The Effect of Replacement Fish Mill with Golden Snail Flour in Rations on Commercial Carcasses of Male Bali Ducks
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: April 6, 2019 Accepted Date: May,9, 2019
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & I Wayan Wirawan
Pengaruh Penggantian Tepung Ikan Dengan Tepung Keong Mas Dalam Ransum Terhadap Potongan Karkas Komersial Itik Bali Jantan
Resla, M. S., A. W. Puger dan I. M. Nuriyasa
P S Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P. B. Sudirman, Denpasar, Bali
E-mail: sefiresla1@gmail.com, Telp: 082386225945
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam ransum terhadap potongan karkas komersial itik bali jantan umur 10 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari empat ulangan. Setiap ulangan terdiri dari satu ekor itik. Perlakuan tersebut adalah perlakuan R0 sebagai kontrol (penggunaan 15% tepung ikan dalam ransum tanpa tepung keong mas), sedangkan R1, R2, R3 dan R4 mengandung tepung keong mas masing-masing 25%, 50%, 75% dan 100% sebagai
pengganti tepung ikan. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah berat hidup, persentase karkas dan persentase potongan karkas komersial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam ransum terhadap berat hidup, persentase karkas dan persentase potongan karkas komersial itik bali jantan dengan pemberian 25%, 50%, 75% dan 100% tidak berbeda nyata (P>0,05) daripada R0.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung keong mas pada ransum dapat menggantikan keseluruhan penggunaan tepung ikan dan tidak mempengaruhi potongan karkas komersial itik bali jantan umur 10 minggu.
Kata Kunci: Potongan Karkas Komersial Itik, Tepung Ikan dan Tepung Keong Mas
The Effect of Replacement Fish Mill with Golden Snail Flour in Rations on Commercial Carcasses of Male Bali Ducks
ABSTRACT
The study aims to determine the effect of replacement fish mill with golden snail flour in rations on commercial carcasses of male bali ducks 10 weeks aged. The research design used was Randomized Block Design (RBD) with five treatments and each treatment consisted of four replications. Each replication consisted of one duck. The treatment is the R0 treatment as a control (using 15% fish mill in rations without golden snail flour), while R1, R2, R3 and R4 contain gold snail flour 25%, 50%, 75% and 100% instead of fish mill. Variables observed that the final weight, percentage of carcasses and the percentage of commercial carcasses. The results showed that the replacement of fish mill with golden snail flour in rations on final weight, percentage of carcasses and the percentage of commercial carcasses on male bali ducks by 25%, 50%, 75% and 100% are not significantly different

(P>0.05) than R0. Based on the results of the study it can be concluded that the use of golden snail flour in the ration can replace the overall use of fish mill and does not affect the commercial carcass of male bali aged 10 weeks.
Keywords: Commercial Carcasses Duck, Fish Mill and Golden Snail Flour.
PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan daging terus mengalami peningkatan setiap tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh. Kebutuhan daging sepanjang tahun 2017 mencapai 604.966 ton berdasarkan asumsi rata-rata konsumsi nasional sebesar 2,31 kg/kapita/tahun (BPS, 2016). Sementara itu, target produksi daging dalam negeri tahun 2017 sebesar 354.770 ton, sehingga terdapat kekurangan sebesar 250.196 ton. Sehingga penyediaan akan kebutuhan daging belum bisa dipenuhi sesuai target yang ditentukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi daging guna mencapai target yang diharapkan yaitu dengan mengembangkan potensi ternak lokal. Salah satu ternak lokal yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu ternak itik bali. Itik bali (Anas sp.) merupakan itik lokal yang berkembang di pulau Bali dan Lombok. Itik bali mempunyai daya tahan hidup yang sangat tinggi sehingga dapat dipelihara di berbagai tempat di Indonesia (Suharno dan Amri, 2003). Itik bali jantan berpotensi untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil daging. Itik merupakan salah satu jenis unggas yang berpotensi untuk dikembangkan karena pemeliharaannya yang mudah dan mempunyai ketahanan hidup yang tinggi (Murtidjo, 2006 dalam Fredianto, 2015). Menurut tujuan utama pemeliharaannya, ternak itik sebagaimana ternak ayam, dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: tipe pedaging, petelur dan ornamen. Itik lokal merupakan ternak unggas penghasil daging yang sangat potensial di samping ayam. Kelebihan ternak ini adalah lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga pemeliharaannya mudah dan tidak banyak mengandung resiko.
