e--journal FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: September 7, 2018

Accepted Date: September 17, 2018


Editor-Reviewer Article;: D. P. M. A. Candrawati & I M. Mudita

Pengaruh Abu Agnihotra dalam Pakan Komersial Terhadap Organ Dalam Ayam Broiler Umur 5 Minggu

Pratama, I W. A., N. W. Siti, dan N. M. S. Sukmawati

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar e-mail: abdypratama050[email protected] Telp. 083115650371

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian abu Agnihotra dalam pakan komersial terhadap organ dalamayam broiler umur 5 minggu. Penelitian dilaksanakan di kandang milik Bapak I Ketut Sunatra yang berlokasi di Br. Anyar, Kediri, Tabanan, Bali.Ayam yang digunakan adalah ayam broiler CP 707 umur satu hari (DOC) sebanyak 80 ekor tanpa membedakan jenis kelamin “unsexed”yang diperoleh dari PT. Tohpati Poultry Shop, Denpasar, Bali. Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan menggunakan 5 ekor ayam broiler. Perlakuan yang diberikan adalah : A : pakan komersial tanpa abu Agnihotra (kontrol), B : pakan komersial + 0,1% abu Agnihotra, C :pakan komersial + 0,2% abu AgnihotradanD : pakan komersial + 0,3% abu Agnihotra. Variabel yang diamati yaitu berat jantung, hati, limpa, empedu dan ventrikulus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian 0,1% - 0,3% abu Agnihotra dalam pakan komersial cenderung meningkatkan berat organ dalam ayam broiler umur 5 minggu seiring dengan meningkatnya level abu Agnihotra yang diberikan, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian abu Agnihotra sebanyak 0,1%-0,3% dalam pakan komersial tidak berpengaruh terhadap berat organ dalam (jantung, hati, limpa, empedu dan ventrikulus) ayam broiler umur 5 minggu.

Kata Kunci : Broiler, organ dalam, abu Agnihotra

The Effect of Agnihotra Ash in Commercial Diet On Internal Organ of Broiler Chickens on The Age Of 5 Weeks

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of Agnihotra ash in commercialdiet on internalorgan of broiler chickens on the age of 5 weeks.This research was conducted in the cage owned by Mr. I Ketut Sunatra located at Br. Anyar, Kediri, Tabanan,Bali. There were 80 day old chicks CP 707 (unsexed) used in the study. The animal were bought at PT. Tohpati Poultry Shop, Denpasar – Bali. The experimentaldesign used was Completely Randomized Design (CRD) consisted of 4 treatments and 4 replications.So, there were 16 units of the study.The treatments were: A : commercial diet without Agnihotra ash (control), B :commercial diet + 0.1% Agnihotra ash, C :commercial diet + 0.2% Agnihotra ash and D :commercial diet + 0.3% Agnihotra ash. The variables observed were : weight of heart, liver, spleen, bile, and gizzard. The results of study showed thatAgnihotra ash on the level of 0.1%-0.3% in commercial diet tend to increase the weight of heart, liver, bile and gizzard, but


statistically they were no significant difference (P>0.05). Based on the results of the study it can be concluded that Agnihotra ash at the level of 0.1%-0.3% in diet did not affect on internal organs (the weight of heart, liver, spleen, bile and gizzard) of broiler on the age of 5 weeks.

