e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: August 26 , 2019

Accepted Date: August 28, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

Identifikasi Panjang Badan, Tinggi Gumba, Dan Tinggi Panggul, Kambing Peranakan Etawah Pada Peternakan Rakyat Di Kampung Bugis, Desa Serangan, Bali

Ramadhani, I.F., L. Doloksaribu, dan G. A. M. K. Dewi PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected] Telp: 085737402269

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dimensi tubuh yang mempengaruhi pertumbuhan kambing yang dipelihara di Kampung Bugis Desa Serangan, Bali. Data diperoleh melalui observasi langsung, wawancara peternak kambing secara formal terstruktur serta wawancara informan kunci yang dilakukan dari bulan Juli hingga September 2018. Dua dari tiga peternak yang masih memelihara kambing terlibat dalam study ini. Masing-masing peternak memelihara kambingnya dengan sistem kandang kelompok dan memberikan hijauan ±10% dari berat badan/ekor/hari, namun satu peternak memberikan tambahan campuran probiotik dengan air minum secara ad libitum kepada kambingnya. Peubah yang diamati adalah panjang badan, tinggi gumba, dan tinggi panggul. Penelitian ini menunjukkan bahwa rataan total panjang badan dari kambing Kontrol 86,7 ± 2,4 cm adalah nyata lebih panjang dari 79,6 ± 2,4 cm dari kambing Perlakuan. Rataan total tinggi gumba kambing Kontrol 63,9 ± 0,8 cm adalah nyata lebih tinggi dari kambing Perlakuan 58,4 ± 2,2 cm. Rataan total tinggi panggul kambing Kontrol 63,4 ± 0,6 cm cendrung lebih tinggi daripada 59,5 ± 1,5 cm dari kambing Perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa rataan dimensi tubuh kambing Kontrol lebih besar dari kambing Perlakuan, disebabkan hanya ada dua cempe I0 Kontrol (25%) sementara ada 11 cempe I0 Perlakuan (61%). Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian campuran probiotik dengan air minum yang diberikan secara ad libitum memiliki peranan penting untuk menunjang pertumbuhan dimensi tubuh khususnya pada kambing usia yang lebih tua (I1, I3, I4, dan ompong).

Kata Kunci : kambing PE, panjang badan, tinggi gumba, tinggi panggul

Identification of Body Lengths, Height at Withers, and Rump Heights of Etawah Crossbreeds at Smallholder Farms in Kampung Bugis, Serangan

Village, Bali

ABSTRACT

The purpose of this study was to identify body dimensions that influenced the growth of goats reared in Bugis Village, Serangan Village, Bali. Data was obtained

through direct observations, formal goat farmer interviews and key informant interviews that were conducted from July to September 2018. Two out of the remaining three farmers who keep rearing goats in Serangan Village were involved in this study. Each farmer housed his goats with a colony housing system and fed forages ± 10% of body weight/goat/day but only one farmer provided additional probiotic mixtures with drinking water given ad libitum to the goats. The variables observed were body lengths, height at withers, and rump heights. Result of this study showed that the average of total body lengths of control goat 86.7 ± 2.4 cm was significantly longer than 79.6 ± 2.4 cm of the treatment goats. The average of total height at withers of control goats 63.9 ± 0.8 cm was significantly higher than 58.4 ± 2.2 cm of the treatment goats. The average of total rumph height of the control goats 63.4 ± 0.6 cm tended to be higher than 59.5 ± 1.5 cm of the treatment goats. Result showed that the average of body dimension of the control goats was larger than of the treatment goats, due to the control goats only had 2 I0 (25%) while the treatment goats had 11 I0 (young goats aged less than 1 year old) (61%). This research proved that administering a mixture of probiotics with drinking water given ad libitum had an important role in supporting the growth of body dimension especially the older goats (I1, I3, I4, and toothless).

