e--journal FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: October 22, 2018

Accepted Date: October 27, 2018


Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita

Efisiensi Pemanfaatan Air Pada Legum Lokal Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea

Agustina, N. K. A., N. N. Candraasih K., dan I. W. Wirawan

P S Peternakan, Fakultas Peternakan, UniversitasUdayana, Jl, P. B. Sudirman, Denpasar E-mail:[email protected]Phone. 087861572947

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan air pada leguminosa lokal Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea dengan pemberian kadar air yang berbeda. Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu di Rumah Kaca Laboratorium Tumbuhan Pakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola split plot. Petak utama/main plot adalah jenis leguminosa lokal yaitu Centrosema pubescens (S) dan Clitoria ternatea (C) dan sebagai anak petak/sub plot adalah kadar air yaitu 100 % kapasitas lapang (KL) (K1), 80 % KL (K2), 60 % KL (K3), 40 % KL (K4), sehingga terdapat delapan kombinasi perlakuan yang diulang lima kali dan terdapat 40 pot percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel efisiensi pemanfaatan air, pertumbuhan, produksi dan karakterstik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari jenis leguminosa lokal berbeda nyata (P<0,05) pada semua variabel kecuali efisiensi pemanfaatan air, tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering batang dan berat kering akar. Perlakuan pemberian kadar air menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada semua variabel kecuali berat kering daun, berat kering akar dan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang. Disimpulkan bahwa pemberian kadar air 40% KL masih mampu mempertahankan produktivitas leguminosa lokal seperti pada kadar air 60% KL dan 80% KL. Kadar air 100% KL memberikan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan, produksi dan karakteristik tumbuh leguminosa lokal. Pemberian kadar air 40% KL memberikan hasil tertinggi pada efisiensi pemanfaatan air pada leguminosa lokal. Tidak terjadi interaksi antara jenis leguminosa lokal dengan kadar air berbeda.

Kata kunci: Centrosema pubescens, Clitoria ternatea, kadar air, efisiensi pemanfaatan air

The Efficiency of Water Utilization in Local Legumes of Centrosema pubescens and Clitoria ternatea

ABSTRACT

The research aims to know the efficiency of water utilization in local legumes Centrosema pubescens and Clitoria ternatea with gave different concentration of water. The research was conducted for 12 weeks at the Green House Laboratory of Feeds, Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar. The experimental design used in this research was completely randomn design (CRD) with split plot pattern. The main plot were the type of local legume, Centrosema pubescens (S) and Clitoria ternatea (C), while sub plot were the concentration of water 100% in field capacity (FC) (K1), 80% FC (K2), 60% FC (K3), 40% FC (K4). So, there were eight treatment combinations that were repeated five times with 40 experimental pots. The observed variables in the research were efficiency of water utilization, growth, plants production and characteristic grow of the plants. The research result showed that the local legumes were significant difference (P<0.05) in all variables except water utilization efficiency, plant height, number of leaves, dry weight of stem and root. Treatment of water concentration offered to the plants showed significant difference (P<0.05) on all variables except dry weight of leaves, root and the ratio of dry weight of leaves with stems. It can be concluded that the water level of 40% FC still be able to maintain the growth of local legumes as will as in the water concentration of 60% FC and 80% FC. Water concentration of 100% FC produced the


highest yield on growth, production and characteristics grow of local legumes. The concentration water 40% FC gave the highest yield on efficiency of water utilization in local legumes. There was no interaction between the types of local legumes with different concentration of water.

Keywords: Centrosema pubescens, Clitoria ternatea, waterconcentration, efficiency of water utilization

PENDAHULUAN

Hijauan merupakan sumber pakan untuk ternak ruminansia. Pakan mengandung hampir semua zat yang dibutukan oleh ternak. Dalam suatu usaha peternakan, pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan ternak. Ternak membutuhkan pakan untuk kelangsungan hidup, baik untuk produksi dan reproduksi, untuk itu harus cukup tersedia pakan yang baik kualitas, maupun kuantitasnya. Apabila hijauan pakan yang tersedia tidak memiliki kualitas yang baik bagi ternak tentunya produktivitas ternak akan menurun.

Menurut pernyataan Sajimin et al. (2006) bahwa produksi hijauan pada musim kering menurun dan musim hujan melimpah, hal ini sangat mempengaruhi produktivitas ternak. Abdurachman et al. (2008) menambahkan bahwa, umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah dan kadar bahan organik rendah. Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas.

Tanaman leguminosa merupakan salah satu sumber pakan untuk ternak ruminansia selain rumput dan sumber protein yang mudah didapat. Leguminosa merupakan jenis tumbuhan dikotil yang mempunyai kemampuan mengikat (fiksasi) nitrogen langsung dari udara (tidak melalui cairan tanah) karena bersimbiosis dengan bakteri tertentu pada akar atau batangnya (Tillman et al., 1998). Selain sebagai sumber pakan bagi ternak ruminansia, juga dapat memperbaiki pengolahan sumber daya lahan pertanian seperti pelindung permukaan tanah dari erosi, memperbaiki kesuburan tanah memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah serta menekan pertumbuhan gulma (Rasidin, 2005).

