e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: May 29, 2019                                                   Accepted Date:July 2, 2019

Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & A.A. P. P. Wibawa

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)TERFERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KUALITASEKSTERNAL DAN INTERNAL TELUR AYAM LOHMANN BROWN UMUR 18 – 22 MINGGU

Kurniawan. A., G. A. M. K. Dewi, dan I K. A. Wiyana

PSSarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman, Denpasar e-mail: [email protected]Telp: 089608783514

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus)terfermentasi dalam ransum terhadap kualitas eksternal dan internal telur ayamLohmann Brown umur 18-22 minggu di stasiun penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali. Penelitian berlangsung selama 5 minggu. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan lima kali ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam sehingga total ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor. Perlakuan tersebut adalah ransumtanpa tepung kulit buah naga terfermentasi sebagai kontrol (R0), ransum dengan tepung kulit buah naga terfermentasi 5% (R1), dan ransum komersial (R2). Variabel yang diamati adalah bobot telur, indeks bentuk telur, tebal kulit telur, berat kulit telur, warna kuning telur, Haugh Unit, pH telur.Hasil penelitian menunjukkan terjadinya peningkatan pada berat telur, berat kulit telur, dan warna kuning telur pada perlakuan R1 dan R2 berbeda nyata (P<0,05), dibandingkan dengan perlakuan R0. Sedangkan indeks bentuk telur, tebal kulit telur, Haugh Unit, dan pH telur pada perlakuan R1 dan R2 tidak berbeda nyata (P>0,05), dibandingkan dengan perlakuan R0. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung kulitbuah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi dalam ransum sebesar 5%pada ayam Lohmann Brown dapat meningkatkan kualitas eksternal seperti bobot telur, dan kualitas internal seperti berat kulit telur, dan warna kuning telur, serta tidak berpengaruh pada kualitas eksternal seperti indeks bentuk telur, dan kualitas internal seperti tebal kulit telur,Haugh Unit, dan pH telur pada ayam Lohmann Brown umur 18 – 22 minggu.

Kata kunci:Lohmann Brown, tepung kulit buah naga, ransum kemersial, kualitas telur

THE EFFECT OF FERMENTED DRAGON FRUIT (Hylocereus polyrhizus) SKIN POWDER TO THE INTERNAL AND EXTERNAL QUALITIES OF LOHMANN BROWN CHICKEN

AT THE AGE 18-22 WEEKS

ABSTRACT

The study aimed to determine the effect of fermented dragon fruit skin powder (Hylocereus polyrhizus) in rations on the external and internal qualities of Lohmann Brown chicken eggs age of 18-22 weeks at the research station of the Animal Husbandry Faculty, Udayana University, Jimbaran, Badung, Bali. The study was conducted for 5 weeks. The design used was Completely Randomized Design (CRD) with three treatments and five


replications. Each replication consisted of 3 chickens so that the total chickens used were 45 chikens. The treatment was ration with out fermented dragon fruit skin ration as a control (R0), ration with fermented 5% (R1) dragon fruit peel flour, and commercial ration (R2). The variables observed were egg weight, shape index, shell thickness, shell weight, yolk color,pH andHaugh unit. The result showed that an increase in egg weight, eshell weight, and yolk color in treatments R1 and R2 significantly different (P <0.05), to treatment R0. Compared to in contrast to egg shape index, shell thickness, pH and Haugh Unit. Based on the results of the study, it can be concluded that the use of 5% fermented dragon fruit skin powder (Hylocereus polyrhizus) in Lohmann Brown chicken can improve external qualities such as egg weight, and internal quality such as eggshell weight, and egg yolk color, and not influences on external quality such as egg shape index, and internal quality such as egg shell thickness, Haugh unit, and egg pH in Lohmann Brown chickens aged 18-22 weeks.

Keywords: Lohmann Brown, dragon fruit skin flour, commercial ration, egg quality

PENDAHULUAN

Lohmann Brown adalah ayam tipe petelur yang populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hasil persilangan dan dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman bernama Lohmann Tierzuch (Sahlan, 2013). Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti caramel, dengan bulu putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Rasyaf, 1995). Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat pagi atau sore hari, kebanyakan peternak akan memelihara ayam ini pada fasegrower akhir dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Charoen Pokphand, 2005).