Keywords: Broiler, internal organs, Agnihotra ash

PENDAHULUAN

Seiring dengan pertumbuhan populasi masyarakat Indonesia yang sangat pesat, kebutuhan masyakarat akan daging juga mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani bagi pertumbuhan dan kesehatan tubuh serta peningkatan kesejahteraan hidup. Salah satu jenis ternak yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai penghasil daging adalah ayam broiler. Broiler adalah ayam yang sangat efisien dalam mengubah pakan menjadi daging,oleh karena itu broiler dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk penyediaan kebutuhan protein hewani. Broiler umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai sumber daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Kebutuhan masyarakat terhadap daging broiler bukan hanya pada karkas saja tetapi organ dalam juga mempunyai nilai ekonomis. Offals dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Edible Offals dan Inedible Offals. Edible Offals adalah bagian yang bisa dikonsumsi dan diolah selain karkas dan lemak yang tidak berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Organ yang digolongkan edible offals pada unggas antara lain: kepala, kaki, jantung, hati, empedal, leher, dan darah. Sedangkan inedible offals merupakan offals yang tidak dikonsumsi dan diolah antara lain seperti empedu dan bulu (Anon, 2001 dalam Parwata et al. 2015) karena mempertimbangkan dampak buruk yang akan ditimbulkan bagi kesehatan seperti mual-mual dan menyebabkan kondisi tubuh melemah yang diakibatkan oleh cita rasa empedu yang pahit.Mulyadi (1983) menyatakan bahwa organ tubuh di luar karkas seperti kepala, darah, leher dan kaki dapat mempengaruhi berat karkas. Apabila berat organ dalam semakin tinggi maka berat karkas akan semakin rendah. Persentase non karkas berbanding terbalik dengan persentase karkas, semakin tinggi persentase karkas mengakibatkan persentase non karkas semakin rendah dan sebaliknya (Jull, 1979). Hal tersebut dikarenakan adanya pembagian nutrisi yang diterima baik oleh karkas maupun non karkas, apabila nutrisi yang diterima oleh karkas lebih dominan maka bobot karkas akan meningkat sedangkan bobot non karkas akan cenderung rendah

Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas ayam pedaging, ransum merupakan

faktor utama dalam beternak ayam broiler. Ransum harus memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh ternak tersebut untuk pertumbuhan dan perkembangan organ–organnya.. Menurut Wahju (1997) bahwa ransum unggas perlu mengandung mineral dalam jumlah yang cukup terutama kalsium dan fosfor, karena 70%-80% mineral tubuh terdiri dari kalsium dan fosfor.Mineral nonesensial adalah logam yang perannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui dan kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Disamping mengakibatkan keracunan, logam juga dapat menyebabkan penyakit defisiensi (McDonald et al. 1988). Mineral pada umumnya dipenuhi dari bahan pakan lain atau dapat ditambahkan dalam bentuk campuran berbagai mineral (premix). Salah satu sumber mineral lainnya yang dapat diberikan pada ternak adalah abu Agnihotra.

Abu Agnihotra adalah limbah pembakaran yang dihasilkan dari ritual Agnihotra yang merupakan tradisi kuno dalam Agama Hindu. Tradisi ini telah lama ditinggalkan (berabad-abad) namun baru–baru ini dilakukan kembali di Bali. Jendra dan Titib (1999) menyatakan bahwa ritual Agnihotra dilakukandenganapresiasi penuh, limbah atau abu yang dihasilkan dapat meningkatkan produksisektor pertanian, termasuk peternakan. Menurut Yupardhi et al. (2017 a) bahwa abu Agnihotra mengandung beberapa mineral antara lain : fosfor (P)= 12.629,95 mg / kg, kalsium (Ca)= 10,017 mg / kg, seng (Zn)= 82,212 mg / kg, dan besi (Fe)= 16,225 mg / kg. Abu tidak hanya memberikan efek pada struktur tanah tetapi juga dapat memberikan mineral terhadap tanaman maupun hewan ternak. Berdasarkan hasil penelitian Yupardhi et al. (2017 b), pemberian limbah abu Agnihotra melalui air minum sebanyak 0,1 – 0,3% tidak berpengaruh nyata terhadap berat hati dan ginjal serta penampilan broiler. Berdasarkan informasi tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian abu Agnihotra pada pakan komersial terhadap organ dalam ayam broiler.

MATERI DAN METODE

Ayam Broiler

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler CP 707 umur satu hari (DOC) sebanyak 80 ekor tanpa membedakan jenis kelamin (unsexed) dengan kisaran berat badan 42,79 ± 1,75 g. Ayam diperoleh dari PT. Tohpati Poultry Shop, Denpasar, Bali.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang dengan sistem battery colony sebanyak 16 petak. Masing–masing petak berukuran panjang 75 cm, lebar 75 cm dan

tinggi 90 cm. Kandang batterycolony ini diletakkan di sebuah bangunan berukuran 7,96 m x 4,98 m yang menggunakan atap dari asbes dan lantai dari beton. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum. Tempat pakan dan minum yang digunakan terbuat dari bahan plastik diperoleh dari toko pakan ternak. Bahan-bahan kandang terbuat dari bilah bambu dan kayu serta kawat sebagai sekat. Pada bagian atas di setiap petak kandang diletakkan lampu berkekuatan 40 watt untuk memberikan penerangan pada malam hari dan menjaga suhu pada kandang agar tetap hangat. Pada bagian bawah dialasi plastik talang berisi serbuk gergaji kayu sebagai alas dan dibersihkan setiap tiga hari untuk mengurangi bau kotoran.

Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah pakan komersial CP 511B yang ditambahkan abu Agnihotra dengan level berbeda sesuai perlakuan yang diberikan. Pakan komersial diperoleh dari UD. Surya Ternak, Kediri, Tabanan. Air minum yang diberikan selama penelitian bersumber dari air PDAM(Perusahaan Daerah Air Minum) Tabanan. Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrien dalampakan komersial tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1.Komposisi bahan penyusun pakan

Komposisi pakan (%)

Perlakuan

A

B

C

D

CP 511 B

100

100

100

100

Total

100

100

100

100

Abu Agnihotra

0,0

0,1

0,2

0,3

Tabel 2. Kandungan nutrien dalam pakan komersial CP511B

Kandungan nutrisi1)

A

Pakan perlakuaan2) B

C

D

Standar3)

ME (Kkal/kg)

3025 - 3125

3025 – 3125

3025 - 3125

3025 – 3125

2900

Protein kasar (%)

21,5 – 23,8

21,5 – 23,8

21,5 – 23,8

21,5 – 23,8

20

Lemak kasar (%)

5,0

5,0

5,0

5,0

5 – 104)

Serat kasar (%)

5,0

5,0

5,0

5,0

7 – 104)

Ca (%)

0,9

0,9

0,9

0,9

1,0

P (%)

0,6

0,6

0,6

0,6

0,45

Keterangan:

1) Nilai nutrisi menurut PT. Charoen Pokphand (2017)

2) A : Pakan komersial tanpa abu Agnihotra (kontrol)

B : Pakan komersial + 0,1 % abu Agnihotra

C : Pakan komersial + 0,2 % abu Agnihotra

D : Pakan komersial + 0,3 % abu Agnihotra

3) Standar Scott et al. (1982)

4) Standar Morisson (1961)

Abu Agnihotra

Abu Agnihotra yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari sisa-sisa pembakaran setelah ritual Agnihotra yang berasal dari kayu mangga. Sisa pembakaran tersebut kemudian ditumbuk sampai halus dan ditimbang sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan.

Alat Penelitian

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) timbangan digital kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g digunakan untuk menimbang ayam dan pakan, 2) timbangan elektrik dengan kapasitas 100 g dan kepekaan 0,1 g untuk menimbang berat organ dalam ayam broiler setelah dipotong, 3) Waskom digunakan untuk pencampuran pakan dan abu Agnihotra, 4) kantong plastik untuk menyimpan pakan yang telah dicampur, 5) talenan dan nampan yang digunakan saat pemotongan ayam sampel, 6) sekop dan sapu untuk membersihkan kandang,7) spidol, kertas dan tali untuk penomoran pada ayam dan kandang serta alat – alat tulis lainnya untuk mencatat.

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik Bapak I Ketut Sunatra yang berlokasi di Br. Anyar, Kediri, Tabanan, Bali, selama 5 minggu.

Rancangan Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 4 ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan menggunakan 5 ekor ayam broiler, sehingga total ayam broiler yang digunakan adalah 4 x 4 x 5 = 80 ekor. Keempat perlakuan tersebut adalah :

A : Pakan komersial tanpa abu Agnihotra (kontrol)

