dari limbah minyak kelapa sawit dalam ransum komersial. Menurut data dari Biro Pusat Stastistik (2018) luas areal penanaman kelapa sawit 14,3 juta hektar dan produksi minyak sawit sebanyak 43 juta ton. Limbah minyak sawit kaya akan energi atau lemak, minyak sawit mempunyai nilai kecernaan yang tinggi, yaitu mencapai 85,4% yang setara dengan suplai energi sebanyak 8.030 Kkal/kg (Devendra, 1977). Hasil samping dari

pengolahan kelapa sawit menjadi minyak goreng akan didapatkan hasil samping berupa destilat asam lemak minyak sawit atau Palm faty acid distillate (PFAD). Ketersediaan Palm faty acid distillate (PFAD) yang melimpah berpotensial sebagai bahan pakan ternak, disamping harga yang murah serta penggunaannya yang tidak bersaing dengan bahan pangan seperti minyak sawit.

Teknologi pemanfaatan limbah minyak kelapa sawit atau yang biasa disebut dengan minyak kalsium merupakan salah satu teknologi perlindungan lemak yang akhir-akhir ini banyak dikembangkan. Menurut penelitian Lienda et al., (2018) pembuatan minyak kalsium dari PFAD diperlukan teknik reaksi dan desain reaktor yang khusus, agar dapat menghasilkan produk dengan komposisi yang diinginkan. Dalam reaksi tersebut melibatkan perubahan fasa yang kompleks, mulai fasa padat, berubah menjadi cair yang berbentuk suspensi pekat karena adanya pemanasan dan penambahan padatan kalsium CaO.

Limbah minyak kelapa sawit atau Palm faty acid distillate (PFAD) mengandung asam lemak bebas yang tinggi dan sering digunakan dalam pembuatan sabun dan deterjen. Proses penyabunan juga membantu kerja enzim lipase yang berfungsi untuk memecah lemak. Menurut Dewi (2003) pemberian limbah minyak sawit dalam ransum nyata dapat menurunkan kadar lemak pada ternak dan meningkatkan bobot badan dan bobot karkas pada ayam broiler.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang pengaruh pemberian minyak kalsium dalam ransum komersial teerhadap komposisi fisik karkas ayam broiler.

MATERI DAN METODE

Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 35 hari di Farm Bukit Jimbaran, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, dan analisis dilakukan di Laboratorium Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Materi Penelitian

Ayam broiler

Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam broiler strain MB 202 Platinum produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk umur satu minggu dengan berat badan homogen. Broiler

diperoleh dengan memelihara broiler dari DOC sampai umur satu minggu tanpa dilakukan pemisahan antara jantan dan betina (unsexing).

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial 511-B yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia dan pemberian minyak kalsium. Air minum yang digunakan adalah air yang berasal dari PDAM. Komposisi penyusun ransum disajikan pada tabel 1, sedangkan kandungan nutrisi penyusun ransum disajikan pada tabel 2.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian

Bahan ransum (%)

Perlakuan

A

B

C

D

Ransum komersial

100

99

98

97

Minyak kalsium

1

2

3

Total

100

100

100

100

Keterangan :

Ransum kontrol tanpa pemberian minyak kalsium (A), ransum mengandung 1% minyak kalsium (B), ransum mengandung 2% minyak kalsium (C), Ransum mengandung 3% minyak kalsium D.

Tabel 2. Komposisi nutrien dalam ransum

Zat Makanan

Perlakuan 1) 2)

Standar 3)

A

B

C

D

Energi Metabolis (Kkal/kg)

2950

2969,72

2989,44

3009,16

2900-3000

Kadar air (%)

13

12,95

12,89

12,84

Max 13

Protein (%)

22

21,79

21,58

21,36

21-23

Lemak (%)

5

5,26

5,52

5,79

5

Serat Kasar (%)

5

4,95

4,9

4,85

5

Abu (%)

7

7,12

7,23

7,35

7

Kalsium (%)

0,9

0,92

0,94

0,96

Min 0,9

Fosfor (%)

0,6

0,59

0,58

0,57

0,6

Keterangan:

1) Ransum kontrol tanpa pemberian minyak kalsium (A), ransum mengandung 1% minyak kalsium (B), ransum mengandung 2% minyak kalsium (C), Ransum mengandung 3% minyak kalsium D.

