The Effect Cautins Fermeted Dragon Fruit Feel on The Carcass and Commercial Carcass Piece of Lohman Brown at 22 Weeks Age
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: Agust 8, 2019
Accepted Date:Agust 16, 2019
Editor-Reviewer Article;: A.A. P. P. Wibawa & I W Wirawan
Pengaruh Pemberian Kulit Buah Naga Terfermentasi Pada Ransum Terhadap Karkas Dan Potongan Karkas Komersial Ayam Lohmann Brown Umur 22 Minggu
Jaya, I M. B., G. A. M. K. Dewi, dan I W. Wijana
P S sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana Denpasar. Bali
Email: bima.adijaya19@gmail.com Hp. 085737454819
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit buah naga terfermentasi pada ransum terhadap karkas dan persentase potongan karkas komersial ayam lohmann brown umur 22 minggu. Penelitian ini dilaksanakan di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Kampus Bukit. Jimbaran. Badung. – Bali berlangsung selama 4 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan 5 ulangan yaitu : ayam petelur diberi ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi (R0), ayam petelur diberi ransum dengan 5 % kulit buah naga terfermentasi (R1), dan ayam petelur diberi ransum komersial (R2). Setiap perlakuan diulang lima kali, setiap ulangan berisi 3 ekor ayam Lohmann Brown. Variabel yang diamati: bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan persentase potongan karkas komersial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan R0, R1 dan R2 berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan persentase potongan karkas komersial bagian punggung, paha dan, sayap. Pada variabel persentase potongan karkas komersial bagian dada perlakuan R0 dan R1 lebih tinggi dari R2 secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Pada variabel persentase potongan karkas komersial bagian sayap R1 lebih tinggi dari R0 dan R2 secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan 5 % kulit buah naga terfermentasi tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan namun berpengaruh terhadap persentase karkas bagian dada ayam Lohmann Brown umur 22 minggu.
Kata Kunci : Ayam Lohmann Brown, karkas, kulit buah naga, potongan karkas komersial.
The Effect Cautins Fermeted Dragon Fruit Feel on The Carcass and Commercial Carcass Piece of Lohman Brown at 22 Weeks Age
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of rations containing fermented dragon fruit peel on carcass and commercial carcass piece of Lohmann Brown chicken carcasses aged 22 weeks.

This research was carried out at the Teaching Farm of the Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. Bukit Campus. Jimbaran. Badung. – Bali for 4 weeks. The design used was Completely Randomized Design (CRD) with three treatments namely: laying hens were given rations without fermented dragon fruit skins (R0), laying hens were given rations with 5 % fermented dragon fruit skins (R1), and laying hens were given commercial rations (R2). Each treatment was repeated five times, each replication consisted 3 Lohmann Brown chickens. The variables observed were cutting weight, carcass weight, carcass percentage, and percentage of commercial carcass cuts. The results showed that the treatments of R0, R1 and R2 were not significantly different (P> 0,05) on slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, and the percentage of commercial carcass pieces in the back, wings, and thighs. In the chest percentage variable treatment R0 is higher than R1 and R2 is significantly different (P <0,05). From the results of the study it can be concluded that the chicken ted 5 % dragon fruit fermented feel did not affect slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, but it affected the percentage of 22 week old Lohmann Brown chicken breast carcass.
Keywords: Lohmann Brown chicken, carcass, dragon fruit feel, commercial carcass pieces.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan akan protein hewani di Indonesia terus mengalami peningkatan, sehingga diperlukan populasi ternak yang relatif banyak. Seiring dengan penambahan populasi ternak maka kebutuhan akan bahan pakan ternak juga terus mengalami peningkatan. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pakan unggas tidak hanya dituntut dalam perbaikan/peningkatan aspek kualitas. akan tetapi yang lebih penting adalah memproduksi pakan yang murah dan terjangkau oleh peternak (Daniel et al., 2008).
Ransum merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu usaha peternakan.
