Physical and Chemical Quality of Rice Straw Silage Made by The Addition of Bali Cattle Rumen Fluid
on
e-journal
FAPET UNUD
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: Juny 13, 2019
Accepted Date: Juny 29, 2019
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & A. A. P. Putra Wibawa
Kualitas Fisik dan Kimia Silase Jerami Padi yang Dibuat Dengan Penambahan Cairan Rumen Sapi Bali
Suadnyana, I. M., I G. L. O. Cakra., Dan I. W. Wirawan
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected] Hp. 085237795093
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas fisik dan kimia silase jerami padi yang dibuat dengan penambahan cairan rumen sapi bali. Penelitian dilaksanakan di Banjar Buda Manis, Desa Sidemen, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem. Analisis silase dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Rancangan dalam penelitian adalah racangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan A (silase jerami padi tanpa cairan rumen) “kontrol”, B (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen steril 50 ml/kg jerami), C (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen segar 25 ml/kg dan cairan rumen steril 25 ml/kg jerami) dan D (silase jerami padi dengan tambahhan cairan rumen segar 50 ml/kg jerami). Variabel yang diamati adalah kualitas fisik meliputi pH, jamur, warna, aroma, dan tekstur silase, sedangkan kualitas kimia yaitu: bahan kering (BK), bahan organik (BO), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), protein kasar (PK), dan abu. Hasil penelitian menunjukkan, selain variabel PK dan SK menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05). Kadar PK silase pada perlakuan D nyata lebih tinggi dari perlakuan A , B, dan C berturut-turut sebesar 11,12, 8,88, dan 1,27%, dan kadar SK perlakuan D nyata lebih rendah dari perlakuan A, B, dan C masing-masing sebesar 22,06, 13,64, dan 8,46%.Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa silase jerami padi yang ditambahkan cairan rumen sebesar 50 ml/kg dapat menurunkan kandungan SK dan meningkatkan kandungan PK, sedangkan kualitas fisik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
Kata kunci: Cairan rumen, jerami padi, kualitas fisik silase, kualitas kimia silase.
Physical and Chemical Quality of Rice Straw Silage Made by The Addition of Bali Cattle Rumen Fluid
ABSTRACT
This study aims to determine the physical and chemical quality of rice straw silage made by the addition of Balinese cattle rumen fluid. The study was conducted in Banjar Buda Manis, Sidemen Village, Sidemen District, Karangasem Regency. Silage analysis was carried out at the Animal Nutrition and Food Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The design in the study was complete random concoction with four treatments and four replications. Treatment A (rice straw silage without rumen fluid) "control", B (rice silage straw with additional sterile rumen fluid 50 ml / kg straw), C (silage rice straw with additional fresh rumen liquid 25 ml / kg and sterile rumen fluid 25 ml / kg of straw) and D (rice straw silage with added fresh rumen liquid 50 ml / kg straw). The variables observed were physical quality including pH, fungi, color, aroma, and silage texture, while chemical qualities were:
dry matter (DM), organic matter (OM), crude fat (CF), crude fiber (CF’), crude protein (CP), and ash. The results showed, in addition to the PK and SK variables showed a non-significant effect (P> 0.05). The silage CP levels in D treatment were significantly higher than treatments A, B, and C respectively at 11.12, 8.88 and 1.27%, and CF’ levels of D treatment were significantly lower than treatments A, B, and C is 22.06, 13.64 and 8.46%, respectively. The results of this study can be concluded that rice straw silage added with rumen fluid of 50 ml / kg can reduce SK content and increase PK content, while physical quality shows differences which is not real.
Keywords: Rumen fluid, rice straw, silage physical quality, silage chemical qualiy
PENDAHULUAN
Latar belakang
Hijauan pakan ternak yang tersedia dalam jumlah yang cukup dengan kualitas baik merupakan syarat pokok di dalam mengembangkan peternakan, khususnya ternak ruminansia. Karena keberhasilan usaha peternakan tidak terlepas dari faktor genetik 30% dan faktor lingkungan 70% (Parakkasi, 1999) dan pakan memiliki peranan penting dalam keberhasilan usaha peternakan, karena 60-80% total biaya produksi digunakan untuk biaya pakan (Siregar, 2003).
