e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: Oktober 15, 2019

Accepted Date: October 20, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Wyn Wirawan

POPULASI BAKTERI PELARUT FOSFAT DAN KARAKTERISTIK BERBAGAI JENIS MEDIA TANAM DAN PUPUK ORGANIK

Putri. S. S., I. K. M. Budiasa, dan N. G. K. Roni

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: shofia25putri@gmail.comTelp:085692348113

ABSTRAK

Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan salah satu jenis mikroba tanah yang berperan penting dalam membantu penyediaan unsur hara dalam tanah terutama fosfor (P). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data total plate count (TPC), populasi bakteri pelarut fosfat (BPF), derajat keasaman (pH) dan suhu pada berbagai jenis media tanam dan pupuk organik. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), terdiri atas tujuh perlakuan yaitu: tanah (M1), pupuk kotoran sapi (M2), slurry (M3), bio-slurry (M4), tanah yang dipupuk kotoran sapi (M5), tanah yang dipupuk slurry (M6), dan tanah yang dipupuk bio-slurry (M7). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 unit percobaan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu total plate count (TPC), bakteri pelarut fosfat (BPF), derajat keasaman (pH), dan suhu. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TPC diperoleh hasil berkisar 9,40 × 107 – 1,84 × 109 cfu/g, BPF diperoleh hasil berkisar. 7,23 × 106 – 1,77 × 108 cfu/g. Derajat keasaman (pH) tertinggi pada perlakuan M5 sebesar 7,00. Suhu tertiggi pada perlakuan M3 dan M4 sebesar 31,00oC. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa populasi total plate count (TPC) dan populasi bakteri pelarut fosfat (BPF) paling banyak pada pupuk organik bio-slurry, derajat keasaman (pH) meningkat pada media tanam pupuk kotoran sapi dan pupuk organik slurry dan bio-slurry, sedangkan suhu meningkat pada perlakuan pupuk organik kotoran sapi, slurry, dan bio-slurry.

Kata kunci: Bakteri pelarut fosfat, pupuk kotoran sapi, slurry, bio-slurry

POPULATION OF PHOSPHATE SOLUBILIZING BACTERIA AND CHARACTERISTICS IN VARIOUS TYPES OF GROWING MEDIA AND ORGANIC FERTILIZER

ABSTRACT

Phosphate solubilizing bacteria (BPF) is one type of soil microbes that plays an important role in helping supply nutrients in soil, especially phosphorus (P). This study aims to obtain total plate count (TPC) data, population of phosphate solubilizing bacteria, characteristics of acidity


(pH) and temperature on various types of planting media and organic fertilizers. The design used was a completely randomized design consisting of seven treatments, namely: soil (M1), cow manure (M2) slurry (M3), bio-slurry (M4), soil fertilized with cow manure (M5), soil fertilized with slurry (M6), soil fertilized with bio-slurry (M7). The treatments were repeated three times so that there were 21 experimental units. The variables observed in this study were total plate count (TPC), phosphate solubilizing bacteria (BPF), acidity (pH), and temperature. The data obtained from this study were using analyzed variance analysis, if there were significant differences (P <0.05) then the analysis continued with Duncan's multiple range test. The results showed that the TPC obtained results ranged from 9.40 × 107 - 1.84 × 109 cfu / g, BPF obtained results ranged 7.23 × 106 - 1.77 × 108 cfu / g. The highest of acidity (pH) in the M5 treatment is 7.00. The highest temperature in the treatment of M3 and M4 is 31,000C. Based on the results of the study concluded that the most population of the total plate count (TPC) and population of phosphate solubilizing bacteria (BPF) at bio-slurry organic fertilizer. The acidity (pH) was increased in cow manure and slurry and bio-slurry organic fertilizer media, while the temperature increased in the treatment of cow manure, slurry, and bio-slurry organic fertilizer.

Key words: phosphate solubilizing bacteria, cow manure, slurry, bio-slurry

PENDAHULUAN

Sektor peternakan di Indonesia merupakan salah satu sumber ketahanan pangan yang sangat strategis. Salah satu faktor yang berperan penting dalam menunjang suatu keberhasilan di sektor peternakan adalah pakan. Jenis pakan bisa berupa hijauan yang terdiri dari rumput dan legum, hijauan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika didukung oleh keberadaan populasi mikroba dalam tanah. Tanah subur mengandung 10-100 juta mikroba per gram tanah (Rao, 1994). Jenis-jenis mikroba dalam tanah meliputi mikro fauna dan mikro flora. Mikro fauna meliputi: protozoa dan nematode, sedangkan mikro flora meliputi bakteri, fungi, actinomicetes, algae, dan virus (Pambudi, 2015).

Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan salah satu jenis mikroba tanah yang berperan penting dalam membantu penyediaan unsur hara dalam tanah terutama fosfor (P). Bakteri pelarut fosfat mampu membantu pelarutan P menjadi bentuk tersedia karena kemampuannya mensekresikan sejumlah asam organik seperti asam formiat, asetat, propionat, laktat, fumarat dan suksinat. Asam-asam organik tersebut akan mengikat aluminium (Al) dan besi (Fe) sehingga membebaskan P yang terikat menjadi tersedia (Supriyadi dan Sudadi, 2001).

Bakteri pelarut fosfat dapat tumbuh dan berkembangbiak pada berbagai media tanam seperti tanah, kompos, arang dan lain-lain. Salah satu upaya peningkatan aktivitas mikroorganisme tanah adalah dengan pemberian pupuk organik. Beberapa contoh pupuk organik

yaitu pupuk kotoran sapi, slurry dan bio-slurry. Kotoran sapi merupakan salah satu bahan potensial untuk membuat pupuk organik (Budiyanto dan Krisno, 2011). Slurry merupakan istilah umum yang berupa residu dan limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan biogas. Tim Biru (2013) menjelaskan bahwa bio-slurry adalah slurry biogas yang telah difermentasi kembali dengan fermentor biang kompos (BEKA) dan merupakan pupuk organik lengkap dengan kualitas tinggi yang baik bagi kesuburan lahan dan menambah mikro flora dan fauna pro-biotik di dalam tanah. Bio-slurry sapi ini sangat baik jika digunakan sebagai pupuk bagi tanaman dan diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan tanaman pakan dan mampu meningkatkan hasil hijauan.

Aplikasi pupuk organik kedalam media tanam diharapkan agar bakteri pelarut fosfat yang terkandung akan dapat tetap hidup dan berkembangbiak serta bisa berfungsi membantu penyediaan unsur hara esensial terutama fosfor. Berdasarkan potensi dan terbatasnya informasi mengenai bakteri pelarut fosfat maka penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan jumlah populasi bakteri pelarut fosfat dan karakteristik berbagai jenis media tanam dan pupuk organik.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Aplikasi pupuk pada tanaman Indigofera sp dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Jl. Raya Sesetan, Gang Markisa, Denpasar. Analisis total plate count (TPC) dan populasi bakteri pelarut fosfat dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan dari bulan April sampai Juni 2018.

Sampel tanah, pupuk kotoran sapi, slurry, dan bio-slurry

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah yang belum dan yang sudah dipupuk dengan pupuk organik kotoran sapi, slurry, dan bio-slurry yang berasal dari stasiun penelitian Fakultas Peternakan di Desa Pengotan, Bangli. Sampel pupuk kotoran sapi diperoleh di Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Slurry dan bio-slurry di Simantri 369 yang bertempat di Desa Kemenuh Kabupaten Gianyar.

Alat dan bahan

Alat – alat yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah yaitu : sekop kecil dan wadah sampel. Alat-alat yang digunakan untuk analisis total plate count (TPC) dan analisis bakteri pelarut fosfat (BPF) yaitu cawan petri, botol media, tabung reaksi, timbangan analitik, kertas label, inkubator, rak tabung, jarum ose, lampu spirtus, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 5 ml, pipet ukur 10 ml, batang pengaduk, gelas ukur, corong, vortex, sentrifuge, rotary shaker, penyaring Seitz, dan vacuum pump, labu kimia dan tutupnya, oven, desikator, dan saringan. Peralatan yang digunakan untuk mengukur derajat keasaman (pH) tanah yaitu dengan menggunakan alat ukur soil pH moisture meter KS-05, sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur suhu tanah yaitu dengan menggunakan thermometer air raksa range 220 derajat celcius.