Tanaman leguminosa lokal di Bali yang digunakan sebagai pakan ternak diantaranya Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea. Kedua leguminosa tersebut merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Sutedi et al. (2005) berpendapat bahwa Centrosema pubescens merupakan jenis kacang-kacangan yang cepat tumbuh dan mampu hidup pada keadaan musim kering sampai 6 bulan kering dan tahan terhadap kondisi lahan tergenang air. Sutedi (2013) menyatakan Clitoria ternatea tahan terhadap kekeringan 5-6 bulan di daerah tropis.

Pertumbuhan dan produksi tanaman leguminosa dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah ketersediaan air. Pengaruh ketersediaan air terhadap tanaman sangat besar.

Ketersediaan air dalam tanah mempengaruhi transportasi unsur hara tanah oleh akar tanaman. Jika ketersediaan air dalam tanah menurun maka akan terjadi cekaman kekeringan (Wulandari, 2011). Air adalah salah satu komponen fisik yang sangat vital dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Sebanyak 85-90% dari bobot segar sel-sel dan jaringan tanaman tinggi adalah air (Maynard dan Ocrott, 1987). Jumlah air yang terlalu banyak (menimbulkan genangan) sering menimbulkan cekaman aerasi dan jika jumlahnya terlalu sedikit, sering menimbulkan cekaman kekeringan. Pada tanaman polong-polongan, genangan air dapat menghambat perkembangan dan fungsi bintil akar (Rao, 1994). Dengan demikian perlu dilakukan penentuan pemberian kadar air untuk optimalisasi pertumbuhan dan produksi tanaman.

Hasil penelitian Ranti et al. (2017) menunjukkan bahwa pemberian kadar air 100% kapasitas lapang pada tanaman Indigofera zollingeriana dapat memberikan pertumbuhan dan produksi tertinggi. Penurunan pemberian kadar air dari 100% kapasitas lapang menjadi 90%, 80% dan 70% menyebabkan pertumbuhan dan produksi Indigofera zollingeriana mengalami penurunan. Penelitian lainnya terkait dengan aplikasi berbagai jenis slurry dan tingkat kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Stylosantes guianensis (Suwartama et al., 2017) dan Indigofera zollingeriana (Pratama et al., 2017) mendapatkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis slurry dengan kadar air tanah pada seluruh variabel yang diamati. Meskipun kedua tanaman ini tahan terhadap kekeringan, tetapi pemberian kadar air 100% menunjukkan hasil tertinggi dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil hijauan tanaman dibandingkan dengan pemberian kadar air 85%, 70%, dan 55%.

Penggunaan air merupakan kebutuhan setiap waktu dimana setiap tetes harus dimanfaatkan dengan efisien. Blum (2005) menyatakan hasil tanaman pada kondisi air yang terbatas sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman untuk memelihara status air tanaman tetap tinggi (dehydration avoidance). Tanaman memberikan tanggapan fisiologis dengan mengurangi kebutuhan air tanaman (water use) ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan. Pengurangan kebutuhan air oleh tanaman dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Sheriff dan Muchow (1984) berpendapat bahwa efisiensi pemanfaatan air adalah banyaknya air yang diperlukan untuk menghasilkan satuan berat kering tanaman. Solichatun et al. (2005) menyatakan bahwa ketersediaan air (40, 60, 80, dan 100%) mempengaruhi berat kering, laju pertumbuhan relatif, efisiensi penggunaan air, kadar saponin umbi, dan kadar saponin total tanaman gingseng Jawa (Talium paniculatum).

Berdasarkan informasi tersebut, penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan air pada jenis tanaman leguminosa lokal Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea dilaksanakan.

MATERI DAN METODE

Bibit legum

Bibit legum lokal yang digunakan dalam penelitian ini berupa 2 (dua) jenis biji legum yaitu Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea yang diperoleh dari Stasiun Penelitian Tumbuhan Pakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Tanah

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Pengotan, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Tanah yang dipakai dalam penelitian, dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisa tanah

Hasil Analisis Tanah

Parameter

Satuan                Nilai                 Kriteria

Nilai pH (1:2,5)