Kendala pengembangan ternak itik khususnya di Bali adalah kurangnya pengetahuan peternak mengenai pakan yang berkualitas. Pakan merupakan salah satu faktor penentu untuk mecapai produktivitas yang tinggi dalam pemeliharaan itik pedaging. Produktivitas itik dapat dilihat dari berat karkas yang dihasilkan dan proporsi karkas yang bernilai tinggi (Damayanti, 2008). Karkas yang baik mempunyai persentase yang tinggi terhadap bobot hidupnya. Persentase menjadi perhitungan untuk menentukan kualitas daging ternak itik. Kualitas karkas yang baik dapat diperoleh dari pemberian ransum atau penggunaan bahan pakan yang baik. Lestari et al., (2005) menyatakan bahwa pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan pertambahan bobot tubuh sehingga menghasilkan bobot potong atau berat hidup yang tinggi sehingga bobot karkas yang dihasilkan juga tinggi.
Salah satu bahan pakan yang umum digunakan sampai saat ini yaitu penggunaan tepung ikan. Tepung ikan merupakan bahan baku utama dalam pakan unggas karena memiliki protein yang cukup tinggi sekitar 53,7% (Nikijuluw, 2010). Salah satu kandungan dalam ransum yang sangat penting untuk pertumbuhan adalah protein. Namun penggunaan tepung ikan dalam ransum itik belum efisien dikarenakan harganya mahal dan cenderung terus meningkat serta sulit didapat, oleh karenanya akan menyebabkan harga ransum terus meningkat. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mencari sumber bahan pakan alternatif pengganti tepung ikan. Salah satu sumber bahan pakan yang mudah didapatkan, murah serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia adalah dengan memanfaatkan keong mas sebagai pakan sumber protein.
Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) merupakan hewan mollusca dengan siklus hidup pendek, bersifat hermaprodit dan perkembangbiakan cepat. Keong mas hidup di perairan berlumpur, tempat-tempat yang aliran airnya lambat dan lembab. Keong mas merupakan hama bagi petani karena dapat merusak padi yang sedang tumbuh sehingga hewan ini harus dikendalikan pertumbuhannya (Sulistiono, 2007). Di sisi lain keong mas dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Penggunaan keong mas untuk pakan ternak harus melalui pengolahan terlebih dahulu karena mengandung zat anti nutrisi (thiaminase). Thiaminase merupakan suatu zat yang merangsang penghancuran thiamin atau vitamin B1, thiamin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas (BPPP Jakarta, 2000). Keong mas sangat potensial untuk mengganti tepung ikan dalan ransum pakan itik. Kandungan nutrisi tepung keong mas adalah protein kasar (PK) 46,2%, energi metabolis (ME) 1920 Kkal/kg, kalsium (Ca) 2,9% dan fosfor (P) 0,35% (BPTP Kaltim, 2001). Menurut Sulistiono (2007), pemberian tepung keong mas sebanyak 10% dalam ransum itik mampu meningkatkan laju pertumbuhan dan produksi telur hingga 80% dan mampu mengimbangi penggunaan tepung ikan. Subhan (2012) menyatakan bahwa pengantian jagung kuning dengan kombinasi sagu kukus (Metroxylon spp) dan tepung keong mas (Pomacea spp) sebanyak 45% dalam ransum itik alabio jantan mojosari menghasilkan berat badan akhir 1,29% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, namun secara statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Berdasarkan uraian, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam ransum terhadap potongan karkas komersial itik bali jantan umur 10 minggu.
MATERI DAN METODE
Materi
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali dan dilaksanakan selama 6 minggu pada tahun 2018.
Itik
Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan umur 4 minggu, diperoleh dari peternak di Desa Mengwi dengan jumlah 20 ekor. Kisaran berat badan awal
rata-rata itik yaitu blok 1 (500-550 gram), blok 2 (551-600 gram), blok 3 (601-650 gram) dan
blok 4 (650-700 gram).
Kandang dan perlengkapan
Penelitian ini menggunakan jenis kandang litter (individu) sebanyak 20 buah, alas berbahan sekam dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 50 cm. Masing-masing kandang berisi satu ekor itik. Tiap kandang dilengkapi dengan satu buah tempat pakan dan satu buah tempat minum berbahan tempurung kelapa.