Pengembangan pakan berbasis sumber daya lokal asal limbah menjadi salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Untuk pengembangan pakan asal limbah tersebut diperlukan teknologi pengolahan pakan berupa pembuatan silase. Silase adalah pakan yang diawetkan melalui proses ensilase, yaitu proses pengawetan pakan atau hijauan dengan menggunakan kerja spontan fermentasi asam laktat dalam kondisi anaerob(Nahrowi, 2006).
Jerami padi (Oryza sativa) merupakan salah satu limbah pertanian di Indonesia yang cukup melimpah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton per hektar satu kali panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi yang digunakan (Ahmad, 2008). Produksi jerami padi di Indonesia adalah 44.229.343 ton bahan kering (Syamsu, 2003), Jerami padi sebagai pakan ternak kurang baik karena sebagian besar karbohidratnya membentuk lignosellulosa yang sukar dicerna ternak, mengandung silikat dan oksalat tinggi (Jackson, 1977)
Upaya pemanfaatan jerami padi sebagai pakan perlu diiringi dengan perlakuan secara fisik, kimia, biologis. Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami menurut Sulardjo (1999), yaitu dengan fermentasi atau dibuat silase,fermentasi yaitu proses perombakan dari
struktur keras secara fisik, kimia dan biologi, sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi sederhana.Teknologi fermentasi menggunakan inokulan berbasis cairan rumen dan rayap disinyalir dapat dilakukan guna menghasilkan ransum berbasis limbah yang berkualitas dengan tingkat kecernaan yang tinggi (Mudita dan Wibawa, 2008).
Cairan rumen yang merupakan limbah dari rumah potong hewan (RPH) yang mengandung mikroba yang berperan dalam proses fermentasi. Cairan rumen mengandung berbagai mikroorganisme baik bakteri, protozoa maupun fungi (Kamra, 2005). Cairan rumen sapi bali juga potensial dimanfaatkan sebagai inokulan kaya nutrisi mudah larut, mikroba dan enzim pendegradasi serat (Mudita et al., 2012). Zat makanan yang terkandung dalam rumen meliputi protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, fosfor 0,55%, abu 18,54% dan air 10,92% (Widodo, 2002).
Berdasarkan paparan diatas, maka dipandang perlu mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian cairan rumen ke dalam silase jerami padi, melalui pengujian kualitas fisik dan kimia silase jerami padi.
MATERI DAN METODE
Bahan silase
-
1. Jerami padi
Jerami padi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari persawahan disekitar Banjar Buda Manis, Desa Sidemen, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem.
-
2. Cairan rumen sapi
Cairan rumen sapi diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) di sekitar Desa Sidemen yang diambil dari perasan isi rumen dari ternak sapi yang baru dipotong. Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa cairan rumen segar dan steril. Untuk membuat cairan rumen steril, cairan rumen segar dipanaskan sampai mendidih dengan suhu ± 100 0C selama ± 3 menit.
-
3. Bahan aditif
Silase dibuat dengan penambahan bahan aditif berupa pollard dan molases, kedua bahan aditif ini diperoleh di toko pakan ternak disekitar Desa Sidemen Karangasem. Bahan aditif yang ditambahkan pada silase jerami padi masing-masing sebanyak 10%/kg jerami padi.
Alat-alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan, terpal sebagai alas mencampur silase, pisau untuk memotong jerami padi, papan sebagai alas pemotong, kantong plastik, kertas sebagai label, panci kecil untuk memanaskan cairan rumen, isolasi, spoit untuk menambahkan cairan rumen dan toples dengan tutup sebagai silo.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian uji kualitas silase jerami padi adalah pH meter, blender laboratorium, kantong kertas, oven temperature 700C, alat penggiling, cawan porselin, neraca analitik, oven 105 – 1100C, desikator, pingset, alat destrusi, alat destilasi, alat titrasi, tanur listrik 5000C, labu destruksi, kompor destruksi, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, gelas piala, buret, aluminium foil, botol semprot, pengaduk magnet, rak tabung, kertas saring, corong buchner, kondensor, dan pompa vakum.
