EXTERIOR AND INTERIOR QUALITY OF DUCK EGG STORED DURING 0-28 DAYS IN BEDUGUL HIGHLAND
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: Octoer 23, 2019
Accepted Date: October 28, 2019
Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Wyn. Wirawan
KUALITAS ESKTERIOR DAN INTERIOR TELUR ITIK YANG DISIMPAN SELAMA 0-28 HARI DI DAERAH DATARAN TINGGI BEDUGUL
Pasaribu. C. A., G. A. M. K. Dewi., dan I. W. Wijana
Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar, Bali
E-mail:pasaribuaprita@gmail.com Hp. 085261676294
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas eksterior dan interior telur itik yang disimpan selama 0-28 hari di daerah dataran tinggi Bedugul. Penelitian ini dilakukan di dataran tinggi Bedugul dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana tanggal 30 Maret–04 Mei 2019. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan, 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 butir telur. Variabel yang diamati yaitu kualitas eksterior meliputi berat telur dan indeks bentuk telur, dan kualitas interior meliputi berat kerabang telur, tebal kerabang telur, warna kuning telur, Haugh Unit (HU), dan pH telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Haugh Unit (HU) telur penyimpanan 21 hari dan pH telur penyimpanan 7 hari lebih rendah dibandingkan dengan kontrol dan secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Hasil penelitian pada berat telur, indeks bentuk telur, berat kerabang telur, tebal kerabang telur dan warna kuning telur menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa penyimpanan telur itik selama 21 hari pada suhu kamar 18°C pada malam hari dan 21°C pada siang hari di Bedugul sudah mengalami penurunan kualitas pada nilai Haugh Unit (HU) dan penyimpanan pada umur 7 hari pada nilai pH telur, tetapi penyimpanan hingga 28 hari tidak berpengaruh terhadap berat telur, indeks bentuk telur, berat kerabang telur, tebal kerabang telur dan warna kuning telur. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas telur itik tetap memiliki kualitas yang baik dan masih layak dikonsumsi setelah penyimpanan selama 0-28 hari.
Kata kunci: telur itik, lama waktu penyimpanan, dataran tinggi, kualitas eksterior dan interior
EXTERIOR AND INTERIOR QUALITY OF DUCK EGG STORED DURING 0-28 DAYS IN BEDUGUL HIGHLAND
ABSTRACT
The purpose of this study is determining the exterior and interior quality of duck egg that was saved during 0-28 days in Bedugul highland. The research and analyzed sample were conducted at Bedugul in Fowl Livestock Laboratory of Faculty of Animal Husbandry of Udayana

University for 5 weeks from 30 March until 04 May 2019. The research design used Completely Randomized Design (CRD) which contain 5 treatments, 3 repetition and every repetition contained 5 eggs. The observing variable were exterior quality including egg weight and egg shape index, and interior quality including eggshell weight, eggshell thickness, egg yolk color, haugh unit (HU), and egg pH. The result showed saving egg haugh unit (HU) for 21 eggs pH for 7 days were lower than the control and statistical it showed different result (P<0,05). The result of study in the egg weight, egg shape index, egg shell weight, egg shell thickness, and egg yolk color showed there was no significant different (P>0,05). Based on the research, it can be conclude that saving duck egg during 21 daysat room temperature 18oC in the night and 21T in the noon in highland of Bedugul consisted decreasing quality at the point of haugh unit (HU) and saving egg in 7 days consisted decreasing quality in egg pH, but there was no affecting to the egg weight, egg shape index, egg shell weight, egg shell thickness and egg yolk color. This case showed that duck egg still in good quality and proper to consume after saving during 28 days with grade A in the eggs
Key points: duck egg, saving time, highland, exterior and interior quality
PENDAHULUAN
Latar belakang
Telur merupakan salah satu produk hewani yang berasal dari ternak unggas dan telah dikenal sebagai bahan pangan sumber protein yang bermutu tinggi. Telur sebagai bahan pangan mempunyai banyak kelebihan, misalnya memiliki kandungan gizi telur yang dengan harga yang relatif murah bila dibandingkan dengan bahan sumber protein lainnya (Idayanti et al., 2009). Keunggulan telur itik dibandingkan dengan telur unggas lainnya antara lain kaya akan mineral, vitamin B6, asam pantotenat, tiamin, vitamin A, vitamin E, niasin, dan vitamin B12.