Keywords: Etawah crossbreeds, body lengths, height at withers, and rump heights

PENDAHULUAN

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu ternak ruminansia

kecil yang sudah berkembang dan menyebar di wilayah Indonesia termasuk di Provinsi Bali (BPS-Indonesia, 2018). Kambing PE adalah kambing tipe dwiguna yang menghasilkan daging dan susu (Merkens dan Soemirat, 1926; Merkens, 1930;

1931; dan Merkens dan Sjariff, 1932). Perkembangan populasi kambing di Provinsi

Bali masih belum maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Tentunya ini merupakan masalah sekaligus tantangan untuk dapat mengembangkan kambing PE dengan produktivitas tinggi. Salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas kambing, khususnya yang mengacu terhadap dimensi tubuh, dapat dilakukan dengan pemberian probiotik.

Secara umum probiotik didefinisikan sebagai mikroba hidup yang digunakan sebagai pakan imbuhan dan dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan keseimbangan mikrobial pencernaannya (Fuller, 1997). Penggunaan probiotik Bacillus amyloliquefaciens sebagai salah satu bahan pembuatan pellet yang diberikan kepada ruminansia dari sejak pra-sapih hingga bunting telah terbukti dapat meningkatkan performa pertumbuhan dan status kesehatan induk yang sedang bunting dan kesehatan pra sapih dalam kondisi peternakan yang penuh tekanan (Le, 2017).

Kambing PE yang diternakkan di Serangan diketahui belum pernah diberikan penambahan probiotik pada campuran pakan atau air minumnya (Doloksaribu, 2018, pers. Comm. 23 Maret). Informasi tentang profil peternakan kambing yang dipelihara oleh masyarakat di Desa Serangan belum dipublikasi khususnya profil dimensi tubuh termasuk tinggi gumba, tinggi panggul, dan panjang badan. Berdasarkan pada kondisi tersebut perlu dilakukan penelitian untuk dapat diketahui potensi yang mampu dicapai oleh kambing PE yang diberikan perlakuan penambahan probiotik yang mengandung bakteri lactobasilus dan selulotik pada air minum terhadap identifikasi dimensi tubuh khususnya terhadap panjang badan, tinggi gumba, dan tinggi panggul.

METODELOGI

Penelitian ini dilakukan selama 15 minggu dengan periode adaptasi di tujuh minggu pertama, dan periode pengumpulan data di delapan minggu berikutnya. Pengukuran panjang badan, tinggi gumba, dan tinggi panggul kambing pada kedua peternak dilakukan tiga kali dengan selang waktu dua minggu dan pada minggu ketujuh diberikan perlakuan campuran antara probiotik dengan air minum. Setelah tujuh minggu pertama (periode adaptasi) selesai, sebanyak 24 kambing yang mendapatkan pakan hijauan dan probiotik, maupun 13 kambing yang hanya mendapatkan pakan hijauan ditimbang sebanyak empat kali dengan selang waktu dua minggu. Probiotik diberikan dengan dosis anjuran sebanyak 10 ml (1 tutup botol) yang diencerkan ke dalam 6 liter air lalu didiamkan selama minimal 3 jam setelah itu diberikan secara ad libitum dan diganti setiap pagi hari. Periode adaptasi dilakukan selama satu minggu dengan tujuan agar kambing terbiasa dengan campuran probiotik dalam air minum.

Sebanyak 13 ekor kambing dari berbagai status fisiologi yaitu cempe betina/jantan prasapih, betina/jantan pascasapih, betina/jantan muda, betina bunting, laktasi kering dan jantan dewasa diberikan hanya pakan hijauan sebagai Kontrol sebanyak 10% dari total berat badan keseluruhan kambing setiap pagi. Sementara 24 ekor kambing, selain diberikan pakan hijauan sebanyak 10% dari total berat badan keseluruhan setiap hari, juga diberikan campuran antara probiotik dan air minum secara ad libitum sebagai Perlakuan. Pengukuran panjang badan mengacu pada jarak dari dasar telinga hingga dasar ekor (Battaglia, 2007), diukur dengan sangat hati-hati untuk memastikan bahwa tulang punggung lurus baik di bidang vertikal dan horizontal. Tinggi gumba diukur dari bagian tertinggi gumba melalui belakang scapula secara tegak lurus ke tanah, dengan menggunakan tongkat ukur yang

