The Behaviour of Pig Breeders to Concerning of Waste Treatment at Puhu Village, Payangan District, Gianyar Regency
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]
Submitted Date: October 16, 2018
Accepted Date: October 24, 2018
Editor-Reviewer Article;: A. A. P. P. Wibawa & I M. Mudita
Perilaku Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi di Desa Wisata Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar
Pri Setiawan. I. M., I. N Suparta, dan N. W Tatik Inggriati
P.S Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar E-mail: [email protected] HP. 083114521893
ABSTRAK
Pengolahan limbah ternak babi yang tidak ditangani dengan baik dapat menjadi salah satu pemicu pencemaran lingkungan. Perilaku peternak babi sampai saat ini belum mengolah hasil limbah secara efisien. Kondisi tersebut terjadi karena kurang pedulinya peternak tentang cara penanganan limbah yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku dan hubungan persepsi, motivasi peternak dalam mengolah limbah ternak babi di Desa Puhu. Lokasi dipilih secara Purposive dengan alasan Desa Puhu merupakan desa wisata yang pengolahan hasil limbahnya belum dilakukan dengan baik. Responden ditentukan dengan cara Quota Purposive Sampling yaitu lima orang dari masing-masing dusun yang jumlahnya tujuh dusun di Desa Puhu, sehingga berjumlah 35 orang peternak babi. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan yang ada di Kantor Desa Puhu. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar yang berlangsung dari bulan Mei sampai Juli 2018. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif dan uji koefisien korelasi jenjang Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi termasuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seperti umur dan jumlah kepemilikan ternak berhubungan tidak nyata (P>0,01), tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan, persepsi, dan motivasi memiliki hubungan sangat nyata (P<0,01) dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi. Saran yang dapat disampaikan pada pemerintah agar lebih aktif memberikan penyuluhan atau pelatihan kepada peternak tentang pengolahan limbah ternak babi. Peternak agar lebih meningkatkan persepsi dan motivasi dalam mengolah limbah ternak babi, melalui pendampingan penyuluhan sehingga dapat meminimalisasi pencemaran lingkungan.
Kata kunci: Perilaku, Peternak babi, pengolahan limbah
The Behaviour of Pig Breeders to Concerning of Waste Treatment at Puhu Village, Payangan District, Gianyar Regency
ABSTRACT
Pig waste that is not handled properly can be one of the triggers of environmental pollution. Behavior of pig breeders to date has not efficiently processed the waste product. The condition occurs because of lack of care for breeders on how to properly handle the waste. This study aimed to find out the behavior of breeder concerning pig waste treatment at Puhu Village, Payangan District, Gianyar Regency. The location was chosen Purposive with the reason that Puhu Village is a tourist village whose waste processing is not good yet. Respondents were determined by Quota Purposive Sampling, the number of respondents as
many as 35 of pig breeders, five respondents for each dusun with the total number seven dusun at Puhu Village. Primary data were obtained from direct interviews and observations and secondary data were obtained from data recording in the Puhu Village Office. This study conducted from May till July 2018 at Puhu Village, Payangan District, Gianyar Regency. Data analysis in used by means of qualitative descriptive and Spearman level correlation coefficient test. The results showed that the behavior of breeder concerning pig waste treatmens is in medium category. The factors related to the behavior of breeder in pig waste treatmens such as age and number of livestock ownership have a non-significant corelation (P> 0,01). While education, building ownership, percepion, and motivation has avery significant corelation (P< 0,01)) with behavior of breeder in pig waste treatment. Sugestions that can be conveyed to the government is more active in providing counseling and training to breeders on the processing of pig waste. Breeders in order to increase their perception and motivation in processing pig waste through counseling assistance to minimize environmental pollution.
Keywords: Behavior, Pig breeder, waste treatment
PENDAHULUAN
Usaha peternakan di Indonesia mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya permintaan akan produk peternakan terutama dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan hewani. Usaha peternakan khususnya ternak babi juga memberi keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak masyarakat dipedesaaan khususnya di Bali. Namun demikian, sebagaimana usaha lainnya, usaha peternakan babi juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan oleh sebuah usaha peternakan apapun, tidak mungkin dihindari. Isu pencemaran lingkungan sering menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama jika lokasi peternakan dekat dengan pemukiman (Vigne, 2009 dalam Lidyasanty, 2016). Namun, dampak pencemaran lingkungan mestinya bisa diminimalisasi jika usaha peternakan dikelola dengan baik. Untuk itu, pemerintah daerah harus memainkan perannya secara maksimal untuk pembinaan, pengawasan, dan penertiban usaha peternakan. Lemahnya pengawasan oleh Dinas terkait bisa memicu konflik di tengah masyarakat. Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feses, urin, sisa pakan, serta air dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga sekitar, baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mencuci di sungai yang tercemar limbah peternakan (Funk, 2007 dalam Lidyasanty, 2016).