Produk dari hasil peternakan unggas ayam petelur merupakan sumber protein hewani yang dapat diperoleh oleh masyarakat secara luas. Meningkatnya jumlah penduduk, upaya peningkatan mutu sumber daya manusia untuk menghadapi era globalisasi, perubahan gaya hidup, kesadaran gizi, dan perbaikan tingkat pendidikan, permintaan produk peternakan (telur, daging, dan susu) terus meningkat, dalam upaya peningkatan gizi masyarakat. Maka dari itu untuk memenuhi target tersebut, diperlukan peningkatan produksi protein hewani seperti telur dengan kualitas eksternal dan internal yang baik. Diperlukan aplikasi teknologi yang tepat guna, mudah dan efisien. Dewi et al. (2017) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, peternakan maupun industri pertanian sepeti: limbah buah naga (kulit buah naga). Potensi dari tanaman buah naga sangat baik terlihat dari permintaan yang terus meningkat di masyarakat, teknik budidaya mudah serta iklim di Indonesia sangat cocok untuk berkembangnya tanaman buah naga ini.

Pemanfaatan kulit buah naga masih jarang bahkan belum dimanfaatkan. Beberapa peneliti menemukan bahwa kulit buah naga memiliki kandungan antosianin dan antioksidan. Menurut Citramukti (2008), kulit buah naga (Hylocerus polyrhizus) mengandung zat antosianin yang selain berperan sebagai antioksidan, juga dapat berperan sebagai colouring agent yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan skor kuning telur ayam. Selain mempunyai kandungan yang menguntungkan, kulit buah naga juga mengandung serat kasar (crude fiber) yang cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam ransum akan menganggu digestibilitas (kecernaan) ransum pada ternak unggas. Untuk mengurangi kandungan serat kasar di dalam kulit buah naga dapat dilakukan fermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae(Dewi et al., 2016).Hasil penelitian Daniel et al.(2014) memperoleh kandungan serat kasar dari kulit buah naga sebesar 23,39%.Peningkatan nilai guna kulit buah naga dapat dilakukan melalui biofermentasi dengan memanfaatkan jasa mikroba, khamir Sacharomyces cerevisiae yang terkandung dalam ragi tape. Sacharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kecernaan pakan berserat dan dapat berperan sebagai probiotik pada unggas (Ahmad, 2005). Hasil penelitian Dewi et al. (2016) menyatakan bahwa pada ayam kampung yang diberikan kulit buah naga terfermentasi sampai 9% dapat memberikan performan dan kualitas telur, produksi karkas dan kualitas daging yang optimal dibandingkan tanpa mendapatkan kulit buah naga terfermentasi. Berdasarkan penelitian Dewi, (2015) menyatakan nutrien yang terkandung pada kulit buah naga terfermentasi meliputi kandungan energi (ME)2975,00kkal/kg, protein kasar 8,79%, lemak kasar 1,32%, serat kasar 25,09%, abu 17,95%, kalsium/Ca 1,75%, dan fosfor/P 0,80%.

Melihat potensi kulit buah naga tersebut, sangat penting diteliti pengaruh pemberian ransum kulit buah naga terfermentasi terhadap kualitas eksternal dan internal telur Ayam Lohmann Brown umur 18 – 22 Minggu.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali.Penelitian berlangsung selama 5 minggu dan setiap minggu telur yang dihasilkan di uji kualitasnya di Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Ayam

Ayam Lohmann Brown yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam betina umur 18minggu sebanyak 45 ekor, ayam petelur ini didapatkan dari PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. yang telah dipilih dengan baik agar mendapatkan ternak yang homogen dalam hal umur, berat badan dan performan fisiknya.

Kandang penelitian

Dalam penelitian ini kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem batterysebanyak 15 petak. Bahan kandang terbuat dari kawat besi,tiap unit berukuran panjang 30 cm, lebar 30 cm dan tinggi 30 cm. Kandang diletakkan disebuah bangunan berukuran panjang 6 m dan lebar 5 m yang menggunakan atap dari asbes dan lantai dari beton. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. Tempat air minum terbuat dari plastik dengan kapasitas 1 liter, dan tempat ransum plastik dengan kapasitas 1 kg yang berada di dalam petak kandang battery. Penerangan kandang menggunakan lampu neon (TL) berkekuatan 20 watt dengan cara digantung untuk memberikan penerangan pada waktu malam hari. Pada kandang terdapat tempat wadah ransum penelitian, terpal, tempat minum. Pada bagian bawah kandang diberi alas plastik untuk menampung kotoran agar lebih mudah untuk dibersihkan. Kandang dibersihkan setiap 3 hari sekali agar tidak menimbulkan bau yang menyengat.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum disusun mengikuti rekomendasi Scott et al.(1982). Pemberian ransum dan air minum dilakukan sesuai dengan perlakuan serta diberikan secara ad libitum dari mulai pagi dan sore. Pemberian ransum dilakukan dengan menempatkan ransum dalam wadah dari plastik yang ditempatkan di depan kandang pada setiap unit perlakuan.Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada (Tabel 1) dan kandungan nutrisi ransum ayam Lohmann Brown dapat dilihat pada (Tabel 2). Peralatan Penelitian

Peralatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kandang pada penelitian ini adalah tempat pakan yang terbuat dari bahan plastik dengan kapasitas 1 kg dan tempat air minum dengan buatan pabrikyang terbuat dari plastik dengan kapasitas 1 liter air di tempatkan pada masing-masing unit kandang, kantong plastik untuk menampung pakan yang diberikan label selama seminggu, ember untuk menampung air minum pada ayam dan tempat menampung pakan untuk di timbang, Egg trayuntuk menampung telur, pensil dan label untuk menandai telur masing-masing perlakuan, label untuk menandai perlakuan yang diberikan

pada tempat pakan ayam, plastik untuk menampung kotoran ayam, sapu lidi untuk membersihkan kandang, dan alat tulis untuk mencatat hasil yang diperoleh selama penelitian.

Peralatan yang dibutuhkan untuk mengamati telur dalam penelitian ini adalah a.) Timbangan digital untuk menimbang berat telur, berat kulit telur; b.)Egg Multytester (EMT-7300) digunakan untuk menentukan berat telur, warna kuning telur, nilai HU telur, dan greade telur; c.) mikrometer untuk mengukur ketebalan cangkang telur; d.) pH meter digunakan untuk menentukan pH telur. Alat-alat pelengkap lain yang digunakan dalam penelitian antara lain gelas plastik sebagai wadah untuk menimbang telur maupun kuning telur, tabel pengamatan untuk pencatatan hasil yang telah diamati.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum ayam Lohmann Brown umur 18 - 22 minggu

Bahan pakan (%)

Ransum Perlakuan1)

R0

R1

Jagung Kuning

43,57

41,39

Tepung Ikan

8

8

Tepung Kacang Kedelai

18,44

18,48

Dedak Padi Halus

25

21,93

Tepung Kulit Buah Naga Terfermentasi

0

5

Minyak

4,79

5

Premix

0,1

0,1

CaCO3

0,1

0,1

Total

100

100

Keterangan :

1) R0 :Ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi(kontrol). R1 : Ransum dengan tepung kulit buah naga terfermentasi 5%. Sumber: Dewi et al.(2017)

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum ayam Lohmann Brown umur 18 - 22 minggu

Kandungan zat gizi

R0

Perlakuan1) R1

R2

Standar2)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

2900

2900

2900

2900

Protein Kasar (%)

20

20

18

18,0

Lemak Kasar (%)

10,35

10,14

5

5-10

Serat Kasar (%)

3,08

3,73

6

3-8

Kalsium (%)

0,65

0,73

3,5

3,4

Phospor (%)

0,67

0,64

0,45

0,35

Keterangan :

1) R0 :Ransumtanpa tepung kulit buah naga terfermentasi (kontrol).

R1 : Ransum dengan tepung kulit buah naga terfermentasi5%.

R2 :Ransum komersial PAR-L1 umur 18 minggu. Konsentrat ayam petelur yang di produksi oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Sidoarjo – Devisi pakan ternak Jl. H.R.M.

Mangudiprojo km 3,5 Budura – Sidoarjo.

2) Standar Scott et al. (1982)

Metode

Prosedur penelitian

Sebelum telur di uji kualitasnya pada Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana, telur diambil setiap hari sesuai perlakuan kemudian ditimbang beratnya setiap hari dan dikumpulkan pada Egg tray yang sudah tersedia, selanjutnya telur akan di uji kualitasnya satu minggu sekali atau setiap minggu, pengambilan sampel telur dengan cara memilih dan menimbang untuk mencari berat yang homogen serta telur yang digunakan sebanyak 3 butir disetiap perlakuannya dengan 5 ulangan jadi total telur yang digunakan adalah 45 butir setiap minggunya.

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 ekor jadi total ayam yang di gunakan yaitu 45 ekor. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah R0: Ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi (kontrol), R1: Ransum tepung kulit buah naga terfementasi 5%, dan R2: Ransum komersial umur 18 minggu.