dipegang vertikal dan yang lainnya disudut kanan diluncurkan kuat ke atas dan ke bawah untuk dapat mengukur tingginya. Tinggi panggul diukur dari bagian tertinggi panggul secara tegak lurus ke tanah, dengan menggunakan tongkat ukur yang dipegang vertikal dan yang lainnya disudut kanan diluncurkan kuat ke atas dan ke bawah untuk dapat mengukur tingginya. Panjang badan, tinggi gumba, dan tinggi panggul dari kambing yang diternakkan di Kampung Bugis Desa Serangan dianalisa dengan metode Least-squares menggunakan prosedur General Linear Model Multivariate Model dari SPSS version 24 (SPSS-Institute 2014). Statistika deskriptif digunakan untuk membantu memaparkan (menggambarkan) keadaan yang sebenarnya (fakta). T-test digunakan untuk mengetahui perbandingan hasil data yang diperoleh pada kambing pada usia atau status gigi yang sama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan kambing PE dapat diukur melalui dimensi tubuhnya (Singh et al., 1984). Fuller (1997) menyatakan bahwa probiotik adalah mikroba hidup yang digunakan sebagai pakan imbuhan dan dapat menguntungkan inangnya dengan meningkatkan keseimbangan mikrobial pencernaannya.

Tabel 1. Panjang badan kambing PE pada peternakan rakyat di Desa Serangan, Bali.

Panjang badan (cm)

Status Gigi Umur (Tahun)

Ko                     Ti                      P

Mean ± SEM       Mean ± SEM

I0= 0 - <1 tahun

I1= 1 - <2 tahun

I3= 3 - <4 tahun

I4= 4 - <5 tahun

Ompong = >5 tahun

69,0 ± 1,0             68,0 ± 5,5                  NS

86,7 ± 0,8a             93,8 ± 2,6 b                < 0,05

95,8 ± 2,1              98,4 ± 0,7                  NS

-                    102,6 ± 3,7                     -

93,3 ± 1,2a             99,8 ± 0,7a                 < 0,01

Total

86,7 ± 2,4a             79,6 ± 2,4b                 < 0,05

Keterangan : 1.Ko adalah kontrol

2. Ti adalah treatment atau perlakuan

3. SEM berarti Standard Error Mean

4. NS berarti Non Significant

Rataan panjang badan 86,7 ± 0,8 cm dari kambing I1 Kontrol adalah nyata lebih pendek dari pada 93,8 ± 2,6 cm dari kambing I1 Perlakuan (P<0,05). Demikian juga rataan panjang badan 93,3 ± 1,2 cm dari kambing ompong Kontrol adalah nyata lebih pendek dari pada 99,8 ± 0,7 cm dari kambing ompong Perlakuan (P<0,05). Jumlah

cempe yang tidak seimbang dimana 2 ekor cempe Kontrol yang sudah ada sebelum memulai pengamatan dan usianya lebih tua, berbanding dengan 11 ekor cempe Perlakuan yang lahir selama kegiatan penelitian mempengaruhi total rataan panjang badan yang mana rataan panjang badan 86,7 ± 2,4 cm dari total kambing Kontrol adalah nyata lebih panjang daripada 79,6 ± 2,4 cm dari total kambing Perlakuan (P<0,05) (Tabel 1). Namun jika dibandingkan dengan penelitian Doloksaribu (2017) rataan total panjang badan dari kambing Perlakuan pada penelitian ini 79,6 ± 2,4 cm adalah lebih panjang dari pada 71.1 ± 0.4 cm dari kambing yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kabupaten Karangsem atau rataan panjang badan 80.8 ± 0.7 cm dari kambing dipelihara oleh peternak skala kecil di Kabupaten Karangsem.