Pemanfaatan telur itik sebagai bahan pangan tidak hanya dikonsumsi langsung tetapi juga digunakan dalam berbagai produk olahan, misalnya kue dan telur asin. Umumnya telur itik memiliki sifat daya dan kestabilan buih yang lebih rendah dibandingkan dengan telur ayam ras, sehingga pemanfaatan telur itik masih sangat kurang dibandingkan dengan telur ayam ras dalam berbagai produk olahan pangan (Hamidah, 2007).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan telur adalah lama dan suhu penyimpanan serta bau yang terdapat di sekitar tempat penyimpanan. Kualitas telur segar tidak dapat dipertahankan dalam waktu yang lama tanpa adanya perlakuan khusus. Kualitas telur akan menurun dan mengakibatkan kerusakan pada telur apabila dilakukan penyimpanan dalam waktu lama. Salah satu tanda kerusakan telur adalah tercampurnya putih ke kuning telur (Sudaryani,
2003).Bertambahnya umur simpan telur mengakibatkan tinggi lapisan kental putih telur menjadi turun. Hal ini terjadi karena perubahan struktur gelnya sehingga permukaan putih telur semakin meluas akibat pengenceran yang terjadi dalam putih telur karena perubahan pH dari asam menjadi basa dan penguapan CO2 (Dini, 1996).
Telur yang disimpan dalam suhu kamar sampai 21 hari masih menghasilkan nilai skor kualitas grade B (Wirapartha et al., 2015). Telur mengalami penurunan kualitas disebabkan masuknya mikroba-mikroba perusak ke dalam isi telur melalui pori-pori kerabang telur, menguapnya air dan gas karena pengaruh suhu lingkungan, serta ruang penyimpanan yang lembab akan menyebabkan kerabang berjamur (Haryoto, 2010).
Keistimewaan yang ada di pulau Bali yaitu adatnya yang masih sangat kental, salah satunya yaitu dalam upacara agama. Telur itik dimanfaatkan untuk upacara agama hindu di Bali sebagai sarana upakara (daksina). Telur itik tersimpan di dalam sajen sebelum digunakan saat upacara agama sampai setelah upacara agama, sehingga telur itik dapat tersimpan selama 1 bulan, namun ada juga yang mengganti daksina selama 15 hari (jarak antara tilem dan purnama).
Bedugul terletak di ketinggian ± 1240 m diatas permukaan laut yang mempunyai temperatur 18-21ºC dan kelembaban 70-88%. Pada suhu yang dingin telur biasanya lebih awet dan kerusakan pada telur lebih kecil. (Anonim, 2007) suhu dingin dapat memperlambat aktivitas mikroba pembusukan yang tumbuh sehingga proses pembusukan pada telur dapat dihambat.
Berdasarkan uraian diatas, daerah Bedugul yang memiliki udara dingin diharapkan mampu meminimalkan kerusakan telur sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kualitas eksterior dan interior telur itikyang disimpan selama 0-28 hari di daerah tersebut.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat. Penyimpanan telur dilakukan di dataran tinggi Bedugul sedangkan analisis terhadap kualitas eksterior dan interior dilakukan di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian ini akan berlangsung selama 5 minggu (30 Maret 2019-04 Mei 2019) mulai dari persiapan sampai dengan pengambilan data.
Telur
Telur yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 75 butir yang diperoleh dari peternakan itik secara intensif di daerah Kediri, Tabanan, Provinsi Bali.