Pengacakan ayam

Sebelum penelitian dimulai, ayam yang dijadikan objek penelitian ditimbang berat badannya agar diperoleh berat badan yang homogen. Ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor umur 18 minggu yang diacak dan dimasukkan kedalam masing-masing petak percobaan yang berjumlah 15 petak, dengan masing-masing petak diisi 3 ekor ayam.

Pembuatan dan proses pengolahan kulit buah naga

Produksi ransum tepung kulit buah naga dilakukan dengan cara kulit buah naga yang masih segar dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari sampai tersisa kadar airnya 60-70% atau tidak terlalu basah baru diaduk dengan ragi khamir Saccharomyces cerevisiae untuk dilakukan fermentasi, setelah itu dimasukkan kedalam plastik disimpan selama 3-5 hari, setelah selesai fermentasi plastik dibuka dan dikeringkan pada sinar matahari sampai kering. Kemudian digiling halus sehingga menjadi tepung agar lebih mudah dalam pencampuran ransum.Pencampuran ransum dilakukan dengan bahan-bahan yang sudah disiapkan seperti komposisi bahan pada Tabel 1. Pencampuran ransum dilakukan diatas plastik besar kemudian diaduk sampai semuanya tercampur rata (homogen). Ransum yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam plastik yang sudah diberikan label pada masing-masing perlakuan. Ransum siap diberikan ke ayam ras petelur percobaan.

Adapun cara pencampuran dan proses pengolahan pembuatan tepung kulit buah naga fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae menurut Dewi et al. (2017) dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut:

(Sumber: Dewi et al., 2017)

Tepung kulit buah naga terfermentasi yang telah diperoleh siap diberikan sebanyak 5% kepada masing-masing ayam sesuai perlakuan.

Pencampuran ransum

Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu atau persediaan pakan habis selama penelitian berlangsung. Pencampuran ransum didahulukan dengan menimbang bahan-bahan penyusunan ransum sesuai perlakuan. Bahan penyusun ransum (R0) terdiri atas: jagung kuning 43,57%, dedak halus 25%, tepung kacang kedelai 18,44%, tepung ikan 8%, minyak 4,79%, premix 0,1%, CaCO30,1% dan tepung kulit buah naga 0%. Serta untuk ransum (R1) terdiri atas: jagung kuning 41,39%, dedak halus 21,93%, tepung kacang kedelai 18,48%, tepung ikan 8%, minyak 5%, premix 0,1%, CaCO30,1% dan tepung kulit buah naga 5%, sedangkan untuk ransum (R2) menggunakan ransum komersial PAR-L1. Penimbangan dilakukan mulai dari bahan yang komposisinya paling banyak hingga paling sedikit. Pakan disusun dari komposisi paling banyak sampai paling sedikit, selanjutnya dibagi menjadi empat bagian yang sama, dan masing-masing bagian dicampur secara merata, kemudian

dicampur silang sampai diperoleh campuran yang homogen.Pakan yang sudah homogen ditimbang lalu di masukkan kedalam plastik yang telah diisi label perlakuannya.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Berat telur (gr)

Berat telur didapatkan dengan cara menimbang telur sebelum dipecahkan dengan menggunakan Egg multytester (EMT-7300), dalam 1 minggu pada masing-masing perlakuan, kemudian dibagi dengan jumlah telur masing – masing perlakuan dan didapatkan berat telur rata-rata, serta telur yang diamati satu minggu sekali.

  • 2.    Indeks bentuk telur

Panjang dan lebar masing-masing telur diukur dengan menggunakan jangka sorong kemudian membagi lebar telur dengan panjang telur kemudian di kalikan 100%. Panjang telur di ukur dari ujung tumpul dan ujung runcing telur, sedangkan lebar telur di ukur pada sumbu terpanjang pada equator dengan menghitung yaitu: lebar telur

=-------— x IOO

panjang telur

  • 3.    Tebal kulit telur (mm)

Tebal kulit atau kerabang telur, telur yang sudah dipecahkan kemudian diambil kerabangnya dan diukur ketebalannya dengan Mikrometer.

  • 4.    Berat kulit telur (gr)

Berat kulit telur diperoleh dengan cara memisah kulit telur dengan putih dan kuning telur lalu menimbang kulit telur menggunakan timbangan digital tanpa menghilangkan membran kulit telur yang ada didalam kulit telur.

  • 5.    Warna kuning telur

Warna kuning telur diperoleh dengan menggunakan Egg multytester (EMT-7300). Mula – mula telur ditimbangdan dipecahkan dengan hati-hati ke atas platform. Selanjutnya, dengan menekan tombol O/C maka akan keluar hasil warna kuning telur di layar monitor.