Tabel 2. Tinggi gumba kambing PE pada peternakan rakyat di Desa Serangan, Bali.

Tinggi gumba (cm)

Status Gigi Umur (Tahun)

Ko

Ti

P

Mean ± SEM

Mean ± SEM

I0= 0 - <1 tahun

57,7±0,4

54,0 ± 8,5

NS

I1= 1 - <2 tahun

63,8±0,7a

67,2 ± 0,2b

< 0,01

I2= 2 - <3 tahun

-

-

-

I3= 3 - <4 tahun

66,6±0,4a

72,2 ± 0,3b

< 0,01

I4= 4 - <5 tahun

-

71,1 ± 0,5

-

Ompong = >5 tahun

68,0±0,0 a

72,3 ± 0,3b

< 0,01

Total

63,9 ± 0,8a

58,4±2,2b

< 0,05

Keterangan : 1.Ko adalah kontrol

2. Ti adalah treatment atau perlakuan

3. SEM berarti Standard Error Mean

4. NS berarti Non Significant

Rataan tinggi gumba 63,8 ± 0,7 cm dari kambing I1 Kontrol adalah sangat nyata lebih pendek dari pada 67,2 ± 0,2 cm dari kambing I1 Perlakuan (P<0,01), dan rataan tinggi gumba 66,6 ± 0,4 cm dari kambing I3 Kontrol adalah sangat nyata lebih pendek dari pada 72,2 ± 0,3 cm dari kambing I3 Perlakuan (P<0,01). Demikian juga rataan tinggi gumba 68,0 ± 0,0 cm dari kambing ompong Kontrol adalah sangat nyata lebih tinggi dari pada 72,3 ± 0,3 cm dari kambing ompong Perlakuan (P<0,01), dan rataan tinggi gumba 63,9 ± 0,8 cm dari total kambing Kontrol adalah nyata lebih tinggi dari pada 58,4±2,2 cm dari total kambing Perlakuan (P<0,05) (Tabel 2).

Tabel 3. Tinggi panggul kambing PE pada peternakan rakyat di Desa Serangan, Bali.

Tinggi panggul (cm)

Status Gigi Umur (Tahun)

Ko

Ti

P

Mean ± SEM

Mean ± SEM

I0= 0 - <1 tahun

60,0 ± 0,3

55,7 ± 2,9

NS

I1= 1 - <2 tahun

61,7 ± 0,6a

67,7 ± 0,8b

< 0,01

I3= 3 - <4 tahun

66,2 ± 1,0a

73,8 ± 1,7b

< 0,01

I4= 4 - <5 tahun

-

72,0 ± 0,5

-

Ompong = >5 tahun

64,3 ± 0,3a

70,0 ± 0,0b

< 0,01

Total

63,4 ± 0,6

59,5 ± 1,5

NS

Keterangan : 1.Ko adalah kontrol

2. Ti adalah treatment atau perlakuan

3. SEM berarti Standard Error Mean

4. NS berarti Non Significant

Rataan tinggi panggul 61,6 ± 0,6 cm dari kambing I1 Kontrol adalah sangat nyata lebih rendah dari pada 67,6 ± 0,8 cm dari kambing I1 Perlakuan (P<0,01). Rataan tinggi panggul 66,5 ± 0,8 cm dari kambing I3 Kontrol adalah sangat nyata lebih pendek dari pada 73,8 ± 0,7 cm dari kambing I3 Perlakuan (P<0,01), demikian juga rataan tinggi panggul 64,3 ± 0,3 cm dari kambing ompong Kontrol adalah sangat nyata lebih pendek dari pada 70,0 ± 0,0 cm dari kambing ompong Perlakuan (P<0,01) (Tabel 3).