Zat-zat kimia
Zat-zat kimia yang digunakan terdiri dari asam sulfat (H2SO4) pekat, natrium hidroksida (NaOH) 50% (50 gram/100 ml), asam boraks 2% (2gam/100 ml), asam klorida (HCl) 0,1 N, tablet katalis, indikator campuran (20 ml Bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alkohol) yang digunakan untuk menentukan kadar protein kasar (PK). Penentuan kadar serat kasar (SK) menggunakan zat kimia H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, alkohol dan aseton. Pada penentuan lemak kasar (LK) diperlukan zat kimia petroleum benzena.
Tempat dan waktu penelitian
Pembuatan silase dilakukan di Banjar Buda Manis, Desa Sidemen, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, dan analisis silase jerami padi dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 6 (enam) bulan dari tahap persiapan sampai pengolahan data. Penelitian berlangsung dari tanggal 3 Juli 2018 sampai dengan 3 Januari 2019.
Pembuatan silase
Pembuatan silase dilakukan dengan cara, jerami padi dipotong-potong dengan ukuran 3-5 cm dan di atasnya ditaburkan 10% pollard dan 10% molases serta cairan rumen sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Kemudian campurkan potongan jerami padi, pollard, molases dan cairan rumen secara merata, lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diikat erat dan dimasukkan ke dalam toples dengan penutup yang disegel dengan isolasi sehingga tercipta keadaan anaerob. Silase disimpan di tempat yang sejuk dan tidak terkena matahari. Silase
jerami padi difermentasi selama tiga minggu (Trisnadewi., et al 2017), kemudian dilakukan pengamatan.
Analisis laboratorium
Sampel silase dianalisis sifat fisiknya (pH, jamur, warna, aroma, dan tekstur) serta analisis kimianya dilakukan dengan analisis proksimat (bahan kering (BK), bahan organik (BO), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), protein kasar (PK), dan abu)
Rancangan percobaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Empat perlakuan silase yaitu perlakuan A (silase jerami padi tanpa cairan rumen), B (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen steril 50 ml/kg jerami), C (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen segar 25 ml/kg dan cairan rumen steril 25 ml/kg jerami) dan D (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen segar 50 ml/kg jerami). Silase dibuat dengan menggunakan bahan aditif molases dan pollard masing-masing 10% dari jerami padi yang digunakan.
Peubah yang diamati dan cara kerjanya
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah:
-
1. Kualitas fisik dilakukan dengan mengamati sifat fisik silase meliputi pH, jamur, warna, aroma, dan tekstur silase. Adapun cara kerjanya adalah sebagai berikut:
-
a. Nilai pH
Pengukuran nilai pH silase dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Sampel silase jerami padi diambil sebanyak 10 gram dan ditambahkan aquades sebanyak 100 ml, kemudian sampel diblender dan disaring, selanjutnya diukur pHnya.
-
b. Jamur, warna, aroma, dan tekstur
Untuk mengetahui sifat fisik silase jerami padi berupa jamur, warna, aroma, dan tekstur, dilakukan dengan penilaian panelis dengan menggunakan table skoring kriteria penilaian silase (Deptan, 1980).
Tabel.1 Kriteria penilaian silase
kriteria |
Penilaian | |||
Baik sekali |
Baik |
sedang |
Buruk | |
Jamur |
Tidak ada |
Sedikit |
Lebih banyak |
Banyak |
Tekstur |
Halus |
Agak halus |
Kurang halus |
Kasar |
Warna |
Hijau kekuningan |
kuning |
Kecoklatan |
Coklat kehitaman |
Bau |
Asam |
Asam |
Kurang asam |
Busuk |
Skoring |
1 |
2 |
3 |
4 |
pH |
3,2-4,5 |
4,2-4,5 |
4,5-4,8 |
>4,8 |
Sumber : Deptan (1980). |
-
2. Kualitas kimia dilakukan dengan mengamati kandungan nutrisi silase yaitu: bahan kering (BK), bahan organik (BO), lemak kasar (LK), serat kasar (SK), protein kasar (PK), dan abu. (AOAC, 1994) Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
-
a. Bahan kering (BK)
Untuk menentukan bahan kering prinsip kerja yang digunakan adalah menghilangkan molekul air dari sampel melalui proses pemanasan dalam oven dengan suhu 105-1100C. dengan pemanasan dalam jangka waktu tertentu pada suhu diatas titik didih maka air akan menguap semuanya. dengan menimbang berat sampel setelah dipanaskan kadar bahan kering dapat diketahui.