Penyediaan pakan ternak unggas di Indonesia saat ini masih mengalami kendala. karena masih tingginya komponen penyusun pakan berupa bahan import. Pakan ternak mempunyai pengaruh sangat besar terhadap produksi dan produktivitas ternak, karena memiliki kontribusi 60 – 70% terhadap seluruh biaya produksi dari suatu usaha peternakan (Mirwandhono dan Siregar. 2004).
Perlu dicari pakan alternatif yang harganya murah. produksinya melimpah. banyak di
Indonesia dan tidak bersaing dengan manusia. Dewi et al.(2017) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan bahan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, peternakan maupun industri pertanian sepeti: limbah brokoli, limbah anggur dan limbah buah naga (kulit buah naga). Penyediaan bahan baku ransum unggas telah terjadi pergeseran pola menggunakan bahan pakan konvensional dengan bahan baku alternatif yang bersumber dari limbah pertanian (cop residu), dan hasil
samping agroindustri (agro-industry by-product). Limbah subsektor pertanian dan subsektor diperkebunan merupakan penghasil limbah terbesar. Salah satu komoditi yang belum dimanfaatkan adalah limbah buah naga (dragon fruit). Tanaman buah naga (dragon fruit) merupakan tanaman baru dibudidayakan di Indonesia sekitar tahun 2000. Berdasarkan hasil survei tahun 2012 ke beberapa lokasi pertanaman buah naga diperoleh informasi bahwa budidaya buah naga sudah dilakukan secara intensif dengan produktivitas buah naga di Indonesia sekitar 24 – 30 ton/ha/th (Muas dan Jumjunidang. 2015). Buah naga banyak digemari masyarakat karena memiliki banyak manfaat dan khasiat serta nilai gizi yang tinggi. Potensi dari tanaman buah naga sangat baik, terlihat dari permintaan yang terus meningkat di masyarakat, teknik budidaya mudah serta iklim di Indonesia sangat cocok untuk berkembangnya tanaman buah naga . Astuti et al., (2016) melaporkan kulit buah naga memiliki kandungan nutrien yang cukup baik yaitu protein 8,76%, serat kasar 25,09%, lemak 1,32%, energi 2887 Kkal/kg, kalsium 1,75% dan fosfor 0,30%.
Pemanfaatan kulit buah naga sangat baik ditambahkan pada ransum ternak ayam Lohmann Brown, karena kulit buah naga yang dicampurkan pada ransum akan menambah nilai gizi ransum khususnya menambah kandungan antioksidan pada ransum sehingga mampu menambah daya tahan tubuh ternak ayam Lohmann Brown. Selain mempunyai kandungan nutrisi yang menguntungkan. kulit buah naga juga mengandung serat kasar (crude fiber) yang cukup tinggi yaitu sebanyak 25,09% Dewi et al., (2015) yang dapat menganggu (kecernaan) ransum pada ternak unggas. termasuk ayam Lohmann Brown. Untuk kandungan serat kasar di dalam kulit buah naga dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan fermentasi dari Saccharomyces cerevisiae. Proses fermentasi sering didefinisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen (Fardiaz, 1998). Serta menurukan jumlah lemak tumbuh ayam broiler (Ketaren et al., 1999).
Ayam Lohmann brown adalah tipe ayam petelur medium. tubuh ayam ini biasanya tidak kurus. tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut ayam tipe dwiguna yang memiliki dua fungsi sebagai ayam petelur dan ayam pedaging. Harga telur cokelat lebih mahal dipasaran daripada telur putih. Hal ini dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksinya telur cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak (Suharsaputra. 2017). Pada pemeliharaan ayam petelur lohmann brown dilakukan seleksik baik pada fase I ataupun fase II karena ada ayam yang kurang baik bertelurnya sehingga
peternak akan memotong ayamnya sebagai ayam produksi pedaging ( tipe dwiguna). Sesuai dengan tujuan pemeliharaan untuk mengetahui ayam petelur yang diberikan ransum kulit buah naga fermentasi 5 % dalam ransum telah dilakuakan penelitian untuk mengetahui produksi karkas.