Peralatan penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
-
a. Timbangan elektrik yang digunakan untuk menimbang telur
-
b. Jangka sorong yang digunakan untuk mengukur panjang dan lebar telur
-
c. Thermometer dan hygrometer yang digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban
ruangan selama penyimpanan telur
-
d. Mikrometer yang digunakan untuk mengukur ketebalan kulit telur
-
e. Egg Multitester yang digunakan untuk mengukur warna kuning telur dan tinggi putih telur
-
f. pH meter yang digunakan untuk menentukan pH telur
-
g. Rak telur yang digunakan untuk menaruh telur
-
h. Alat tulis yang digunakan untuk mencatat semua data yang diperoleh selama penelitian
-
i. Kantong plastik yang digunakan untuk menampung isi telur setelah mendapatkan perlakuan
Penyimpanan telur
Telur diletakkan di tray pada suhu kamar di daerah dataran tinggi Bedugul dan disimpan dengan tidak ditumpuk. Telur akan diambil sesuai dengan waktu penyimpanan yang sudah ditentukan.
Pengambilan dan persiapan sampel
Sampel telur itik akan diambil pada peternakan intensif di daerah Kediri, Tabanan, Bali. Sampel yang akan diambil ditimbang terlebih dahulu untuk medapatkan berat telur yang homogen kemudian diberi kode lama penyimpanan dan ditempatkan dalam sebuah tray telur agar tidak pecah. Telur dibawa ke lokasi penyimpanan di daerah dataran tinggi Bedugul, setelah itu telur dibawa ke Laboratorium Ternak Unggas untuk diamati.
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 5 butir telur, sehingga jumlah telur yaitu 75 butir. Perlakuan yang diberikan adalah R0:telur yang
disimpan selam 0 hari, R1:telur yang disimpan selama 7 hari, R2:telur yang disimpan selama 14 hari, R3:telur yang disimpan selama 21 hari dan R4:telur yang disimpan selama 28 hari. Seluruh telur disimpan pada suhu kamar 18°C pada malam hari dan 21°C di daerah dataran tinggi Bedugul.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dari penelitian ini adalah:
-
1. Kualitas eksterior yang meliputi:
-
a. Berat telur
Berat telur didapatkan dengan cara menimbang telur sebelum dipecahkan dengan menggunakan timbangan digital yang dinyatakan dalam gram.
-
b. Indeks bentuk telur
Indeks bentuk telur adalah hasil bagi antara lebar dan panjang telur kemudian dikalikan 100 (Hughes, 1974).
-
2. Kualitas interior yang meliputi:
-
a. Berat kerabang telur
Telur yang sudah dipecah kemudian diambil kerabangnya untuk ditimbang dengan timbangan digital.
-
b. Tebal kerabang telur
Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur.Ketebalan kerabang telur diukur dengan menggunakan micrometer yang memiliki ketinggian 0,001 mm. Pengukuran tebal kulit telur dilakukan dengan cara pemecahan telur terlebih dahulu dan membersihkan bagian dalam bagian kulit telur dan selanjutnya ambil bagian kerabang telur lalu diukur.
-
c. Warna kuning telur
Warna kuning telur dapat diukur secara manual dengan menggunakan Egg Yolk Colour Fan dan dapat diukur dengan menggunakan mesin Egg Multitester EMT 7300.
-
d. Haugh Unit (HU)
Untuk menghitung Haugh Unit, telur ditimbang terlebih dahulu, lalu dipecahsecara hati-hati dan diletakkan pada alat yang sudah tersedia di Egg Multitester EMT 7300. Bagian putih telur yang diukur dipilih antara pinggir kuning telur dan pinggir putihtelur (Sudaryani, 2003) kemudian dihitung Haugh Unit denganrumus :
HU = 100 log (H+7,57 - 1,7 W0,37) Keterangan:
HU = Haugh Unit
H = Tinggi Putih Telur
W = Berat Telur
-
e. pH
Putih dan kuning telur didapatkan dengan menggunakan alat ukur pH meter.