  • -    H2O

  • -    DHL

C – Organik

N Total

P Tersedia

K Tersedia

Kadar Air

  • -    KU

  • -    KL

6,8                   N

mmmhos/cm           2,70                  S

%                0,39                 SR

%                0,14                 R

Ppm               23,92                  S

Ppm              355,71                 T

%                 14,75

%                 50,05

Tekstur Pasir Debu Liat

-             Pasir berlempung

%                 81,21

%                 14,80

%                 3,90

Sumber: Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali Tahun 2018

Singkatan

DHL : Daya Hantar Listrik

KU     : Kering Udara

KL     : Kapasitas Lapang

C, N    : Karbon, Nitrogen

P,K     : Phosfor, Kalium

Keterangan                      Metode

N        : Netral                 C – Organik : Metode Walkley and Black

SR       : Sangat Rendah          N total       : Metode Kjeldhall

R, S      : Rendah, Sedang        P dan K      : Metode Bray – 1

T        : Tinggi                 KU dan KL : Metode Gravimetri

H20      : Air                    D H L       : Kehantaran Listrik

Ph        : Derajat keasaman       Tekstur       : Metode Pipet

Air

Air yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari air sumur yang tersedia di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Pot

Pot yang digunakan dalam penelitian ini adalah pot plastik yang berdiameter 26 cm dan tingginya 19 cm sebanyak 43 buah. Setiap pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.

Pupuk

Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kotoran sapi sebagai pupuk dasar yang diberikan dengan dosis 15 ton/ha (30g/pot).

Alat-alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1) Ayakan berbahan dasar kawat dengan ukuran lubang 2 × 2 mm sehingga terkstur tanah menjadi lebih halus; 2) Timbangan merk Nagami yang memiliki kapasitas 15 kg dengan kepekaan 50 gram untuk menimbang tanah dan timbangan elektroknik Nagata yang berkapasitas 1,2 kg dengan kepekaan 0,1 gram untuk menimbang pupuk dan bagian-bagian tanaman; 3) Gelas ukur dengan volume 1000 ml untuk menampung air dan menyiram tanaman; 4) Pisau dan gunting untuk memisahkan atau memotong bagian-bagian tanaman waktu panen; 5) Meteran untuk mengukur panjang tanaman; 6) Kantong kertas untuk menempatkan bagian tanaman yang telah dipisahkan sebelum dioven; 7) Oven “Wilson PTY. LTD” buatan Australia untuk mengeringkan sampel dengan suhu 700C hingga diperoleh berat konstan; dan 8) Alat pengukur luas daun (leaf area meter) untuk mengukur luas daun setelah panen.

Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Jalan Raya Sesetan, Gang Markisa, Denpasar Selatan.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola split plot. Faktor pertama (main plot/petak utama adalah jenis leguminosa yang digunakan terdiri dari Centrosema pubescens (S) dan Clitoria ternatea (C). Faktor kedua (sub plot/anak petak) adalah perlakuan pemberian kadar air 100% kapasitas lapang (KL) (K1), kadar air 80% KL (K2), kadar air 60% KL (K3), dan kadar air 40% KL (K4). Dari faktor tersebut dapat diperoleh 8 kombinasi perlakuan yaitu SK1, SK2, SK3, SK4, CK1, CK2, CK3, CK4 dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga terdapat 40 pot percobaan. Model pengamatan yang dilakukan sebagai berikut:

Yijk - μ + αi+ δik + βj +(αβ}j jk

Keterangan:

Yijk = Nilai pengamatan (respon) dari faktor A taraf ke-i dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan ke-k. µ = Nilai rata-rata umum.

αi    = Pengaruh aditif dari faktor utama A taraf ke-i.

δik    = Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor A, sering disebut galat petak utama (galat a)

βj     = Pengaruh aditif dari faktor(sub faktor) B ke-j.

(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor A ke-i dan faktor B ke-j.

εijk = Pengaruh galat yang memperoleh taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B, sering disebut sebagai galat anak petak (galat b).

Persiapan penelitian

Sebelum dilakukan penelitian beberapa persiapan yang dilakukan yaitu: tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan dari kawat dengan ukuran lubang 2 × 2 mm sehingga tanah menjadi lebih halus. Tanah yang telah diayak ditimbang dan dimasukkan ke dalam pot yang masing-masing diisi 4 kg tanah kering udara. Tanah yang digunakan terlebih dahulu di analisa di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Persiapan berikutnya adalah pengukuran kapasitas lapang tanah yang digunakan sebagai media tanam. Pengukuran kapasitas lapang dilakukan untuk menentukan volume penyiraman air ke media tanam yaitu dilakukan dengan cara media tanam dalam pot disiram dengan air sampai menetes, kemudian didiamkan selama 24 jam sampai tidak ada air yang menetes. Berat basah dan berat kering media tanam ditimbang. Berat basah ditimbang setelah tidak ada air yang menetes dari dalam pot. Kapasitas lapang dihitung dengan rumus:

W - Tb - Tk

Keterangan:

W = Kapasitas lapang

Tb = Berat basah

Tk = Berat kering

Pemberian pupuk

Pupuk yang diberikan pada penelitian ini adalah pupuk kotoran sapi sebagai pupuk dasar yang diberikan satu kali pada saat awal penanaman dengan dosis 15 ton/ha (30g/pot).

Penanaman bibit

Setiap pot ditanami 3 (tiga) biji leguminosa yaitu sebanyak 20 pot Centrosema pubescens dan 20 pot Clitoria ternatea, pada kedalaman 2 cm. Setelah tanaman tumbuh, dipilih satu tanaman yang pertumbuhannya seragam untuk selanjutnya diberi perlakuan, dipelihara dan diamati.