Peralatan
Peralatan yang digunakan terdiri dari: timbangan ACI kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 gram untuk menimbang ransum, berat hidup, karkas, dan potongan komersial. Alas yang digunakan untuk mencampur ransum yaitu terpal, untuk menampung ransum jadi digunakan kantong plastik, ember plastik untuk mengambil air minum, pisau untuk menyembelih itik, karkas, potongan komersial karkas kompor dan telenan. Penggilingan untuk menggiling keong mas kedalam bentuk tepung serta alat-alat tulis.
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan terdiri dari 5 macam dengan komposisi dan zat-zat nutrisi tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2. Air minum yang diberikan berasal dari PAM.
Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum Penelitian.
Perlakuan1)
Bahan (%) |
R0 |
R1 |
R2 |
R3 |
R4 |
Jagung Kuning |
51,15 |
51,05 |
52,15 |
52,45 |
54,60 |
Bungkil Kelapa |
4,70 |
6,45 |
8,55 |
9,35 |
14,60 |
Dedak Padi |
28,15 |
25,50 |
21,75 |
19,70 |
11,95 |
Minyak Kelapa |
1,00 |
2,00 |
2,55 |
3,50 |
3,85 |
Tepung Keong Mas |
0,00 |
3,75 |
7,50 |
11,25 |
15,00 |
Tepung Ikan |
15,00 |
11,25 |
7,50 |
3,75 |
0,00 |
Total |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
100,00 |
Sumber: Tami (2017)
Tabel 2. Kandungan Nutrien dalam Ransum.
Perlakuan1) Standar 2)
Nutrien
R0 |
R1 |
R2 |
R3 |
R4 | ||
ME (kkal/kg) |
2.901,98 |
2.906,64 |
2.900,50 |
2.909,49 |
2.904,85 |
2.900,00 |
Protein Kasar (%) |
16,00 |
16,02 |
16,08 |
16,01 |
16,30 |
16,00 |
Lemak Kasar (%) |
9,59 |
9,75 |
9,38 |
9,57 |
8,57 |
5,00 |
Serat Kasar (%) |
5,26 |
5,34 |
5,38 |
5,40 |
5,45 |
4,00 |
Kalsium (%) |
0,87 |
0,78 |
0,68 |
0,59 |
0,50 |
0,60 |
Posfor (%) |
0,59 |
0,52 |
0,44 |
0,38 |
0,28 |
0,30 |
Keterangan:
1. r0: penggunaan 15% tepung ikan dalam ransum (kontrol).
R1: Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 25% sebagai pengganti tepung ikan.
R2: Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 50% sebagai pengganti tepung ikan.
R3: Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 75% sebagai pengganti tepung ikan.
R4: Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 100% sebagai pengganti tepung ikan.
Perhitungan berdasarkan Scot et al., (1982).
2. Standar NRC (1994).
Metode
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) berdasarkan berat badan dengan 5 perlakuan dan 4 blok sebagai ulangan, tiap ulangan terdiri dari 1 ekor itik bali jantan umur 4 minggu. Perlakuan tersebut adalah:
R0 (kontrol= penggunaan 15% tepung ikan dalam ransum).
R1 (ransum dengan tepung keong mas 25% sebagai pengganti tepung ikan).
R2 (ransum dengan tepung keong mas 50% sebagai pengganti tepung ikan).
R3 (ransum dengan tepung keong mas 75% sebagai pengganti tepung ikan).
R4 (ransum dengan tepung keong mas 100% sebagai pengganti tepung ikan).
Pengelompokan itik
Ternak itik ditimbang dan dikelompokkan berdasarkan range berat yaitu bobot badan ringan, sedang, berat dan sangat berat diantaranya blok 1 (500-550 gram), blok 2 (551-600
gram), blok 3 (601-650 gram) dan blok 4 (651-700 gram). Setiap perlakuan mendapatkan range berat tersebut, sehingga rataan dari setiap perlakuan mendapatkan rataan yang sama.
Pencampuran bahan ransum
Pencampuran ransum dilakukan dengan menimbang masing-masing bahan penyusun ransum sesuai dengan kebutuhan. Penimbangan dimulai dari bahan yang lebih banyak, diikuti dengan bahan yang lebih sedikit. Ransum yang telah jadi (homogen) dimasukkan kedalam kantong plastik sesuai dengan perlakuan, kemudian ditimbang.
