Standardization Of Bali Bull Cattle Based on Indonesia National Standard at Baturiti Artificial Insemination Center
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: March 31, 2019
Accepted Date: May,9, 2019
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & A. A. P. P. Wibawa
Standarisasi Sapi Bali Pejantan Berdasarkan SNI di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Inseminasi Buatan Daerah Provinsi Bali
Hendriana, P. P. Y., N. L.G. Sumardani., N. P. Mariani
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana E-mail: yudha.pande96@gmail.com No. Telp: 085738135730
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui standarisasi sapi bali pejantan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Inseminasi Buatan Provinsi Bali. Data primer diperoleh dengan teknis survey, wawancara, dan pelatihan kerja, sedangkan data sekunder diperoleh melalui catatan hasil pengukuran parameter pada sapi bali pejantan pada jadwal bulan Oktober 2018 di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Inseminasi Buatan Daerah Provinsi Bali. Variabel yang diamati dalam Praktek Kerja Mahasiswa (PKM) ini antara lain: asal usul pejantan, kondisi kesehatan pejantan, penampilan kualitatif berupa warna bulu, dan bentuk kepala, serta kuantitatif individu berupa tinggi gumba (TG), panjang badan (PB), lingkar dada (LD), lingkar scrotum (LSC), dan berat badan (BB). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa asal usul pejantan sudah terekording, kondisi kesehatan pejantan sudah baik, penampilan kualitatif sudah sesuai SNI 7355 (2008), penampilan kuantitatif individu pejantan sesuai SNI kecuali sapi bali pejantan dengan kode 11240 dengan lingkar scrotum 25 cm dibawah standar SNI yaitu 26 cm untuk usia >24-36 bulan. Praktek Kerja Mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa secara umum sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali memenuhi standar SNI yaitu asal usul pejantan jelas, kondisi kesehatan pejantan secara umum dalam keadaan sehat, penampilan kualitatif dan kuantitatif individu pejantan sesuai SNI kecuali sapi bali pejantan dengan kode 11240.
Kata kunci : Standarisasi, Sapi Bali Pejantan, Penampilan Kualitatif, Kuantitatif Individu
Standardization Of Bali Bull Cattle Based on Indonesia National Standard at Baturiti Artificial Insemination Center
ABSTRACT
This study aims to determine the standardization of bali bull at baturiti artificial insemination center. Primary data is obtained from technical surveys, interviews, and job training, while secondary data is obtained from the records of parameter measurements in bali bull on the October 2018 schedule at baturiti artificial insemination center. The variables observed in Student Internship include: the origin of the bull, the health condition of bali bull, the qualitative appearance of feather color, and the shape of the head, as well as quantitative individuals in the high of gumba (HG), body length (BL), chest circumference (CC), scrotum circumference (SC), and body weight (BW). The obsevations are that the origin of bali bull has been recorded, the condition is healthy, the qualitative appearance is good, quantitative appearance of bali bull studs according to SNI except bali bull with code 11240 with a scrotum circumference of 25 cm below the SNI standard of 26 cm for ages > 24-36 months. Student Work Practice Results can be concluded that in general Bali bull at at baturiti artificial insemination center in Bali meet SNI standards, namely the origin of studs is clear,

bull health conditions in general are healthy, qualitative and quantitative appearance of bali bull studs according to SNI except bali cattle with code 11240 with a scrotum circumference of 25 cm below the SNI standard of 26 cm for ages > 24-36 months.