Penyiraman

Penyiraman merupakan perlakuan yang diberikan pada tanaman. Penyiraman dilakukan sesuai dengan perlakuan yang diberikan yaitu kadar air 100% kapasitas lapang (KL), 80% KL, 60% KL, dan 40% KL. Penyiraman dilakukan setelah dua minggu tanaman tumbuh. Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari. Disiapkan pot yang tidak ditanami tanaman sebagai kontrol sebanyak 3 buah yang berguna untuk mengukur evaporasi harian. Untuk menghitung perlakuan kadar air dengan menggunakan rumus:

Kadar air 100% =

100

× kapasitas lapang

Kadar air 80% =

80

100

× kapasitas lapang

Kadar air 60% =

60

100

× kapasitas lapang

Kadar air 40% =

40

× kapasitas lapang

100

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama dan gulma. Pengendalian hama dan gulma dilakukan sewaktu-waktu bila hama dan gulma mengganggu tanaman.

Pengukuran dan pemanenan

Pengukuran efisiensi pemanfaatan air dilakukan setiap hari yaitu pada sore hari yang dimulai pada minggu ke-2 setelah tanaman mulai diberikan perlakuan. Pengamatan variabel pertumbuhan dilakukan setiap minggu mulai minggu ke-2, dilakukan sampai minggu ke-8. Pengamatan variabel produksi dilakukan saat panen yaitu dengan cara memotong tanaman tepat di permukaan tanah, kemudian memisahkan bagian-bagian tanaman (akar, batang dan daun) untuk selanjutnya ditimbang dan dikeringkan.

Variabel yang diamati

  • 1.    Efisiensi pemanfaatan air.

Perhitungan efisiensi pemanfaatan air untuk setiap perlakuan dengan menggunakan rumus

yang digunakan oleh Anyia dan Hezog (2004) dan Singh et al. (2012):

WUE (Water Use Efficiency) =


Bobot kering tanaman (gram/tanaman) Kebutuhan air setiap tanaman (mm/tanaman)

  • 2.    Variabel pertumbuhan tanaman meliputi:

  • a)    Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah atau pangkal batang sampai pangkal daun tertinggi yang telah berkembang sempurna.

  • b)    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah daun yang telah berkembang sempurna.

  • c)    Jumlah cabang (batang)

Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan menghitung jumlah cabang yang telah tumbuh daun berkembang sempurna.

  • 3.    Variabel produksi tanaman meliputi:

  • a)    Berat kering daun (g)

Berat kering daun diperoleh dengan menimbang daun tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • b)    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan menimbang batang tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • c)    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan menimbang akar tanaman per pot yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 700C hingga mencapai berat konstan.

  • d)    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan diperoleh dengan menjumlahkan berat kering batang dan berat kering daun.

  • 4.    Variabel karakteristik tumbuh tanaman meliputi :

  • a)    Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang

  • b)    Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c)    Luas daun (cm2)

Pengamatan luas daun per pot (LDP) dilakukan dengan mengambil sampel helai daun yang telah berkembang sempurna secara acak. Luas sampel daun diukur dengan menggunakan leaf area meter. Luas daun per pot dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

LDP = LDS × BDT

BDS

Keterangan :

LDP = Luas daun per pot LDS = Luas daun sampel


BDS = Berat daun sampel BDT = Berat daun total


Analisis statistik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam. Apabila antar perlakuan memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kadar air 40% KL (K4) memberikan hasil tertinggi pada efisiensi pemanfaatan air dibandingkan dengan perlakuan kadar air lainnya secara statistik berbeda nyata (P<0,05).

Tabel 2. Efisiensi pemanfaatan air pada legum lokal dengan kadar air berbeda

Perlakuan

Jenis Tanaman

Rataan

SEM4)

S2) C

0,00141a1) 0,00117a

0,00008

Kadar Air

Rataan

SEM

K13)

0,00121B

K2

K3

0,00107B

0,00124B

0,00013

K4

0,00162A

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) S= Centrosema pubescens dan C= Clitoria ternatea

3) K1= kadar air 100% kapasitas lapang (KL), K2= kadar air 80% KL, K3= kadar air 60% KL dan K4= kadar air 40% KL

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Hal ini menunjukkan bahwa pada pemberian kadar air 40% KL (K4) lebih efisien dalam memanfaatkan air dengan produksi berat kering tanaman yang tinggi. Hal ini mengindikasikan tanaman Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea merupakan tanaman yang dapat memanfaatkan air dengan baik untuk pertumbuhan dan produksinya. Menurut Novriyanti et al. (2012) peningkatan WUE (water use efficiency) merupakan salah satu upaya suatu tanaman toleran terhadap kekeringan. Dilihat dari kemampuan tanamannya yang tahan terhadap kondisi kekeringan hingga pada kadar air 40% KL (K4) tanaman masih mampu menghasilkan produksi yang baik. Hal ini didukung oleh pernyataan Hamim et al. (1996) bahwa tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan dapat mencegah terjadinya

penurunan produksi yang tajam dan mampu mempertahankan produktivitasnya relatif sama dengan tanaman dalam kondisi normal.

Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan yang mudah dilihat. Pemberian kadar air 100% KL (K1) menghasilkan rataan tertinggi diantara perlakuan lainnya, secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Hal ini karena ketersediaan air bagi tanaman akan berpengaruh terhadap pertumbuhan, apabila air yang tersedia cukup maka pertumbuahan turgor sel tanaman baik sedangkan tanaman yang kekurangan air maka pertumbuhan turgor sel akan terganggu. Hal ini didukung oleh pendapat Samanhudi (2010) menyatakan bahwa proses tinggi tanaman yang diawali dengan proses pembentukan tunas merupakan proses pembelahan dan pembesaran sel. Kedua proses ini dipengaruhi oleh turgor sel. Proses pembelahan dan pembesaran sel akan terjadi apabila sel mengalami turgiditas yang unsur utamanya adalah ketersediaan air. Menurut Mapegau (2006) proses yang sensitif bisa terjadi sebagai dampak kekurangan air ialah pembelahan sel. Wahb-Allah et al. (2011), menyatakan volume pemberian air yang sedikit menyebabkan penurunan tinggi tanaman.

Daun merupakan tempat terjadinya proses fotosintesis. Jumlah daun akan mempengaruhi besarnya fotosintesis. Pemberian kadar air yang berbeda terhadap jumlah daun secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Pada jumlah daun dengan perlakuan kadar air 100% KL (K1) memberikan rataan tertingi diantara perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan cukupnya ketersediaan air bagi tanaman maka akan dapat melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah yang selanjutnya digunakan dalam proses fotosintesis untuk pembentukan daun sedangkan kekurangan jumlah air dalam tanah maka akan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat Soemartono (1990) bahwa air sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam semua proses fisiologis tanaman termasuk pembelahan sel dan proses pembentukan daun. Menurut Mapegau (2006), bahwa pengaruh cekaman kekurangan air pada pertumbuhan tanaman dicerminkan oleh daun-daun yang lebih kecil.

Perlakuan pemberian kadar air yang berbeda secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada variabel jumlah cabang. Kadar air 100% KL (K1) mengahasilkan rataan tertinggi diantara perlakuan lainnya. Tanaman yang mengalami cekaman air akan terganggu pertumbuhannya sehingga menyebabkan penurunan jumlah cabang. Hal ini didukung oleh penelitian Hartati (2000) bahwa tanpa adanya aliran fotosintat yang memadai akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi dewasa, sehingga dengan kurang tersedianya air jumlah cabang tanaman tomat akan menjadi sedikit

Tabel 3. Pertumbuhan legum lokal dengan kadar air yang berbeda

Perlakuan

Variabel

Tinggi tanaman (cm)

Jumlah daun (helai)

Jumlah cabang (batang)

Jenis Tanaman

S2)

142,85a1)

45,00a

12,45a

C

141,52a

38,25a

6,40a

SEM

2,05

3,27

1,16

Kadar Air

K13)

164,15A

60,20A

14,90A

K2

140,96B

41,00AB

9,60AB

K3

135,28B

38,50AB

7,70B

K4

128,35B

26,80B

5,50B

SEM4)

5,03

7,92

2,27

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) S= Centrosema pubescens dan C= Clitoria ternatea

3) K1= kadar air 100% kapasitas lapang (KL), K2= kadar air 80% KL, K3= kadar air 60% KL dan K4= kadar air 40% KL

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Berat kering daun pada perlakuan 100% KL (K1) menghasilkan rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan kemampuan tanaman Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea ini yang tahan terhadap kekeringan sehingga dapat mempertahankan produksinya dalam cekaman air. Terpenuhinya kebutuhan air yang dibutuhkan tanaman maka tanaman akan mudah memperoleh unsur hara dan proses fotosintesis yang optimal. Hal ini didukung oleh pendapat Gardner et al. (1991) bahwa ketersediaan air akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Pertumbuhan suatu tumbuhan dapat diukur melalui berat kering dan laju pertumbuhan relatifnya. Berat kering tumbuhan yang berupa biomassa total, dipandang sebagai manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh tumbuhan. Biomassa tumbuhan meliputi hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan air. Berat kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk kering.

Berat kering akar pada perlakuan kadar air 40% KL (K4) menghasilkan rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan pada keadaan cekaman air daerah zona akar akan aktif untuk mencari sumber air. Hal ini didukung oleh pendapat Jumin (1992), besarnya air yang diserap oleh akar tanaman sangat tergantung pada kadar air dalam tanah dan kemampuan akar untuk menyerapnya. Semakin sedikit kadar air yang ada di dalam tanah maka akan memicu

pertumbuhan akar untuk mencari sumber air. Menurut Zlatev dan Lidon (2012) pada kondisi kekeringan, alokasi biomassa ke akar biasanya meningkat untuk digunakan sebagai upaya mengakses sumber air.