Analisis data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam (Anova). Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1994).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian kualitas eksterior dan interior telur itik yang disimpan selama 0-28 hari di daerah dataran tinggi Bedugul dapat dilihat di Tabel 1.
Table 1 Kualitas eksterior dan interior telur itik yang disimpan selama 0-28 hari di daerah dataran tinggi Bedugul
Variabel |
Perlakuan(1) |
SEM(2) | ||||
R0 |
R7 |
R14 |
R21 |
P28 | ||
Kualitas Eksterior Berat Telur (g) |
67,01a(3) |
66,90a |
66,74a |
66,52a |
66,43a |
0,21 |
Indeks Bentuk Telur Kualitas Interior |
79,48a |
79,40a |
78,25a |
79,59a |
78,96a |
0,63 |
Berat Kerabang Telur (g) Tebal Kerabang Telur |
8,53a |
8,46a |
8,50a |
8,44a |
8,30a |
0,06 |
(mm) |
0,437a |
0,429a |
0,499a |
0,405a |
0,380a |
0,14 |
Warna Kuning Telur |
12,83a |
12,50a |
12,28a |
12,04a |
11,75a |
0,23 |
HU Telur |
85,10a |
84,67a |
82,27a |
76,33b |
67,30c |
1,49 |
pH Telur |
7,16a |
7,42b |
7,87b |
8,01c |
8,54c |
0,14 |
Keterangan:
1) R0 = Telur itik yang tanpa penyimpanan (0 hari)
R7= Telur itik yang disimpan selama 7 hari
R14 = Telur itik yang disimpan selama 14 hari
R21 = Telur itik yang disimpan selama 21 hari
R28 = Telur itik yang disimpan selama 28 hari
2) SEM = Standard Error of The Treatment Mean
3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
Pengaruh lama penyimpanan terhadap berat telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan telur itik terhadap berat telur secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah, kelembaban yang tinggi penyimpanan hingga 28 hari di daerah dataran tinggi Bedugul serta ruang penyimpanan telur tertutup dan udara yang masuk melalui ventilasi mengakibatkan sedikitnya terjadi penguapan yang menyebabkan penurunan berat telur. Menurut Yuwanta (2010) telur yang disimpan pada suhu 25°C dengan kelembaban relatif 70 % akan menyebabkan telur kehilangan berat 0.8 g/minggu/butir, dan pada suhu 30 °C telur akan kehilangan berat sebesar 2 g/minggu/butir.
Penguapan dan pelepasan gas ini terjadi secara terus menerus selama penyimpanan sehingga makin lama telur disimpan berat telur akan semakin berkurang. Penurunan berat telur juga dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, kelembaban relatif dan porositas kerabang telur.
Menurut Sudaryani (2003) penguapan air dan pelepasan gas seperti CO2, NH3, dan sedikit H2S sebagai hasil degradasi bahan-bahan organik telur terjadi sejak telur keluar dari tubuh induk melalui pori-pori kerabang telur dan berlangsung secara terus menerus sehingga menyebabkan penurunan kualitas putih telur, terbentuknya rongga udara, dan penurunan berat telur.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap indeks bentuk telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan telur itik terhadap indeks bentuk telur secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi di daerah dataran tinggi Bedugul belum berpengaruh terhadap kualitas indeks bentuk telur. Penyimpanan hingga 28 hari belum menurunan nilai indeks bentuk telur karena belum ada faktor yang mempengaruhi rusaknya telur. Adanya beberapa faktor yang mempengaruhi indeks bentuk telur antara lain bangsa, status produksi, genetik, variasi individu dan kelompok (Roesdiyanto, 2002).
Bobot tubuh induk juga berpengaruh pada bentuk telur, semakin besar bobot tubuhnya memungkinkan ukuran isthmus yang semakin lebar dan besar, sehingga telur yang diproduksi memiliki bentuk yang cenderung bulat (Melviyantiet al., 2013).