Keywords: Standardization, bali bull Cattle, Qualitative Performams, Quantitative Individual
PENDAHULUAN
Sapi Bali merupakan salah satu plasma nutfah nasional yang perlu dipertahankan kelestariannya. Sapi Bali memiliki keunggulan karakteristik seperti fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan yang baru, cepat berkembang biak, dan kandungan lemak karkas rendah (Harjosubroto, 1994). Sapi Bali memegang peranan penting sebagai sumber daging dalam negeri. Tingginya permintaan sapi Bali belum diimbangi dengan usaha-usaha pembibitan atau hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan mutu genetik ternak. Ternak sapi Bali memiliki masalah utama dalam upaya pengembangannya yaitu rendahnya kualitas bibit yang ditengarai akibat dari kejadian inbreeding (silang dalam) atau manajemen pemeliharaan. Warwick et al. (1983) menyatakan bahwa perkawinan silang dalam pada ternak sapi potong mengakibatkan penurunan berat badan sekitar 2,5-5,0 kg setiap kenaikan 10% silang dalam.
Usaha di bidang peternakan, khususnya ternak sapi di Indonesia membutuhkan perhatian khusus dalam kaitannya dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan populasi setiap tahunnya. Dalam menanggulangi masalah itu dibutuhkan teknologi tepat yang bisa diterapkan secara mudah dan efisien. Salah satu teknologi yang bisa digunakan yaitu inseminasi buatan. Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu bentuk bioteknologi dalam bidang reproduksi yang memungkinkan manusia untuk mengawinkan hewan betina tanpa perlu seekor pejantan utuh (Kartasudjana, 2001). Namun pada perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan (Sugoro, 2009).
Di UPT Balai Inseminasi Buatan Provinsi Bali merupakan balai produksi semen beku sapi bali. Dalam produksi semen beku tersebut, UPT BIB Provinsi Bali harus menggunakan standar agar menghasilkan kualitas dan kuantitas semen beku yang baik. Dengan adanya SNI, dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu ternak. Yang harus diperhatikan dalam SNI yaitu asal usul pejantan, kondisi kesehatan pejantan, penampilan kualitatif berupa warna bulu, dan bentuk kepala, serta kuantitatif individu berupa tinggi gumba (TG), panjang badan (PB), lingkar dada (LD), lingkar scrotum (LSC), dan berat badan (BB). Mengingat pentingnya penerapan SNI tersebut di UPT BIB Daerah Provinsi Bali, maka
perlu dilakukan pengkajian agar mengetahui stansarisasi yang digunakan sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantias semen yang baik.
METODE PELAKSANAAN
Sapi
Sapi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sapi bali pejantan sebanyak 11 ekor dengan berat badan 625 ± 56,87 kg, serta memiliki data recording yang lengkap pada bulan Oktober 2018.
Tempat dan Waktu Kegiatan
Kegiatan Paktek Kerja Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Udayana tahun 2018 dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Inseminasi Buatan Daerah Provinsi Bali. Pelaksanaan selama 8 minggu mulai tanggal 1 Oktober – 27 November 2018.
Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam praktek kerja mahasiswa untuk mengumpulkan data yaitu observasi, wawancara, dan studi pustaka. Metode observasi dilaksanakan dengan praktek dan pengamatan langsung mengenai kondisi ternak. Metode wawancara dilaksanakan dengan melaksanakan tanya-jawab dengan salah satu staff di UPT Balai Inseminasi Buatan di Baturiti mengenai data recording pada sapi pejantan. Metode studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari pustaka yang bersumber dari buku, jurnal dan data di internet mengenai standar SNI sapi bali.
Data yang dikumpulkan dalam PKM ini terdiri atas wawancara dan observasi secara langsung selama bulan Oktober 2018 di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Inseminasi Buatan Daerah Provinsi Bali.
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati dalam Praktek Kerja Mahasiswa (PKM) ini antara lain: asal usul pejantan, kondisi kesehatan pejantan, penampilan kualitatif berupa warna bulu, dan bentuk kepala, serta kuantitatif individu berupa tinggi gumba (TG), panjang badan (PB), lingkar dada (LD), lingkar scrotum (LSC), dan berat badan (BB).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil UPT Balai Inseminasi Buatan Daerah Provinsi Bali
Pemerintah Provinsi Bali mempunyai kebijakan untuk mempertahankan daerah Bali sebagai sumber Sapi Bali murni yang merupakan plasma nutfah, maka upaya pengembangan dan pemurnian terus dilakukan untuk peningkatan mutu genetik melalui penerapan bioteknologi IB. UPT dibangun untuk memberikan pelayanan IB secara optimal dengan salah satu tugas pokoknya memproduksi semen beku Sapi Bali murni secara kontinyu dan berkualitas.
