e-journal FAPET

UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: Juni 24, 2018                                          Accepted Date: Noverber 30, 2018

Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita & A.A.Pt.Putra Wibawa

Tingkat Kontaminasi Mikroba Daging Kelinci Jantan Lokal (Lepus nigricollis) Pasca Pemotongan Yang Diberi Limbah Wine Dalam Pakan

Adnyana, P. M. W., N. L. P. Sriyani, dan S. A. Lindawati

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar

E-mail : pandeweda99@gmail.com HP : 089638377270

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh limbah wine dalam ransum terhadap mikroba yang ada dalam daging kelinci jantan lokal. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng selama 16 minggu. Ternak yang digunakan dalam adalah kelinci jantan lokal dengan umur 5-6 minggu sebanyak 6 ekor menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 2 ulangan dengan masing-masing perlakuan yaitu ransum tanpa menggunakan limbah wine atau ransum control (P0), ransum yang menggunakan 5% limbah wine (P1) dan ransum yang menggunakan 10% limbah wine (P2). Ransum dan air di berikan secara ad libitum. Variabel yang diamati adalah TPC (Total Plate Count), Coliform dan E.coli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan limbah wine dalam ransum berpengaruh nyata terhadap TPC (P<0,05) sedangkan Coliform dan E.coli tidak menunjukan adanya pengaruh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan ransum limbah wine sebanyak 5% dan 10% menunjukan hasil yang bagus.

Kata kunci : tingkat kontaminasi mikroba, kualitas daging, limbah wine

The Level of Microbial Contamination of Meat to Local Rams Hare (Lepus nigricollis) on Feed Post Cutting for Giving Waste Wine

ABSTRACT

This research aims to analyze the effect of wine waste in diets on microbes in male local rabbits meat. This research was carried out in the village of Tejakula, Buleleng Regency, Tejakula for 16 weeks. Rabbits are used in this study are male rabbit with local age 5-6 week as many as 6 tail. This study used a Randomized Design Group (RAK) consisting of 3 treatment and 2 repeats with each treatment namely waste without using wine ration or ration control (P0), rations that uses 5% waste wine (P1) and the ration using a 10% waste wine (P2). diets and water given ad libitum basis. The observed variable is the TPC (Total Plate Count), the Coliform and e. coli. The results showed that the use of waste wine in rations to TPC (P < 0.05) whiles the Coliform and e. coli did not show the presence of influence. Thus it can be concluded that the use of waste rations of wine as much as 5% and 10% showed good results.

Keywords: The level of microbial contamination, the quality of the meat, waste of wine


PENDAHULUAN

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1994). Kelinci mempunyai daging yang baik karena kandungan protein lebih tinggi dari daging lainnya, kadar protein daging kelinci 21 %, sapi 20 %, domba atau kambing 18 % dan ayam 19,5 %. Selain struktur serat dagingnya lebih halus juga warna dan bentuk fisik menyerupai daging ayam (Gillespie, 2004). Keunggulan lainnya adalah kelinci merupakan jenis ternak yang prolifik dengan proses reproduksi yang sangat cepat. Dalam pemeliharaannya, kelinci tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, karena kelinci memiliki tubuh yang kecil sehingga tidak memerlukan banyak ruang dan kelinci memiliki masa penggemukan yang singkat (Kartadisastra, 1997).

Daging merupakan hasil produk peternakan yang mudah tercemar oleh berbagai mikroba dari lingkungan sekitarnya. Pencemaran mikroba pada daging terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi seperti alat pemotongan yang kurang steril, lingkungan pemotongan yang kurang terjaga kebersihannya, terjadinya kesalahan dalam proses pemotongan dan tukang potong yang kurang memperhatikan kebersihan. Menurut Soeparno (1998), kontaminasi mikroba pada daging di pengaruhi oleh banyak faktor pertumbuhan mikroorganisme di dalam daging termasuk temperature, kadar air, oksigen, ph, dan kandungan gizi daging. Jenis mikroba yang dapat mencemari daging antara lain adalah Salmonella sp., E. coli, Coliform, Staphylococcus sp (Lawrie, 1995).