  • 6.    Haugh Unit

Haugh Unit diperoleh berdasarkan keadaan putih telur yaitu korelasi antara tinggi putih telur dengan berat telur. Nilai Haugh Unit ditentukan otomatis dengan menggunakan alat Egg Multytester (EMT-7300).

  • 7.    pH telur

pH telur ditentukan dengan cara memecahkan telur terlebih dahulu ke dalam gelas ukur. Selanjutnya pH telur dapat diukur dengan menggunakan alat pH meter.

Analisis data

Data yang diperolehdianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari pengaruh pemberian tepung kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi dalam ransum terhadap kualitaseksternal dan internal telur ayam Lohmann Brown umur 18-22 minggu yang tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3Pengaruh pemberian tepung kulit buah naga  (Hylocereus  polyrhizus)

terfermentasidalam ransum terhadap kualitas eksternal dan internal telur ayam Lohmann Brownumur 18–22 minggu.

Perlakuan1)

Variabel            R0            R1            R2            SEM3)

Eksternal :

Berat telur rata-rata (g)

49,30a

50,49b

50,38b2)

0,26

Indeks bentuk telur

Internal :

78,58a

79,28a

78,87a

1,02

Tebal kulit telur (mm)

0,376a

0,395a

0,385a

0,01

Berat kulit telur (g)

6,11a

6,81b

6,75b

0,02

Warna kuning telur

9,20a

10,73b

9,60a

0,24

Haugh Unit (HU)

96,76a

97,40a

98,17a

0,93

pH telur

7,20a

7,40a

7,60a

0,23

Keterangan:

1) R0 :Ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi (kontrol).

R1 : Ransum dengantepung kulit buah naga terfermentasi5%.

R2 :Ransum komersial.

2) Superskrip sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05).

3)     SEM = Standard Error of The Treatment Mean

Berat telur rata-rata

Hasil penelitian menunjukkan rataan berat telur ayam Lohmann Brown yang diberi ransum tepung kulit buah naga terfermentasi 5% secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan pemberian ransum komersial. Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata di karenakan kulit buah naga merah memiliki kandungan saponin yang dapat mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (Mustika et al., 2014). Dilanjutkan oleh Weiss and Hogan (2007) bahwa pemberian bahan yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi pada ternak dapat mengurangi efek radikal bebas dan memiliki daya cerna yang baik dan

hampir sama dengan pemberian ransum komersial. Kandungan alkaloid, dan flavonoid, sehingga akan meningkatkan palatabilitas. Tepung kulit buah naga terfermentasi mengandung senyawa aktif yang di kategorikan sebagai antioksidan yang mampu meningkatkan sistem pencernaan dan kesehatan dalam menyerap nutrient yang ada dalam pakan sehingga terganggunya sintesis protein dapat di tekan dan berdampak pada peningkatan bobot telur dibandingkan tanpa pemberian tepung kulit buah naga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat telur yang diperoleh pada penelitian ini tergolong dalam kelompok sedang.Menurut Sarwono (1994), telur ayam ras dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok, yakni: 1). Jumbo dengan berat 65 g/butir, 2). Ekstra besar dengan berat 60 – 65 g/butir, 3).Besar dengan berat 55 – 60 g/butir, 4). Sedang dengan berat 50 – 55 g/butir, 5). Kecil dengan berat 45 - 50 g/butir, dan 6).Sangat kecil dengan berat di bawah 45 g/butir.Hal ini sejalan dengan penelitian Tugiyanti (2012) yang menyatakan ovarium merupakan tempat pembentukan kuning telur, apabila pembentukan kuning telur kurang sempurna maka berat telur akan rendah. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berat telur antara lain jenis ternak, umur, perubahan musim sewaktu ternak bertelur, berat tubuh induk dan pakan yang diberikan (Sarwono, 1994).