Visi UPT BIBD Dinas Peternakan Provinsi Bali adalah terwujudnya peningkatan mutu genetik ternak berbasis sumber daya lokal. UPT BIBD menetapkan enam misi yang harus dilaksanakan sebagai berikut: memproduksi semen beku sapi bali murni, menyiapkan bibit unggul sapi bali, mengembangkan bioteknologi yang efektif dan efesien, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dibidang bioteknologi, menyediakan sarana dan prasarana dan melaksanakan pelayanan IB dan melestarikan plasma nulfah sapi bali dan sumberdaya peternakan lainnya. BIBD Provinsi Bali ini fokus ke dua bagian yaitu bagian produksi sperma sapi dan bagian produksi sperma babi.
Asal usul pejantan
UPT BIBD Dinas Peternakan Provinsi Bali telah mencatat asal usul ternak pejantan sapi bali yang ada di sana. Hal ini ditujukan untuk menghindari kasus inbreeding dalam proses IB yang akan dilakukan.
Tabel 1. Data asal usul sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali
Nama Bull |
Kode |
Variabel |
Asal Ternak | ||
Tamara |
11240 |
Marga, Tabanan |
Busanta |
11239 |
Pancasari, Buleleng |
Budaparta |
11544 |
Sukasada, Buleleng |
Buwana Merta |
10934 |
Pancasari, Buleleng |
Bulbakanta |
10833 |
Pancasari, Buleleng |
Bugamanta |
10935 |
Kayuambe, Bangli |
Busada Merta |
11442 |
Sukasada, Buleleng |
Mertasari |
10424 |
Pancasari, Buleleng |
Badilawa |
11443 |
Blahkiuh Abiansemal, Badung |
Blandar |
10932 |
Blantih, Kintamani, Bangli |
Bangtidar |
11341 |
Blantih, Kintamani, Bangli |
Sumber: UPT BIBD Provinsi Bali :2018
Sariubang (1998) mengatakan bahwa rendahnya kualitas bibit yang diduga akibat faktor inbreeding (silang dalam) atau tatalaksana pemeliharaan pengaruh genetik dan kawin silang yang biasanya merugikan yaitu dengan penurunan daya tahan, kesuburan dan bobot lahir. Pernyataan ini telah dibuktikan oleh Warwick et al.(1983) bahwa perkawinan silang dalam pada sapi potong mengakibatkan penunman bobot badan 2,5 s/d 5,0 kg setiap kenaikan 10% silang dalam. Menghindari hal tersebut, UPT BIBD Dinas Peternakan Provinsi Bali mencatat asal usul ternak sapi bali pejantan untuk mencegah kasus inbreeding seperti pada Tabel 1.
Kondisi kesehatan pejantan
Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap kondisi fisiologis sapi (Collier et al., 2006). Kondisi lingkungan dan heat stress pada sapi mengakibatkan sapi mengalami gangguan fungsi fisiologi dan penurunan imunitas (Mader et al., 2006). Untuk menjaga kesehatan ternak,i UPT BIBD Provinsi Bali, ternak sapi bali pejantan dilakukan pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin sebulan sekali, pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak, sanitasi yang baik setiap hari, pemberian obat obatan secara tepat, exercise tiga kali dalam semiggu, dan perawatan ternak seperti pemotongan kuku secara teratur. Dari perlakuan tersebut sehingga pada pemeriksaan kesehatan diketahui ternak sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali dalam kondisi sehat. Hal ini sesuai dengan standar SNI sapi bali bahwa persyaratan umum sapi bali yaitu sehat dan bebas dari penyakit hewan menular (SNI, 2008).