Pengaruh lama penyimpanan terhadap berat kerabang telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan telur itik terhadap berat kerabang telur secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini
disebabkan karena suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi di daerah dataran tinggi Bedugul mengakibatkan terjadinya sedikit penguapan sehingga belum adanya proses pelebaran pori-pori pada telur. Penyimpanan hingga umur 28 hari belum mengalami penurunan karena sedikitnya penipisan pada kerabang telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Romanoff dan Romanoff, 1963) yang menyatakan bahwa semakin luas pori-pori dan luas permukaan yang semakin kecil pada kerabang telur, maka dapat mengurangi berat kerabang telur sehingga dapat menyebabkan penguapan CO2 dan H2O melalui pori-pori selama penyimpanan berakibat penurunan kualitas internal telur semakin cepat
Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun kerusakan biologis, serta dilengkapi dengan pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar kerabang telur (Sumarni dan Djuarnani, 1995). Kekuatan kerabang berkaitan dengan suplai kalsium yang diperoleh saat pembentukan kerabang (Jacob et al., 2009). Berat kerabang dipengaruhi oleh kandungan nutrien ransum, kesehatan, manajemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Kerabang telur merupakan pertahanan utama bagi telur terhadap kerusakan selama transportasi dan masa penyimpanan.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap tebal kerabang telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan telur itik terhadap tebal kerabang telur secara statistik men unjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah, kelembaban yang tinggi penyimpanan hingga umur 28 hari di daerah dataran tinggi Bedugul mengakibatkan sedikitnya penguapan pada lapisan luar telur yaitu kutikula dan sedikitnya penguapan CO2dan H2Omelalui pori-pori kerabang telur sehingga ketebalan kerabang telur belum berpengaruh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ramanoff dan Ramanoff, 1963) bahwa telur mempunyai kerabang tebal yang memperlambat penguapan CO2 dan H2O melalui pori-pori telur selama penyimpanan, sehingga penurunan kualitas interior telur semakin lama dan telur masih mempunyai kualitas yang baik.
Ketebalan kerabang telur itik yaitu 0,3-0,5 mm. Bagian kerabang telur terdapat pori-pori sebanyak 7.000-15.000 buah yang digunakan untuk pertukaran gas. Pori-pori tersebut sangat sempit, berukuran 0,036 x 0,031 mm dan 0,014 x 0,012 mm yang tersebar di seluruh permukaan kerabang telur (Ramanoff dan Ramanoff, 1963).
Faktor yang memengaruhi ketebalan kerabang telur antara lain adalah kandungan Ca, semakin rendah kandungan Ca pada kerabang telur kualitas kerabang semakin menurun dan
kerabang telur semakin tipis (Kurtini dan Riyanti, 2008). Salah satu yang dapat mempengaruhi ketebalan kerabang yaitu pakan, apabila pakan yang diberi tercukupi maka kualitas dari ketebalan kerabang semakin baik. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wiradimadja et al., 2010) bahwa kadar kalsium ransum dan kadar fosfor dalam ransum berpengaruh pada ketebalan kerabang. Ketebalan kerabang juga jangan dibawah ±0,33 yang akan menyebabkan kerabang pecah.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap warna kuning telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan terhadap warna kuning telur secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi di daerah dataran tinggi Bedugul mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga mikroorganisme yang masuk sedikit. Selain itu, adanya proses penguapan CO2 dan H2O yang sedikit juga sehingga belum berpengaruh terhadap warna kuning telur dan tetap stabil. Penyimpanan hingga umur 28 hari belum berpengaruh terhadap warna kuning telur karena dataran tinggi Bedugul mampu memperlambat kerusakan kuning telur sehingga tidak menyatu dengan putih telur dan tidak encer.