Kasus pencemaran lingkungan oleh peternakan babi, yang menjadi pemicu permasalahan sebenarnya adalah akibat dari pemukiman yang terus berkembang. Pada awal pembangunan, peternakan babi didirikan jauh dari pemukiman penduduk namun lama kelamaan di sekitar areal peternakan tersebut menjadi pemukiaman. Untuk itu, perlu suatu perbaikan sistem pemanfaatan lahan yang sesuai dengan peruntukannya. Dalam hal ini pemerintah membuat kebijakan penggunaan suatu areal atau kawasan usaha peternakan agar tidak saling mengganggu antara peternakan dan pemukiman. Sudah tentu kawasan tersebut juga harus senantiasa memelihara lingkungannya, antara lain dengan melakukan pengelolaan limbah serta pemantauan lingkungan secara terus menerus.
Mengembangkan usaha peternakan babi yang berada di Desa Wisata Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar harus mengetahui akan dampak limbahnya terhadap lingkungan hidup. Peternakan tersebut sampai saat ini belum menangani limbahnya dengan baik karena limbah tersebut dibuang disungai yang berada dekat dengan lokasi kandang. Hal inilah yang akan menimbulkan berbagai macam keluhan dari warga yang bermukim di sekitar peternakan babi sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau busuk dan pemandangan yang tidak baik, sehingga terjadi pencemaran pada sungai tersebut. Kondisi tersebut terjadi karena kurang perdulinya peternak tentang bagaimana cara penanganan limbah yang baik. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan agar dapat mengetahui perilaku peternak dalam pengolahan limbah babi sehingga tercapainya pengolahan limbah babi yang baik. Dari sisi pemanfaatannya, kotoran babi bisa digunakan sebagai pupuk kandang (pupuk organik) dan sebagai penghasil biogas. Selain menambahkan kesuburan tanah, penggunaan pupuk organik juga dapat memperbaiki tekstur tanah, peningkatan jumlah mikroorganisme dalam tanah, menambah daya ikat tanah terhadap udara, dan secara keseluruhan dapat menjaga kesuburan tanah (Sutedjo, 2002).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis melakukan penelitian tentang perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi di Desa Wisata Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Perilaku peternak yang dimaksud terdiri atas pengetahuan, keterampilan, dan sikap peternak dalam pengolahan limbah ternak babi.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wisata Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar selama 3 bulan mulai dari persiapan hingga analisis data dilaksanakan . Penentuan
lokasi ini berdasarkan atas metode Purposive yakni penentuan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu (Hadi, 1983). Dasar pertimbangan yang dipakai dalam memilih lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Di Desa Wisata Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar hampir sebagian besar penduduknya memelihara ternak babi, sehingga populasi yang ada relatif banyak, (2) Lokasi penelitian sudah dikenal oleh peneliti dan mudah dicapai dengan sarana transportasi, sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan data, (3) Daerah tersebut merupakan daerah pemukiman warga, sehingga adanya keluhan dari masyarakat setempat terutama saat musim hujan dan yang masih memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan sehari-hari, dan (4) Desa Puhu paling banyak dikunjungi wisatawan dibanding Desa lain di Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.
Populasi dan Responden
Populasi penelitian merupakan semua peternak babi yang memelihara babi di Desa Wisata Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Oleh karena populasi besar, dan peneliti tidak mungkin menggunakan semua peternak yang ada pada populasi, karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti bisa menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Dalam penelitian ini sampel yang akan diambil menggunakan metode Quota Purposive Sampling yaitu lima orang dari masing-masing dusun yang jumlahnya tujuh dusun, sehingga total responden menjadi 35 orang.
Pengambilan sampel sebagai responden digunakan metode Purposive, yaitu anggota sampel ditentukan secara sengaja didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-safat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi (Gorda, 1989), ciri-ciri responden adalah peternak babi yang sedang memelihara babi.
Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari sumber data. Data primer meliputi: (1) Ciri-ciri responden mencangkup: umur, pendidikan formal, jumlah pemilikan ternak; (2) Pengetahuan peternak dalam pengolahan limbah ternak babi; (3) Keterampilan peternak dalam pengolahan limbah ternak babi, dan (4) Sikap peternak terhadap perilaku dalam pengolahan limbah pengolahan limbah ternak babi.
Data sekunder sabagai data pelengkap merupakan gambaran umum tempat penelitian. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.