Hasil penelitian Juni. (2017) menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae 7 % - 9 % pada ransum terhadap ayam kampung dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, dan recahan karkas (dada dan sayap).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian pengaruh kulit buah naga fermentasi dan ransum komersial terhadap karkas ayam Lohmann Brown umur 22 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ransum yang mengandung kulit buah naga fermentasi terhadap persentase karkas dan recahan karkas ayam Lohmann Brown umur 22 minggu.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Materi
Ayam petelur
Ayam petelur yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur Lohmann Brown yang berumur 18 minggu sampai umur 22 minggu sebanyak 45 ekor dengan bobot badan ayam 1.594g ± 12.553g. Ayam petelur yang digunakan diperoleh dari PT. Japfa Comfeed Indonesia. Tbk.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang battery koloni yang terbuat dari kawat. Tiap petak kandang berukuran panjang 30 cm. lebar 30 cm. dan tinggi 30 cm. Susunan kandang bertingkat dua memanjang sebanyak 15 petak. Kandang diletakkan dalam sebuah bangunan berukuran panjang 6 m dan lebar 5 m yang beratapkan asbes dan lantai beralaskan beton. Semua petak kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. tempat minum dan pakan ternak yang terbuat dari plastik dengan volume 1 litter. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari pipa paralon. Dalam bangunan kandang juga dilengkapi dengan lampu neon (TL) berkekuatan 20 watt untuk memberikan penerangan pada malam hari. Serta pada bagian bawah lantai kandang dialasi plastik yang diatasnya dipasang lembaran koran sebagai alas kotorannya. dan dibersihkan setiap hari agar tidak menimbulkan bau yang menyengat.
Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum ayam petelur umur 8 – 22 minggu
Bahan Penyusun Ransum (%) |
Perlakuan | ||
R0 |
R1 |
R2 1) | |
Jagung |
45,00 |
41,30 |
( ransum komersial) |
Tepung Ikan |
7,50 |
8,30 | |
Kacang Kedelai |
17,90 |
17,00 | |
Dedak Halus |
17,20 |
15,00 | |
Tepung Kulit Buah Naga |
0,00 |
5,00 | |
Minyak |
4,76 |
6,50 | |
Premix |
0,10 |
0,10 | |
CaCo3 |
4,30 |
4,30 | |
DCP |
3,24 |
3,50 | |
Total |
100 |
100 |
Keterangan:
R0 = Ayam petelur diberi ransum kulit buah naga tanpa fermentasi;
R1 = Ayam petelur diberi ransum dengan 5% kulit buah naga fermentasi
1) R2 = Ayam petelur diberi ransum komersial
Tabel 2 Kandungan nutrien ransum ayam petelur umur 8 – 22 minggu
Kandungan Nutrien 3) |
Perlakuan R0 R1 R2 1) Standar 2) |
Energi Termetabolis Kkal/Kg Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Kalsium/Ca (%) Phosfor P (%) |
2900 2900 2700 – 2900 2900 18 18 17 – 19 17 – 20 10 8 6 – 11 4 – 11 5,6 3,55 5 – 6 3 – 8 3,0 3,02 3 – 3,8 3 – 3,8 0,56 0,64 0,50 0,45 – 0,90 |
Keterangan:
1) Kandungan nutrisi ransum komersial (PT. Japfa Comfeed Indonesia. Tbk. 2018)
2) Standar Scott et al. (1982)
3) kandungan nutrisi R0 dan R1 berdasarkan tabel perhitungan Scott et al. (1982)
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan selama penelitian ini dihitung berdasarkan Tabel komposisi zat makanan menurut standar Scott et al., (1982). Bahan penyusun ransum terdiri dari jagung kuning, tepung ikan, tepung kedelai, dedak halus, tepung kulit buah naga fermentasi, minyak kelapa, premix, CaCO3 (Calcium Carbonate). Selain itu pemberian ransum komersil produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia. Tbk. berupa pellet dengan kode PAR – LI juga dilakukan dalam penelitian ini dengan perlakuan R2. Susunan bahan baku yang digunkan adalah jagung kuning, SBM (Soy Bean Meal), MBM (Meat Bone Meal), CMG (Corn Gluten Meal), palm olein, asam amino esensial, premix, dan mineral. Air minum yang diberikan selama penelitian bersumber dari air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) yang diberikan secara adlibitum. Alur dan metode kegiatan secara utuh dan terperinci diuraikan pada setiap tahapan penelitian.