Pembuatan tepung keong mas
Keong mas yang sudah terkumpul ditampung dalam ember besar. Kemudian daging keong mas dipisahkan dari cangkang dan saluran pencernaan. Daging dibersihkan menggunakan air untuk mengurangi lendir. Setelah itu daging direbus selama + 20 menit. Tahap selanjutnya daging direcah dan kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari langsung hingga mendapatkan kadar air 14%. Setelah itu daging digiling hingga halus. Untuk memperpanjang masa simpan, tepung dimasukkan dalam kantong plastik besar.
Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum (tersedia setiap saat). Ransum yang akan diberikan dilakukan penimbangan terlebih dahulu. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Air minum yang diberikan berasal dari Perusahaan Air Minum (PAM). Tempat pakan dan minum dibersihkan setiap hari.
Prosedur pemotongan itik
Sebelum dilakukan penyembelihan, itik terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam. Tetapi air minum tetap diberikan, dan ditimbang berat badannya. Penyembelihan ternak dilakukan dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas leher pertama, USDA (United State Departement of Agriculture, 1977). Darah ditampung menggunakan mangkok dan ditimbang. Kemudian dimasukkan kedalam
kantong plastik. Setelah itik dipastikan mati, selanjutnya dilakukan pencabutan bulu dengan mencelupkan itik ke dalam air panas dengan suhu 650C-750C selama + 1 menit untuk
mempermudah pencabutan bulu. Setelah itik bersih, dilakukan penimbangan tanpa bulu dan darah. Selanjutnya mencari berat karkas dengan cara memotong kepala dan kaki, serta mengeluarkan organ dalam. Setelah didapatkan karkas, dilakukan pemisahan potongan karkas komersial yang terdiri dari dada (breast), paha bagian atas (thight), paha bagian bawah (drumstick), sayap (wing), dan punggung (back). Kemudian dilanjutkan dengan penimbangan masing-masing potongan karkas komersial tersebut.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
-
1. Berat hidup adalah berat itik pada waktu akan dipotong setelah dipuasakan selama 12 jam.
-
2. Persentase karkas adalah Perbandingan antara berat karkas dengan berat hidup dikalikan 100%.
-
3. Persentase potongan karkas komersial (recahan karkas) adalah bagian-bagian karkas bersifat komersial yang terdiri dari: dada (breast), paha bagian atas (thight), paha bagian bawah (drumstick), sayap (wing), pinggang dan punggung (back).
Analisis statistik
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis ragam dan apabila antar perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam ransum terhadap berat hidup, persentase karkas dan persentase potongan karkas
komersial itik bali jantan dengan pemberian 25%, 50%, 75% dan 100% tidak berbeda nyata
(P>0,05) daripada R0.
Tabel 3. Pengaruh Penggantian Tepung Ikan dengan Tepung Keong Mas dalam Ransum terhadap Potongan Karkas Komersial Itik Bali Jantan Umur 10 minggu.
Variabel |
Perlakuan1) SEM2) R0 R1 R2 R3 R4 |
Berat hidup (g) Persentase karkas (%) Potongan karkas komersial Dada (%) Sayap (%) Paha (%) Pinggang dan punggung (%) |
1306,25a 1372,00a 1389,00a 1254,50a 1373,50a 67,80 58,43a 58,5a 58,01a 59,40a 56,75a 1,85 31,68a 36,05a 29,16a 31,41a 32,26a 2,74 8,72a 8,38a 8,52a 9,29a 9,29a 0,56 21,93a 26,18a 22,51a 23,43a 21,00a 2,20 32,72a 29,59a 30,69a 29,36a 32,56a 3,39 |
Keterangan:
1. R0= Penggunaan 15% tepung ikan dalam ransum (kontrol).
R1= Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 25% sebagai pengganti tepung ikan.
R2= Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 50% sebagai pengganti tepung ikan.
R3= Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 75% sebagai pengganti tepung ikan.
R4= Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 100% sebagai pengganti tepung ikan.