Kualitas dan warna kuning telur dipengaruhi oleh kadar karotenoid dan kenaikan kadar pigmen dalam ransum sehingga mempengaruhi proses pigmentasi (Scott et al., 1968). Tyczkowski dan Hamilton (1991) menyatakan bahwa karotenoid sebagai pigmen warna yang tidak dapat disintesis oleh unggas tetapi harus tersedia dalam pakan.
Warna kuning telur sangat erat kaitannya dengan vitamin A yang terdapat di dalam pakan sehingga semakin besar karoten yang akan terdeposisi dalam kuning telur yang akhirnya akan memengaruhi warna kuning telur (Sumiati dan Piliang, 2005). Karotenoid berupa xanthophyl akan memberi warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al., 2007). Scott et al., (1968) menyatakan bahwa warna kuning telur mempunyai variasi dan intensitas yang berbeda tergantung kandungan xanthophyl dalam pakan dan kemampuan genetik unggas dalam menyerap dan mendeposisikan xanthophyll dari pakan ke dalam kuning telur.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap Haugh Unit (HU) telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan terhadap HU telur secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi di daerah dataran tinggi Bedugul mengakibatkan penurunan kualitas dari telur tersebut. Nilai HU dipengaruhi oleh kandungan ovomucin yang terdapat pada putih
telur. Penyimpanan pada umur 21 hari, telur sudah mengalami penurunan nilai HU karena terjadinya pemecahan O2 sehingga mengakibatkan putih telur menjadi encer.
Putih telur yang mengandung ovomucin lebih sedikit maka akan lebih cepat mencair. Putih telur yang semakin kental, maka nilai HU yang diperoleh semakin tinggi. Peningkatan pH putih telur menyebabkan rusaknya serabut-serabut ovomucin yang membentuk jala pada protein putih telur (Stadelman dan Cotteril, 1995).Telur segar memiliki nilai HU rata-rata 86,63.
Hasil penelitian Dini (1996) menunjukkan bahwa dengan meningkatnya umur simpan telur, tinggi lapisan kental putih telur akan berkurang. Hal ini terjadi karena perubahan struktur gelnya sehingga permukaan putih telur semakin meluas akibat pengenceran yang terjadi dalam putih telur karena penguapan CO2 dan perubahan pH dari asam menjadi basa sehingga akan menyebabkan penurunan kekentalan putih telur sehingga mempengaruhi HU telur.
Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH telur
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh lama penyimpanan telur itik terhadap pH telur secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karena suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi di daerah dataran tinggi Bedugul mengakibatkan penurunan kualitas telur itik dan meningkatkan nilai pH telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sarwono, 1997) yang menyatakan bahwa kerusakan internal telur oleh CO2 yang terdapat dalam isi telur telah menguap sehingga derajat keasamannya menjadi naik atau dapat mengakibatkan pH semakin meningkat. Penyimpanan pada umur 7 hari, telur sudah mengalami penurunan oleh karena kehilangan sebagian CO2 melalui pori-pori kerabang telur.
Semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak, sehingga menyebabkan pH telur meningkat serta mengakibatkan pengenceran pada putih telur.Peningkatan pH dapat disebabkan oleh menguapnya CO2 melalui pori-pori kerabang telur (Kurtini et al., 2011).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyimpanan telur itik selama 21 hari pada suhu kamar 18°C pada malam hari dan 21°C pada siang hari di daerah dataran tinggi Bedugul sudah mengalami penurunan kualitas pada nilai Haugh Unit (HU) dan penyimpanan pada umur 7 hari sudah mengalami penurunan kualitas pada nilai pH telur, tetapi penyimpanan hingga 28 hari tidak berpengaruh terhadap berat telur, indeks bentuk telur, berat kerabang telur,
tebal kerabang telur dan warna kuning telur. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas telur itik tetap memiliki kualitas yang baik dan masih layak dikonsumsi setelah penyimpanan selama 0-28 hari.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Pembimbing Penelitian, danseluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Kualitas Telur Optimum.www.the poutry site.com/articles/1232/-optimum-eggs-quality. (30 November 2012).