Berbagai cara telah di laksanakan untuk mencegah pembusukan daging, salah satu cara tertentu adalah dengan menggunakan pakan yang mengandung antioksidan yang tinggi dapat menghambat perkembangan bakteri patogen. Pakan yang mengandung antioksidan yang tinggi salah satunya yaitu pakan yang mengandung flavonoid. Menurut Kurniawati (2001) menyatakan bahwa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan alamiserta antibakteri.Flavonoid bersifat antibakteri karena mampu berinteraksi dengan DNA bakteri yang menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel mikrosom dan lisosom dari bakteri. Mekanisme kerja dari antioksidan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa antioksidan menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri (Sabir, 2008). Salah satu bahan pakan yang mengandung flovanoid adalah limbah wine, limbah wine yang termasuk didalamnya adalah biji anggur. Biji anggur mengandung 74-78% oligometrik proantosianidin dan kurang dari 6% berat kering ekstrak biji anggur Adnyana et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 950 – 960 Page 951

mengandung flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan alami (Kim et al., 2006). Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai.Selain itu Limbah wine terfermentasi mengandung 78,32% bahan kering, 27,05% protein, 18,20% serat kasar, dan lemak 0,32% (Mahardika, 2016).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Voisinet et al. (1997), penggunaan ransum dengan tambahan limbah cair wine dari anggur akan menghasilkan perubahan fisik pada daging menjadi lebih empuk. Berdasarkan penelitian Moote (2012), penggunaan limbah wine anggur sebesar 7% dalam ransum sapi angus jantan tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari segi pertambahan bobot badan serta skor warna daging dibandingkan kontrol. Informasi pemanfaatan limbah wine untuk dijadikan sebagai pakan ternak kelinci saat ini masih terbatas, sehingga penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui populasi mikroba daging kelinci jantan lokal.

METODE PENELITIAN

Materi

Kelinci

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan lokal dengan umur 5-6 minggu sebanyak 18 ekor. Kelinci lokal yang dimaksud adalah kelinci yang sudah terbiasa dipelihara di daerah Bali khususnya di Desa Riang Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

Kandang penelitian

Kandang yang digunakan adalah kandang tunggal berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, tinggi 45 cm dan berbentuk panggung dengan ketinggian 50 cm di atas permukaan tanah (Nuriyasa, 2012). Bagian bawah kandang terbuat dari reng bambu agar feses dan air kencing ternak dapat ditampung. Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat ransum dan tempat air minum.

Peralatan penelitian

Adapun alat-alat yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut: tempat pakan dan air minum, masing-masing petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum, timbangan digital, untuk menimbang berat kelinci dan berat non karkas internal kelinci, pisau yang digunakan untuk memotong kelinci, alat tulis untuk mencatat.

Alat untuk analisis mikroba (TPC, Coliform dan E.coli) digunakan tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet volume 1 ml, pipet otomatis, cawan petri, beaker gelas, lampu bunsen, Adnyana et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 950– 960 Page 952

botol media, inkubator, lemari pendingin, autoklaf, ruang sterilisasi,quebec colony counter, kertas aluminium foil, kompor listrik, erlemeyer, kapas, timbangan analitik, batang bengkok dan kertas label.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari beberapa bahan seperti jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kelapa, tepung kedelai, rumput gajah, tepung tapioka, limbah wine dan minyak kelapa. Ransum yang diberikan pada ternak dalam bentuk pellet dengan kandungan protein kasar 16% dan energi termetabolis 2.500 kkal/kg (NRC, 2001). Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yang diberikan secara ad libitum. Air minum juga diberikan secara ad libitum.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian

Bahan (%)