2) Berdasarkan brosur pakan PT. Charoen Pokphand Indonesia

3) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI-1995)

Minyak kalsium

Minyak kalsium yang digunakan dalam campuran ransum penelitian ini adalah minyak kalsium yang terbuat dari limbah minyak kelapa sawit yang berbentuk padatan seperti bongkahan kapur. Padatan minyak kalsium kemudian dihaluskan hingga berbentuk seperti tepung agar mudah dicampurkan ke dalam ransum. Kandungan minyak kalsium disajikan pada Tabel 3.

Tabel 1. Kandungan nutrisi minyak kalsium

Jenis Analisis

Minyak Kalsium Penelitian

Air %

7,58

BETN %

54,24

TDN %

97,32

Energi Metabolis (Kkal/kg)

4922

Dry basis

Abu %

18,6

Protein %

0,8

Lemak kasar %

31,2

Kalsium %

3

Sumber : Lienda et al., (2018)

Kandang dan peralatan

Kandang dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang baterai koloni. Kandang yang digunakan dibagi menjadi 4 petak dengan ukuran per petak perlakuan adalah 100 cm x 60 cm sebanyak 24 petak. Masing-masing petak berisi 5 ekor ayam yang dilengkapi dengan lampu sebagai penghangat tubuh broiler, satu tempat pakan dan satu tempat minum.

Metode Penelitian

Rancangan penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Perlakuan A (ayam diberikan ransum kontrol tanpa pemberian minyak kalsium), B (ayam diberikan ransum kontrol dengan pemberian 1% minyak kalsium), C (ayam diberikan ransum kontrol dengan pemberian 2% minyak kalsium), D (ayam diberikan ransum kontrol dengan pemberian 3% minyak kalsium).

Pemberian ransum dan air minum

Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum dengan cara mengisi ^4 bagian dari tempat ransum agar ransum tidak tercecer. Sementara itu, penggantian air minum dilakukan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit.

Pemanenan dan pemotongan

Pemanenan dilakukan pada saat ayam berumur lima minggu (35 hari). Ayam broiler dipotong sebanyak 24 ekor. Ayam dipuasakan selama 12 jam sebelum dipotong untuk mengosongkan isi saluran pencernaan. Ayam dipotong pada bagian Vena jugularis yang terletak diantara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama.Selanjutnya darah yang

keluar pada saat pemotongan ditampung lalu di timbang beratnya. Setelah ayam dipastikan mati, kemudian dicelupkan kedalam air dingin sebelum dicelupkan ke air panas selama beberapa detik agar pada saat pencabutan bulu kulit ayam tersebut tidak mengelupas. Bagian-bagian tubuh seperti kaki, leher, kepala, paha, dada, sayap, punggung dan organ dalam serta lemak dipisahkan dan dicari beratnya.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 1.    Berat karkas, diperoleh dengan cara memisahkan bagian darah, bulu, kepala, kaki, organ dalam, dan saluran tubuh dari tubuh ayam, kemudian ditimbang.

  • 2.    Persentase tulang (%), diperoleh setelah pemisahan daging dengan tulang, sehingga diperoleh tulang karkas. Menurut Waskito (1981), persentase tulang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Persentase tulang (%) = Berat tulang (g} χ 100 %

  • 7 Bsrat karkas (g}

  • 3.    Persentase daging (%), diperoleh setelah dilakukan perecahan pemisahan antara tulang dan kulit. Menurut Waskito (1981), persentase daging dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Persentase daging (%) = Bsrat daging (g) χ 1qq % o '  7 Bsra t karkas (g)