Indeks bentuk telur

Rataan indeks bentuk telur dalam penelitian pada perlakuan R0, R1, dan R2 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 3). Hasil perlakuan tidak berbeda nyata terhadap indeks bentuk telur menggambarkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi sebanyak 5% tidak berpengaruh terhadap indeks bentuk telur. Hasil penelitian yang tidak berbeda nyata disebabkan karena umur ayam, saluran reproduksi ternak, dan ransum yang di konsumsi. Indeks bentuk telur menggambarkan besar kecilnya bentuk telur. Menurut Soeparno et al. (2011) menyatakan bahwa standar indeks bentuk telur sebesar 0,74 atau 74%, kemudian ditambahkan oleh Soekarto (2013) yang menyatakan bahwa indeks bentuk telur ideal memiliki nilai indeks telur 0,80 atau 80%. Sejalan dengan penelitian Murtidjo (1992), bahwa indeks bentuk telur yang baik berkisar antara 70-79.Menurut Romanoff dan Romanoff (1963), melaporkan bahwa faktor yang mempengaruhi indeks bentuk telur antara lain bangsa ternak, genetik, umur ayam saat bertelur, status reproduksi, variasi individu dan kelompok. Indeks bentuk telur yang besar menunjukkan bahwa telur tersebut memiliki bentuk yang lebih bulat sedangkan indeks bentuk telur yang kecil memiliki bentuk yang lebih lonjong. Nilai indeks bentuk telur yang kecil disebabkan oleh bagian isi dalam telur yang tidak seimbang.

Tebal kulit telur

Pada pengamatan tebal kulit telur, hasil penelitian menunjukkan rataan tebal kulit telur ayam Lohmann Brown yang diberi ransum dengan tepung kulit buah naga terfermentasi 5% memiliki rataan lebih tinggi daripada tanpa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi dan pakan komersil secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).Hal ini disebabkan karena tebal kulit telur dibentuk dari kalsium dan mineral yang terdapat pada pakan, kurangnya kalsium yang diserap oleh ternak mengakibatkan ketebalan kulit telur menjadi tipis (Ahmad et al., 2003) ditambahkan oleh Suprijatna (2008) bahwa kalsium berperan dalam pembentukan kerabang telur. Leeson dan Summers (2001), menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang adalah kalsium, phosfor, dan vitamin D. Dari hasil penelitian ini didapatkan tebal kulit telur yaitu 0,376, 0,395, dan 0,385 (Tabel 3). Menurut Mauldin (2002), standar tebal kulit telur ayam yang baik dengan berat 58 – 65 g/butir berkisar 0,33 – 0,35 mm sehingga telur tidak mudah pecah selama penyimpanan.

Berat kulit telur

Rataan berat kulit telur dalam penelitian pada perlakuan R0, R1, dan R2 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 3). Hasil perlakuan tidak berbeda nyata terhadap indeks bentuk telur menggambarkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi sebanyak 5% tidak berpengaruh terhadap berat kulit telur. Hal ini di pengaruhi oleh sifat fisiologis ternak dan, ransum yang dikonsumsi (Wahju, J 2004). Kalsium yang dibutuhkan ternak dalam pembentukan telur sekitar 35% - 75% berasal dari asupan gizi yang terkandung dalam ransum dan kesehatan ternak dalam mencerna makanan (Yuwanta, 2010), lebih lanjut dapat dilihat bahwa berat kulit telur sangat dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi, berat telur dan umur ayam.Kerabang telur mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga (Gary et al., 2009). Dalam hal ini sejalan dengan penelitian Kurtini et al. (2011) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi ketebalan kulit telur adalah umur induk, ayam muda akan menghasilkan kulit telur yang lebih tebal dari pada ayam tua.

Warna kuning telur

Pada pengamatan warna kuning telur, hasil penelitian menunjukkan rataan warna kuning telur ayam Lohmann Brown yang diberi ransum dengan tepung kulit buah naga terfermentasi 5% memiliki rataan lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi dan pakan komersil serta secara statistik berbeda nyata (P<0,05).Hal ini dipengaruhi oleh kandungan betakaroten, xantophyl, dan antosianin yang terdapat pada

kulit buah naga dan ransum sehingga senyawa tersebut dapat dibentuk dalam membentuk warna kuning telur. Sejalan dengan penelitian Winarno (2002) yang menyatakan bahwa warna atau pigmen dan antosianin yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum, sehingga dapat membentuk warna pada kuning telur. Menurut Sudaryani (2003), warna kuning telur yang baik berkisar antara 9-15 dan warna kuning telur pucat berkisar antara 1-9. Ditambahkan oleh Muharlien (2010), bahwa semakin tinggi nilai warna kuning telur maka semakin baik kualitas telurnya.