Perlakuan

P0

P1

P2

Jagung Kuning

17,8

15,5

12,5

Bungkil Kelapa

4,3

2,0

2,0

Tepung Ikan

7,2

8,7

8,7

Tepung Tapioka

8,0

8,0

8,0

Tepung Kedelai

7,0

3,1

1,0

Dedak Padi

39,8

44,0

48,0

Rumput Gajah

12,0

9,7

5,7

Limbah Wine

0,0

5,0

10,0

Minyak Kelapa

3,0

3,0

3,0

Mineral Mix

1,0

1,0

1,0

Total

100.0

100.0

100.0

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum penelitian

Nutrien

Perlakuan

Standard NRC (2001)

P0

P1

P2

ME (Kkal/Kg)

2509,69

2509,85

2509,72

2500

Protein Kasar %

16,00

16,00

16,00

16

Lemak Kasar %

11,90

11.95

12.01

2

Serat Kasar %

12,11

10,39

10,30

10-14

Calcium %

0,18

0,17

0,16

0,4

Phosporus %

0,86

0,89

0,93

0,22

Metode

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng selama 16 minggu. Analisis Laboratorium THT dan Mikrobiologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Udayana

Rancangan penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 2 ulangan sehingga terdapat 6 percobaan. kelinci jantan lokal umur 5-6 minggu yang bobot badannya kurang lebih sama. Ketiga perlakuan tersebut adalah:

  • 1.    P0  : Ransum tidak menggunakan limbah wine (ransum kontrol).

  • 2.    P1  : Ransum menggunakan 5% limbah wine.

  • 3.    P2  : Ransum menggunakan 10% limbah wine.

Prosedur penelitian

Dalam penelitian terlebih dahulu telah dianalisis kandungan antioksidan pada limbah wine yang dilakukan dengan mengunakan metode DPPH radical scavenging (Molyneux, 2004), dan juga menganalisi total fenol yang terdapat pada limbah wine dengan mengunakan metode Follin-Ciocateu (Murtijaya dan Lim, 2007).

Pemotongan dilakukan menggunakan cara tradisional yaitu dengan memotong bagian vena jugularis agar darah lebih cepat keluar lalu dilakukan pengulitan. Setelah itu dilakukan pemisahan dan penimbangan bagian karkas dan non karkas internal ternak. Sampel selanjutnya di bawa ke laboratorium untuk diuji, sampel dibawa menggunakan boks kedap udara berisi es batu agar keuuthan kualitas fisiknya terjaga. Pada sampel pengambilan Mikrobiologi menggunakan otot LD (longissimus dorsi).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini, meliputi: Total Plate Count (TPC). Bakteri Escherichia coli (E.coli), dan Bakteri Coliform

Pengujian Antioksidan

Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH radical scavenging. Sebanyak 0,1 gram tiap sampel dilarutkan dalam 1 ml methanol selama 2 jam. Lalu, sebanyak 0,1 ml ekstrak ditambah dengan 3,9 ml larutan DPPH (2,4 mg DPPH dalam 100 ml dalam etanol). Absorbansi diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Kontrol yang digunakan adalah 0.1 ml , methanol ditambah 3,9 ml larutan DPPH.

Persentasi inhibition dirumuskan dengan persamaan berikut, % inhibition = [(AB-AA) / AB] x 100%

Pengujian Total Fenol

Penentuan total fenol dilakukan dengan metode Follin-Ciocalteu. Kadar total fenol ditetapkan dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Metode ini didasarkan pembentukan senyawa kompleks yang berwarna biru dari fosfomolibdat-fosfotungsat yang direduksi senyawa fenolik dalam suwasana basa (Murtijaya dan Lim, 2007).

Rumus yang digunakan:

c .v.fp .fk

Kadar total fenol =

gram ekstrak.