Tabel 4. Produksi legum lokal dengan kadar air yang berbeda

Perlakuan

Variabel

Berat kering daun (g)

Berat kering batang (g)

Berat kering akar (g)

Berat kering total hiajaun (g)

Jenis Tanaman

S2)

2,03a1)

2,05a

0,86a

4,07a

C

0,69b

1,51a

0,82a

2,20b

SEM

0,22

0,18

0,08

0,33

Kadar Air

K13)

2,10A

2,81A

0,56A

4,91A

K2

1,41A

1,66B

0,71A

3,07AB

K3

1,31A

1,48B

0,92A

2,79B

K4

0,61A

1,16B

1,16A

1,77B

SEM4)

0,44

0,36

0,15

0,66

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) S= Centrosema pubescens dan C= Clitoria ternatea

3) K1= kadar air 100% kapasitas lapang (KL), K2= kadar air 80% KL, K3= kadar air 60% KL dan K4= kadar air 40% KL

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Berat kering batang dan berat kering total hijauan pada perlakuan 100% KL (K1) menghasilkan rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan apabila semakin terpenuhinya kebutuhan air oleh tanaman maka pertumbuhan tanaman akan lebih cepat sehingga hasil fotosintesis lebih baik dan akan berpengaruh pada peningkatan berat kering tanaman. Hal ini didukung oleh pendapat Dwijoseputro (2003) bahan kering tanaman sangat dipengaruhi oleh optimalnya proses fotosintesis. Bahan kering yang terbentuk mencerminkan banyaknya fotosintat sebagai hasil fotosintesis karena bahan kering tergantung pada laju fotosintesis. Menurut Violita (2007) penurunan berat kering total pada tanaman yang mengalami kekeringan terkait erat dengan penurunan laju fotosintesis selama cekaman kekeringan baik pada tingkat perluasan dan maupun fotosintesis total tanaman.

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang pada perlakuan kadar air 100% KL (K1) menghasilkan rataan tertinggi diantara perlakuan lainnya, secara statistik berbeda tidak nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan peningkatan berat kering daun disertai dengan

peningkatan berat kering batang. Semakin tinggi nisbah berat kering daun dengan berat kering batang menunjukkan tanaman memiliki kualitas hijaun yang baik dengan kandungan protein yang tinggi. Menurut Suastika (2012), yang menyatakan semakin tinggi porsi daun dan porsi batang yang lebih kecil maka nisbah berat kering daun dengan berat kering batang akan semakin tinggi.

Tabel 5. Karakteristik tumbuh legum lokal dengan kadar air yang berbeda

Variabel

Perlakuan

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang (g)

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (g)

Luas daun (cm2)

Jenis Tanaman

S2)

1,41a1)

5,70a

2.091,55a

C

0,56b

3,61b

1.060,74b

SEM

0,17

0,48

189,55

Kadar Air

K13)

1,00A

8,63A

2.803,59A

K2

0,90A

4,87B

1.506,19AB

K3

0,83A

3,37BC

1.232,69B

K4

0,68A

1,74C

762,11B

SEM4)

0,26

0,74

479,90

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf kecil dan kapital yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) S= Centrosema pubescens dan C= Clitoria ternatea

3) K1= kadar air 100% kapasitas lapang (KL), K2= kadar air 80% KL, K3= kadar air 60% KL dan K4= kadar air 40% KL

4) SEM = Standart Error of the Treatment Means

Nisbah berat kering total hijauan dan berat kering akar pada perlakuan 100% KL (K1) menghasilkan rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Semakin tinggi berat kering total hijauan dengan berat kering akar yang lebih rendah maka nilai toop root ratio yang dihasilkan tinggi dan menunjukkan produksi total hijauan yang tinggi. Menurut penelitian Nejad et al. (2010) bahwa defisit air memberikan pengaruh terhadap penurunan rasio tajuk akar pada tanaman jagung.

Luas daun pada perlakuan 100% KL (K1) menghasilkan rataan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan tercukupinya kebutuhan air oleh tanaman maka fotosintesis akan optimal sehingga meningkatnya luas daun. Menurunnya luas daun pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan karena keterbatasan air. Menurut Sakya dan Rahayu (2010), tanaman dengan permukaan daun yang luas akan mengakibatkan faktor-faktor yang dibutuhkan tanaman untuk fotosintesis akan mudah terpenuhi sehingga proses fotosintesis akan dapat berjalan dengan