-
b. Protein kasar (PK)
Analisis protein kasar dilakukan dengan menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Prinsip kerja penentuan protein kasar adalah dengan melihat kandungan nitrogen sampel. Ikatan nitrogen sampel akan dipecah dan diikat oleh asam sulfat pekat dalam bentuk ammonium sulfat, dalam keadaan basa amonium sulfat akan melepas amonianya dan ditangkap oleh larutan asam, dengan jalan titrasi kandungan nitrogen sampel dapat diketahui. c. Serat kasar (SK)
Prinsip penentuan serat kasar adalah setiap zat yang larut dalam larutan asam lemah dan basa lemah dalam penyaringan dapat dihilangkan, yang tertinggal dalam saringan adalah serat kasar dan abu. Serat kasar akan terbakar dalam tanur dengan suhu 500-6000C selama ± 6 jam sehingga serat kasar dapat diketahui.
-
d. Kadar abu
Kadar abu dianalisis dengan menggunakan metode pengabuan menggunakan tanur dengan suhu 500-6000C selama ± 6 jam. Prinsip kerja pengabuan adalah bahan organik akan teroksidasi secara sempurna menjadi produk gas bila dibakar pada suhu tinggi. Sisa yang
tertinggal adalah abu dengan warna putih keabu-abuan. Sisa pembakaran ditimbang sebagai kadar abu.
-
e. Bahan organik (BO)
Kadar bahan organik diperoleh dari selisih berat sampel (BK) dengan berat residu abu dibagi berat sampel (BK) kemudian dikali 100%.
-
f. Lemak kasar (LK)
Menurut AOAC (1994) penetapan kadar lemak dapat dilakukan dengan metode Soxhlet menggunakan petroleum benzena sebagai pelarut. Metode soxhlet yaitu lemak yang terekstraksi dalam pelarut akan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu soxhlet), kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 1050C untuk memisahkan dari pelarutnya. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak menguap karena titik didih lemak lebih tinggi sehingga lemak akan tertinggal pada wadah. Lemak hasil ekstraksi kemudian ditimbanglalu dilakukanperhitungan sehingga diperoleh kadar lemak sampel.
Analisis data
Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam, apabila nilai rataan perlakuan berpengaruh nyata pada peubah (P<0,05), dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5% (Steel and Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas kimia silase
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh penambahan cairan rumen terhadap kualitas kimia silase jerami tersaji pada table 2.
Tabel. 2 Kualitas kimiasilase jerami padi dengan penambahan cairan rumen.
Variabel(%) |
Perlakuan1) |
SEM3) | |||
A |
B |
C |
D | ||
Bahan Kering |
96,18a2) |
95,14a |
95,46a |
95,75a |
0,34 |
Abu |
21,77a |
21,91a |
22,98a |
23,98a |
0,84 |
Bahan Organik |
78,23a |
78,09a |
77,02a |
76,02a |
0,84 |
Protein Kasar |
8,31b |
8,52b |
8,63b |
9,35a |
0,18 |
Serat Kasar |
31,92a |
28,81b |
27,18c |
24,88d |
0,50 |
Lemak Kasar |
9,65a |
9,66a |
9,79a |
9,84a |
0,15 |
keterangan
1. A (silase jerami padi tanpa cairan rumen) “kontrol”,
B (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen steril 50 ml/kg jerami),
C (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen segar 25 ml/kg dan cairan rumen steril 25 ml/kg jerami)
D (silase jerami padi dengan tambahhan cairan rumen segar 50 ml/kg jerami).
2. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
3. SEM = Standard Error of The Treatment Mean
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar bahan kering silase jerami padi pada perlakuan A, B, C, dan D menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini Kemungkinan disebabkan karena jerami padi yang dijadikan bahan silase ditambahkan air yang sama, sehingga tidak terjadi perbedaan bahan kering yang nyata. Selain itu dari hasil uji kualitas fisik menggunakan tabel kriteria penilaian silase didapatkan hasil yang berbeda tidak nyata pada semua perlakuan dan memiliki kualitas yang cendrung sama yang menyebabkan kandungan bahan kering relatif sama.Waluyo (2002) menyatakan kehilangan bahan kering yang baik selama ensilase yaitu sebesar <16,1%. Terjadinya kecendrungan penurunan kadar bahan kering silase jerami padi ini disebabkan karena terjadinya peningkatan populasi mikroorganisme akibat penambahan cairan rumen yang dapat meningkatkan proses fermentasi sehingga kadar bahan kering dapat menurun. Surono et al. (2006) menyatakan bahwa peningkatan kandungan air selama ensilase menyebabkan kandungan bahan kering silase menurun, sehingga menyebabkan kehilangan bahan kering. Hal ini didukung olah Novianty (2014) semakin tinggi kadar air maka semakin menurun kadar bahan kering dalam suatu bahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu pada perlakuan A adalah sebesar 21,77%. Pada perlakuan B, C, dan D terjadi peningkatan dengan kandungan abu masing-masing sebesar 21,91, 21,98, dan 23,98% . Secara statistik berbeda tidak nyata kemungkinan disebabkan karena proses fermentasi tidak mampu merubah kadar abu suatu bahan, namun dapat mempengaruhi kadar bahan organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwadaria et al. (1997) bahwa abu secara absolut tidak berubah, maka peningkatan kadar abu menunjukkan berkurangnya bahan organik substrat. Kecendrungan peningkatan kadar abu silase jerami padi disebabkan oleh penurunan bahan organik akibat dari peningkatan populasi mikroba yang memerlukan lebih banyak bahan organik sehingga bahan organik akan menurun. Irawan et al. (2012) menyatakan bahwa peningkatan aras isi rumen kerbau menyebabkan jumlah mikrobia meningkat sehingga semakin tinggi aras isi rumen kerbau akan mengakibatkan tingginya bahan organik yang tercerna oleh mikrobia.
Kadar bahan organik pada penelitian menunjukkan terjadi penurunan namun analisis statistik menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena persentase bahan organik dipengaruhi oleh persentase bahan lainnya. Menurut Amrullah (2003) kandungan bahan organik suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya seperti bahan kering dan abu. Terjadinya kecendrungan penurunan kandungan bahan organik tersebut kemungkinan disebabkan karena penambahan cairan rumen yang dapat
meningkatkan populasi mikroba dalam silase jerami padi, peningkatan populasi mikroba akan meningkatkan kebutuhan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan mikroba, sehingga mikroba akan merombak bahan organik untuk memenuhi kebutuhannya. Sesuai dengan pendapat Hartadi et al. (1997) bahwa peningkatan jumlah mikrobia akan mengakibatkan semakin tingginya bahan organik yang tercerna oleh mikroba. Walaupun peningkatan populasi mikroba juga dapat sebagai bahan organik namun tidak sebanyak dengan bahan organik yang digunakan oleh mikroba itu sendiri. Menurut pendapat Kristianti et al. (2015) adanya mikroba fermentor juga akan memberikan pasokan nutrien ke dalam bahan (ransum) terfermentasi namun dalam jumlah yang lebih rendah dari nutrien yang termanfaatkan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar protein kasar pada Perlakuan D nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Peningkatan protein kasar pada perlakuan dengan penambahan cairan rumen segar kemungkinan besar disebabkan oleh mikroba dalam cairan rumen segar yang berkembang, sehingga populasi mikroba meningkat yang juga akan meningkatkan kadar protein kasar silase. Menurut Leng (1997) komposisi sel tubuh bakteri adalah relatif konstan yang terdiri dari 32 - 42% protein murni, 10% senyawa nitrogen, 8% asam nukleat, 11-15% lipid, 17% karbohidrat dan 13% abu. Block (2006) mengungkapkan bahwa asam amino mikroba khususnya bakteri mempunyai kualitas tinggi dengan komposisi asam amino yang setara bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan profil asam amino susu, tepung ikan, jagung kuning, tepung darah maupun tepung canola. Populasi mikroba yang tinggi pada proses fermentasi juga akan meningkatkan kandungan protein bahan melalui sintesis protein tubuhnya sesuai dengan pernyataan Arora (1995) sintesis protein adalah proses memproduksi senyawa-senyawa polipeptida dalam tubuh sel yang berguna untuk pewarisan sifat secara genetis kepada keturunannya, sehingga mikrobia akan berkembang biak dan akan meningkatkan kandungan protein kasar dari bahan pakannya.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kadar serat kasar pada perlakuan B, C dan D nyata (p<0,05) lebih rendah dibandingkan dari perlakuan A yang memiliki kandungan serat kasar 31,92%. Menurunnya kandungan serat kasar secara signifikan pada perlakuan B, C, dan D disebabkan oleh proses fermentasi yang terjadi secara maksimal akibat penambahan cairan rumen, selain sebagai penyumbang mikroba cairan rumen juga dapat sebagai bahan aditif atau suplemen yang akan digunakan mikroba untuk hidup dan berkembang. Sesuai dengan pendapat Trisnadewi et al. (2017) kandungan serat kasar semakin meningkat dengan menurunnya suplementasi pollard dan meningkatnya
suplementasi molases pada 20% maupun 10%. Populasi mikroba yang meningkat akibat dari tambahan cairan rumen tersebut juga akan meningkatkan mikroba selulolitik yang akan menghasilkan enzim selulase yang akan merombak serat kasar dengan cara mendegradasi selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana berupa glukosa untuk dimanfaatkan kembali oleh mikroba untuk hidup dan berkembang. Partama et al. (2012) menyatakan meningkatnya populasi bakteri selulolitik menyebabkan meningkatnya degradasi selulosa yang dirombak menjadi oligosakarida dan glukosa.