Penampilan kualitatif dan kuantitatif individu sapi bali pejantan
Dari pengamatan kualitatif didapat bahwa sapi bali pejantan keseluruhan yang ada di UPT BIBD Provinsi Bali yaitu memiliki warna hitam, kaki berwarna putih, pantat berwarna putih, ujung ekor hitam, tanduk hitam, serta memiliki kepala yang lebar. Hal tersebut sesuai dengan cici ciri sapi bali pejantan pada syarat SNI. SNI 7355 (2008) menyebutkan bahwa standar sapi bali pejantan dari persyaratan kualitatif yaitu memiliki warna bulu hitam, lutut kebawah putih, pantat putih berbentuk setengah bulan, ujung ekor hitam, tanduk tumbuh baik berwarna hitam, dan memiliki bentuk kepala lebar dengan leher kompak dan kuat.
Pengamatan kuantitatif dengan pengukuran tinggi gumba (TG) diukur dari bagian tertinggi gumba ke tanah mengikuti garis tegak lurus, panjang badan (PB) diukur dengan cara menarik garis horizontal dari tepi depan sendi bahu sampai ke tepi belakang tulang tapis, lingkar dada (LD) dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian dada belakang bahu, lingkar scrotum (LSC) dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian scrotum terbesar dalam keadaan sapi berdiri tegak, dan berat badan (BB) dengan cara menimbang ternak
menggunakan timbangan. Hasil pengukuran parameter dari sapi pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali dicantumkan pada Tabel 2, dan persyaratan minimum kuantitatif sapi bali pejantan berdasarkan SNI 7651.4 : 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil pengukuran parameter pada Tabel 2, seluruh sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali sudah memenuhi standar SNI kelas I (pada Tabel 3) kecuali sapi bali pejantan dengan kode 11240 belum memenuhi syarat SNI pada parameter lingkar scrotum yang lebih kecil dibandingkan dengan standar SNI yang telah ditetapkan.
Tabel 2. Data profil sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali
Tahun Lahir |
Nama Bull |
Kode |
TG1) |
PB2) |
LD3) |
LSC4) |
BB5) |
2011 |
Tamara |
11240 |
138 |
142 |
201 |
25 |
530 |
2011 |
Busanta |
11239 |
137 |
143 |
198 |
27 |
566 |
2011 |
Budaparta |
11544 |
134 |
140 |
202 |
30 |
602 |
2009 |
Buwana Merta |
10934 |
136 |
138 |
208 |
30 |
694 |
2008 |
Bulbakanta |
10833 |
142 |
145 |
213 |
31 |
692 |
2009 |
Bugamanta |
10935 |
135 |
137 |
203 |
30 |
648 |
2014 |
Busada Merta |
11442 |
135 |
140 |
208 |
28 |
580 |
2004 |
Mertasari |
10424 |
140 |
146 |
212 |
32 |
616 |
2014 |
Badilawa |
11443 |
138 |
155 |
218 |
27 |
596 |
2009 |
Blandar |
10932 |
137 |
147 |
214 |
30 |
700 |
2013 |
Bangtidar |
11341 |
137 |
147 |
214 |
30 |
656 |
Sumber: Laboratorium prosesing semen beku sapi bali UPT BIBD Provinsi Bali : 2018
Keterangan: 1)TG= tinggi gumba dalam centimeter (cm), 2)PB= panjang badan dalam centimeter (cm), 3)LD= lingkar dada dalam centimeter (cm), 4)LSC= lingkar scrotum dalam centimeter (cm), 5)BB= berat badan dalam kilogram (kg)
Tabel 3. Persyaratan minimum kuantitatif sapi bali pejantan berdasarkan SNI 7651.4 : 2015.
Umur (bulan) |
Parameter |
Satuan |
Kelas | ||
I |
II |
III | |||
Tinggi pundak |
cm |
115 |
110 |
105 | |
18 - 24 |
Panjang badan |
cm |
125 |
120 |
119 |
Lingkar dada |
cm |
155 |
147 |
142 | |
Lingkar skrotum |
cm |
25 |
25 |
25 | |
Tinggi pundak |
cm |
127 |
120 |
113 | |
>24 - 36 |
Panjang badan |
cm |
133 |
124 |
115 |
Lingkar dada |
cm |
179 |
158 |
148 | |
Lingkar skrotum |
cm |
26 |
26 |
26 |
Sumber: SNI 7651.4: 2015
Dari keseluruhan sapi bali pejantan yang ada di UPT BIBD Provinsi Bali, hanya 6 sapi bali pejantan yang diberikan sertifikasi produk penggunaan tanda SNI oleh Manajer Puncak Lembaga Sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak, Direktorat Jenderal Peternkan dan
Kesehatan Hewan dengan nomor sertifikat 16002/LSPro/2-SNI-SB/XII/2006. Sapi bali pejantan yang sudah memiliki sertifikat SNI dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Daftar sapi bali pejantan yang memiliki sertifikat SNI
No. |
Rumpun |
Nama Bull |
Kode Bull |
1 |
Sapi bali |
Blandar |
10932 |
2 |
Sapi bali |
Bulbakanta |
10833 |
3 |
Sapi bali |
Buwana Merta |
10934 |
4 |
Sapi bali |
Bugamanta |
10935 |
5 |
Sapi bali |
Bangkardi |
11037 |
6 |
Sapi bali |
Bangtidar |
11341 |
Sumber: Lembaga Sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak, Direktorat Jenderal Peternkan dan Kesehatan Hewan :2016
SIMPULAN
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Mahasiswa dapat disimpulkan bahwa secara umum sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali memenuhi standar SNI yaitu asal usul pejantan sudah jelas, kondisi kesehatan pejantan secara umum dalam keadaan sehat, penampilan kualitatif dan kuantitatif individu pejantan sesuai SNI kecuali sapi bali pejantan dengan kode 11240 dengan lingkar scrotum 25 cm dibawah standar SNI yaitu 26 cm untuk usia >24-36 bulan.
SARAN
Perlu mempertahankan status SNI yang telah diperoleh beberapa sapi bali pejantan di UPT BIBD Provinsi Bali, serta meningkatkan parameter syarat SNI pada seluruh sapi bali pejantan yang ada di UPT BIBD Provinsi Bali agar nantinya semua tersertifikasi SNI.
DAFTAR PUSTAKA
Collier RJ, Dahl GE, Vanbaale MJ. 2006. Major advances associated with environmental effectson dairy cattle. American J Dairy Sci, 89:1244-1253.
Direktorat Jenderal Peterenakan dan Kesehatan Hewan. 2016. Lembaga Sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak, Jakarta
Harjosubroto.1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,Jakarta.
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Mader TL, Davis MS, Brown-Brandl TM. 2006. Environmental factors influencing heat stressin feedlot cattle. J Anim Sci, 84: 712-719.
Sariubang M, Pasambe D, dan Chalidjah. 1998. Pengaruh Kawin Silang Terhadap Performans Hasil Turunan Pertama (F1) pada sapi Bali di Sulawesi Selatan. Proseding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor 1-2 Desember 1998.
SNI [Standar Nasional Indonesia] 4869.1:2008 tentang semen beku bagian 1: sapi
SNI [Standar Nasional Indonesia] 7651.4:2015 tentang bibit sapi potong bagian 4: sapi
Sugoro, I. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan (IB) untuk Peningkatan Produktivitas Sapi. Bandung: Sekolah Tinggi dan Ilmu Hayati ITB.
UPT BIBD Provinsi Bali. 2018. Produksi dan Penanganan Semen. Baturuti Tabanan
Warwick, E.J ., M. Astuti, dan Hardjosubroto . 1983 . Pemuliaan Ternak . Gadjah Mada University Pres Yogyakarta.
Hendriana et al., Peternakan Tropika Vol. 7 No. 2 Th. 2019: 356- 363
Page 363
Discussion and feedback