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media nutrient agar (NA) digunakan untuk analisis total plate count (TPC), Media Pikovskaya digunakan untuk analisis bakteri pelarut fosfat, Bacteriology Pepton Water 0,1 % digunakan sebagai larutan pengencer mikroba, aquades yang digunakan dalam pembuatan tingkat pengenceran dan media serta untuk sterilisasi alat.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 (tujuh) perlakuan media tanam yaitu: tanah (M1), pupuk kotoran sapi (M2), slurry (M3), bioslurry (M4), tanah yang dipupuk kotoran sapi (M5), tanah yang dipupuk slurry (M6), dan tanah yang dipupuk bio-slurry (M7). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 unit percobaan dengan model matematika sebagai berikut:

Yij=μ + a↑ +Eij

Keterangan:


Yij μ

«j

Eij


= Respon dari pengaruh media ke-i pada ulangan ke-j =Rata-rata umum

=Pengaruh jenis media tanam ke-i

=Pengaruh galat dari media ke-i pada ulangan ke-j

Persiapan penelitian

Dilakukan beberapa persiapan sebelum penelitian berlangsung, yaitu mengeringkan tanah yang digunakan penelitian kemudian diayak menggunakan ayakan 4 × 4 mm, sehingga tanah menjadi homogen. Tanah ditimbang seberat 3 kg dan dimasukkan pada masing-masing pot yang telah disediakan. Pada tanah dan media tanam pupuk kotoran sapi (M5), slurry (M6), dan bioslurry (M7) ditanami tanaman Indigofera sp. Pemberian pupuk dilakukan sekali selama penelitian berlangsung yaitu pada awal penelitian dengan dosis 15 ton/ha kemudian lakukan penyiraman setiap hari. Pengambilan sampel diambil pada saat tanaman berumur 8 minggu

Peralatan yang digunakan untuk analisis total plate count (TPC) dan total bakteri pelarut fosfat pada penelitian ini yaitu erlenmeyer dan cawan petri sebelum digunakan dengan disterilisasi dalam oven pada suhu 160 0C selama ± 2 jam. Tabung reaksi, botol media, pipet ukur disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama ± 30 menit. Sebelum melakukan penelitian, sterilisasi tangan terlebih dahulu, beserta meja, lemari pendingin, tempat bekerja dan incubator dibersihkan dengan alkohol 70%. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran derajat keasaman (pH) dan suhu pada pupuk organik dan media tanam seperti pH meter dan thermometer air raksa, disiapkan sebelum dimulainya penelitian.

Media NA dibuat dengan cara sebagai berikut yaitu menimbang media sebanyak 23 gram dan kemudian dilarutkan ke dalam 1 liter aquadest dalam tabung Erlenmeyer yang sudah steril, kemudian media tersebut dipanaskan jangan sampai mendidih, selanjutnya media disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama ± 15 menit. Media Pikovskaya dibuat dengan menimbang 10 gram glukosa, 0,2 gram NaCl, 5 gram Ca3 (PO4)2, 0,5 gram (NH4)2 SO4, 0,2 gram KCl, 0,1 gram MgSO4, 7H2O, 0,5 gram yeast extract dituang ke dalam erlenmeyer dengan menuang 1000 ml aquades dan diaduk hingga homogen. Larutan medium dipanaskan dalam penangas air hingga semua bahan larut homogen. Larutan medium kemudian dipanaskan jangan sampai mendidih kemudian sterilisasi media tersebut dalam autoklaf pada 121˚C, selama ±15 menit.

Prosedur penelitian

Sampel perlakuan M5, M6, dan M7 diambil dengan menggunakan metode purposive sampling dari tanah di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana di Jl.Sesetan, Gang Markisa, Denpasar. Cara pengambilan sampel tanah diambil dari setiap pot kemudian

dimasukkan ke dalam kantong plastik setelah itu dimasukkan ke dalam box agar kedap udara dan diberi label (Saraswati et al., 2007).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah total plate count (TPC), bakteri pelarut fosfat, derajat keasaman (pH), dan suhu.

Analisis total plate count (TPC)

Analisis total plate count tanah dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan koloni bakteri secara keseluruhan dengan cara menimbang sebanyak 10 gram sampel, kemudian dimasukkan ke dalam 90 ml larutan pepton dalam erlenmeyer kemudian homogenkan menggunakan shaker pada kecepatan 150 rpm selama 3 kali 24 jam pada suhu kamar sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Tingkat pegenceran 10-1 ini kemudian diambil 1 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml pepton, kemudian dihomogenkan sebagai tingkat pengenceran 102. Demikian seterusnya sampai memperoleh tingkat pengenceran 10-7, kemudian dari tingkat pengenceran 10-1 sampai 10-7 dilakukan penanaman dengan cara masing – masing tingkat pengenceran diambil 1 ml dan dimasukan ke dalam cawan petri dengan metode tuang (Winarni, 1997), kemudian dituang medium NA sebanyak 20 ml, dan selanjutnya dihomogenkan dengan menggerakan cawan sesuai angka 8. Setelah itu dibiarkan media memadat lalu diinkubasi pada suhu 28˚C selama 2 kali 24 jam dan posisi cawan petri dibalik (Marista et al., 2013). Perhitungan total plate count dengan cara sebagai berikut:

populasi bakteri = 11 ×∑r;----------------cfu.⅛

' '                     Faktor pengenceran ’