  • 4.    Persentase lemak subkutan (%), diperoleh dari lemak yang terdapat dibawah kulit termasuk kulit. Menurut Waskito (1981), persentase lemak subkutan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

i i        , zλ∕× BeFQtLemafcSubkutan(Q)

Persentase lemak subkutan (%) = — ---—---———^ x IOO %

v ,       Berat karkas ^gj

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat Karkas

Hasil penelitian menunjukan bahwa rataan berat karkas pada ayam broiler yang mendapat perlakuan tanpa minyak kalsium (A) berat karkasnya sebesar 1609 g/ekor, sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan pemberian 1% (B), 2% (C), dan 3% (D) minyak kalsium masing-masing berat karkasnya sebesar 0,28%, 5,44%, dan 3,54% tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan ayam yang tidak mendapatkan pemberian minyak kalsium dalam ransum komersial (A). Hal ini dapat dilihat pada (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Minyak Kalsium dalam Ransum Komersial Komposisi Fisik Karkas Ayam Broiler

Terhadap

Variabel

Perlakuan 1

SEM 3

A

B

C

D

Berat Karkas (g/ekor)

1609a

1613,50a

1521,50a

1552a

40,32

Daging (%)

60,10a

61,46ab

63,07bc

63,79c

0,59

Tulang (%)

25,10a

24,51a

23,66a

23,77a

0,64

Lemak Subkutan (%)

14,81a

14,04b

13,28c

12,35d

0,19

Keterangan :

1) Ayam yang diberi ransum tanpa pemberian minyak kalsium sebagai kontrol (A), ayam yang diberi ransum mengandung 1% minyak kalsium (B), ayam yang diberi ransum mengandung 2% minyak kalsium (C), dan ayam yang diberi ransum mengandung 3% minyak kalsium (D).

2) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

3) Standard Error of The Treatment Means

Ayam yang mendapat perlakuan (C) dengan pemberian 2% minyak dan perlakuan (D) dengan pemberian 3% minyak dalam ransum komersial masing-masing 5,7% dan 3,81% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan ayam yang mendapatkan perlakuan(B) dengan pemberian 1% minyak kalsium dalam ransum komersial. Sedangkan ayam yang mendapat perlakuan pemberian 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial 2% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapatkan perlakuan dengan pemberian 2% minyak kalsium (C) dalam ransum.

Hal ini disebabkan oleh pemberian minyak kalsium akan menyebabkan menurunnya berat potong. Sedangkan berat karkas ayam diperoleh dengan memisahkan bagaian darah, bulu, kepala, kaki dan organ dalam ayam broiler. Akibat berat non karkas yang terbuang khususnya lemak subkutan menyebabkan berat karkas pada perlakuan (B), (C) dan (D) menjadi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ayam yang tidak mendapatkan perlakuan

pemberian minyak kalsium dalam ransum komersial. Berat karkas sangat erat kaitannya dengan berat potong dan berat non karkas. Menurut Soeparno (1994) bahwa ada hubungan yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan bobot potong, sehingga apabila dari hasil analisis bobot potong dan karkas didapat hasil yang tidak berpengaruh nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-bagian karkasnya. Dewanti et al., (2013) menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong, semakin tinggi berat potong dan berat karkas maka akan berpengaruh terhadap persentase karkas yang semakin tinggi, sedangkan persentase karkas yang lebih rendah dipengaruhi oleh berat potong yang lebih rendah pula, karena berat potong yang lebih rendah bagian-bagian yang terbuang semakin banyak. Persentase karkas berawal dari laju pertumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot badan akan mempengaruhi bobot potong yang dihasilkan. Hal ini juga didukung oleh Yuniarty (2011) bahwa bobot potong akan berpengaruh pada persentase karkas yang dihasilkan. Hasil penelitian ini sejalan juga dengan penelitian Dewi et al. (2011) yang menyatakan bahwa pemberian kalsium-palm fatty acid (Ca-PFA) dalam ransum hingga 15% tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan komposisi fisik karkas ayam. Penurunan berat karkas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Penurunan berat karkas

Persentase Daging Karkas

Rataan persentase daging karkas ayam broiler yang tidak mendapatkan perlakuan pemberian minyak kalsium dalam ransum (A) adalah 60,10% (Tabel 4). Ayam yang mendapat perlakuan pemberian minyak kalsium sebesar 1% (B) 2,26% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat perlakuan kontrol (A).

Sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan pemberian 2% minyak kalsium (C) dan 3% minyak kalsium (D) masing-masing sebesar 4,94% dan 6,14% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan kontrol (A). Ayam yang mendapat perlakuan 2% pemberian minyak kalsium (C) 3,8% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan pemberian 1% minyak kalsium (B) dalam ransum komersial. Sedangkan ayam yang mendapat 3% pemberian minyak kalsium (D) dalam ransum komersial 2,61% nyata (P<0,05) dibandingkan dengan ayam yang mendapat perlakuan (B). Ayam yang mendapat perlakuan 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial 1,14% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang mendapat perlakuan (C).

Hal ini disebabkan oleh pemberian minyak kalsium banyak mengandung mineral terutama Ca yang berperan penting dalam proses metabolisme untuk meningkatkan produksi daging. Disamping itu pemberian minyak kalsium akan dapat meningkatkan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak, meningkatkan palatabilitas ransum dan meningkatkan efisiensi energi yang dikonsumsi serta mengurangi laju aliran digesta di dalam saluran pencernaan, sehingga memberikan ruang bagi penyerapan nutrisi yang lebih lama dan efisien yang meningkat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kolani et al,. (2019) pemberian minyak ke dalam ransum akan dapat menahan laju aliran pakan dalam saluran pencernaan ayam, sehingga peluang penyerapan zat makanan meningkat, khususnya asam-asam amino sebagai komponen utama untuk sintesis daging. Minyak sawit mengandung asam lemak tidak jenuh diantaranya asam linoleat dan asam oleat. Asam linoleat termasuk asam lemak tidak jenuh dengan dua ikatan rangkap (polyunasaturated fatty acid atau PUFA) dan asam oleat merupakan asam lemak tidak jenuh dengan satu ikatan rangkap (monounsaturated fatty acid atau MUFA). Penambahan lemak ke dalam makanan, selain memasok energi, meningkatkan penyerapan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, menyediakan berbagai jumlah asam lemak esensial, mengurangi tingkat debu, meningkatkan kelezatan ransum dan meningkatkan energi efisiensi (Jorgensen et al., 2008). Kolani et al., (2019) melaporkan bahwa penggunaan 1-3% minyak kelapa sawit dalam ransum nyata dapat meningkatkan protein serum darah ayam petelur, sedangkan kadar trigliserida dan glukosa serum tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. Dalam makanan dengan nilai gizi yang sama, ayam yang diberi ransum yang mengandung minyak menunjukkan kinerja yang

lebih baik daripada ayam yang diberi makanan tanpa pemasukan minyak (Jorgensen et al., 2008). Persentase komposisi fisik karkas ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Persentase Komposisi Fisik Karkas Broiler

Gambar 4 2. Persentase komposisi fisik karkas ayam broiler

Persentase Tulang Karkas

Rataan persentase tulang pada ayam yang mendapat perlakuan tanpa pemberian minyak kalsium sebagai kontrol (A) adalah 25,10% (Tabel 4). Sedangkan rataan berat tulang pada ayam yang mendapat perlakuan 1% minyak kalsium (B), 2% minyak kalsium (C) dan 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial masing-masing sebesar 2,35%, 5,74% dan 5,30% tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan ayam yang mendapat perlakuan kontrol (A). Ayam yang mendapat perlakuan dengan pemberian 2% minyak kalsium (C) dan 3% minyak kaslium (D) dalam ransum komersial masing-masing sebesar 3,47% dan 3,02% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (B). Ayam yang mendapatkan perlakuan pemberian 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial 0,46% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan (C).