lebih maksimal. Didukung oleh pendapat Khaerana (2007), bahwa luas daun tanaman semakin mengecil seiring dengan pertambahan cekaman air. Ukuran luas daun yang mengecil merupakan mekanisme adaptasi tanaman menekan kehilangan air untuk mengurangi terjadinya transpirasi pada tanaman.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengaruh dari jenis tanaman leguminosa (Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea) pada semua variabel (efisiensi pemanfaatan air, pertumbuhan, produksi dan karakteristik) memberikan hasil rataan tertinggi pada tanaman Centrosema pubescens dibandingkan dengan tanaman Clitoria ternatea. Hal ini disebabkan tanaman Centrosema pubescens merupakan tanaman yang tahan terhadap kondisi kekeringan meskipun diberikan perlakuan kadar air dibawah dari kapasitas lapang, tanaman ini tetap menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik. Hal ini didukung Sutedi et al. (2005) yang menyatakan bahwa tanaman Centrosema pubescens relatif tahan terhadap kekeringan, hama dan penyakit serta mudah tumbuh pada berbagai tipe tanah, drainase yang jelek, dan perkebunan.

Centrosema pubescens menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi disertai jumlah daun dan cabang lebih banyak ditunjang dengan akar yang lebih berat sehingga mempunyai kemampuan untuk memanfaatkan faktor tumbuh seperti menyerap air dan unsur hara yang lebih baik daripada Clitoria ternatea, serta luas daun yang lebih besar. Semakin luas daun semakin banyak cahaya yang dapat diserap oleh tanaman untuk berlangsungnya proses fotosintesis sehingga pertumbuhan dan produksinya akan meningkat. Hal ini didukung oleh pendapat Dianita dan Abdullah (2011) yang menyatakan bahwa pertumbuhan daun dan batang mempengaruhi bobot kering tajuk. Panjang tanaman dan jumlah daun sumber potensial bagi fotosintesis tanaman. Semakin banyak daun maka semakin luas area fotosintesis. Pertumbuhan tajuk yang tinggi ditunjang dengan pertumbuhan akar yang baik. Allaby (2004) menyatakan bahwa tanaman dengan proporsi tajuknya lebih tinggi dapat mengumpulkan lebih banyak cahaya energi, sedangkan tanaman yang proporsi akarnya lebih banyak lebih efektif berkompetisi untuk unsur hara tanah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara jenis leguminosa lokal (Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea) dengan kadar air yang berbeda (100, 80, 60, 40% KL) pada semua variabel (efisiensi pemanfaatan air, pertumbuhan, produksi dan karakteristik). Hal ini menunjukkan bahwa antara jenis leguminosa lokal dan kadar air yang berbeda bekerja sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil hijauan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Steel dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak

nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Pemberian kadar air 40% KL masih mampu mempertahankan produktivitas leguminosa lokal seperti pada kadar air 60% KL dan 80% KL. Kadar air 100% KL memberikan hasil tertinggi terhadap pertumbuhan, produksi dan karakteristik tumbuh jenis leguminosa lokal (Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea).

  • 2.    Pemberian kadar air 40% KL memberikan hasil tertinggi pada efisiensi pemanfaatan air pada jenis leguminosa lokal (Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea).

  • 3.    Tidak terjadi interaksi antara jenis leguminosa lokal (Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea) dengan kadar air yang berbeda.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan:

  • 1.    Penanaman legum Centrosema pubescens dan Clitoria ternatea paling baik pada tanah yang kadar airnya 100% KL, namun masih memungkinkan sampai kadar air 40% KL.

  • 2.    Perlu dilakukan penelitian terkait dengan jenis leguminosa lokal yang lain terhadap efisiensi pemanfaatan air agar dapat membandingkan leguminosa mana yang menghasilkan produksi tertinggi dengan air yang efisien untuk pengembangan tanaman leguminosa kedepannya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S. (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Pratama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen-dosen di Laboratorium Tumbuhan Pakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana dan rekan-rekan satu penelitian yang telah membantu penulis dari awal penelitian sampai akhir penulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan teknologi pengelolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. J. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27:43-49.

Allaby, M. 2004. A Dictionary of Ecology. Oxford University Press Inc, New York.

Anyia, A. O., dan H. Herzog. 2004. Water-use efficiency, leaf area and leaf gas exchange of cowpeas under mid-season drought. European Journal of Agronomy 20:327-339.

Blum, A. 2005. Drought resistance, water-use efficiency and yield potential - Are they compatible, dissonant, or mutually exclusive. Australian Journal of Agricultural Research 56:1159-1168.

Dianita, R. dan L. Abdullah. 2011. Effect of nitrogen fertilizer on growth characteristics and productivity of creeping forage plants for tree-pasture integrated system. Jurnal of Agricultural Science and Technology 1:1118-1121.

Dwidjoseputro, 2003. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta.

Hamin, D. Sopandie, dan M. Yusuf. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati 3(1): 30-34.

Hartati, S. 2000. Penampilan genotif tanaman tomat (Lycopersicum esculentum mill.) hasil mutasi buatan pada kondisi stress air dan kondisi optimal. Agric Sci 2(2): 35-42

Jumim, H. B. 1992. Ekologi Tanaman suatu Pendekatan Fisiologi. Rajawali Press. Jakarta.