B : Pakan komersial + 0,1% abu Agnihotra

C : Pakan komersial + 0,2% abu Agnihotra

D :Pakan komersial + 0,3% abu Agnihotra

Pengacakan Ayam

Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan ayam yang homogen, semua ayam (100 ekor DOC) ditimbang beratnya kemudian dicari berat badan rata-rata dan standar deviasinya. Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang mempunyai bobot badan yang masuk dalam kisaran bobot badan rata–rata ± standar deviasi (42,79 ± 1,75 g) sebanyak 80 ekor. Dari 80 ekor ayam tersebut kemudian disebar secara acak dalam masing–

masing petak kandang yang telah disediakan berjumlah 16 petak. Masing-masing petak diisi 5 ekor ayam. Selanjutnya pada setiap ayam diberikan tanda berupa tali pada kakinya. Tali warna merah sebagai nomor 1, tali warna hijau sebagai nomor 2, tali warna hitam sebagai nomor 3, tali warna putih sebagai nomor 4 dan yang tanpa tali sebagai nomor 5.

Pencampuran Pakan

Sebelum diberikan kepada ayam, pakan komersial yang digunakan terlebih dahulu dicampur dengan abu Agnihotra. Pencampuran dilakukan dengan menimbang pakan komersial untuk setiap perlakuan dan ditambahkan abu Agnihotra sesuai persentase yang sudah ditetapkan kemudian diaduk merata sampai homogen. Pencampuran pakan dilakukan secara manual. Campuran yang telah jadi kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberikan kode sesuai dengan perlakuan.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan dan air minum diberikan ad libitum sesuai dengan perlakuan. Tempat pakan diisi 3/4 bagian untuk menghindari pakan tercecer saat ayam makan. Penambahan ransum dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sisa pakan dihitung setiap satu minggu sekali. Pemberian air minum dilakukan setiap pagi hari dan tempat minum diisi sebanyak tiga per empat bagian.

Pencegahan Penyakit

Pada awal pemeliharaan, ayam yang baru tiba diberikan “vitachick” melalui air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing anak ayam. Saat ayam berumur empat hari diberikan vaksin tetes. Selain itu sanitasi kandang juga dilakukan setiap tiga hari sekali untuk mencegah ayam terserang virus maupun bakteri.

PemotonganAyam

Pemotongan ayam dilakukan pada akhir penelitian yaitu saat ayam berumur 35 hari. Untuk pengambilan sampel diambil satu ekor ayam pada setiap petak kandang yang bobot badannya mendekati bobot badan rata–rata. Sebelum dilakukan pemotongan ayam terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam tetapi air minum tetap diberikan. Pemotongan ternak dilakukan berdasarkan USDA (United State Departement of Agriculture, 1977 dalam Soeparno 1992) yaitu dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dan ruas tulang leher pertama. Darah yang keluar kemudian ditampung dan ditimbang beratnya. Setelah ayam dipastikan mati, kemudian dicelupkan ke dalam air panas

dengan suhu 65°C selama 1-2 menit dan dilanjutkan dengan pencabutan bulu. Semua organ dalam dikeluarkan dengan cara membelah bagian dada sampai perut. Semua organ dalam dipisahkan dan masing-masing ditimbang beratnya sesuai variabel yang diamati.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 1)    Berat jantung dihitung dengan cara menimbang jantung setelah pemotongan

  • 2)    Berat hati dihitung dengan cara menimbang berat hati setelah pemotongan

  • 3)    Berat limpa dihitung dengan cara menimbang bobot limpa setelah pemotongan

  • 4)    Berat empedu dihitung dengan cara menimbang empedu setelah pemotongan.

  • 5)    Berat ventrikulus (empedal) dihitung dengan cara menimbang ventrikulus setelah pemotongan.

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan abu Agnihotra dalam pakan komersial sebanyak 0,1% sampai 0,3% belum memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap berat jantung ayam broiler umur 5 minggu. Nilai rata-rata berat jantung pada penelitian ini berkisar antara 9,16-10,30 gram (0,49%-0,54% dari berat potong). Sajidin (2000) menyatakan bahwa persentase jantung ayam pedaging adalah sekitar 0,6 % dari bobot badan. Ditambahkan juga oleh Putnam (1991) bahwa rata-rata berat jantung ayam broiler adalah sekitar 0,6-1,30 % dari bobot badan. Hal ini mencerminkan bahwa pemberian abu Agnihotra pada level tersebut belum berdampak negatif terhadap kerja jantung. Selain itu tidak ditemukan kelainan dalam bentuk jantung pada ayam penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa abu Agnihotra yang ditambahkan pada pakan komersial tidak bersifat toksik atau mengandung zat anti nutrisi. Menurut Frandson (1992), jantung pada ayam broiler sendiri diketahui sangat peka terhadap racun dan zat anti nutrisi. Akumulasi racun dan zat anti nutrisi dapat berpengaruh terhadap ukuran jantung ayam broiler. Maya (2002) menyatakan bahwa jantung yang terinfeksi oleh penyakit maupun racun, ukurannya akan mengalami pembesaran. Ressang (1984) menyatakan bahwa besar jantung tergantung dari jenis kelamin, umur, bobot