2. SEM ( Standard Error of the Treatment Mean).
Berat hidup itik bali jantan yang mendapat perlakuan R1 (Ransum dengan tepung keong
mas sebanyak 25% sebagai pengganti tepung ikan), R2 (Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 50% sebagai pengganti tepung ikan) dan R4 (Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 100% sebagai pengganti tepung ikan) masing- masing adalah 5,03%, 6,33% dan 5,15% secara statistik tidak nyata lebih tinggi daripada perlakuan R0. Pada perlakuan R3 (Ransum dengan tepung keong mas sebanyak 75% sebagai pengganti tepung ikan) adalah 3,96% secara statistik tidak nyata lebih rendah daripada perlakuan R0. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa berat hidup tidak dipengaruhi oleh penggantian tepung keong mas dalam ransum. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tepung keong mas sampai level 100% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap berat hidup itik bali jantan. Hal ini erat kaitannya dengan ransum yang diberikan khususnya kandungan protein pada tepung keong mas yang hampir setara dengan tepung ikan. Kandungan nutrisi tepung keong mas adalah protein kasar (PK) 46,2%, energi metabolis (ME) 1920 Kkal/kg, kalsium (Ca) 2,9% dan
fosfor (P) 0,35% (BPTP Kaltim, 2001). Sedangkan menurut SNI 01-2715-1996/Rev. 92 tentang tepung ikan/bahan baku pakan yaitu kandungan protein untuk standar mutu I, II, dan III adalah 65%, 55%, dan 45%. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari et al., (2005) bahwa pemberian ransum berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan pertambahan bobot tubuh sehingga menghasilkan bobot potong atau berat hidup yang tinggi sehingga bobot karkas yang dihasilkan juga tinggi.
Persentase karkas itik bali jantan yang mendapat perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 secara statistik menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap persentase karkas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tepung keong mas sampai level 100% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase karkas itik bali jantan. Persentase karkas itik bali jantan yang diberikan perlakuan R1 dan R3 masing-masing adalah 0,12% dan 1,66% tidak nyata lebih tinggi daripada R0. Pada perlakuan R2 dan R4 masing-masing adalah 0,72% dan 2,87% tidak nyata lebih rendah daripada perlakuan R0. Dewanti, et al. (2013) menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong, semakin tinggi berat potong dan berat karkas maka akan berpengaruh terhadap persentase karkas yang semakin tinggi, sedangkan persentase karkas yang lebih rendah dipengaruhi oleh berat potong yang lebih rendah pula, karena berat potong yang lebih rendah bagian-bagian yang terbuang semakin banyak. Persentase karkas berawal dari laju pertumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya pertambahan bobot badan akan mempengaruhi bobot potong yang dihasilkan. Hal ini juga didukung oleh Yuniarty (2011) bahwa bobot potong akan berpengaruh pada persentase karkas yang dihasilkan. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh ransum yang diberikan khususnya kandungan protein pada tepung keong mas yang hampir setara dengan tepung ikan. Kandungan protein pada tepung keong mas yaitu 46,2% (BPTP Kaltim, 2001), sedangkan kandungan protein pada tepung ikan yaitu 53,7% (Nikijuluw, 2010).
Persentase dada pada itik bali jantan yang mendapat perlakuan R1 dan R4 tidak nyata lebih tinggi daripada R0. Pada perlakuan R2 dan R3 tidak nyata lebih rendah daripada R0. Rataan persentase potongan dada yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar 29-36%. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari yang dikemukakan Randa et al. (2002) pada penelitiannya yaitu rataan persentase dada, paha, punggung dan sayap pada itik jantan masing-masing berkisar antara 18,77%-24,87%, 23,17%-29,06%, 25,56%-27,41% dan 14,69%-19,15%. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase dada tidak dipengaruhi oleh penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam ransum. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tepung keong mas sampai level 100% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase dada itik bali jantan. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein pada tepung keong mas yang hampir setara dengan kandungan protein pada tepung ikan. Kandungan nutrisi tepung keong mas adalah protein kasar (PK) 46,2%, energi metabolis (ME) 1920 Kkal/kg, kalsium (Ca) 2,9% dan fosfor (P) 0,35% (BPTP Kaltim, 2001). Sedangkan menurut SNI 01-2715-1996/Rev. 92 tentang tepung ikan/bahan baku pakan yaitu kandungan protein untuk standar mutu I, II, dan III adalah 65%, 55%, dan 45%. Selain itu diduga karena potongan dada dipengaruhi oleh bobot potong yang secara tidak langsung akan mempengaruhi berat karkas dan bagian-bagian karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) bahwa ada hubungan yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan bobot potong, sehingga apabila dari hasil analisis bobot potong dan karkas didapat hasil yang tidak berpengaruh nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-bagian karkasnya. Faktor yang menyebabkan penggunaan tepung keong mas dalam ransum itik tidak berbeda nyata terhadap persentase potongan dada, karena umur pemotongan itik. Hal ini sesuai dengan pendapat Erisir et al. (2009), bahwa semakin tua umur potong itik menghasilkan persentase bagian dada yang semakin tinggi. Pribady (2008) menambahkan bahwa pertumbuhan potongan dada tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan
secara umum. Potongan bagian dada unggas adalah tempat perdagingan yang tebal dengan persentase tulang yang kecil, sehingga pada umur yang lebih muda perdagingan bagian dada masih sedikit dan akan meningkat seiring dengan umur yang meningkat.