Haugh Unit (HU)

Rataan Haugh Unit(HU) telur dalam penelitian ini pada perlakuan R0, R1, dan R2 didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Tabel 3). Hasil perlakuan tidak berbeda nyata terhadap indeks bentuk telur menggambarkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi sebanyak 5% tidak berpengaruh terhadap Haugh Unit telur. Nilai telur >72 termasuk kategori AA hal ini dikarenakan viskositas pada telur tinggi sehingga haugh unit meningkat. Meningkatnya nilai HU terjadi karena kebutuhan metabolisme sudah tercukupi, partikel ransum yang terserap oleh usus di edarkan oleh darah menjadi energi dalam membentuk kualitas telur sehingga telur yang dihasilkan maksimal.Nilai Haugh Unit merupakan korelasi antara berat telur dengan tinggi putih telur (Sihombing et al., 2014). Kualitas telur dapat diukur berdasarkan nilai Haugh Unit (HU) yakni tingginya albumen, semakin tinggi nilai HU, semakin tinggi putih telur, semakin bagus kualitas telur tersebut dan menunjukkan juga bahwa telur masih segar. Telur yang memiliki grade AA dan A dikatagorikan sebagai telur dengan kualitas yang baik. Menurut Buckle et al. (1987), telur yang baru ditelurkan mempunyai nilai HU 100, lebih lanjut dinyatakan bahwa untuk telur dengan kualitas yang baik mempunyai nilai HU 75 dan telur yang rusak mempunyai nilai HU dibawah 50. Ditambahkan oleh Mountney (1976), nilai HU lebih dari 72 dikatagorikan sebagai telur berkualitas AA, nilai HU 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai HU 31-60 sebagai telur berkualitas B dan nilai HU kurang dari 31 dikatagorikan sebagai telur berkualitas C.

pH telur

Rataan pH telur pada penelitian ini menunjukkan hasil perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terlihat pada (Tabel 3). Tinggi rendahnya pH telur dipengaruhi oleh penguraian senyawa NaHCO3 menjadi NaOH dan CO2. Dalam penelitian ini pH telur masih dikategorikan standar karena telur masih segar dan belum terjadi penguapan. Belitz dan Grosch (2009) menyatakan pH telur yang baru dikeluarkan sekitar 7,6-7,9 dan meningkat

sampai nilai maksimal 9,7 tergantung temperatur dan lama penyimpanan. pH albumen meningkat karena di sebabkan oleh lepasnya CO2 melaui pori-pori kerabang yang mengakibatkan terjadinya penurunan pH (Rizal, 2012). pH suhu juga dapat mempengaruhi pH dari kuning telur (Agustina, 2013).Pada penelitian ini didapatkan pH telur 7,20, 7,40, dan 7,60 (Tabel 3). Nova et al. (2014) menyatakan standar pH telur dengan kualitas yang baik yaitu 6-8. Nilai pH akan meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan dan suhu ruangan. Semakin tinggi suhu maka CO2 yang hilang lebih banyak, sehingga menyebabkan pH albumen meningkat dan kondisi kental albumen menurun (Indratiningsih, 1984).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung kulitbuah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi dalam ransum sebesar 5%pada ayam Lohmann Brown dapat meningkatkan kualitas eksternal seperti bobot telur, dan kualitas internal seperti berat kulit telur, dan warna kuning telur, serta tidak berpengaruh pada kualitas eksternal seperti indeks bentuk telur, dan kualitas internal seperti tebal kulit telur,Haugh Unit, dan pH telur pada ayam Lohmann Brown umur 18 – 22 minggu.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peternak ayam petelur bahwa penggunaan pemberian tepung kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi dalam ransum sebanyak 5% karenadapatmenghasilkan kualitas eksternal dan internal telur lebih baik, serta dapat dijadikan sebagai pakan alternatif karena memanfaatkan limbah sebagai bahan pakan dan harga ransum yang lebih murah.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, N, Imam, T dan Djalal, R. 2013. Evaluasi sifat putih telur ayam pasteurisasi ditinjau dari pH, kadar air, sifat emulsi, dan daya kembang angel cake. Jurnal ilmu ilmu Peternakan 23(2):6-13

Ahmad,R.Z. 2005. Pemanfaatan khamir Saccharomyces cerevisiae untuk ternak.Wartazoa.Vol . 15(1): 45-55.

Ahmad, H. A., Yadalam, S. S., and Rolland, D. A. 2003. Calcium Requirement of Bovanes Hens. International Journal of Poultry Science. 2:417-420.

Belitz, H. D and W. Grosch. 2009. Food Chemistry. Edisi 4 Revisi. Berlin. ISBN : 978-3-540 69933-0.

Buckle, K. A., R. A. Edward, W. R. Day, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia Press. UI Press, Jakarta.

Charoen Phokpand. 2005. Manual Manajemen Broiler CP 707. Charoen Pokphand Indonesia.