Keterangan :

C = Konsentrasi ekvalen dari grafik (nilai x)

V = Volume yang diukur pada spektronik

Fp = Faktor pengenceran Fk = Faktor konyersi

Pengujian TPC

TPC merupakan teknik menghitung jumlah seluruh mikroba yang terdapat pada daging dengan menggunakan media PCA (Plate Count Agar) untuk analisis total plate count daging kelinci dengan cara berikut yaitu, sebanyak 10 gr daging kelinci dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% steril sebanyak 90 ml, sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-1 ini dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 ml dengan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pepon sehingga diperoleh engenceran 10-2, demikian seterusnya sehingga diperoleh pengenceran 10-6. Kemudian dilakukan penanaman dengan metode tuang (Jenie dan fardiaz, 1989). Penanaman ini dilakukan di dalam ruang steril dan berdekatan dengan api bunsen, hal ini bertujuan untuk menghindarkan kontaminasi dari lingkungan luar, dengan jalan mengambil tingkat pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dengan pipet masing-masing dituangi dengan media PCA (suhu ±450C) ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml dan ditutup kembali. Selanjutnya dihomogenkan dengan menggerakkan cawan petei dengan hati-hati biarkan hingga media memadat. Penanaman dibuat rangkap dua (duplo) ke dalam incubator dengan suhu 370C dalam kondisi terbalik, dan hasil dapat dihitung 24-48 jam.

Pengujian Bakteri E.Coli dan Coliform

Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh total bakteri E. Coli dan Coliform yaitu metode sebar (Jenie dan Fardiaz, 1989) menggunakan media EMBA yaitu sebanyak 5 gr daging sapi dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% dengan volume 45 ml, sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-1 ini kemudian dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 ml melalui pipet lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pepton sehingga diperoleh pengenceran 10-3. Dari pengenceran 10-1 diambil menggunakan pipet steril sebanyak 0,1 ml kemudian dituangkan pada permukaan media EMBA yang telah padat ke dalam cawan petri lalu diinkubasi pada suhu 370C dalam keadaan terbalik, dan hasil dapat dihitung setelah 24-48 jam. Dilakukannya penanaman pada tingkat pengenceran 10-1,  10-2 dan 10-3 Untuk menghitung koloni bakteri yang tumbuh

menggunakan metode hitungan cawan yakni dengan memilih jumlah koloni yang tumbuh pada cawan petri berkisar antara 30 -300 koloni (Jenie dan Fardiaz, 1989).

Rumus: Koloni/gram = Jumlah Koloni percawan x

1            faktor pengencer

Analisis Data

Data yang diproleh dianalisis dengan sidik ragam bantuan program SPSS 16, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan dengan tingkat signifikan 5% (Steel dan Torrie, 1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Mikroba Daging Kelinci Jantan Lokal yang diberi Limbah Wine dalam Pakan

Hasil analisa populasi mikroba daging kelinci jantan lokal yang diberi limbah wine dalam pakan dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Populasi Mikroba (TPC, Coliform, dan E.Coli) pada Daging Kelinci Jantan Lokal

yang diberi Limbah Wine dalam Pakan

Variabel

Batas SNI

Perlakuan1)

SEM2)

P0

P1

P2

Total Plate Count (cfu/g)

1 x 106

10 x 102a

4.8 x 102b

3.45 x 102b

87,9

Coliform (cfu/g)

1 x 102

-

-

-

-

Escherichia coli (cfu/g)

1 x 101

-

-

-

-

Keterangan:

1) P0     = Ransum yang tidak menggunakan limbah wine

P1     = Ransum yang menggunakan 5% limbah wine

P2     = Ransum yang menggunakan 10% limbah wine

  • 2)    SEM  = Standard Error of the Treatment Means

  • 3)    Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

TPC (Total Plate Count)

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa TPC pada daging kelinci jantan loka P0 (10 x 102a cfu/g) dengan daging kelinci jantan local P1 (4.8 x 102b cfu/g) menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), pada daging kelinci jantan lokal P0 (10 x 102a cfu/g) dengan daging kelinci jantan local P2 (3.45 x 102b cfu/g) menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), sedangkan daging kelinci jantan lokal P1 (4.8 x 102b cfu/g) dengan daging kelinci jantan lokal P2 (3.45 x 102b cfu/g) menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dilihat pada (Tabel 3) secara biologis P2 cenderung lebih rendah dari P1. Hasil 2 tingkat cemaran TPC yang tertinggi diperoleh dari daging kelinci jantan local P0 (10 x 102 cfu/g). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daging kelinci jantan lokal masih layak dikonsumsi karena masih berada dalam batas SNI (2009) (1x106). Penurunan populasi TPC dari control ke perlakuan P1 dan P2 menunjukan bahwa antioksidan mampu menekan pertumbuhan bakteri sehingga kualitas daging terjaga dengan baik. Antioksidan merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, methanol, butanol, dan aseton (Markham, 1998). Antioksidan merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol, senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri dan jamur. Hal ini didukung juga dengan penelitian Mirzoeva et al., (1997) mendapatkan bahwa antioksidan mampu menghambat motilitas bakteri. Khunaifi (2010) menambahkan bahwa senyawa-senyawa flavanoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah digunakan sebagai komponen bahan baku obat-obatan.