Teknik Pengumpulan Data
Dilihat dari sumber data, data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik survei yaitu suatu cara pengumpulan data dengan jalan mendatangi dan mewawancarai responden secara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya (Effendi dan Singarambun, 1989). Data primer yang dikumpulkan meliputi data pribadi responden seperti: umur, pekerjan, tingkat pendidikan, jumlah pemilikan ternak, luas lahan yang dimiliki, pengetahuan, sikap, keterampilan, persepsi dan motivasi. Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung untuk memperoleh informasi yang akurat dan relevan dalam penelitian (Nazir, 1999). Data sekunder terdiri atas keadaan lokasi penelitian yang bersifat menunjang terutama untuk mengetahui keadaan umum tempat penelitian. Data ini diperoleh dari instansi terkait. Data sekunder diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada dan dokumentasi. Dokumentasi diperoleh dari instansi tertentu ataupun dari buku terkait dengan penelitian.
Pengukuran Variabel dan Indikator
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: motivasi peternak dalam pengolahan limbah ternak babi, persepsi peternak dalam pengolahan limbah ternak babi, dan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi yang terdiri atas beberapa indikator dan beberapa parameter.
1. Motivasi
Tabel 1 Indikator dan parameter motivasi peternak
Variabel |
Indikator |
Parameter |
Motivasi 1 |
Kebutuhan 1 |
Membutuhkan lingkungan bersih dan sehat |
2 |
Sebagai tambahan penghasilan | |
2 |
Harapan 1 |
Keuntungan yang diproleh |
2 |
Lingkungan di sekitar bersih | |
3 |
Kemampuan dalam mengolah limbah | |
3 |
Dorongan 1 |
Meningkatkan taraf hidup |
2 |
Difasilitasi pemerintah | |
2. Persepsi | ||
Tabel 2 Indikator dan parameter persepsi peternak | ||
Variabel |
Indikator |
Parameter |
Persepsi 1 |
Kebersihan 1 |
Tidak ada genangan air |
lingkungan 2 |
Pembersihan kandang | |
3 |
Ada penampungan limbah |
2 Kesehatan 1 ternak 2 |
Tidak terjangkit penyakit Tidak ada bau menyengat |
3 Kesehatan 1 manusia 2 |
Kesehatan terjaga Terhindar dari penyakit |
3. Perilaku
Tabel 3 Indikator dan parameter perilaku peternak
Variabel Indikator |
Parameter |
Perilaku 1 Pengetahuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 |
Tahu apa itu limbah ternak babi Tahu keberadaan limbah ternak babi Paham tentang kandungan limbah tenak babi Paham cara pembersihan kandang ternak babi Tahu menyediakan penampungan limbah ternak babi Paham dampak pencemaran limbah ternak babi Paham pencegahan pencemaran limbah ternak babi Paham cara pengendalian pencemaran limbah ternak babi Paham cara pengolahan limbah ternak babi |
2 Sikap 1 2 3 4 5 6 |
Kebersihan lingkungan Pencemaran lingkungan (bau, debu, dan kuman penyakit) Pencegahan limbah ternak babi Pengendalian limbah ternak babi Penglahan limbah ternak babi Dampak terhadap kesehatan |
3 Keterampilan 1 2 3 4 5 |
Terampil dalam membersihkan kendang ternak babi Terampil menyediakan penampungan limbah ternak babi Terampil mencegah pencemaran limbah ternak babi Terampil mengendalikan efek negative limbah ternak babi Terampil dan mampu mengolah limbah ternak babi |
Dalam pengukuran variabel sikap responden terhadap pengolahan limbah babi, digunakan skala Likert yaitu pemberian skor dengan membentuk lima kategori jawaban yang dinyatakan dengan bilangan bulat 1,2,3,4, dan 5 untuk setiap jawaban, berdasarkan derajat responden dari responden terhadap pernyataan yang diajukan. Untuk setiap jawaban yang paling diharapkan (paling benar) diberi skor 5. Skor semakin menurun sesuai dengan penurunan derajat respon dari responden sehingga skor yang terendah yaitu 1 diberi untuk jawaban yang tidak diharapkan (salah).
Untuk tingkat persepsi, motivasi dan perilaku diukur dengan cara mengajukan pernyataan kepada masing-masing responden, diukur dengan menerapkan skala jenjang lima.
Skor tertinggi adalah 5, diberikan untuk jawaban yang sangat diharapkan. Skor terendah adalah 1 untuk jawaban yang tidak diharapkan.