Tabel 3.1 komposisi bahan penyusun ransum dan Tabel 3.2. Kandungan nutrien ransum ternak ayam petelur.
Peralatan
Peralat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Kantong plastik 1,5 kg sebagai tempat ransum yang telah dicampur.
-
2. Plastik digunakan sebagai alas untuk pencampuran pakan dan penambahan tepung buah naga fermentasi.
-
3. Sekop dan sapu untuk membersihkan kandang dan juga membersihkan kotoran.
-
4. Label, sepidol. kertas dan tali untuk penomoran pada ayam dan kandang serta alat-alat tulis untuk mencatat
-
5. Timbangan digital kapasitas 5kg dengan kepekaan 1g digunakan untuk menimbang ayam dan menimbang ransum.
-
6. Timbangan elektrik dengan kapasitas 100 g dan kepekaan 0,1 g untuk menimbang berat karkas ayam petelur setelah dipotong.
-
7. Talenan, nampan, dan pisau yang digunakan pada saat pemotongan.
Metode
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Teaching Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Kampus Fapet Bukit. Jimbaran. Badung. Bali. Penelitian berlangsung selama 4 minggu.
Prosedur pengacakan
Prosedur pengacakan yang dilakukan. untuk mendapatkan berat ayam yang homogen. semua ayam (45 ekor ayam dipelihara dari umur 18 minggu). Ayam yang di gunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai bobot badan yang masuk dalam kisaran bobot badan rata-rata 1.594g ± 12.553g. Setiap perlakuan terdiri dari lima kali ulangan. sehingga terdapat 15 unit percobaan. masing – masing unit percobaan diisi 3 ekor ayam petelur. Kemudian dimasukan kedalam kandang unit percobaan secara acak.
Proses pengolahan kulit buah naga
Proses pembuatan tepung kulit buah naga. pertama – tama kulit buah naga di cincang atau pencacahan. dan di angin – anginkan sampai kadar air 60 % – 80 % kadar airnya setelah itu difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae di masukan dalam plastik atau karung di ikat di simpan 3 – 5 hari. Setelah 3 – 5 hari di buka plastik atau karungnya dianginkan dan dikeringkan terus digiling menjadi tepung kulit buah naga fermentasi. Proses pembuatan kulit
buah naga fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae sesuai dengan cara Dewi et al., (2015).
Pencampuran ransum dilakukan setiap seminggu sekali. Pencampuran bahan ransum dilakukan secara manual. dengan cara menimbang masing-masing bahan penyusun ransum sesuai kebutuhannya. Penimbangan dimulai dari bahan yang komposisinya lebih banyak kemudian ditebarkan secara merata dan berbentuk lingkaran diatas lembaran plastik yang telah disediakan. Setiap bahan ditumpuk sesuai urutan penimbangan. Bahan yang telah ditumpuk secara teratur kemudian diaduk merata sampai homogen. Kemudian ransum dimasukkan kedalam plastik yang telah diberi kode sesuai perlakuan dan ditimbang. Setelah tercampur ransum siap diberikan kepada ayam petelur.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum diberikan secara ad libitum dan tingkat konsumsi ransum dihitung setiap hari mulai dari pagi hari (Jam 08.00 wita) sampai keesokan harinya (Jam 08.00 wita). Pemberian ransum dilakukan dengan menempatkan ransum dalam wadah dari plastik yang ditempatkan di depan kandang pada setiap unit perlakuan. Air minum yang diberikan selama penelitian bersumber dari perusahaan air minum (PDAM).
Pencegahan penyakit
Seminggu sebelum ayam dimasukan ke dalam kandang battery koloni. bangunan tempat yang meletakan kandang tersebut disemprot dengan menggunakan formalin yang bertujuan mencegah ayam terserang virus dan juga bakteri. Ayam yang dimasukan kedalam setiap petak diberikan ”vitachcik”melalui air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing ayam. Dan ayam juga diberikan “vitastress” melalui air minum untuk mencegah ayam menjadi stress pasca penimbangan.