Keterangan :

n = Jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke 10x cfu = (colony forming unity)/g

Populasi bakteri pelarut fosfat (BPF)

Analisis populasi bakteri pelarut fosfat dilakukan menggunakan metode tuang, dengan cara menimbang sebanyak 10 gram sampel, kemudian dimasukan ke dalam 90 ml larutan pepton dalam erlenmeyer. Larutan dihomogenkan dengan shaker pada kecepatan 150 rpm selama 3 kali 24 jam pada suhu kamar sehingga diperoleh tingkat pengenceran 10-1. Tingkat pegenceran 10-1 ini

kemudian diambil 1 ml dan dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml pepton, kemudian di homogenkan sebagai tingkat pengenceran 10-2. Demikian seterusnya sampai memperoleh tingkat pengenceran 10-7, kemudian dari tingkat pengenceran 10-1 sampai 10-7 dilakukan penanaman dengan cara masing–masing tingkat pengenceran diambil 1 ml dan dimasukan ke dalam cawan petri dengan metode tuang (Winarni, 1997), kemudian dituang medium pikovskaya sebanyak 20 ml, dan selanjutnya dihomogenkan dengan menggerakan cawan sesuai angka 8. Setelah itu dibiarkan media memadat, kemudian diinkubasi pada suhu 28˚C selama 2 kali 24 jam dengan posisi cawan petri dibalik (Gaur, 1981). Perhitungan bakteri pelarut fosfat dengan cara sebagai berikut:

1

populasi bakteri = n X-------------------cfu/s

Faktor pengenceran

Keterangan :

n = Jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke 10x cfu = (colony forming unity)/g

Derajat keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman (pH) tanah, pupuk kotoran sapi, slurry, dan bio-slurry dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: timbang 10 gram contoh sampel ke dalam botol kocok yang sudah disaring dan tambahkan 50 ml aquades, setelah itu kocok ± 30 menit. Diamkan beberapa saat hingga partikel tanah mengendap. Kemudian dilakukan pengukuran pH media tanam menggunakan pH meter, pengukuran pH diukur di lapangan menggunakan pH meter. Suhu

Pengukuran suhu tanah, pupuk kotoran sapi, slurry, bio-slurry, dan aplikasi media tanam dilakukan saat panen dengan membuat lubang (seukuran dengan thermometer) dengan kedalaman 10-15 cm, setelah itu dimasukan thermometer ke dalam lubang, biarkan selama 5 menit, lalu diukur suhunya.

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka perhitungan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data mikroba sebelum dianalisis ditransformasi terlebih dahulu ke dalam bentuk logx.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Variabel yang diamati dalam penelitian ini terdiri atas total plate count (TPC), populasi bakteri pelarut fosfat (BPF), derajat keasaman (pH), dan suhu berbagai jenis media tanam dan pupuk organik. Hasil pengamatan tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2

Total Plate Count (TPC)

Rataan populasi total plate count pada perlakuan M1 adalah 9,40 × 107 cfu/g (Tabel 1). Pada perlakuan M4, M2, M3, M5, M6, dan M7 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1.

Tabel 1 Total plate count (TPC) dan bakteri pelarut fosfat (BPF) pada berbagai jenis media tanam dan pupuk organik

Peubah

M1

M2

M3

Perlakuan1)

M4

M5

M6

M7

SEM2)

Total Plate Count (cfu/g)

9,40×107a3)

1,56×108a

1,46×108a

1,84×109a

7,35×108a

1,21×108a

1,19×108a

0,19

Bakteri Pelarut Fosfat (cfu/g)

7,23×106b

2,73×107b

3,97×107b

1,77×108a

1,74×107b

1,11×107b

1,17×107b

0,13

Keterangan :

1)M1 = Tanah, M2 = Pupuk kotoran sapi, M3 = Slurry, M4 = Bio-slurry, M5 = Aplikasi pupuk kotoran sapi, M6 = Aplikasi slurry, M7 = Aplikasi bio-slurry

2)SEM = Standard Error of the Treatment Means

3)Nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Bakteri pelarut fosfat (BPF) (cfu/g)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan BPF pada perlakuan M1 adalah 7,23 × 106 cfu/g (Tabel 4.1). Bakteri pelarut fosfat pada perlakuan M4 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1, sedangkan M2, M3, M5, M6, dan M7 masing-masing tidak nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1.