Persentase sayap itik bali jantan yang diberikan perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 secara statistik menunjukkan tidak berbeda nyata terhadap persentase sayap. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tepung keong mas sampai level 100% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase sayap itik bali jantan. Pada perlakuan R1 dan R2 tidak nyata lebih rendah daripada R0. Pada perlakuan R3 dan R4 tidak nyata lebih tinggi daripada R0. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan nutrisi khususnya protein yang terdapat dalam tepung keong mas hampir setara dengan kandungan protein pada tepung ikan. Kandungan nutrisi tepung keong mas adalah protein kasar (PK) 46,2%, energi metabolis (ME) 1920 Kkal/kg, kalsium (Ca) 2,9% dan fosfor (P) 0,35% (BPTP Kaltim, 2001). Sedangkan menurut SNI 01-2715-1996/Rev. 92 tentang tepung ikan/bahan baku pakan yaitu kandungan protein untuk standar mutu I, II, dan III adalah 65%, 55%, dan 45%. Rata-rata persentase potongan sayap itik adalah 8-9% yang berarti lebih rendah dari yang diperoleh Randa et al. (2002) pada penelitiannya yaitu rataan persentase dada, paha, punggung dan sayap pada itik jantan masing-masing berkisar antara 18,77%-24,87%, 23,17%-29,06%, 25,56%-27,41% dan 14,69%-19,15%.
Persentase paha pada perlakuan R1, R2 dan R3 tidak nyata lebih tinggi daripada R0. Pada perlakuan R4 lebih rendah daripada R0. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa persentase paha tidak dipengaruhi oleh penggantian tepung ikan dengan tepung keong mas dalam ransum. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung keong mas sampai level 100% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase paha itik bali jantan. Hal ini juga dipengaruhi oleh kandungan nutrisi khususnya protein pada tepung keong mas yang hampir setara dengan kandungan protein pada tepung ikan mutu tiga. Kandungan nutrisi
tepung keong mas adalah protein kasar (PK) 46,2% (BPTP Kaltim, 2001). Sedangkan menurut SNI 01-2715-1996/Rev. 92 tentang tepung ikan/bahan baku pakan yaitu kandungan protein untuk standar III adalah 45%. Selain itu persentase paha dipengaruhi oleh bobot potong yang secara tidak langsung akan mempengaruhi berat karkas dan bagian-bagian karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) bahwa ada hubungan yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan bobot potong, sehingga apabila dari hasil analisis bobot potong dan karkas didapat hasil yang tidak berpengaruh nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-bagian karkasnya
Persentase pinggang dan punggung pada perlakuan R1, R2, R3 dan R4 tidak nyata lebih rendah daripada R0. Berdasarkan hasil analisis ragam, penggunaan tepung keong mas dalam ransum tidak berbeda nyata terhadap potongan pinggang dan punggung itik bali jantan. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung keong mas sampai level 100% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase pinggang dan punggung itik bali jantan. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan protein pada tepung keong mas yang hampir setara dengan kandungan protein pada tepung ikan, sehingga pemberian tepung ikan dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase pinggang dan punggung itik bali jantan. Kandungan protein pada tepung keong mas yaitu 46,2% (BPTP Kaltim, 2001), sedangkan kandungan protein pada tepung ikan yaitu 53,7% (Nikijuluw, 2010). Rataan persentase potongan pinggang dan punggung itik bali jantan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 29-32%. Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Muhsin (2002) sebesar 33,45% pada itik lokal jantan. Hal ini diduga karena potongan punggung dipengaruhi oleh bobot potong yang secara tidak langsung akan mempengaruhi berat karkas dan bagian-bagian karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994) bahwa ada hubungan yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan bobot potong, sehingga apabila dari hasil analisis bobot
potong dan karkas didapat hasil yang tidak berpengaruh nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-bagian karkasnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung keong mas dalam ransum sampai dengan level 100% tidak berpengaruh terhadap potongan karkas komersial itik bali jantan umur 10 minggu dan dapat menggantikan keseluruhan penggunaan tepung ikan.