Prosedur pemotongan
Ayam yang sudah berumur 22 minggu sebelum dipotong ayam dipuasakan selama 12 jam. dengan tetap diberi air minum. Setelah dipuasakan dilakukan pemotongan dengan pisau kecil dengan memotong Vena jugularis dan Arteri carotis di dasar leher, tanpa memutuskan trakhea. Setelah Vena jugularis dan Arteri carotis dipotong maka darah ditampung. Bila ayam telah mati, ayam dimasukan dalam air panas dengan suhu 65 0C selama 30 detik dilanjutkan dengan pencabutan bulu (Soeparno, 2009). Pengeluaran saluran pencernaan dan organ dalam dilakukan dengan membelah perut, pemotongan kaki dengan cara memotong pertautan Os tarsal dengan Os tibia, pemotongan kepala dengan memotong sendi Atlanto occipitalis yaitu pertautan antara tulang sternum (vertebrae cevicalis) dengan tulang tengkorak bagian belakang (Os occipitalis). Pemisahan leher dari bagian punggung dilakukan pemotongan pada
bagian tulang leher terakhir (Vertebrae cervicalis) dengan tulang punggung (Vertebrae thoracalis). Pemisahan karkas dikerjakan menurut USDA (1977). Untuk pemisahan bagian dada dari bagian punggung dengan memotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung (Costae vertebralis) dengan tulang rusuk yang melekat pada dada (Costae sternalis) sampai sendi bahu, sehingga selain tulang rusuk dan tulang dada pada bagian dada akan ikut serta Os clavicula dan Os caracoid. Pemisahan bagian punggung dari paha dengan memotong sendi Articulation coxae antara Os femur (tulang paha) dengan Os coxae. Bagian sayap dapat dipisahkan dengan memotong persendian antara Os humerus dengan Os scapula.
Rancangan penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. dimana tiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam petelur umur 22 minggu. Total ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor.Perlakuan yang diberikan yaitu:
R0= Ayam petelur diberi ransum tanpa kulit buah naga fermentasi
R1= Ayam petelur diberi ransum dengan 5% kulit buah naga fermentasi
R2= Ayam petelur diberi ransum komersial
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
Bobot potong diperoleh dari; bobot hidup pada umur 22 minggu. setelah ayam dipuasakan 12 jam sebelum dipotong.
Bobot karkas diperoleh dari: Total bobot potong – bobot darah, bobot bulu, pemisahan kepala, leher, dan kaki, serta pengurangan organ dalam (jantung, limfa, saluran pencernaan dan hati), (USDA, 1977).
Persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot potong dikalikan dengan 100%.
Recahan karkas terdiri dari dada. paha. sayap dan punggung. Dihitung dengan memisah bagian – bagian recahan karkas.
Persentase dada: -^^≤≤- X IOO
bobot karkas
Persentase punggung:
r ∞ o SobGtkarkaj
Persentase sayap: bobot jαyαp X 100
bobotkarkas
Persentase paha: _^£LEf^ x 100
bobot karkas
Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan apabila terdapat nilai berbeda nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Duncan (Steal dan Torrie, 1993), dibantu program SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil penelitian pengaruh kulit buah naga fermentasi dengan Saccharomyces
cerevisiae karkas ayam petelur Lohmann Brown dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3 Pengaruh perlakuan terhadap bobot potong. bobot karkas. persentase karkas.
dan persentase recahan karkas ayam petelur Lohmann Brown umur 22 minggu.