Derajat keasaman (pH) berbagai jenis media tanam dan pupuk organik

Rataan derajat keasaman (pH) pada perlakuan M1 adalah 6,43 (Tabel 2). Derajat keasaman (pH) pada perlakuan M3, M4, dan M5 nyata (P<0,05) lebih tinggi, sedangkan pada perlakuan M2, M6, dan M7 tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1.

Tabel 2 Derajat keasaman (pH) dan suhu pada berbagai jenis media tanam dan pupuk organik

Peubah

M1

Perlakuan1)

M7

SEM2)

M2

M3

M4

M5

M6

pH

6,43c3)

6,63bc

6,97a

6,80ab

7,00a

6,50bc

6,53bc

0,05

Suhu (oC)

28,83b

30,67a

31,00a

31,00a

29,17b

28,50b

28,50b

0,13

Keterangan :

1) M1 = Tanah, M2 = Pupuk kotoran sapi, M3 = Slurry, M4 = Bio-slurry, M5 = Aplikasi pupuk kotoran sapi, M6 = Aplikasi slurry, M7 = Aplikasi bio-slurry

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama, menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Suhu

Hasil penelitian menunjukkan rataan suhu pada perlakuan M1 adalah 28,830C (Tabel 4.2). Suhu pada perlakuan M2, M3, dan M4 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1. Rataan suhu pada perlakuan M5 tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi, sedangkan pada perlakuan M6 dan M7 tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan M1. Pembahasan

Total Plate Count (TPC) (cfu/g)

Total plate count pada perlakuan M4 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini karena perlakuan M4 adalah bio-slurry yang merupakan slurry yang difermentasikan menggunakan fermentor dengan bahan aktif mikroorganisme hidup sehingga dapat meningkatkan populasi mikroorganisme. Tim Biru (2013) menjelaskan bahwa bio-slurry adalah slurry biogas yang telah difermentasi kembali dengan fermentor biang kompos (BEKA) dan merupakan pupuk organik lengkap dengan kualitas tinggi yang baik bagi kesuburan lahan dan menambah mikro flora dan fauna pro-biotik di dalam tanah. Total plate count pada perlakuan M2 dan M3 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1 dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan M4. Hal ini karena pada kotoran sapi (M2) dan slurry (M3) terdapat bahan organik dan mikroba selain dari fermentor yang berasal dari saluran pencernaan sapi yang memungkinkan mikroorganisme dapat hidup dan berkembangbiak.

Total plate count pada perlakuan M5, M6, dan M7 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan M4 tetapi sudah terjadi peningkatan dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini

terjadi karena aplikasi pupuk slurry dan bio-slurry ke media tanam dalam jumlah sedikit sehingga belum mampu secara nyata meningkatkan jumlah mikroorganismenya. Disamping itu, populasi total plate count pada perlakuan M5, M6, dan M7 cenderung lebih tinggi dibandingkan M1 karena adanya perakaran tanaman (rizhosfer) pada tanah tersebut. Pada rizhosfir terdapat eksudat akar yang merupakan salah satu faktor pendukung pertumbuhan mikroorganisme yang memungkinkan terjadi peningkatan jumlah populasi total plate count. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyati (2013) yang menyatakan bahwa akar tanaman menyebabkan perubahan fisik dan kimia rhizosfer yang akan mempengaruhi keberadaan mikroba didalam dan di sekitar rhizosfer.

Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) (cfu/g)

Bakteri pelarut fosfat pada perlakuan M4 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan media tanam dan pupuk organik. Hal ini disebabkan oleh adanya fermentor yang digunakan dalam bio-slurry. Beberapa mikroba yang terkandung dalam bio-slurry diantaranya adalah mikroba selulitik yang bermanfaat untuk pengomposan, mikroba penambat nitrogen yang bermanfaat untuk menangkap dan menyediakan nitrogen dan mikroba pelarut fosfat yang bermanfaat untuk melarutkan dan menyediakan fosfor yang siap serap (Tim Biru, 2013).