Dini, S. 1996. Pengaruh Pelapisan Parafin Cair Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Telur AyamRas Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hamidah. 2007. Daya dan kestabilan buih putih telur ayam ras pada umur telur dan level penambahan cream of tartar yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haryoto. 2010. Membuat Telur Asin. Kanisius. Yogyakarta.
Hughes, R. J. 1974. The Asessment of egg quality. International Training Course in Poult.Husb. HSW. Dept. Of Agric.
Idayanti., S. Darmawanti, dan U. Nurullita. 2009. Perbedaan Variasi Lama Simpan Telur Ayampada Penyimpanan Suhu Lemari Es dengan Suhu Kamar terhadap Total Mikroba. Jurnal Kesehatan 1(2):19-26.
Jacob, J. P., R. D. Miles, dan F. B. Mather. 2009. Egg Quality. Institute of Food ang Agricultural Sciences University of Florida, Florida.
Kurtini, T. dan Riyanti. 2008. Teknologi Penetasan Unggas. Universitas Lampung. BandarLampung.
Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung.Bandar Lampung.
Melviyanti MT, Iriyanti N, Roesdiyanto. 2013. Penggunaan pakan fungsional mengandung omega 3, probiotik dan isolat antihistamin N3 terhadap bobot badan dan indeks telurayamkampung.JIP.1(2):667-683.
Roesdiyanto. 2002. Kualitas telur itik tegal yang dipelihara secara intensifdengan berbagai tingkat kombinasi metionin-lancang (Atlanta sp.) dalam pakan. JAP. 4 (2):77-82.
Romanoff, A. I. and A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons. Inc. NewYork.
Sarwono, B. 1997. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Edisi ke-4. Penebar Swadaya.Bandung.
Scott, ML, Ascrolli, J and Olson, G. 1968. Studies of Egg Yolk Pigmentation, Poultry science, 47 : 863-872.
Stadelman, W. J. and O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Techonology. 4 th Edition. FoodProducts Press. An Imprint of the Haworth Press. Inc. New York.
Steel, R. D. dan S. H. Torrie. (1994). Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sumarni dan N. Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pascapanen Unggas. DepartemenPertanian. Balai Latihan Pertanian. Ciawi. Bogor.
Sumiati dan Piliang. W. G. 2005. Increasing laying performance and egg vitamin A content through zinc oxide and phytase enzyme supplementation. Med Pet. 28 (3): 130-135.
Tyczkowski, J. K. and P. B. Hamilton. 1991. Altered metabolism of carotenoids during palebird syndrome in chickens infected with eimeria acervulina. Journal. Poultry. Sci 70: 2074--2081.
Wiradimadja, R., H. Burhanuddin, dan D. Saefulhadjar. 2010. Peningkatan kadar vitamin A pada telur ayam melalui penggunaan daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam ransum. Jurnal Ilmu Ternak. 10(2).
Wirapartha, Made., I. K. A Wiyana., G. A. M. K. Dewi, dan I. W. Wijana. 2015. Kualitas Telur Ayam Kampung yang dipasarkan di Pasar Badung, Pasar Kreneng, dan Pasar Sanglah. Kota Denpasar. Provinsi Bali.
Yamamoto, T., L. R. Juneja, H. Hatta, and M. Kim. 2007. Hen eggs: Basic and Applied Science. University of Alberta, Canada.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN FOTO



Gambar 1. Penimbangan berat telur
Gambar 2. Pengukuran lebar telur
Gambar 3. Pengukuran panjang telur

Gambar 4. Penimbangan berat kerabang telur


Gambar 5. Pengukuran tebal Kerabang Telur
Gambar 6. Pengukuran warna kuning telur

Gambar 7. Haugh Unit

Gambar 8. Pengukuran pH telur
Pasaribu, C. A., et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 3 Th. 2019: 1135 - 1147
Page 1147
Discussion and feedback