Saran
Peternak itik bali disarankan untuk mengganti seluruh penggunaan tepung ikan dengan tepung keong mas, agar harga ransum menjadi lebih murah dan dapat membantu petani mengurangi serangan hama keong mas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Daging Sapi per ton tahun 2009 – 2016. Badan Pusat Statistik. Indonesia. Jakarta.
BPPP Jakarta. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, 2000. Penyusunan Ransum Untuk Itik Petelur. Jakarta.
BPTP Kalimantan Timur. 2001. Pengkajian Teknologi Budidaya Ayam Buras. PAATP Kaltim TA 2001.
Damayanti, V. 2008. Studi Perbandingan Persentase Karkas, Bagian-Bagian Karkas dan Non Karkas Pada Berbagai Unggas Lokal. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Dewanti, R., M. Irham, dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng gondok (Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas, non karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu. Buletin Peternakan. 37(1): 19-25, Februari 2013. hlm. 19-25.
Dijaya, A.S. 2003. Penggemukan Itik Jantan Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Erisir Z, O. Poyraz, E. Onbasilar, E. Erdem, G. Oksuztepe. 2009. Effects of housing system, swimming pool and slaughter age on duck performance, carcass and meat characteristics. J Anim Vet Adv 8 (9): 1864-1869.
Fredianto, N. 2015. Karakteristik Karkas Itik Lokal Jantan yang Diberi Tepung Limbah Penetasan Puyuh dalam Ransum. Thesis. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Lestari, C. M. S., S. Dartosukarno, dan I. Puspita. 2005. “Edible Portion” domba lokal jantan yang diberi pakan dedak padi dan rumput gajah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Hlm. 461 – 466.
Muhsin. 2002. Persentase Bobot Potong Karkas, Kepala, Leher dan Shank Itik Lokal Jantan yang Diberi Berbagai Level Kayambang (Salvinia molesta) dalam
Ransum. Skripsi. Jurusan Ilmu dan Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed Rev ke-9. Washington Dc: Academy.
Nikijuluw, V. 2010. Penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sekitar 20 Produk Perikanan dan Penunjangnya. diakses tanggal 10 Maret 2010.
Pribady, W. A. 2008. Produksi Karkas Angsa (Anser cygnoides) pada Berbagai Umur Pemotongan. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Randa, S. Y., I. Wahyuni, G. Joseph, H. T. Uhi, Rukmiasih, H. Hafid, dan A. Parakkasi. 2002. Efek pemberian serat tinggi dan vitamin-E terhadap produksi karkas dan non karkas itik Mandalung. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Hal: 261-264.
Scott, M. L, M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. The Nutrition of the Chicken. 3th Edition M. L. Ithaca. New York.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia. 1996. Tepung Ikan/ Bahan Pakan. SNI 2715-1996. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Steel, R. G. D and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Subhan, A., Yuwanta, T., & Sidadolog, J. H. P. 2012. Pengaruh kombinasi sagu kukus (Metroxylon spp) dan tepung keong mas (Pomacea spp) sebagai pengganti jagung kuning terhadap penampilan itik jantan alabio, mojosari dan hasil persilangannya (The effect of steaming sago (Metroxylon spp) and golden snail meal. Buletin Peternakan, 34(1), 30-37.
Sulistiono. 2007. Keong Mas sebagai Nutrisi Alami Alternatif. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Tami, I. W. 2017. Pengaruh Penggantian Tepung Ikan dengan Tepung Keong Mas pada Level Berbeda dalam Pakan Terhadap Penampilan Entok (Cairina moschata). Tesis. Program Studi Megister Ilmu Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Bali.
USDA (United State Department of Agriculture), 1977. Poultry Guiding Manual. U. S Government Printing Office Washington D.C.
Yuniarti, D. 2011. Persentase dan Berat Karkas serta Berat Lemak Abdominal Broiler yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Katuk (Sauropusandrogynus), Tepung Rimpang Kunyit (Curcuma domestica vall) dan Kombinasinya. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Resla et al., Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 376-391
Page 391
Discussion and feedback