Pupuk organik pada perlakuan M2, M3 dan media tanam pada perlakuan M5, M6, dan M7 walaupun berbeda tidak nyata tetapi cenderung meningkatkan populasi bakteri pelarut fosfat (BPF) dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini karena kandungan bahan organik pada pupuk organik sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroba mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pernyataan Roni dan Linda (2018) bahwa pupuk organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Penambahan bahan organik disamping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekaligus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006). Selain itu, aplikasi pupuk organik pada media tanam mampu merombak dan merubah dari bentuk organik menjadi bentuk mineral dan komponen lainnya yang berdampak pada peningkatan populasi bateri pelarut fosfat (BPF).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) pada perlakuan M3 dan M4 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Utami et al. (2017), bahwa pemberian limbah padat biogas sapi secara mandiri mampu meningkatkan pH dan C-

organik tanah secara nyata. Lebih lanjut dikatakan bahwaslurry mengandung nutrisi makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak seperti Ca, kandungan Ca dalam slurry mampu meningkatkan pH. Bio-slurry yang ditambahkan dapat mengikat Al dan membentuk senyawa kompleks sehingga Al tidak terhidrolisis lagi dan berdampak pada meningkatnya pH pada slurry dan bio-slurry. Peningkatan ini disebabkan limbah padat biogas sapi yang digunakan bersifat alkalis. Seperti yang disampaikan Hardjowigeno (1995), pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis alkalis mempunyai kemampuan untuk mengurangi kemasaman tanah.

Media tanam yang diaplikasikan pupuk kotoran sapi pada tanah (M5) nyata meningkatkan pH dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini disebabkan oleh pelepasan ion OH- dan adanya pelepasan asam-asam organik yang dikandung oleh pupuk kotoran sapi tersebut. Bahan organik (pupuk kandang sapi) mengalami proses dekomposisi menghasilkan humus dan hal tersebut meningkatkan afinitas ion OH- yang bersumber dari gugus karboksil (-COOH) dan senyawa fenol. Kehadiran OH- akan menetralisir ion H+ yang berada dalam larutan tanah atau yang terserap sehingga konsentrasi ion H+ dapat ditukar menjadi turun. Naik turunnya pH tanah merupakan fungsi ion H+ dan OH- , jika konsentrasi ion H+ dalam tanah naik, maka pH akan turun dan jika konsentrasi ion OH- naik maka pH akan naik (Fikdalillah et al., 2016).

Derajat keasaman (pH) pada perlakuan M6 dan M7 tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini diduga karena kandungan Ca dalam pupuk organik yang diaplikasikan pada media tanam sebagian diserap oleh tanaman yang ada di atas tanah sehingga pengaruhnya sangat kecil dalam peningkatan pH. Selain itu, slurry dan bio-slurry yang diaplikasikan ke tanah dapat meningkatkan pH karena mengandung berbagai macam unsur hara. Hal ini sependapat dengan Sari et al. (2017) yang mengatakan bahwa pH tanah pada perlakuan yang ditambahkan bahan organik meningkat dibanding sebelum perlakuan. Hal ini disebabkan oleh bahan organik yang ditambahkan mengikat Al membentuk senyawa kompleks yang tidak bisa dihirolisis lagi.

Suhu

Suhu pada perlakuan M2, M3, dan M4 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1. Hal ini terkait dengan kandungan populasi total plate count (TPC) dan populasi bakteri pelarut fosfat (BPF) yaitu pada perlakuan M2 dan M3 yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan M1 (Tabel 3.1) dan nyata lebih tinggi pada perlakuan M4 dibandingkan perlakuan M1 sehingga berpengaruh pada peningkatan suhu. Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian Wulandari (2018) yang menyatakan bahwa aktivitas mikroba menghasilkan panas sehingga dapat meningkatkan suhu.Selain itu di dukung oleh Djide et al. (2017) yang menyatakan bahwa proses metabolisme mikroba menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan kalor panas. Aktivitas biologis menghasilkan panas, sehingga makin besar aktivitas ini makin banyak panas yang dibebaskan (Hanafiah, 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: Populasi total plate count (TPC) dan bakteri pelarut fosfat (BPF) paling banyak terdapat pada pupuk organik bio-slurry yang menandakan bahwa pupuk tersebut adalah yang paling baik diaplikasikan pada tanaman. Derajat keasaman (pH) meningkat pada media tanam pupuk kotoran sapi, slurry, dan bio-slurry, sedangkan suhu meningkat pada perlakuan pupuk kotoran sapi, slurry, bio-slurry yang menandakan bahwa media tanam dan pupuk tersebut baik untuk tanaman.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk memanfaatkan pupuk kotoran sapi, slurry, dan bio-slurry dalam pengembangan berbagai jenis media tanam. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada media tanam dan pupuk organik yang berbeda dengan level yang berbeda dan dilanjutkan dengan pengamatan produktivitas tanaman pakan pada media tanam tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto dan Krisno. 2011. “Tipologi Pendayagunaan Kotoran Sapi dalam Upaya Mendukung Pertanian Organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal GAMMA 7 (1) 42-49.