Citramukti, I. 2008. Ekstraksi dan Uji Kualitas Pigmen Antosianin pada Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis), (Kajian Masa Simpan Buah dan Penggunaan Jenis Pelarut). Skripsi. Jurusan THP Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Daniel, R.S. Osfar,S. and Irfan H. D. 2014.Kajian Kandungan Zat Makanan dan Pigmen Antosianin Tiga Kulit Buah Naga (Hylocereus sp.) sebagai Bahan Pakan Ternak. Sekripsi. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Dewi, G.A.M.K. 2015. Hasil Analisis. Laboratruim-BPT Ciawi, Bogor.

Dewi, G.A.M., I M. Nuriyasa dan I W. Wijana. 2016. Kajian Pemanfaatan Kulit Buah Naga (Hylocereus sp.) untuk Sumber Nutrisi dan Antioksi dan dalam Optimalisasi Peternakan Unggas Rakyat di Bali.Laporan LPPM Grup Riset Universitas Udayana.Denpasar.

Dewi, G. A. M. K., M. Nuriyasa, dan I W. Wijana. 2017.Effect of diet containing dragon fruit peel meal fermentation for productivity of kampung chickens. The 2nd International Conference on Animal Nutrition and Environment (ANI-NUE). Khon Kaen, Thailand. ISBN 978-616-438-084-4 Vol. II

Gary D, Butcher DVM, dan Richard Miles. 2009. Ilmu Unggas, Jasa Ekstensi Koperasi, Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas Florida. Gainesville

Indratiningsih. 1984. Pengaruh Flesh Head pada Telur Ayam Konsumsi Selama Penyimpanan. Laporan Penelitian. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Leeson, S. and J. D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Edition. University Books. Guelph, Ontario : Canada.

Nova, I., T. Kurtini, dan V. Wanniatie. 2014. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Ras pada Fase Produksi Pertama. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol 2. No. 2 Tahun 2014

Mauldin, J. M. 2002. Maintaining Hatching Egg Quality. In D. D. Bell and D. Weaver (ed). Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Ed. Springer Science and Bussines Media Inc, New York.

Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology. 2nd Ed. Publishing Company. INC, Westport.

Muharlien. 2010. Meningkatkan Kualitas Telur Melalui Penambahan Teh Hijau dalam Pakan Ayam Petelur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 5 (1) P: 32- 37.

Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Mustika, A.I.C., O. Sjofjan., E. Widodo. 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhyzus) dalam Pakan terhadap Penampilan Produksi Burung Puyuh (Coturnix Japonica). Skripsi.

Rasyaf, M.1995. Penyajian Makanan Ayam Petelur. PT Penebar Swadaya: Jakarta.

Rizal. B, A. Hintono, dan Nurwantoro. 2012. Pertumbuhan mikroba pada telur pasca pasteurisasi. Animal Agriculture Journal. Vol 1(2): 208- 218.

Romanoff, A. I. dan A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. Jhon Willey and Sons. Inc, New York.

Sahlan. 2013. Pengaruh berat badan ayam ras petelur fase grower terhadap produksi telur pada fase produksi. Skripsi.Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin. Makasar

Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur dan Manfaatnya. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982.Nutrition of the Chicken. 3rded. Cornell Univer-sity. Ithaca, New York.

Shengkhamparn. 2013. Effects of blanching and drying on fiber rich powder from pitaya (Hylocereus undatus) peel. International Food Research Journal 20(4): 1595-1600. Khon Kaen Univer-sity.

Sihombing, R. 2014. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kualitas internal telur ayam ras fase kedua. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Soekarto, S.T. 2013. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Telur. Alfabeta. Bandung. ISBN : 978-602-7825-78-9

Soeparno, R.A. Rihastuti, Indratiningsih, dan S. Triatmojo, 2011. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ISBN: 978-979-420-749-9.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1989. Principle and Procedure of Statistics. McGraw Hill Book Co. Inc., New York.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Cetakan Keempat. Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprijatna, E. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tri Yuwanta. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN:   979-420-726-8.

Tugiyanti, E dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapatkan ransum  dengan penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolat produser

antihistamin. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2.

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. ISBN: 979-420-098-0.

Weiss, W. P., and J. S. Hogan. 2007. Effects of dietary vitamin c on neutrophil function and responses to intramammary infusion of lipopolysaccharide in periparturient dairy cows. Journal of Dairy Science. 90(2): 731-739.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya. M Brio Press, Bogor.

Kurniawan et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 723 - 737

Page 737