Hal ini disebabkan komponen tulang karkas merupakan komponen karkas yang masak dini (diawal pertumbuhan), sehingga tidak begitu besar pengaruhnya oleh nutrisi disaat ayam sudah melewati fase dini. Tulang merupakan bagian yang mengalami pertumbuhan maksimum tercepat setelah syaraf dan tidak berkembang sampai usia tertentu, pertumbuhan tulang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bobot karkas dengan perkembangan yang lebih kecil atau dengan kata lain persentase tulang berkurang dengan meningkatnya karkas (Pulugan dan Rangkuti, 1981). Kalsium adalah salah satu mineral penting untuk unggas. Kandungan Ca dari pakan akan mempengaruhi tulang dan kulit telur ayam (An et al., 2016).

Neijat et al. (2011) menyatakan bahwa Ca yang konsumsi akan diendapkan/deposit pada tulang, daging, kulit telur, albumen, kuning telur, dan beberapa lainnya serta dikeluarkan melalui kotoran. Kalsium memiliki fungsi biologis yang penting dan harus disediakan dalam jumlah yang memadai. Asupan Ca yang tidak memadai dapat mempengaruhi kandungan mineral tulang, fungsi otot, dan fungsi mineral tubuh lainnya (Peters dan Mahan, 2008).

Persentase Lemak Subkutan

Rataan persentase lemak subkutan ayam tanpa pemberian minyak kalsium sebagai kontrol (A) adalah 14,81% (Tabel 4). Persentase lemak subkutan ayam yang mendapat perlakuan pemberian 1% minyak kalsium (B), pemberian 2% minyak kalsium (C) dan pemberian 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial lebih rendah daripada ayam yang mendapat perlakuan kontrol (A) masing-masing sebesar 5,20%, 10,33%, dan 16,61%. Secara statistik menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) pada setiap perlakuan. Ayam yang mendapat perlakuan pemberian 2% minyak kalsium (C) dan 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial masing-masing sebesar 5,41% dan 12,03% berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (B). Ayam yang mendapat perlakuan pemberian 3% minyak kalsium (D) dalam ransum komersial 7% berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (C).

Pemberian minyak kalsium ke dalam ransum komersial ternyata dapat menurunkan persentase lemak subkutan termasuk kulit karkas ayam (Tabel 4). Penurunan persentase lemak subkutan ini disebabkan karena minyak kalsium mengandung asam lemak bebas yang tinggi dan sering digunakan dalam pembuatan sabun dan deterjen. Sehingga terjadi proses penyabunan yang dapat melarutkan lemak. Proses penyabunan juga mengakibatkan membantu kerja enzim lipase yang berfungsi untuk memecah lemak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dewi (2003) pemberian minyak sawit dalam ransum nyata dapat menurunkan kadar lemak pada ternak dan meningkatkan bobot badan dan bobot karkas pada ayam broiler. Parakkasi (1983) menyatakan bahwa penurunan persentase lemak karkas adalah sebagai akibat dari peningkatan salah satu komponen karkas itu sendiri yaitu persentase daging. Hal senada dilaporkan oleh Dewi et al. (2011) bahwa penambahan kalsium-palm fatty acid (Ca-PFA) dalam ransum hingga 15% nyata menurunkan konsumsi pakan dan tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan komposisi fisik karkas

ayam. Namun, nyata meningkatkan asam lemak tak jenuh, asam lemak omega-3, dan penurunan lemak tubuh ayam pedaging.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian minyak kalsium sebanyak 1%, 2% dan 3% dalam ransum komersial dapat meningkatkan persentase daging dan menurunkan persentase lemak subkutan termasuk kulit pada ayam broiler.

Saran

Dari hasil penelitian dapat disarankan kepada petani peternak untuk meningkatkan karkas ayam broiler dapat dilakukan dengan pemberian sampai 3% minyak kalsium dalam ransum komersial karena nyata mampu meningkatkan persentase daging dan menurunkan lemak subkutan pada ayam broiler.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

An, S. H., D. W. Kim and B. K. An. 2016. Effects of dietary calcium levels on productive performance, eggshell quality and overall Calcium status in aged laying hens. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 29 (10):1477-1482.