Djide, N., Sartini, dan Kadir, S. 2007. Bioteknologi Farmasi, Unhas Press, Makassar.

Fikdalillah, M. Basir, I. Wahyudi. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Sapi terhadap Serapan Fosfor dan Hasil Tanaman Sawi Putih (Brassica pekinensis) pada Etisols Sidera. e-J. Agrotekbis 4 (5) : 491-499.

Gaur, A. C. 1981. Phospo-microorganisme and varians transformation. In:Compost Technoogy, Project Field Document No. 13 FAO. 106-111.

Hanafiah, K. A. 2014. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali pers.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Penerbit Akademia Pressindo. Jakarta.

Marista, E., S. Khotimah., R. Linda. 2013. Bakteri Pelarut Fosfat hasil isolasi dari tiga jenis tanah rhizosfir tanaman pisah nipah (Musa paradisiacavar. Nipah) di Kota Singkawang. Probiont 2 (2): 93-101

Pambudi, H. A. 2015. Mikroorganisme Tumbuhan Berukuran Mikro. Makalah Mikrobiologi.https://www.academia.edu/16528813/Makalah_Mikrobiologi_MIKROOR GANISME_TUMBUHAN_BERUKURAN_MIKRO. Diakses pada 24 April 2018.

Rao, N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press. Jakarta.

Roni, N. G. K., S. A. Lindawati, N. M. Witariadi., N. N. C. Kusumawati., dan N. W. Siti. 2018. Respon Tanaman Gamal (Glirisidia sepium) dan Indigofera (Indigofera zollingeriana) terhadap Pemberian Pupuk Anorganik dan Organik. Pastura; Journal of Tropical Forage Science Vol.4 No.1.

Saraswati, R., E. Husen., dan R. Simanungkalit. 2007. Metode Biologi Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.

Sari, M. N., Sudarsono, dan Darmawan. 2017. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Ketersediaan Fosfor pada Tanah-Tanah Kaya Al dan Fe. Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) : 65-71.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik, Jakarta. Terjemahan PT Gramedia.

Supriyadi dan Sudadi. 2001. ”Efektifitas BPF pada Beberapa Macam bahan Pembawa Inokulum ”. Sains Tanah. Jurnal Penelitian Ilmu Tanah dan Agroklimat Vol.I No. 1 Juli. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Suriadikarta, D. Ardi., R. D. M. Simanungkalit. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.Jawa Barat: Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya LahanPertanian. Hal 2. ISBN 978-979-9474-57-5.

Tim Biru. 2013. Pedoman dan Pengguna Pengawas Pengelolaan dan Pemanfaatan Bio-slurry. Program BIRU. Jakarta.

Utami, S.W., B. H. Sunarminto., dan E. Hanudin. 2017. Pengaruh Limbah Biogas terhadap Ketersediaan Hara Makro-Mikro Inceptisol. J. Tanah dan Air, Vol. 14 (2): 50-59.

Widyati, E. 2013. Memahami Interaksi Tanaman – Mikroba. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl. Gunungbatu No. 5, Po. Box 311 Bogor 16118. Tekno Hutan Tanaman. Vol. 6 No 1. 13-20

Winarni, D. 1997. Diktat Teknik Fermentasi. Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS, Surabaya.

Wulandari, F. 2018. Populasi Bakteri Penambat Nitrogen dan Karakteristik Tanah pada Rhizosfer Tanaman Pakan Leguminosa dan Rumput di Lahan Kering pada Musim Hujan. Skripsi.

Putri, S. S.. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 3 Th. 2019: 1082 – 1095

Page 1095