Coliform

Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat cemaran Coliform pada daging daging kelinci jantan lokal yang diberi limbah wine dalam pakan pada perlakuan P0, P1 dan P2 tidak ada pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daging kelinci jantan lokal masih layak dikonsumsi karena masih berada dalam batas SNI (2009) (1x102). Hal ini disebabkan karena adanya penanganan yang baik terhadap daging kelinci jantan lokal mulai dari segi kestrilan alat pemotongan dan tempat, pemotongan yang sesuwai prosedur sampai pengemasan sampel untuk dibawa ke laboratorium untuk dilakukannya analisis lebih lanjut. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Setiowati dan Mardiastuti (2009) yang melaporkan bahwa bakteri Coliform pada daging merupakan salah satu

indikator tingkat sanitasi pada produk (makanan) yang berasal dari hewan, dalam proses produksi tidak menuntut kemungkinan daging terpapar mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi baik selama proses pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan penyimpanan dan penyajian. Arnia dan Efrida (2013) yang menyatakan bahwa kontaminasi bakteri Coliform dapat melalui tangan penjual, pemotongan yang tidak higiene sehingga bakteri dari alat pemotong dapat berpindah ke daging, dari kemasan yang kurang steril, dari air yang digunakan untuk membersihkan daging atau alat pemotong yang kemungkinan sudah tercemar dan dari daging itu sendiri karena habitat dari bakteri Coliform ini adalah di usus hewan, serta banyak penyebab lainnya.

Escherichia coli

Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan E.coli pada daging daging kelinci jantan lokal yang diberi limbah wine dalam pakan pada perlakuan P0, P1 dan P2 tidak ada pertumbuhan bakteri. Hasil penelitian menunjukan bahwa total E.coli pada pada daging kelinci yang diberikan limbah wine dalam pakan memiliki nilai 0. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daging kelinci jantan lokal masih layak dikonsumsi karena masih berada dalam batas SNI (2009) (1x102). Hal ini disebabkan karena adanya penanganan yang baik terhadap daging kelinci jantan lokal mulai dari segi kestrilan alat pemotongan dan tempat, pemotongan yang sesuwai prosedur sampai pengemasan sambel untuk dibawa ke laboratorium untuk dilakukannya analisis lebih lanjut. Fardiaz (1993) menyatakan bahwa E.coli merupakan indikator tingkat sanitasi pada daging. Hal ini serupa dengan pendapat Suardana et al. (2009), menjelaskan bahwa kontaminasi yang tinggi E.coli pada daging berhubungan erat dengan rendahnya kesadaran akan kebersihan sanitasi dan higiene dalam proses penyajian dan penanganan terhadap daging.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini disimpulkan bahwa penggunaan limbah wine anggur dalam ransum level 5% dan 10 % mampu menurunkan TPC daging kelinci dan tidak terjadi kontaminasi bakteri E.coli dan Colifrom. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan pengguanaan limbah wine sampai level 10% aman diberikan untuk kelinci dan kandungan antioksidan dalam limbah wine mampu menekan pertumbuhan bakteri dan bisa dijadikan sebagai alternative pakan kelici yang murah, dan

juga membantu pemerintah mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan limbah yang bernilai jual.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu DosenFakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukandalam penulisan jurnal.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, P. M. W. 2017. Hasil analisis kandungan antioksidan dan total fenol pada limbah wine. Universitas Udayana. Denpasar

Arnia, dan W. Efrida. 2013. Identifikasi Kontaminasi Bakteri Coliform pada Daging Sapi Segar yang Dijual di Pasar Sekitar Kota Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University.43-50.

Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Gillespie J. R. 2004. Modern Livestock and Poultry Production. New York (US): Delmar Learning.

Jenie, B. S. L. dan S. Fardiaz.1989. Petunjuk Laboratorium : Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Drektorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gisi, Institut Pertanian Bogor

Kartadisastra. 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius..

Khunaifi, M. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) steenis) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Aeruginosa. Terdapat pada http://lib.uinmalang.ac.id/fullchapter/03520 025.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2011.

Kim, W. J., J. D. Kim, and S. G. Oh. 2006. Supercritical Carbon Dioxide Extraction of Caffeine from Korean Green Tea. Separation Science and Technology. 42:32293242. .

Kurniawati, S. W. 2001. Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Etanol Daun Asam Jawa (Tamarindus indica Linn) Terhadap Kultur Aktif Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. 39.

Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: A. Parakkasi. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Mahardika. 2016. Respon biologi kelinci jantan local (Lepus nigricolis) yang diberi ransum mengandung limbah wine anggur. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Udayana 2016, Denpasar..

Markham, K. R. 1998. Cara mengidentifikasi flavanoid. Bandung: penerbit ITB.

Mirzoeva O. K., R. N. Grishanin and P. C. Calder. 1997. Microbiol Res: Antimicrobial action of propolis and some of its components: the effects on growth, membrane potential, and motility of bacteria. 152:239-46.

Molyneux, P., 2004, The use of The Stable Free Radical Diphenyl Picrilhidrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Actifity, dalam J. Sci. Technol., 26 (2) :211–219.

Moote, P., J. Church, K. Schwartzkopf-Genswein, and Van Hamme. 2012. Effect of fermented winery waste supplemented rations on beef cattle temperament, feed intake, growth performance and meat quality. Submitted Article, Kamloops, BC, Canada: Thompson Rivers University.

Murtijaya, J., dan Lim Y.Y., 2007. Antioxidant Properties of Phylanthus amarus Extracts as Affected by Different Drying Methods, LWT-Food Sci. Technol. 40. Hal 16641669.

Nassiri and Hosseintadeh, 2009. Review of the Pharmacological Effects of Vitis vinifera (Grape) and Its Bioactive Compounds. Iran. Pubmed. 19140172

NRC. 2001. Nutrients Requirement of Rabbits. National Academy of Sciences. Wahington D.C.

Nuriyasa, M. 2012. “Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda Di Daerah Dataran Rendah Tropis”(disertasi). Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. Denpasar.

Sabir, A. 2008. In Vitro Antibacterial Activity Of Flavonoids Trigona Sp Propolis Against Streptococcus Mutans. Terdapat pada http://www.journal.unair.ac.id/filerPD F/DENTJ-38-3-08.pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret 2011..

Setiowati, E. W dan Mardiastuti, I. S. 2009. Tinjauan Bahan Pangan Asal Hewan yang ASUH Berdasarkan Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Prosiding PPI. Jakarta : Standarisasi 2009..

SNI 7388-2009. Batas maksimum cemaran mikroba dalam pangan. Badan Standar Nasional Indonesia, Jakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta.

Soeparno. 1998. Ilmu Teknologi Daging. Gajah Mada University Press. Yogyakarta

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan Oleh Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Suardana, I. W. & I. B. N. Swacita. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori dan Prinsip Dasar. Udayana University Press, Denpasar..

Voisinet, B. D., T. Grandin, J. D. Tatum, S. F. O’Connor and J. J. Struthers. 1997. Feedlot cattle with calm temperaments have higher average daily gains than cattle with excitable temperaments. Journal of Animal Science, 75, 892-896.

Wiryanta, B. T. W. 2007 Membuahkan Anggur di Dalam Pot dan Pekarangan. 5thed. Jakarta: Agromedia Pustaka, pp: 1-20.

Adnyana et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 950 – 960

Page 961