Secara berturut-turut rataan tinggi gumba, dan tinggi panggul dari kambing I1, I3, dan ompong Kontrol sangat nyata lebih pendek dibandingkan dengan kambing I1, I3, dan ompong Perlakuan (P<0,01). Jika dibandingkan dengan penelitian Doloksaribu (2017) rataan tinggi gumba dari kambing Perlakuan umur I1 pada penelitian ini 67,2 ± 0,2 cm adalah lebih tinggi daripada 63.2 ± 0.1 cm dari kambing yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kabupaten Karangsem. Tinggi panggul kambing Perlakuan umur I1 juga lebih baik dari hasil penelitian yang diperoleh Doloksaribu (2017), hasil menunjukkan bahwa rataan tinggi panggul kambing Perlakuan umur I1 67,7 ± 0,8 lebih tinggi daripada 65.2 ± 0.1 cm dari kambing yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kabupaten Karangsem.

Hasil yang diperoleh menegaskan bahwa pemberian probiotik mampu menunjang pertumbuhan kambing PE pada penelitian ini khususnya pada I1, I3, dan ompong Perlakuan. Le (2017) menyatakan penggunaan probiotik dari sejak pra-sapih

hingga bunting telah terbukti dapat meningkatkan performa pertumbuhan ruminansia khususnya ruminansia kecil.

SIMPULAN

Penelitian ini membuktikan bahwa pemberian campuran probiotik dengan air minum yang diberikan secara ad libitum memiliki peranan penting untuk menunjang pertumbuhan kambing ditinjau dari identifikasi terhadap panjang badan, tinggi gumba, dan tinggi panggul kambing PE, terutama pada kambing-kambing dewasa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Dewi Ayu Warmadewi, S.Pt, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para peternak kambing di Kampung Bugis Serangan yang telah mengijinkan kami melakukan penelitian ini. Juga kepada Maria Bambar, Sanggar Frangestu, Domminggus Heu dan Yosafat Hartadi penulis sampaikan terimakasih atas tenaga dan sukacita dalam penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ir. L. Doloksaribu M. App. Sc., PhD dan Prof. Dr. Ir. Gusti Ayu Mayani Kristina Dewi, MS, sebagai Pembimbing yang penuh perhatian dalam memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis penelitian, khususnya dalam penyelesaian publikasi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Doloksaribu, L. 2017. Improvement of rearing goats in Bali Province, Indonesia. Disertasi, The University of Queensland, Queensland, Australia.

Fuller, R. 1997. Probiotic 2. Application and practical aspects, in Probiotics the Scientific Basis, 1st edn, Chapman and Hall - London, London.

Le, O. T. 2017. Response of ruminant health and growth to the probiotic Bacillus amyloliquefaciens. Disertasi, The University of Queensland.

Merkens, J. 1930. Burgelijke veeartsenijkun-dige dienst. Afdeeling: kleinveeteelt. Bijdrage tot de kennis van het soembavarken, Ned Indische Blad Diergeneesk, 42 (6): 611-8.

Merkens, J. 1931. Civil Veterinary Department Report of the Research Station for Small Animal Breeding during the Year 1930, Nederlandsch-Indische Bladen voor Diergeneeskunde, 43: 363-76.

Merkens, J., and A. Sjariff. 1932, Nederland Indische Bladen Voor, Cisarua, Diergeneeskunde, 4 (4): 436-40.

Merkens, J., and R. Soemirat. 1926. Sheep and goat. Translated into BahasaIndonesia by Utojo, R. P and Adisoemanto in 1979, LIPI, Jakarta.

Singh, A, M.C. Xadax and O.P.S. Sergar. 1984. Factors affecting the body weight of Jamnapari and Barbari Kids. Indians. J, Anim. Sci. 54 (10): 1001 – 1003.

Ramadhani I F. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2Th. 2019: 891 – 898 .

Page 898