Skor yang diperoleh dipersentasekan berdasarkan skor maksimal ideal, dengan
rumus
i jarok k til a s jumlah, kela^
X = — x IOOW SMI
Keterangan : X = total perolehan skor maksimal
x = perolehan skor SMI = skor maksimum ideal
Dalam mentukan nilai hasil penelitian yang diperoleh dan agar dapat menggolongkannya ke dalam kategori tertentu digunakan rumus Interval kelas yang dikemukakan oleh (Dajan, 1978) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : i = interval kelas.
jarak kelas = nilai data tertinggi dikurangi nilai data terendah. jumlah kelas = jumlah kategori yang ditentukan.
Dengan menggunakan rumus interval kelas tersebut, maka dapat diketahui nilai-nilai variabel berikut dikategorikan seperti pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, dan keterampilan ditentukan berdasarkan persentase pencapaian skor dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4 Kriteria pengukuran pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, dan keterampilan dalam pengolahan limbah ternak babi.
Persentase Skor |
Kategori | ||||
Pengetahuan |
Sikap |
Persepsi |
Motivasi |
Keterampilan | |
>84 % - 100 % |
Sangat Tinggi |
Sangat Positif |
Sangat Baik |
Sangat Kuat |
Sangat Tinggi |
>68 % - 84 % |
Tinggi |
Positif |
Baik |
Kuat |
Tinggi |
>52 % - 68 % |
Sedang |
Sedang |
Sedang |
Sedang |
Sedang |
>36 % - 52 % |
Rendah |
Negatif |
Buruk |
Lemah |
Rendah |
20 % - 36 % |
Sangat Rendah |
Sangat Negatif |
Sangat Buruk |
Sangat Lemah |
Sangat Rendah |
Analisis Data
Untuk menguji hipotesis 1 dan 2 mengunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif yaitu suatu bentuk analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya. Untuk menguji hipotesis 3 menggunakan metode Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997). Dengan rumus:
rs =
n—(rts —1}
Keterangan:
rs = koefisien korelasi
di = selisih jenjang unsur yang diobservasi
n = banyaknya pasangan unsur yang diobservasi
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5 %. Maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
Hipotesis penelitian diterima apabila t hitung > t tabel pada P ≤ 0,01 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang sangat nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur
Data rataan umur dari 35 responden adalah 48 tahun dengan umur termuda adalah 26 tahun dan umur tertua adalah 65 tahun. Sebagian kecil responden yaitu sebanyak 3 orang (8,58%) berada pada rentangan umur 26-35 tahun dan sebagian besar responden yaitu sebanyak 17 orang (48,57%) berada pada rentangan umur 46-55 tahun. Data selengkapnya disajikan pada tebel 5.
Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No |
Umur |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
26-35 |
3 |
8,58 |
2 |
36-45 |
10 |
28,57 |
3 |
46-55 |
17 |
48,57 |
4 |
56-65 |
5 |
14,28 |
Jumlah |
35 |
100 |
Pendidikan formal
Rataan dari lama pendidikan formal yang pernah ditempuh responden adalah 10,51 tahun. Data Pendidikan formal ini sangat beragam dari pendidikan sekolah dasar (SD) sampai
perguruan tinggi (S1). Responden dengan Pendidikan sekolah dasar (SD) berjumlah 6 orang (17,15%), SMP berjumlah 10 orang (28,57%), SMA 14 orang (40%), dan sisanya adalah perguruan tinggi berjumlah 5 orang (14,28%). Data selengkapnya disajikan pada tabel 6.
Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal
No Lama Pendidikan (tahun) |
Kategori Responden Jumlah (orang) Persentase (%) |
1 0 - 6 2 6 - 9 3 9 - 12 4 12 - 16 |
SD 6 17,15 SMP 10 28,57 SMA 14 40 Perguruan Tinggi S1 5 14,28 |
Jumlah |
35 100 |
Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal dalam bentuk kursus atau pelatihan yang berkaitan dengan peternakan babi yang pernah diikuti responden sebagian besar 24 orang (68,57%) tidak pernah megikuti Pendidikan nonformal, sedangkan sebagian kecil 11 orang (31,43%) pernah mengikuti Pendidikan nonformal.
Jumlah pemilikan ternak
Jumlah ternak yang dimiliki sebagian besar dari responden memiliki ternak babi berkisar 46 - >55 ekor berjumlah 13 orang (37,14%) ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden peternak babi di Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar memelihara 46 sampai >55 ekor ternak babi. Data selengkapnya disajikan pada tebel 7.
Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Pemilikan Ternak Babi
No |
Jumlah Ternak (ekor) |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
16 – 25 |
11 |
31,42 |
2 |
26 – 35 |
9 |
25,72 |
3 |
36 – 45 |
2 |
5,72 |
4 |
46 - >55 |
13 |
37,14 |
Jumlah |
35 |
100 |
Penguasaan lahan
Jumlah rataan penguasan lahan oleh responden adalah 28,94 are dengan luas penguasaan lahan tertinggi yaitu 80 are dan luas penguasaan terendah yaitu 2 are. Sebagian
besar responden yaitu sebanyak 17 orang (48,58%) menguasai lahan pada kisaran 2 – 21 are, sedangkan untuk sebagian kecil responden menguasai lahan pada kisaran 61 – 80 are yaitu sebanyak 4 orang (8,57%). Data selengkapnya disajikan pada table 8.
Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Luas Penguasaan Lahan
No |
Luas Penguasaan Lahan (are) |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
2 – 21 |
17 |
48,58 |
2 |
22 – 40 |
7 |
20 |
3 |
41 – 60 |
8 |
22,85 |
4 |
61 - 80 |
3 |
8,57 |
Jumlah |
35 |
100 |
Faktor-faktor yang behubungan dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Adapun beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi yaitu: pengetahuan, sikap, keterampilan, persepsi, motivasi, umur, Pendidikan formal, Pendidikan nonformal, jumlah pemilikan ternak dan luas penguasaan lahan.
Perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Perilaku peternak terhadap pengolahan limbah ternak babi dapat dikategorikan sedang dengan rataan (63,33%). Sebanyak 33 orang (94,28%) memiliki perilaku sedang, dan 2 orang (5,72%) memiliki perilaku baik. Distribusi kategori perilaku disajikan pada tabel 9.
Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
Sangat Baik |
- |
- |
2 |
Baik |
2 |
5,72 |
3 |
Sedang |
33 |
94,28 |
4 |
Buruk |
- |
- |
5 |
Sangat Buruk |
- |
- |
Jumlah |
35 |
100 |
Pengetahuan peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Dalam penelitian ini pengetahuan responden tentang pengolahan limbah ternak babi dapat dikategorikan sedang dengan rataan (65,42%). Sebanyak 26 orang (74,28%) memiliki pengetahuan sedang, dan 9 orang (25,72%) memiliki pengetahuan tinggi. Distribusi kategori pengetahuan responden disajikan pada tebel 10
Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
Sangat Tinggi |
- |
- |
2 |
Tinggi |
9 |
25,72 |
3 |
Sedang |
26 |
74,28 |
4 |
Rendah |
- |
- |
5 |
Sangat Rendah |
- |
- |
Jumlah |
35 |
100 |
Sikap peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Dalam penelitian ini sikap responden tentang pengolahan limbah ternak babi dapat dikategorikan positif dengan rataan (70,57%). Sebanyak 30 orang (85,71%) memiliki sikap positif, dan orang (14,29%) memiliki sikap sedang. Distribusi kategori sikap responden disajikan pada tebel 11.
Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
Sangat Positif |
- |
- |
2 |
Positif |
30 |
85,71 |
3 |
Sedang |
5 |
14,29 |
4 |
Negatif |
- |
- |
5 |
Sangat Negatif |
- |
- |
Jumlah |
35 |
100 |
Keterampilan peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Dalam penelitian ini keterampilan responden tentang pengolahan limbah ternak babi dapat dikategorikan sedang dengan rataan (54%). Sebanyak 18 orang (51,43%) memiliki keterampilan sedang, dan 17 orang (48,57%) memiliki keterampilan rendah. Distribusi kategori keterampilan responden disajikan pada tebel 12.
Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Keterampilan Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No |
Responden Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) |
1 2 3 4 5 |
Sangat Tinggi - - Tinggi - - Sedang 18 51,43 Rendah 17 48,57 Sangat Rendah - - Jumlah 35 100 |
Persepsi peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Dalam penelitian ini persepsi responden tentang pengolahan limbah ternak babi dapat dikategorikan sedang dengan rataan (64,74%). Sebanyak 27 orang (77,15%) memiliki persepsi sedang, dan 8 orang (22,85%) memiliki persepsi baik. Distribusi kategori persepsi responden disajikan pada tebel 13.
Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
Sangat Baik |
- |
- |
2 |
Baik |
8 |
22,85 |
3 |
Sedang |
27 |
77,15 |
4 |
Buruk |
- |
- |
5 |
Sangat Buruk |
- |
- |
Jumlah |
35 |
100 |
Motivasi peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Dalam penelitian ini motivasi responden tentang pengolahan limbah ternak babi dapat dikategorikan sedang dengan rataan (59,42%). Sebanyak 29 orang (82,85%) memiliki motivasi sedang, 4 orang (11,43%) memiliki motivasi lemah dan 2 orang (5,71%) memiliki motivasi kuat. Distribusi kategori motivasi responden disajikan pada tebel 14.
Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No
Kategori
Responden
Jumlah (orang) Persentase (%)
1 |
Sangat Kuat |
- |
- |
2 |
Kuat |
2 |
5,712 |
3 |
Sedang |
29 |
82,85 |
4 |
Lemah |
4 |
11,43 |
5 |
Sangat Lemah |
- |
- |
Jumlah |
35 |
100 |
Faktor karakteristik yang berhubungan dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi
Dari hasil analisis data dengan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi seperti faktor persepsi, motivasi, tingkat pendidikan, dan luas lahan yang dikuasai memiliki hubungan sangat nyata (P<0,01), faktor umur dan kepemilikan ternak memiliki hubungan tidak nyata (P>0,01) dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi di Desa Wisata Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Rincian data selengkapnya mengenai analisis data hubungan persepsi dan motivasi dengan menggunakan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman disajikan pada table 15.
Tabel 15 Hubungan Karakteristik, Persepsi dan Motivasi dengan Perilaku Peternak dalam Pengolahan Limbah Ternak Babi
No |
Faktor-Faktor |
rs |
t hitung |
1 |
Umur |
0,197 |
1,176tn |
2 |
Pendidikan formal |
0,423 |
2,958sn |
3 |
Jumlah pemilikan ternak Luas penguasaan lahan |
0,235 |
1,429tn |
4 |
Persepsi |
0,383 |
2,579sn |
5 |
Motivasi |
0,569 |
4,834sn |
6 |
0,692 |
7,629sn |
Keterangan:
rs : Koefisien Korelasi
sn : Sangat nyata t tabel (0,01) d.b = 2,457
tn : Tidak nyata
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur berhubungan tidak nyata (P>0,01) dengan perilaku peternak dalam mengolah limbah ternak babi. Rataan umur responden di Desa Wisata Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar adalah 48,57% tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur peternak babi tidak berpengaruh terhadap perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi. Kondisi tersebut menyebabkan tidak adanya perbedaan perilaku antara peternak muda dengan peternak tua. Berbeda halnya dengan pendapat Sari, et al., (2009) menyatakan bahwa variabel umur berpengaruh negatif terhadap adopter cepat, hal
ini menunjukkan orang yang muda umurnya lebih inovatif dari pada mereka yang berumur lebih tua.
Tingkat Pendidikan formal pada responden sebagian besar (14 orang / 40,00%) berpendidikan SMA, lama menempuh pendidikan responden berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi. Pada umumnya tingkat Pendidikan yang tinggi, produktivitasnya juga akan semakin tinggi karena rasional dalam berfikir dibanding dengan yang tingkat pendidikan rendah, yang sulit untuk mengadopsi inovasi baru dan relatif bimbang dalam mangambil keputusan. Hal ini didukung oleh pendapat Simanjuntak dalam Setiawan, (2017), yang mengemukakan bahwa Pendidikan dengan produktivitas kerja dengan penghasilan yang tinggi, akan menyebabkan produktivitas kerja menjadi lebih baik dan penghasilan yang diperoleh juga tinggi.
Pendidikan non-formal dalam bentuk pelatihan yang berkaitan dengan pengolahan limbah ternak babi yang pernah diikuti oleh responden, sebagian besar peternak (24 orang /68,57%) tidak pernah mengikuti pendidikan non-formal, sedangkan sebagian kecil (11 orang/31,43%) pernah mengikuti pendidikan non-formal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa, penyuluh sangat jarang menemui peternak untuk memberikan penyuluhan tentang pengolahan limbah ternak babi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Inggriati et al., (2014) bahwa penyuluhan di Bali perlu ditingkatkan kembali kerjanya sehingga terbukti berhasil. Seharusnya pendidikan non-formal dapat diberikan melalui penyuluhan, baik dalam bentuk pelatihan atau kursus. Kondisi tersebut menyebabkan pendidikan non-formal oleh penyuluh kepada peternak babi tidak berpengaruh terhadap perilaku dalam hal pengolahan limbah ternak babi, karena penyuluhan pada peternak babi belum dilakukan secara efektif oleh penyuluh. Hal ini sejalan dengan pendapat Samsudin dan Mardikanto dalam Inggriati, (2014) bahwa, untuk mengubah perilaku sasaran, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak setuju menjadi setuju, dan dari tidak terampil menjadi terampil, sampai menerapkan secara penuh suatu inovasi diperlukan penyuluhan yang efektif.
Jumlah pemilikan ternak berhubungan tidak nyata (P>0,01) dengan perilaku responden dalam pengolahan limbah ternak babi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peternak babi hanya sebagai usaha sampingan untuk menambah penghasilan keluarga. Hal ini dikarenakan tidak adanya penggunaan teknologi untuk mengolah limbah ternak babi, hanya dilakukan secara tradisional. Berbeda halnya dengan pendapat dari Rogers dan Shoemaker dalam Lamputra, (2005) yang menyatakan bahwa banyak sedikitnya ternak yang dipelihara akan mempengaruhi petani ternak untuk belajar lebih giat terhadap teknologi baru.
Luas lahan yang dimiliki respoden berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi. Adanya lahan yang relative luas akan mendorong peternak babi untuk memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai pupuk kandang, karena secara tidak langsung peternak mendapatkan keuntungan dalam penyediaan pupuk organik untuk lahan pertanian yan dikuasai. Banyaknya limbah yang dihasilkan oleh ternak babi merupakan faktor pendorong bagi peternak untuk memanfaatkannya sebagai pupuk kandang untuk tanaman dikebun. Kondisi tersebut menyebabkan peternak ingin melanjutkan usaha ternak babi secara berkelanjutan, walaupun hanya sebagai usaha sambilan. Sesuai dengan pendapat Kartasapoetra dalam Inggriati, (2014) bahwa, lahan merupakan tanah yang dikuasai oleh petani per satuan luas, dan semakin luas lahan yang dikuasai akan semakin tinggi dorongan petani untuk mengolah lahannya. Demikian pula pada peternak babi, semakin banyak lahan yang dikuasai akan membutuhkan kotoran babi yang lebih banyak untuk dijadikan pupuk kandang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku responden dalam pengolahan limbah ternak babi termasuk dalam kategori sedang yang memiliki nilai skor rata-rata (63,33%). Hal ini dikarenakan tiga faktor pendukung perilaku yakni: pengetahuan dalam kategori sedang dengan persentase skor 74,28%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, perlunya peningkatan pengetahuan melalui proses penyuluhan, karena pada dasarnya salah satu tujuan dari penyuluha adalah peningkatan pengetahuan sasaran. Peningkatan pengetahuan akan terjadi apabila proses penyuluhan tentang pengolahan limbah ternak babi dilakukan secara kontinyu, disertai dengan kemampuan penyuluh yang profesional dalam menyampaikan inovasi. Menurut Asngari dalam Inggriati, (2014) bahwa, apabila penyuluh tidak dilakukan secara kontinyu, maka akan terjadi kesengajaan antara perkembangan kebutuhan manusia dengan kemajuan teknologi.
Sikap memiliki kategori positif dengan persentase skor 85,71%. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengembangkan usaha pengolahan limbah ternak babi, karena sikap yang positif akan dapat meningkatkan motivasi peternak dalam menjalankan teknis pengolahan limbah ternak babi secara benar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Donnelly dalam Inggriati, (2014) yang menyatakan bahwa, sikap adalah determinan perilaku, karena berkaitan dengan persepsi, kepribadian dan motivasi.
Keterampilan termasuk dalam kategori sedang dengan persentase skor 51,43%. Hal ini terjadi karena, peran penyuluhan tentang pengolahan limbah ternak babi belum optimal. Sikap peternak dalam kategori positif, pengetahuan tentang pengolahan limbah ternak babi dalam
kategori sedang. Hal tersebut mengakibatan keterampilan dalam kategori sedang sehingga perlu ditingkatkan menjadi sangat tinggi. Untuk meningkatkan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan, sehingga peternak terampil dalam pengolahan limbah ternak babi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mardikanto dalam Inggriati, (2014) bahwa, peningkatan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan (training) dalam sebuah proses penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Hasil analisis uji koefisien korelasi jenjang spearman faktor persepsi peternak berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah babi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pratiwi. A et al., (2013), yang mendapatkan bahwa, persepsi peternak di desa Manggis berhubungan erat dengan sikap peternak, mengenai sistem pertanian terintegrasi (simantri) berbasis ternak sapi, yang mana sikap merupakan bagian dari perilaku. Hal ini dikarenakan peternak hanya memanfaatkan limbah ternak babi sebagai pupuk organik untuk tanaman dikebun dan bahkan ada yang membuang limbah ternaknya kesungai. Pengetahuan dan pengalaman peternak dalam memanfatkan limbah ternak babi sebagai pupuk kandang telah diperoleh dari sesama peternak babi. Sedangkan sikap responden dalam pengolahan limbah babi cenderung meniru antar sesama peternak babi yang ada disekitarnya. Keterampilan responden dalam mengolah limbah ternak babi masih kurang karena tidak adanya pelatihan tentang bagaimana cara menangani limbah ternak babi tersebut. Hasil ini didukung oleh pendapat Rahayu dalam Mustakim (2015), menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan harus senantiasa dikembangkan sebagai sarana yang dapat digunakan untuk memperbaiki persepsi, dan tindakan seseorang, termasuk peternak itu sendiri.
Hasil analisis uji koefisien korelasi jenjang spearman faktor motivasi peternak berhubungan sangat nyata (P<0,01) dalam kategori sedang dengan perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi. Hasil penelitian ini sesuai dengan Swstika. I.GL et al., (2016), yang mendapatkan bahwa motivasi berpegaruh positif nyata terhadap tingkat keberhasilan pelaksanan IB di Kabupaten Karangasem. Perilaku peternak yang sedang maka harus adanya motivasi yang kuat untuk mendorong peternak dalam mengolah limbah ternak babi, karena limbah yang tidak diolah akan mencemari lingkungan, jika peternak dapat mengolah limbah ternak babi dengan baik seperti membuat suatu kelompok sesama peternak untuk mengolah limbah ternak sehingga dari hasil olahan limbah tersebut dapat dijual sebagai pendapatan tambahan, karena tujuan peternak memelihara babi untuk kebutuhan keluarga dan
sampingan. Menurut Walgito, (2003) motivasi adalah kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau yang mendorong perilaku untuk mencapai tujuan. Pada peternak babi, terjadinya dorongan dari dalam diri peternak itu sendiri untuk mencapai tujuan mendapatkan penghasilan dari menjual bibit babi dan kotoran babi sebagai pupuk kandang.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Perilaku peternak dalam pengolahan limbah ternak babi di Desa Wisata Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar termasuk dalam kategori sedang; Persepsi dan motivasi peternak dalam pengolahan limbah ternak babi di Desa Wisata Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar termasuk dalam kategori sedang; Terdapat hubungan yang sangat nyata antara persepsi dan motivasi dengan perilaku peternak babi dalam pengolahan limbah ternak babi di Desa Wisata Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh responden yang telah bekerja sama dengan baik dalam pengumpulan data selama penelitian ini. Terimakasih yang mendalam juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, S. dan M. Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survei. Cetakan kedua. Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Gorda, I.G.N. 1989. Metodologi Penelitian Ilmu Sosial. STIE Satya Dharma Singaraja Bekerjasama dengan Widya Kriya Gematama, Denpasar.
Hadi, S. 1983. Statistik II. Andi Offset. Yogyakarta.
Inggriati, T. N. W. 2014. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali. (Disertasi). Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Inggriati, T. N. W, Suparta. N, Suarna. W, dan Antara. M. 2014. An Effective Extension System to Improve the Behavior of Bali Cattle Breeder in Bali. E-Jurnal Peternakan Tropika, Denpasar.
Lamputra, M. 2005. Perilaku Petani Ternak Babi dalam Usaha Menangani Limbah Kotoran Babi: Studi Kasus pada Petani Ternak Babi di Banjar Semaon Desa Puhu Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. (Skripsi). Universitas Udayana. Denpasar.
Lindyasanty, O. 2016. Pengelolaan Limbah Kotoran Ternak dalam Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan dikota Kotamobagu. (Skripsi). Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Mustakim, H. 2015. Pengaruh Intensitas Penyuluhan dan Tingkat Pengetahuan Terhadap Persepsi Peternak Pada Teknologi Biogas di Desa Patalassang, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng. (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makasar.
Nazir, M. 1999. Methode Penelitian Survey. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Pratiwi, A. Inggriati, T. N. W, Suarna. I. G. 2013. Persepsi Peternak Tentang Program Sistem Pertanian Terintegrasi Berbasis Sapi Bali di Desa Selumbung dan Desa Manggis, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. E-Jurnal Peternakan Tropika, Denpasar.
Siegel, S. 1997. Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Judul Asli: Non Parametric Statistic for the Behavioral Sciences. Diterjemahkan oleh Z. Suyut dan L. Simatupang dalam Koordinasi Peter Hogul. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sari, A.R., Trisakti, H. Dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Katagori Adopter dalam Inovasi Feed Additive Herbal Untuk Ayam Pedaging. Buletin Peternakan Vol. 33 (3): 1962013. Yogyakarta.
Setiawan, H. 2017. Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap Motivasi Beternak Sapi Potong di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa. (Skripsi). Universitas Hasanudin Makasar.
Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Swastika, IG. L, Inggriati, T. N. W dan Adi Putra, S. IG. 2016. Analisis Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali di Kabupaten Karangasem. E-Jurnal Peternakan Tropika, Denpasar.
Walgito, B. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Andi Offset. Yogyakarta.
Pri Setiawan et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 760 – 778
Page 778
Discussion and feedback