Analisis statistik menunjukkan bahwa Kadar lemak kasar pada perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Kemungkinan disebabkan karena aktifitas mikroba yang tinggi, sehingga pada saat proses fermentasi aktifitas mikroba yang menghasilkan asam lemak dapat di degradasi oleh mikroba lipolitik. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmosuwito (1985) bahwa mikrobia lipolitik ini akan menghasilkan enzim lipase untuk mendegradasi lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak yang digunakan sebagai sumber energi. Di sisi lain kecendrungan terjadinya peningkatan kadar lemak kasar disebabkan oleh penambahan cairan rumen sebanyak 50 ml/kg bahan dapat lebih meningkatkan aktifitas mikroba, sehingga asam lemak yang dihasilkan mikroba pada saat proses fermentasi tidak dapat didegradasi sepenuhnya oleh mikroba lipolitik. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pada prosesfermentasi silase, terdapat aktivitas bakteri yang menghasilkan asam lemak cukup tinggi, sehingga kandungan lemak cenderung meningkat.
Kualitas fisik silase
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh penambahan cairan rumen terhadap kualitas fisik silase jerami padi tersaji pada tabel 3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai pH pada perlakuan A (kontrol) adalah sebesar 4,56 (Tabel 3). Nilai pH perlakuan B lebih rendah dibandingkan perlakuan A sebesar 1,54 %, perlakuan C lebih rendah dari perlakuan A dan B masing-masing sebesar 2,63 dan 1,11% , perlakuan D lebih lebih tinggi dari perlakuan A, B, dan C masing- masing sebesar 1,29, 2,81 dan 3,89%.Secara statistik perbedaan antar perlakuan tersebut berbeda tidak nyata (P>0,05).
Tabel. 3Kualitas fisik silase jerami padi dengan penambahan cairan rumen.
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM3) | |||
A |
B |
C |
D | ||
pH |
4,56a2) |
4,49a |
4,44a |
4,62a |
0,38 |
Warna |
3,38a |
3,56a |
3,88a |
3,63a |
0,15 |
Jamur |
2,88a |
2,75a |
3,38a |
2,88a |
0,27 |
Bau |
2,81a |
2,50a |
2,19a |
2,63a |
0,19 |
Tekstur |
2,56a |
2,81a |
2,75a |
2,94a |
0,21 |
Keterangan:
1. A (silase jerami padi tanpa cairan rumen) “kontrol”,
B (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen steril 50 ml/kg jerami),
C (silase jerami padi dengan tambahan cairan rumen segar 25 ml/kg dan cairan rumen steril 25 ml/kg jerami)
D (silase jerami padi dengan tambahhan cairan rumen segar 50 ml/kg jerami).
2. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
3. SEM = Standard Error of The Treatment Mean
Hasil uji organoleptik silase yang dilakukan oleh 4 orang panelis dengan menggunakkan tabelkriteria penilaian silase Deptan (1980). Semua variabel yang diamati yaitu warna, bau, tekstur, jamur dan pH menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P>0,005).Hal ini disebabkan oleh secara fisik silase memiliki penampilan yang sama karena selain perlakuan semua keadaan pada pembuatan silase ini sama, sehingga penilaian panelis menggunakan panca indra tidak menemukan perbedaan sehingga dalam memberikan skor yang cendrung sama.