VARIABEL |
PERLAKUAN1 SEM2) R0 R1 R2 |
Bobot Potong (g) Bobot Karkas (g) Persetase Karkas (%) Persentase potongan karkas komersial Dada (%) Punggung (%) Sayap (%) Paha (%) |
1.764,33a 1.765,03a 1.764,61a3) 6,12 1.163,85a 1.178,68a 1.177,95a 5,74 65,97a 66,78a 66,75a 0,26 24,80a 24,64b 24,02b 0,07 23,46a 23,94a 24,53a 0,37 16,62b 17,40a 16,78a 0,19 35,12a 34,02a 34,68a 0,32 |
Ketengan :
1) R0 = ayam petelur diberi ramsum tanpa kulit buah naga fermentasi
R1 = ayam petelur diberi ransum dengan 5 % kulit buah naga fermentasi
R2 = ayam petelur diberi ransum komersial
2) SEM: “Standard Error of the Treatment Means”
3) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
PEMBAHASAN
Bobot potong
Bobot potong pada perlakuan R1 (ransum dengan 5 % kulit buah naga terfermentasi) menghasilkan bobot yang tidak lebih tinggi dari perlakuan R0 (ransum tanpa kulit buah naga fermentasi) dan R2 (ransum komersial). secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena kulit buah naga mengandung zat antosianin yang berperan sebagai antioksidan yang dapat menambah nilai gizi ransum sehingga dapat menambah daya tahan tubuh ayam tersebut. Ayam lohman brown yang diberikan penambahan kulit buah naga fermentasi akan dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat dan dapat berperan sebagai probiotik untuk ayam sehingga zat – zat makanan menjadi lebih baik akan menghasilkan bobot potong ayam lohman brown tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad (2005) yang
menyatakan bahwa penggunaan Saccharomyces cerevisiae yang terkandung dalam ragi dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat pada unggas.
Bobot karkas
Bobot karkas perlakuan R1 menghasilkan bobot karkas tertinggi dari perlakuan R0 dan R2, secara statistik statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 3.1 dan Gambar 3.2). Hal ini sejalan dengan data bobot potong R1 yang mengasilkan bobot potong yang paling tinggi dan bobot karkas mengikuti. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman (1989) yang menyatakan bahwa berat karkas dipengaruhi oleh berat potong. semakin tinggi berat potong maka akan semakin tinggi berat karkasnya.
Pada perlakuan R1 mengasilkan bobot karkas lebih tinggi dari perlakuan R0 dan R2. Pengaruh kulit buah naga fermentasi pada ransum terhadap bobot karkas ayam Lohmann Brown umur 22 minggu disajikan pada gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Grafik pengaruh perlakuan terhadap bobot dan persentase karkas.
Persentase karkas
Persentase karkas perlakuan R1 menghasilkan persentase karkas tertinggi.secara statistik statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan R0, dan R2 yang menghasilkan presentase yang rendah.secara statistik berbeda tidak nyata. Hasil ini sejalan dengan hasil bobot karkas (Tabel 3.1 dan Gambar 3.2). Bobot karkas yang tinggi akan menghasilkan presentase karkas yang tinggi. Hal ini sessuai dengan pendapat Dewanti, et. al. (2013) melaporkan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong dan bobot karkas. Persentase karkas berawal dari laju pertumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot badan akan mempengaruhi bobot potong yang dihasilkan. Yuniarty (2011) menjelaskan bahwa bobot potong dan bobot karkas akan berpengaruh pada persentase karkas yang dihasilkan.
Persentase potongan karkas komersial
Persentase dada
Peningkatkan persentase karkas komersial bagian dada yang lebih tinggi pada perlakuan R0 dibandingkan dengan perlakuan R1 dan perlakuan R2. namun secara stastistik berbeda nyata (P<0,05). Peningkatan ini disebabkan oleh mikroba yang terkandung pada Saccharomyces cerevisiae yang membantu proses pencernaan ransum sehingga ketersediaan zat-zat makanan menjadi lebih banyak. Potongan karkas komersial bagian dada merupakan bagian karkas yang banyak mengandung otot jaringan yang perkembangannya lebih dipengaruhi oleh zat makanan khususnya protein (Bahji. 1991).