Bidura, I. G. N. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Denpasar: UPT Penerbit Universitas Udayana.

Biro Pusat Statistik. 2018. Luas Areal Penanaman Kelapa Sawit, Indonesia, 2012-2018.

Dewanti, R., M. Irham, dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng gondok (Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas, non karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu. Buletin Peternakan. 37(1): 19-25, Februari 2013. hlm. 19-25.

Dewi, G. A. M. K. (2003). Penggunaan Asam Lemak Sawit Dalam Ransum Untuk Meningkatkan Produksi Ayam Pedaging, Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Kampus Undana Fenfui.

Dewi, GAM., P. A. Astawa And I. K. Sumadi. 2011. Effect Of Inclusion Calcium-Palm Fatty Acid (Ca-Pfa) On Growth Performance And Profile Of Body Fatty Acid Of Broiler. J.Indonesian Trop.Anim.Agric. 36(1): 55-60

Devendra, C. 1977. Utilization of Feedingstuffs from the Oil Palm. Malaysian Society of Animal Productions. Serdang, Malaysia.

Jorgensen, H., Zhao, X.Q., Theil, P.K. & Jakobsen, K., 2008. Effect of graded levels of rapeseed oil in isonitrogenous diets on the development of the gastrointestinal tract and utilisation of protein, fat and energy in broiler chickens. Arch. Anim. Nutr. 62 (4), 331-342.

Kolani, A., Y. Adjrah, M. Eklou-Lawson, A. Teteh and K. Tona. 2019. Effects of Dietary Palm Oil on Production Performance and Serum Parameters of Laying Hens. Int. J. Poult. Sci., 18 (1): 1-6. DOI: 10.3923/ijps.2019.1.6

Lienda A. Handojo, Antonius Indarto, Dian Shofinita, Angina Mritha, Rakhmawati Nabila, and Harry Triharyogi, 2017. Calcium soap from palm fatty acid distillate (PFAD) for ruminant feed; quality of calcium source. MATEC web of conferences 156, 02007 (2018). RSCE 2017.

Neijat, M, J. D. House, W. Guenter, and E. Kebreab. 2011. Calcium and phosphorus dynamics in commercial laying hens housed in conventional or enriched cage systems. Poult. Sci. 90:2383-2396. Noviyanti, Jasruddin and E. H. Sujiono. 2015. Karakterisasi kalsium karbonat (CaCO3) batu kapur kelurahan Tellu Limpoe kacamatan Suppa. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika 11(2):169-172.

Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Bandung: Angkasa.

Peters, J.C. & Mahan, D.C., 2008. Effects of dietary organic and inorganic trace mineral levels on sow productive performance and daily mineral intakes over six parities. J. Anim. Sci. 86, 2247-2260.

Pulungan L.A. dan M. Rangkuti. 1981. Pertumbuhan Komponen Karkas ditinjau dari Bobot Karkas pada Domba Jantan Lokal. Proceeding Seminar Penelitian Peternakan Balai Peternakan ternak Bogor, Bogor.

Sartika, Ratu Ayu Dewi. (2008). Pengaruh Asam Lemak Jenuh,Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol.2, No.4, p.154-160

Standar Nasional Indonesia. 1995. Kumpulan SNI Bidang Pakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama, Jakarta.

Waskito, D. M. W. 1981. Pengaruh Berbagai Faktor Lingkungan Terhadap Gala Tumbuhan Ayam-Ayam Broiler. Disertasi. Universitas Padjajaran, Bandung.

Yuniarti, D. 2011. Persentase dan Berat Karkas serta Berat Lemak Abdominal Broiler yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Katuk (Sauropusandrogynus), Tepung Rimpang Kunyit (Curcuma domestica vall) dan Kombinasinya. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar