e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: March, 26, 2019

Accepted Date: March, 31, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & I Made Mudita

OFFAL EXTERNAL AYAM LOHMANN BROWN UMUR 22 MINGGU YANG MENDAPAT RANSUM KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) TERFERMENTASI

Muda, K. G. P., G. A. M. K. Dewi., I. W. Wijana

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: [email protected] -Telp: 081236751095

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi terhadap offal external ayam Lohmann Brown umur 22 minggu. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Lapangan (Teaching Farm) dan Laboratorium Unggas Kampus Fapet Bukit, Jimbaran, Badung, Bali berlangsung pada tanggal 26 Nopember - 26 Desember 2018. Ayam yang digunakan adalah ayam petelur Lohmann Brownberumur 22 minggu sebanyak 45 ekor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan lima ulangan yaitu ransum kontrol adalah ayam diberi ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi (RKBN0), ransum dengan kulit buah naga terfermentasi sebanyak 5% (RKBN1), dan ransum komersial (RKBN2). Air minum dan pakan diberikan secara ad libitum. Variabel yang diamati: bobot kepala, bobot leher, bobot darah, bobot bulu, dan bobot kaki. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova), apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993) dibantu dengan program SPSS 22.0. Dari hasil penelitian menunjukkan semua variabel yaitu bobot kepala, bobot leher, bobot darah, bobot bulu, dan bobot kaki pada perlakuan RKBN0, RKBN1, dan RKBN2 tidak berbeda nyata (P>0,05). Simpulan dari penelitian ini adalah perlakuan ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi (RKBN1) dan ransum komersial (RKBN2) tidak mempengaruhi bobot offal external (bobot kepala, bobot leher, bobot darah, bobot bulu, dan bobot kaki) pada ayam Lohmann Brownumur 22 minggu.

Kata Kunci: ayam Lohmann Brown, offal external, kulit buah naga, ransum.

EXTERNAL OFFALS OF LOHMANN BROWN AGE 22 WEEKS FED RATION WITH DRAGON FRUIT SKIN (Hylocereus polyrhizus) FERMENTED

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of giving fermented dragon fruit skin (Hylocereus polyrhizus) to the external offals of Lohmann Brown22 weeks aged. This research has been carried out at theLaboratory (Teaching Farm) and Poultry Laboratory, Faculty of Animal Husbandry Bukit Campus, Jimbaran, Badung, Bali took place on 26

304


November – 26 December 2018. The chicken used was 18 weeks of laying hens Lohmann Brown of 45 birds. The design used was Completely Randomized Design (CRD) with three treatments and five replications namely control ration where chickens given fermented dragon fruit ration (RKBN0), rations with fermented dragon fruit skins as much as 5% (RKBN1), and commercial rations (RKBN2) Drinking water and feed are given in ad libitum. Variables observed were head weight, neck weight, blood weight, feather weight, and leg weight. The data obtained were analyzed using analysis of variance (ANOVA), if between treatments there were significant differences (P <0.05) followed by Duncan's multiple distance test (Steel and Torrie, 1993) assisted by the SPSS 22.0 program. The results showed that each variable head weight, neck weight, blood weight, feather weight, and leg weight in the RKBN0, RKBN1, and RKBN2 treatments were not significantly different (P> 0.05). It can be concluded that the rations with 5% fermented dragon fruit skin (RKBN1) and commercial rations (RKBN2) but does not affect of externaloffals (head weight, neck weight, blood weight, feather weight, and leg weight) ofLohmann Brown chickens 22 weeks aged.

Keywords: Lohmann Brown, external offals, dragon fruit skin, rations.

PENDAHULUAN

Ayam petelur merupakan ternak dwiguna dimana selain menghasilkan telur juga dapat dijadikan ayam pedaging bila sudah memasuki masa afkir, sehingga banyak masyarakat yang beternak ayam petelur. Produktivitas ayam petelur tidak terlepas dari usaha peternak dalam memberikan pakan setiap harinya. Pakan merupakan komponen biaya produksi terbesar yaitu 60%- 70% dalam usaha peternakan unggas (Mirwandhono dan Siregar, 2004). Pemberian pakan yang baik harus disesuaikan dengan kandungan gizi yang dibutuhkan oleh setiap jenis unggas. Tingginya harga beli ransum komersil di pasaran menyebabkan tidak sedikit peternak yang memilih mencampurkan bahan pakan sendiri dengan memanfaatkan limbah pertanian seperti kulit buah naga. Astuti et al., (2016) melaporkan kulit buah naga memiliki kandungan nutrien yang cukup baik yaitu protein 8,76%, serat kasar 25,09%, lemak 1,32%, energi 2887 Kkal/kg, kalsium 1,75% dan fosfor 0,30% sehingga kulit buah naga mampu menambah daya tahan tubuh dan produktivitas ternak ayam petelur.

Tingginya serat kasar kulit buah naga yaitu sekitar 25,09% menyebabkan pemanfaatan kulit buah naga sebagai bahan pakan ternak khususnya bagi ayam petelur menjadi terkendala. Namun melalui proses fermentasi diharapkan mampu memanfaatkan nutrisi pada kulit buah naga secara maksimal. Kulit buah naga terfermentasi memiliki kandungan nutrien seperti disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Kandungan nutrien kulit buah naga tanpa fermentasi dan terfermentasi

Nutrien

Tanpa Terfermentasi

Terfermentasi

Kandungan Protein (%)

8,76

8,79

Kandungan Serat Kasar (%)

25,83

25,09

Kandungan Lemak (%)

1,23

1,32

Kandungan Energi (kkal/kg)

2975

2975

Abu (%)

17,95

17,95

Ca (%)

1,75

1,75

P (%)

0,35

0,80

Sumber: Dewi, (2015)

Dalam industri peternakan bagian non karkas atau offal external seperti kepala, leher, darah, bulu, dan kaki masih jarang untuk dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena komponen- komponen ini tidak layak dikonsumsi namun masih dapat diproses dan dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai ekonomis cukup tinggi (Soeparno, 2005). Persentase bobot offal external berkaitan dengan bobot karkas, apabila persentase bobot offal external semakin rendah maka persentase bobot karkas akan semakin tinggi.

Dari latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai offal external ayam Lohmann Brown umur 22 minggu yang mendapatkan ransum kulit buah naga terfermentasi.

MATERI DAN METODE

Materi

Ayam Lohmann Brown

Ayam petelur yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur strain Lohmann

Brown yang berumur 18 minggu sebanyak 45 ekor. Ayam petelur yang digunakan diperoleh dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk yang dipelihara oleh peternak

Kandang Dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang battery koloni yang terbuat dari kawat dan diletakkan dalam sebuah bangunan berukuran panjang 6m dan lebar 3 5m yang beratapkan asbes dan lantai beralaskan beton. Tiap petak kandang berukuran 30m3

dan usunan kandang bertingkat dua memanjang sebanyak 45 petak. Semua petak kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan lampu neon (TL) berkekuatan 20 watt. bagian bawah lantai kandang dialasi plastik yang diatasnya dipasang lembaran koran sebagai alas kotorannya.

Ransum Dan Air Minum

Ransum yang diberikan selama penelitian ini dihitung berdasarkan Tabel komposisi zat makanan menurut standar Scott et al,. (1982). Pemberian ransum komersil produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. berupa pakan dengan kode PAR-L1 juga dilakukan dalam penelitian ini dengan perlakuan RKBN2. Berikut disajikan komposisi bahan penyusun ransum ternak ayam peterlur pada tabel 1.2 dan kandungan nutrien ransum ternak ayam petelur pada tabel 1.3.

Tabel 1.2. Komposisi bahan penyusun ransum ternak ayam petelur*

Bahan Penyusun Ransum

Perlakuan (%)

RKBN0

RKBN1

Jagung kuning

43,57

41,39

Tepung ikan

8

8

Kacang kedelai

18,44

18,49

Dedak halus

25,00

21,93

Tepung KB Naga

0,00

5

Minyak

4.79

5

Premix

0,1

0,1

CaCo3

0,1

0,1

Total

100

100

Tabel 1.3. Kandungan nutrien ransum ternak ayam petelur

Perlakuan

Kandungan Nutrien

RKBN0   RKBN1    RKBN2**    Standar***

Energi Termetabolis Kkal/Kg

Protein Kasar (%)

Lemak Kasar (%)

Serat Kasar (%)

Kalsium/Ca (%)

Phosfor P (%)

2900       2900         2900          2900

20         20         17 – 19         17 – 19

10,35        10,14          6– 11           3 – 11

3,08        3,73          5 – 6           5 – 6

0,65         0,73            0,6             3 – 5

0,67         0,64           0,45             0,45

Keterangan:

RKBN0= Ayam petelur diberi ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi(kontrol)

RKBN1 = Ayam petelur diberi ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi

RKBN2 = Ayam petelur diberi ransum komersial

Sumber: *Dewi et al., (2016), **Charoen Pokphand (2016), dan ***Scott et al,. (1982)

Susunan bahan baku yang digunakan adalah jagung kuning, SBM (Soy Bean Meal), MBM (Meat Bone Meal), CGM (Corn Gluten Meal), palm olein, asam amino esensial, mineral esensial, premix, dan mineral. Dan air minum yang diberikan selama penelitian bersumber dari air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) yang diberikan secara ad libitum.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Timbangan digital kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g digunakan untuk menimbang ayam dan menimbang ransum; 2) Timbangan elektrik merk Talita dengan kapasitas 100 g - 0,1 g untuk menimbang bobot offal external ayam petelur setelah dipotong; 3) Plastik digunakan sebagai alas untuk pencampuran pakan dan penambahan tepung buah naga terfermentasi; 4) Kantong plastik 1,5 kg sebagai tempat ransum yang telah dicampur; 5) Kertas label, spidol, kertas dan tali untuk penomoran pada ayam dan kandang serta alat-alat tulis untuk mencatat; 6) Papan iris dan nampan plastik yang akan digunakan pada saat pemotongan; 7) Sekop dan sapu untuk membersihkan kandang dan juga membersihkan kotoran.

Metode

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan (Teaching Farm) Kampus Fapet Bukit, Jimbaran, Badung, Bali dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian berlangsung pada tanggal 26 Nopember – 26 Desember 2018.

Prosedur Pengacakan Ayam

Prosedur pengacakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu ayam terlebih dahulu diseleksi untuk mendapatkan bobot yang seragam dengan bobot rata- rata 1362,62 g ± std. deviasi 0,33. Kemudian dimasukkan kedalam kandang unit percobaan secara acak. Selanjutnya dilaksanakan pemberian nomor kandang. Setiap perlakuan terdiri dari lima kali ulangan, sehingga terdapat 15unit percobaan, masing- masing unit percobaan diisi 3 ekor ayam Lohmann Brown umur 18 minggu. Jumlah total ayam Lohmann Brown yang digunakan sebanyak 45 ekor.

Pembuatan Ransum Tepung Kulit Buah Naga

Dalam penelitian ini cara pembuatan tepung kulit buah naga terfermentasi, pertama tepung kulit buah naga yaitu kulit buah naga segar dicacah kecil, kemudian diangin-anginkan 60%-70%, lalu difermentasi dengan bantuan (khamir Saccharomyces cerevisiae) yang ditutup dengan plastik sekitar 3-5 hari, selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga menjadi tepung. Menurut Dewi (2016) cara pembuatan tepung kulit buah naga terfermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1. Pembuatan tepung kulit buah naga terfermentasi

Pencampuran Ransum

Pencampuran ransum dilakukan setiap seminggu sekali. Pencampuran bahan ransum dilakukan secara manual, dengan cara menimbang masing-masing bahan penyusun ransum sesuai Tabel 1.2. Penimbangan dimulai dari bahan yang memiliki komposisi lebih banyak hingga paling sedikit kemudian ditebarkan secara merata dan berbentuk lingkaran diatas lembaran plastik yang telah disediakan. Setiap bahan ditumpuk sesuai urutan penimbangan. Bahan yang telah ditumpuk secara teratur kemudian diaduk merata sampai dengan homogen. Kemudian ransum dimasukkan kedalam plastik yang telah diberi kode sesuai perlakuan dan ditimbang. Setelah tercampur ransum siap diberikan kepada ayam petelur.

Pemberian ransum dan air minum

Pemberian ransum dan air minum diberikan secara ad libitum selama penelitian dan tingkat konsumsi ransum dihitung setiap hari pukul 08.00 WITA dengan menimbang sisa ransum. Pemberian ransum dilakukan dengan cara menaruh pakan pada tempat pakan berwadah plastik yang ditempatkan di depan petak setiap perlakuan. Air minum yang akan diberikan selama penelitian bersumber dari perusahaan air minum (PDAM).

Pencegahan Penyakit

Seminggu sebelum ayam dimasukkan ke dalam kandang battery koloni, kandang tersebut disemprot menggunakan formalin agar tempat tinggal ayam menjadi steril, nyaman, dan mencegah ayam terserang virus dan juga bakteri. Ayam yang dimasukkan ke dalam kandang akan diberikan vitastress melalui air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing ayam dan untuk mencegah ayam menjadi stress pasca penimbangan.

Prosedur Pemotongan

Ayam yang akan dipotong terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam, namun tetap diberikan air. Kemudian dilakukan pemotongan dengan pisau kecil dengan memotong Vena Jugularis dan Arteri carotis pada leher, tanpa memutuskan leher (trachea). Darah yang keluar saat pemotongan ditampung dan ditimbang bobotnya. Ayam yang sudah mati kemudian dicelup ke dalam air panas dengan suhu 650C selama 30 detik lalu dilakukan pencabutan bulu, (Soeparno, 2009). Selanjutnya dilakukan pemotongan pada bagian offal external yaitu kepala, leher, darah, bulu, dan kaki. Bagian offal external ayam yang sudah dipisahkan dari karkas lalu ditimbang untuk mendapatkan beratnya (Soeparno, 2005).

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu; 1). RKBN0: ayam petelur diberi ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi(kontrol), 2). RKBN1: ayam petelur diberi ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi, dan 3) RKBN2: ayam petelur diberi ransum komersial atau ransum pabrik.Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali, dan setiap ulangan berisi tiga ekor ayam sehingga total ayam yang digunakan adalah 3 X5× 3 = 45 ekor.

Variabel yang diamati

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

  • 1.    Bobot kepala, diperoleh dengan cara menimbang bagian kepala ayam yang sudah dipisah dari bagian leher setelah pemotongan.

  • 2.    Bobot leher, diperoleh dengan cara menimbang bagian leher ayam yang sudah dipisah dari bagian karkas setelah pemotongan.

  • 3.    Bobot darah, diperoleh dengan cara menimbang bobot ayam hidup dikurangi dengan bobot ayam setelah dipotong tanpa dicabut bulunya.

  • 4.    Bobot bulu, diperoleh dengan cara menimbang bobot ayam setelah dipotong dikurangi dengan bobot ayam yang sudah bersih tanpa bulu.

  • 5.    Bobot kaki, diperoleh dengan cara menimbang bagian kaki ayam yang sudah dipisah dari bagian karkas setelah pemotongan.

Analisis statistik

Data yang diperoleh akan dianalisis dengan sidik ragam (Anova) dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian pengaruh kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi terhadap offal external ayam Lohmann Brown umur 22 minggu disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pengaruh perlakuan terhadap bobot kepala, bobot leher, bobot darah, bobot bulu, dan bobot kaki ayam Lohmann Brown umur 22 minggu.

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

RKBN0

RKBN1

RKBN2

Bobot Kepala (g)

41.80a3)

41.20 a

42.40 a

0.18

Bobot Leher (g)

65.70 a

67.80 a

66.40 a

1.25

Bobot Darah (g)

129.20 a

131.00 a

142.40 a

43.33

Bobot Bulu (g)

184.80 a

165.40 a

178.60 a

60.42

Bobot Kaki (g)

52.20 a

51.00 a

50.00 a

0.65

Keterangan:

1) RKBN0       = Ayam petelur diberi ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi

(kontrol)

RKBN1 = Ayam petelur diberi ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi

RKBN2 = Ayam petelur diberi ransum komersial

2) SEM: “Standard Error of the Treatment Means”

3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).

Bobot kepala

Hasil penelitian bobot kepala pada ayam Lohmann Brown tanpa pemberian kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi dalam ransum sebagai kontrol (RKBN0) adalah 41,80 g (Tabel 2.1). Rata-rata bobot kepala pada perlakuan RKBN1 lebih rendah sebesar 1,43% dari RKBN0 namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Perlakuan RKBN2 lebih tinggi dibandingkan perlakuan RKBN0 dan RKBN1 masing- masing sebesar 1,41% dan 2,83%. Ayam Lohmann Brown dengan penambahan 5% kulit buah naga (Hylocereus

polyrhizus) terfermentasi perlakuan RKBN1 dengan bobot potong yang relatif sama menghasilkan bobot kepala paling rendah, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan RKBN0 dan RKBN2 (Gambar 2). Hal ini dipengaruhi oleh umur ternak yang sama. Hal ini didukung oleh Irham (2012) bahwa kecepatan pertumbuhan tulang terlepas dari pengaruh pakan, tetapi dipengaruhi oleh umur ternak. Berdasarkan pernyataan tersebut, kecepatan pertumbuhan tulang kepala tidak dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsinya.

Bobot leher

Rata-rata bobot leher ayam Lohmann Brown yang mendapat perlakuan RKBN0 adalah sebesar 65,70 g (Tabel 2.1). Pada perlakuan RKBN1 dan RKBN2 lebih tinggi masing-masing sebesar 3,10%, dan 1,05% dari RKBN0, sedangkan perlakuan RKBN1 sebesar 2,06% lebih tinggi dari RKBN2 namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada perlakuan RKBN0 menghasilkan bobot bulu dan bobot kaki paling tinggi, pada perlakuan RKBN1 menghasilkan bobot leher paling tinggi, sedangkan pada perlakuan RKBN2 menghasilkan bobot bobot kepala dan bobot darah paling tinggi. Pengaruh kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi terhadap offal external ayam Lohman Brown umur 22 minggu disajikan pada Gambar 2 sebagai berikut

■ RKBNO IRKBNl I RKBN2

Gambar 2. Grafik pengaruh perlakuan terhadap bobot kepala, bobot leher, bobot darah, bobot bulu, dan bobot kaki ayam Lohmann Brown umur 22 minggu.

Pemberian 5% kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi dalam ransum ayam Lohamnn Brown perlakuan RKBN1 dengan bobot potong yang relatif sama menghasilkan bobot leher paling tinggi, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan RKBN0 dan RKBN2 (Gambar 2), hal ini disebabkan karena leher ayam tersusun

dari tulang, kulit, dan sedikit daging. Sehingga pertumbuhannya dipengaruhi oleh umur ternak. Pernyataan ini diperkuat oleh Irham (2012) yang melaporkan bahwa kecepatan pertumbuhan tulang terlepas dari pengaruh pakan, tetapi dipengaruhi oleh umur ternak.

Bobot darah

Rata-rata bobot darah ayam Lohmann Brown yang mendapat perlakuan RKBN0 adalah sebesar 129,20 g (Tabel 2.1). Pada perlakuan RKBN1 dan RKBN2 lebih tinggi masing-masing sebesar 1,37%, dan 9,27% dari RKBN0, sedangkan perlakuan RKBN1 sebesar 8,01% lebih rendah dari RKBN2 namun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05).

Bobot darah perlakuan RKBN2 dengan bobot potong yang relatif sama menghasilkan bobot darah tertinggi, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan RKBN0 dan RKBN1 (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh kandungan serat kasar ransum dapat didegradasi, sehingga dapat dimanfaatkan oleh ternak unggas (Dewi et al., 2016). Pernyataan ini sejalan dengan Antara et al., (2017) pemberiankulit buah naga terfermentasi dapat menurunkan serat kasar ransum sehingga kecernaan meningkat, jika kecernaan meningkat maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam. Selanjutnya proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan yang menguntungkan dan memperbaiki mutu pakan baik nutrient maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpan (Suprijatna, 2005).

Bobot bulu

Ayam Lohmann Brown tanpa diberikan ransum kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi perlakuan RKBN0 memiliki rata-rata bobot bulu 184,80 g (Tabel 2.1). Bobot bulu pada perlakuan RKBN1dan RKBN2 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RKBN0 masing- masing sebesar 10,50%, dan 3,35% dari RKBN0, sedangkan perlakuan RKBN1 sebesar 7,39% lebih rendah dari RKBN2 namun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05).

Ayam Lohmann Brown dengan ransum kontrol perlakuan RKBN0 dengan bobot potong yang relatif sama menghasilkan bobot bulu paling tinggi, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan RKBN1 dan RKBN2 (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh kandungan protein yang terdapat dalam ransum. Pemberian ransum menggunakan kulit buah naga terfermentasi lebih sedikit rataan bobot bulunya, hal ini disebabkan pembentukan bulu

pada umur ayam menunggu selesai dan proteinnya disimpan pada daging atau bagian yang lain dari offal external. Pernyataan ini sejalan dengan Atmomarsono et al., (1999) bahwa laju pertumbuhan bulu dipengaruhi oleh level protein ransum maupun umur. Semakin tinggi level protein dalam ransum dan semakin tua umur ternak, maka laju pertumbuhan bulu akan semakin cepat.

Bobot kaki

Bobot kaki atau ceker ayam Lohmann Brown tanpa diberikan ransum kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) terfermentasi perlakuan RKBN0 adalah 52,20 g (Tabel 2.1). Bobot kaki pada perlakuan RKBN1 dan RKBN2 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RKBN0 masing- masing sebesar 2,30%, dan 4,21%, sedangkan RKBN1 sebesar 1,96% lebih tinggi dari RKBN2 namun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata (P>0,05).

Hasil analisis data terhadap bobot kaki perlakuan kontrol dalam ransum RKBN0 dengan bobot potong yang relatif sama menghasilkan bobot kaki paling tinggi, namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan RKBN1 dan RKBN2 (Gambar 2), hal ini disebabkan kaki tersusun dari banyak tulang. Komponen tulang adalah komponen yang masak dini sehingga ransum serta zat-zat gizi lainnya terlebih dahulu dimanfaatkan untuk pembentuk tulang (Sucahya et al., 2015). Hal ini juga didukung oleh Soeparno (2009) menyatakan bahwa bagian-bagian tubuh yang banyak tulangnya seperti kaki memiliki persentase pertumbuhan semakin menurun dengan meningkatnya umur ayam, karena bagian-bagian ini mempunyai pertumbuhan yang konstan pada saat unggas dewasa. Namun hal ini juga disebabkan kandungan P pada ransum kontrol lebih tinggi. Menurut Ketaren et. al.,(1999) menyatakan mineral Ca dan P merupakan mineral makro yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak oleh tubuh untuk proses pembentukan tulang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi (RKBN1) dan ransum komersial (RKBN2) tidak mempengaruhi bobot offal external (bobot kepala, bobot leher, bobot darah, bobot bulu, dan bobot kaki) pada ayam Lohmann Brown umur 22 minggu namun dapat dijadikan sebagai pakan alternatif karena memanfaatkan limbah sebagai bahan pakan dan harga ransum yang lebih murah.

Saran

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan pada penelitian selanjutnya agar menambahkan pemberian kulit buah naga terfermentasi dengan persentase lebih besar dari 5% pada ayam Lohmann Brownuntuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian yang diperoleh saat ini. Selain itu, peternak dapat menggunakan 5% kulit buah naga terfermentasi dalam pakan ayam petelur untuk memanfaatkan limbah dan menekan biaya pakan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, M.S, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Dewi Ayu Warmadewi, S.Pt., M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Univesitas Udayana. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, I M. J. 2017. Pengaruh Pemberian Kulit Buah Naga Terfermentasi Dengan Saccharomyces Cerevisiae Dalam Ransum Terhadap Karkas Ayam Kampung Umur 10 Minggu. Skripsi. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Astuti, I. I M. Mastika, dan G. A. M. K. Dewi. 2016. Performan broiler yang diberi ransum mengandung tepung kulit buah naga tanpa dan dengan Aspergillus Niger terfermentasi. ISSN: 0853-8999. Majalah Ilmiah Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana. 19 (2). Hal.65-70.

Atmomarsono, U., S. Ronodihardjo, dan W. Handayani. 1999. Pengaruh level protein terhadap bulu sayap itik Manila. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis: Edisi Khusus 1999. Hal. 131-135.

Charoen, P. 2016. Manajemen broiler modern kiat-kiat memperbaiki FCR. Laporan Penelitian Technical Service dan Development Departement. Jakarta.

Dewi, 2015. Kandungan Nutrien Kulit Buah Naga Terfermentasi. Hasil analisis Laboratorium-Ciawi, Bogor.

Dewi, G. A. M. K., I M. Nuriyasa dan I W. Wijana, 2016. Optimalisasi Peningkatan Produksi Ternak Unggas dengan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga (Hylocereus sp) Terfermentasi. Laporan Penelitian LPPM. Universitas Udayana, Denpasar.

Irham, M. 2012. Pengaruh Pengunaan Enceng Gondok (Eichornia crassipes) Fermentasi dalam Ransum terhadap Persentase Karkas, Nonkarkas dan Lemak Abdominal Itik Lokal Jantan Umur Delapan Minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Kataren, P. P., A. P. Sinurat, D. Sainudin, T. Purwadarta, dan I P. Kompiang. 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinya sebagai pakan ayam pedaging. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 107-112

Mirwandhono, Edan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udang Dan Limbah Kelapa Sawit Yang Difermentasi Dengan Aspergillus Niger, Rizhopus Oligosporus dan Thricoderma Viridae Dalam Ransum Unggas. Laporan penelitian. Fakultas Pertanian Sumatra Barat.

Scott, M. L., M. C. Nesheir and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. M. L. Scott and Asociation. Itacha New York.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging cetakan keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie.1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sucahya, D. G. I., G. A. M. K. Dewi., dan N. M. Siti. 2015. Berat Potong dan Offal External Itik Bali Jantan yang Diberi Ransum Nonkonvesional Berbiosuplementasi Rumen Sapi Bali. Peternakan Tropika Fakultas Peternakan Universitas Udayana. 3(2): 338 – 352.

Suprijatna. 2005. Peningkatan kualitas gizi kulit buah markisa melalui proses fermentasi Aspergillus nigger sebagai bahan pakan tambahan, Prosoding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian Loka Kamping Potong Sei Putih. Sumatra Utara.

Muda et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 304 – 316

Page 316