Uji pH menggunakan pH meter, perlakuan A menunjukkan nilai 4,56 dan nilai pH semua perlakuan berkisar antara 4,44-4,62 dengan kisaran nilai pH tersebut sesuai dengan tabel kriteria penilaian silase Deptan (1980) maka kualitas silase tersebut dapat dikatakan sedang karena kisaran pH silase masih berada antara 4,5-4,8. Hasil penelitian ini sejalan dengan Hermanto (2011) yang menyatakan pH silase 4,3 – 4,5 cukup baik dan pH 3,8 – 4,2 sangat ideal.
Hasil uji panelis menunjukkan skor warna, tekstur, bau, dan jamur pada perlakuan A berturut-turut adalah 3,38, 2,88, 2,81, dan 2,56 dan skor warna, tekstur, bau, dan jamur pada semua perlakuan berkisar secara berturut-turut (3,38-3,88), (2,75-3,38), (2,19-2,81), dan (2,56-2,94). Kisaran nilai tersebut sesuai dengan tabel kriteria silase Deptan (1980) maka kualitas silase berada pada kisaran baik menuju sedang.Menurut Ratnakomala (2006) silase yang baik dinilai dari segi kualitatif dapat ditinjau dari beberapa parameter seperti pH, suhu, tekstur, warna dan kandungan asam laktatnya.
Silase yang baik akan memiliki bau yang asam menyerupai tape, pada keadaan asam ini memungkinkan perkembangan bakteri asam laktat untuk melakukan proses
fermentasi.Menurut Kojo (2015) pada keadaan asam, jamur tidak dapat tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih aktif terutama bakteri pembentuk asam, dengan demikian bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses silase.
Perubahan warna pada bahan silase disebabkan karena proses fermentasi yang kedap udara, Rekohadiprodjo (1998) menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami ensilase disebabkan oleh proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masih ada, sampai oksigen tanaman habis. Lingkungan yang kedap udara akan memiliki temperatur yang lebih tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya perubahan warna. Temperatur yang tidak dapat terkendali akan menyebabkan silase berwarna hitam, hal ini menyebabkan turunnya nilai kandungan nutrisi pakan, karena banyak sumber karbohidrat yang hilang, keadaan ini terjadi pada temperatur 55ºC (Kojo, 2015).
Jamur dapat dijadikan sebagai indikator karena jamur tidak dapat hidup pada lingkungan yang asam, sehingga semakin banyak jamur pada silase maka dapat dikatakan kualitas silase tersebut kurang baik karena suasana asam tidak terjadi. Kojo (2015) menyatakanpada keadaan asam, jamur tidak dapat tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih aktif terutama bakteri pembentuk asam.
Menurut Kartadisastra (1997) silase yang baik kualitasnya adalah yang teksturnya tidak lembek, berair, berjamur dan tidak menggumpal, untuk menilai tekstur ini diperlukan indra peraba untuk membedakan mana silase yang berkualitas baik dan tidak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa silase jerami padi yang ditambahkan cairan rumen sebesar 50ml/kg dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan protein kasar, sedangkan kualitas fisik tidak memberikan pengaruh yang nyata. Perlakuan D memiliki kualitas terbaik yang menghasilkan silase dengan kandungan serat kasar terendah dan protein kasar tertinggi.
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat dampak penambahan cairan rumen kedalam silase jerami padi pada ternak ruminansia.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, M.S atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M. dan Nashir. 2008. Pembuatan Jerami Fermentasi. Lembar informasi pertanian (Liptan) IP2TP Mataram No.02/Liptan/2000. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Mataram.
AOAC, 1994. Official Methods of Analysis. Association of Official. Agricultural Chemists Washingtong DC.
Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh Retno Muwarni).
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Satu Gunung Budi, Bogor.
Block, E. 2006. Rumen Microbial Protein Production Are We Missing an Oppurtunity to Improve Dietary and Economic Efficiencies in Protein Nutrition of the High Producing Dairy Cow Industry Presentation High Plains Dairy Conference.