Khaerana. 2007. Pengaruh cekaman kekeringan dan umur panen terhadap pertumbuhan dan kandungan xanthorrhiza tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Tesis. Program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor.

Mapegau. 2006. Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura. 41(1): 43-48

Maynard, G. H., dan D.M. Orcott. 1987. The Physiology of Plants Under Stress. John Willey and Sons, Inc, New York.

Nejad, T. S., A. Bakhsande, SB. Nasab., and K. Payande. 2010. Effect of drought on corn root growth.

Novriyanti, E., M. Watanabe, K. Makoto, T. Takeda, Y. Hashidoko, and T. Koike. 2012. Photosynthetic nitrogen and water use efficiency of acacia and eucalypt seedlings as afforestation species. Photosynthetica. 50(2):273-281.

Pratama, I W. A., I W. Suarna, dan M. A. P. Duarsa. 2017. Aplikasi berbagai jenis slurry dan tingkat kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Indigofera zollingeriana. e-Journal           Peternakan           Tropika.           5(3):           451-464.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/35402/21368 (Diunduh, 10 Januari 2018)

Ranti, M. A. D., N. N. Suryani, dan I K. Budiasa. 2017. Pengaruh pemberian kadar air berbeda terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan tanaman Indigofera zollingeriana.e-Journal            Peternakan            Tropika.            5(1):            50-63.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/28128 (Diunduh, 10 Januari 2018)

Rao, N.S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Diterjemahkan oleh: Susilo, H. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rasidin, A. 2005. Peran Tanaman Pakan Ternak Sebagai Tanaman Konservasi dan Penutup Tanah di Perkebunanan. Press. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Samanhudi. 2010. Pengujian cepat ketahanan tanaman sorgum manis terhadap cekaman kekeringan. Agrosains 12(1): 9-13.

Sajimin, A. Fanindi, dan J. Herdiawan. 2006. Produktivitas tiga jenis rumput dan palatabilitasnya pada ternak domba. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Bogor. 945-951.

Sakya, A.T., dan M. Rahayu. 2010. Pengaruh pemberian unsur mikro besi (Fe) terhadap kualitas anthurium. Agrosains 12(1): 29-33.

Sheriff, D., dan R. C. Muchow. 1984. The Water Relations of Crops. In The Physiology of Tropical Field Crops. Joh Willey & Sons. pp. 39-84.

Singh, A., N. Aggarwal,G. S. Aulakh, dan R. K. Hundal. 2012. Ways to maximize the water use efficiency in field. Greener Journal of Agricultural Sciences. 2(4): 108-129.

Soemartono. 1990. Genetika Kuantitatif dan Biologi Molekuler. PAU-UGM. Yogyakarta.

Solichatun, E. Anggarwulan, W. Mudyantini. 2005. Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan dan kandungan bahan aktif saponin tanaman gingseng jawa (Talium paniculatum Gaetrn.). Jurusan Biologi Fakultas MIPA UNS. Surakarta. 3(2): 47-51.

Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1991. Principles and Procedure of Statitics. McGraw Hill Book Co. Inc. New York.

Suastika, I. G. L. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah (Pannisetum purpureum) dan Rumput Setaria (Setaria splendida Stapf.) yang di Pupuk dengan Biourine. Skripsi. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Sutedi E, Sajimin, B. R. Prawiradiputra. 2005. Agronomi dan pemanfaatan Centrosema pubescens. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Sutedi, E. 2013. Potensi Kembang Telang (Clitoria ternatea) sebagai Tanaman Pakan Ternak. Buletin Ilmu Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia. 23(2):51-62.

Suwartama, I K., A. A. A. S. Trisnadewi, dan M. A. P. Duarsa. 2017. Aplikasi berbagai jenis slurry dan tingkat kadar air tanah terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Stylosanthes guianensis.e-Journal Peternakan Tropika. 5(2):        348-361.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/33800/20419 (Diunduh, 10 Januari 2018)

Tillman, D. A., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusomo, dan S. Lebdosoekotjo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Violita. 2007. Komparasi Respon Fisiologi Tanaman Kedelai yang Mendapat Cekaman Kekeringan dan Perlakuan Herbisida Paraquat. Institut Pertanian Bogor.

Wahb-Allah, M. A., A. A. Alsadon, and A. A. Ibrahim. 2011. Drought tolerance of several tomato genotype under greenhouse condition. World Appl Sci J 15(7): 993-940.

Wulandari, A. 2011. Efek Penambahan Fungsi Mikroba Arbuskula (FMA) pada Tanaman Leguminosa Merambat dalam Kondisi Cekaman Kekeringan. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB. Bogor.

Zlatev, Z., and F. C. Lidon. 2012. An overview on drought changes in plant growth, water relations and photosynthesis. Emir. J. Food Agric. 24(1):57-72.

Agustina et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 829 – 845

Page 845