Persentase punggung
Hasil analisis data terhadap recahan karkas bagian punggung perlakuanR2 dan menghasilkan bobot lebih tinggi dari perlakuan R1 menghasilkan bobot lebih tinggi dan perlakuan R0. secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan pada punggung ternak unggas tidak hanya disusun oleh otot-otot jaringan namun juga disusun oleh kerangka tulang dan sel – sel penyusun punggung merupakan sel yang stabil. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa sel – sel akan terus membagi dan bertambah jumlahnya selama pertumbuhan akan tetapi pembagiannya berhenti serta jumlahnya akan tetap apabila telah mencapai kedewasaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan Dewi (2010) produksi daging. tulang. dari ayam kampung umur 2 – 10 minggu. tumbuh dengan kecepatan yang berbeda sesuai dengan meningkatnya umur.
Pengaruh kulit buah naga fermentasi pada ransum terhadap persentase potongan karkas komersial ayam Lohmann Brown umur 22 minggu disajikan pada gambar 2 sebagai berikut:



Gambar 2 Grafik pengaruh perlakuan terhadap persentase potongan karkas komersial.
Persentase sayap
Hasil penelitian pada variabel recahan karkas bagian sayap menghasilkan persentase yang lebih tinggi pada perlakuan R1 dan perlakaun R2 dari perlakuan R0. tetapi secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pada kulit buah naga fermentasi hal ini sesuai dengan pendapat Barrow (1992) yang menyatakan bahwa bakteri yang menguntungkan didalam saluran pencernaan akan mampu menekan keberadaan mikroba merugikan. serta mampu meningkatkan aktivitas enzimatis sehingga proses pencernaan zat makanan dalam tubuh akan meningkat. Melalui fermentasi terjadi pemecahan bersifat katabolik yang memecah komponen komplek menjadi zat yang lebih sederhana seperti enzim terhadap bahan seperti selulosa. hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selanjutnya proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan yang menguntungkan dan memperbaiki mutu pakan baik nutrien maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpan (Suprijatna. 2005).
Persentase paha
Pada variabel persentase recahan karkas bagian paha pada perlakuan R1 mengahasilkan bobot yang hapir sama dengan perlakuan R2. namun tidak lebih tinggi dari perlakuan yang mendapatkan ransum tanpa kulit buah naga fermentasi (R0). tetapi secara statistik tidak berbeda nyata(P>0,05). Hal ini disebabkan karena tidak seluruhnya paha ini disusun oleh daging atau otot – otot jaringan tetapi ada penyusun lain yang lebih dahulu terbentuk. Menurut Morran dan Orr (1970) paha tidak seluruhnya disusun oleh daging atau otot – otot jaringan tetapi ada penyusun lain yang lebih dahulu terbentuk pada paha. Selain itu ransum tidak hanya digunakan untuk meningkatkan bagian karkas namun dipakai untuk membentuk bagian tubuh yang lainnya. Dan menurut Swatland (1984) menyatakan bahwa paha tumbuh lebih awal daripada bagian lainnya. otot pada bagian paha diduga telah mencapai pertumbuhan yang maksimal sehingga dihasilkan berat paha yang sama.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan 5 % kulit buah naga fermentasi (R1) tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase potongan karkas komersial punggung, sayap, paha namun berpengaruh terhadap persentase recahan karkas bagian dada ayam Lohmann Brown umur 22 minggu.
Saran
Berdasarkan data hasil penelitian yang didapatkan dapat disarankan pada peternak ayam petelur dwiguna Lohmann Brown agar menggunakan ransum kulit buah naga fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 5% (R1) karena dapat meningkatkan persentase potongan karkas komersial pada dada.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir Ida Bagus Gaga Partama, MS dan seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baikdalam pengumpulan data selama peneitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan penlitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R.Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk ternak.Wartazoa. Vol. 15(1) : 45-55.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Astuti, I. I M. Mastika. dan G. A. M. K. Dewi. Performan Broiler Yang Diberi Ransum Mengandung Tepung Kulit Buah Naga Tanpa dan Dengan Aspergillus Niger Terfermentasi.. Majalah Ilmiah Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana. 19 (2). 2016
Bahji, A. 1991. Tumbuh kembang potongan karkas komersial ayam broiler akibat penurunan tingkat protein ransum pada minggu ketiga keempat. Karya ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Barrow, P. A. 1992. Probiotics for Chickens. In. Probiotik for Chicken. In Probiotics The Scientific Basis (By: R Fuller) 1st Ed. Champnan and Hall, London. Hal 225-250.