Departemen Pertanian. 1980. Silase sebagai makanan ternak. Departemen Pertanian. Balai Informasi Pertanian. Laporan Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.
Darmosuwito, S. 1985. Beberapa Aspek Mikrobiologis pada Fermentatif Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidak diterbitkan).
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hermanto, 2011. Sekilas Agribisnis Peternakan Indonesia. konsep pengembangan peternakan, menuju perbaikan ekonomi rakyat serta meningkatkan gizi generasi mendatang melalui pasokan protein hewani asal peternakan.
Irawan, P., I. Sutrisno, dan C. S. Utama. 2012. Komponen Proksimat Pada Kombinasi Jerami Padi dan Jerami Jagung yang difermentasi dengan Berbagai Aras Isi Rumen Kerbau. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro.
Jackson, M.G, 1977. The Alkali Treatment of Strong. Anim. Feed Sci. Tech.
Kamra, D. N. 2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity.
Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135.Available from: URL: http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius, Yogyakarta.
Kojo, R. M. 2015. Pengaruh penambahan dedak padi dan tepung jagung terhadap kualitas fisik silase rumput gajah (Pennisetum purpureum CV.Hawaii). Jurnal. Zootek Vol. 35(1): 21-29
Kristianti, N. W. D., I M. mudita, dan N. W. Siti. 2015. Kandungan nutrien ransum sapi bali berbasis limbah pertanian yang difermentasi dengan inokulan dari cairan rumen dan rayap (termites sp). Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.
Leng, R. A. 1997. Tree Foliage In Ruminat Nutrition. Food and Agriculture Organization of The United Nation Rome, Italy.
Mudita, I M. dan AA. P. P.Wibawa. 2008. Evaluasi Kualitas Dan Kecernaan Nutrien Secara In Vitro Ransum Sapi Komplit Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah yang Difermentasi Cairan Rumen dan Enzim Optyzim. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan.Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I.M., I. W. Wirawan, A.A.P.P. Wibawa, dan I.G.N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Hibah Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Novianty dan Nurhafni. 2014. Kandungan Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Ransum Berbahan Jerami Padi Daun Gamal Dan Urea Mineral Molases Liquid Dengan Perlakuan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nahrowi, 2006. Silase Ransum Komplit, Strategi Penyediaan Pakan Ternak Ruminansia Berkelanjutan. Materi Pelatihan. IPB, Bogor.
Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar.
Parakkasi, A.1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Purwadaria T., T. Haryati, A.P. Sinurat, I.P. Kompiang, Supriyati and J. Darma. 1997. The correlation between amylase and selulase activity with starch and fiber content on the fermentation of “cassapro” (cassava protein) with Aspergillus niger. Dalam : Proceeding of The Indonesian Biotechnology Conference 1997. The Indonesian Biotechnology Consortium IUC Biotechnology, Institut Pertanian Bogor, Bogor, 1 : 379-390
Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Ratnakomala, S. 2006. Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum 1A-2 dan 1BL-2 terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). Biodiversitas. 7 (2): 131-134
Trisnadewi, A. A. A. S., I G. L. O. Cakra., dan I W Suarna. 2017. kandungan nutrisi silase jerami jagung melalui fermentasi pollard dan molasses. majalah ilmiah peternakan.
Siregar, S.B. 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke tiga. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Sulardjo. 1999. Usaha Meningkatkan Nilai Nutrisi Jerami Padi. Vol VII. (No.3.), Universitas Semarang.
Surono, M. Soejono, dan S.P.S. Budhi. 2006. Kehilangan Bahan Kering Dan Bahan Organik Silase Rumput Gajah Pada Umur Potong Dan Level Aditif Yang Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua. Alih bahasa B. Sumantri. Jakarta. Gramedi
Syamsu, A.J., L.A. Sofyan, K. Mudikdjo, dan G.Said. 2003. daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian, 28(1), hal. 29-37
Waluyo, B. 2002. Pengaruh Aras Pemberian Tetes dan Lama Pemeraman yang Berbeda Terhadap Protein Kasar dan Serat Kasar Silase Hijaun Sorgum. Laporan Penelitian. Universitas Diponegoro. Semarang.
Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Muhammadiyah, Malang.
Suadnyana et al., Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 661 – 675
Page 675
Discussion and feedback