Charoen, P 2016. Manajemen Modern Kiat – Kiat Memperbaiki FCR. Laporan Penelitian Technical Service Dan Development Department, Jakarta.
Daniel, R.S. Osfar.S. and Irfan h. d. 2008.Kajian Kandungan Zat Makanan dan Pigmen Antosianin Tiga kulit Buah Naga (Hylocereus sp) sebagai Bahan Pakan Ternak. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.
Dewanti, R.. M. Irham. dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng gondok (eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas. non-karkas. dan
lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu. Buletin Peternakan. 37(1): 19-25. Februari 2013. hlm. 19-25.
Dewi, 2015. Kandungan Nutrien Kulit Buah Naga Terfermentasi. Hasil analisis Laboratorium-Ciawi, Bogor.
Dewi, G. A. M. K. 2010. Pengaruh penggunaan level energi – protein ransum terhadap produksi karkas ayam kampung. Prosiding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal ke IV. Hal; 222-228
Dewi, G. A. M. K.. I M. Nuriyasa dan I W. Wijana. 2017. Optimalisasi Peningkatan Produksi Ternak Unggas dengan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga (Hylocereus sp) Terfermentasi. Laporan Penelitian LPPM. Universitas Udayana, Denpasar.
Fardiaz, S. 1998. Fisiologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Forest, J.C. ; E.D. Aberle. H.B. Hendrick ; M.M. Judge and R.A. Markel. 1975.Principie Of Meat Science. W.H. Freeman and Co, San Fransisco.
Herman, R. 1989.Produksi Kelinci. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Juni, 2017. Pengaruh pemberian kulit buah naga terfermentasi dengan saccharomyces cerevisiae dalam ransum terhadap karkas ayam kampung umur 10 minggu. Skripsi. Fakultas Perternakan. Universitas Udayana.
Kataren, P.P. A.P.Sinurat. D.Sainudin. T.Purwadarta. dan I P. Kompiang. 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 107-112
Mirwandhono, Edan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang Dan Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi Dengan Aspergillus Niger. Rizhopus Oligosporus dan Thricoderma Viridae dalam Ransum Unggas. Laporan penelitian. Fakultas Pertanian Sumatra Barat.
Morran. E. T and H. R. Orr. 1970. Influence of strain on the yield of comercia. part from the chicken broiler carcass. Poultry Sci. 49:725-726.
Muas, I. and Jumjunidang. 2015. Status of dragon fruit cultivation and marketing in Indonesia. Workshop on improving pitaya production and marketing. International workshop proceedings. 7-9 September 2015. Fengshan. Kaohsiung, Taiwan. p. 19-29.
PT. Japfa Comfeed Indonesia. Tbk. Kandungan ME ransum komersial.
https://www.japfacomfeed.co.id/id/product-and-services. Diakses 1 November 2018.
Scott, M. L.. K. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chicken. 2nd Ed. Publ. by M. L. Scott and Assoc. Ithaca. New York.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie.1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suharsaputra. U. 2017. Budidaya Ternak Ayam Ras Petelur
http://budidayanews.blogspot.com/2011/02/budidaya-ternak-ayam-ras-petelur.html?m=1. Diakses 11 April 2017.
Suprijatna, 2005. Peningkatan kualitas gizi kulit buah markisa melalui proses fermentasi Aspergillus nigger sebagai bahan pakan tambahan. Prosoding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Loka Kamping Potong Sei Putih. Sumatra Utara.
Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall. Inc. Englewood. Cliffs, New Yersey.
Yuniarti, D.. 2011. Persentase berat karkas dan berat lemak abdominal broiler yang diberi pakan mengandung tepung daun katuk (Sauropus Androgynus). tepung rimpang kunyit (Curcuma domestica) dan kombinasinya. Skripsi. Prog Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin, Makassar.
Jaya, I M. B . et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 785 - 799
Page 799
Discussion and feedback