badan, dan aktivitas hewan. Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian yang dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari, aktivitas ayam pada setiap perlakuan relatif sama, bobot badan yang relatif sama (Tabel 3), dan umur broiler juga sama, sehingga hal ini berdampak terhadap bobot jantung pada penelitian juga relatif sama.

Tabel 3. Pengaruh pemberian abu Agnihotra dalam pakan komersial terhadap organ dalamayam broiler umur 5 minggu

Variabel yang diamati (gram)

Perlakuan 1)

C

D

SEM 2)

A

B

Berat Potong

1858,25

a          1878a

1908,25a

1893,75a3)

31,23

Berat Jantung

9.16a

9.80 a

10.29 a

10.30a

1,34

Berat Hati

25,92 a

28,89 a

37,53 a

38,74 a

5,97

Berat Limpa

2,03 a

2,22 a

2,65 a

2,76 a

0,28

Berat Empedu

2,49 a

2,66 a

2,87 a

3,01a

0,18

Berat Ventrikulus

19,21a

19,27 a

20,72 a

21,26 a

0,90

Keterangan:

1. A : Pakan komersial tanpa abu Agnihotra (kontrol)

B : Pakan komersial + 0,1 % abu Agnihotra

C : Pakan komersial + 0,2 % abu Agnihotra

D : Pakan komersial + 0,3 % abu Agnihotra

2. SEM: “Standar error of the treatment means

3. Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Berat potong: Sebagai peubah pendukung, (Yupardhi, 2017 b)

Hasil analisis statistik pada Tabel 3 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap berat hati. Berat hati yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 25,92-38,74 gram (1,39%-2,04%), hal ini sesuai dengan pernyataan Sturkie (1976) yang menyatakan bahwa berat normal hati pada unggas mencapai 25–35 gram atau 1,7% - 2,3% dari bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa hati tidak mengalami tanda-tanda keracunan dan zat antinutrisi akibat penambahan abu Agnihotra. Hal tersebut ditandai oleh warna hati pada penelitian ini dalam keadaan normal yaitu berwarna Merah kecoklatan. Menurut Tanudimadja (1974) bahwa ukuran, bobot, dan warna hati dipengaruhi oleh jenis unggas, umur, dan makanan.

Hasil analisis statistik pada Tabel 3 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap berat hati. Berat hati yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 25,92-38,74 gram (1,39%-2,04%), hal ini sesuai dengan pernyataan Sturkie (1976) yang menyatakan bahwa berat normal hati pada unggas mencapai 25–35 gram atau 1,7% - 2,3% dari bobot badan. Hal ini menunjukkan bahwa hati tidak mengalami tanda-tanda keracunan

dan zat antinutrisi akibat penambahan abu Agnihotra. Hal tersebut ditandai oleh warna hati pada penelitian ini dalam keadaan normal yaitu berwarna Merah kecoklatan. Menurut Tanudimadja (1974) bahwa ukuran, bobot, dan warna hati dipengaruhi oleh jenis unggas, umur, dan makanan. Menurut Purwadaria et al. (1995) bahwa faktor yang mempengaruhi kerja dari hati diantaranya adalah kandungan antinutrisi. Menurut McLelland (1990) bahwa apabila pada hati terjadi keracunan maka warna hati akan berubah menjadi kuning. Keracunan tersebut misalnya diakibatkan kelebihan mineral seng yang menyebabkan gangguan pada organ pencernaan dan reproduksi. Ressang (1998) menyatakan bahwa hati sangat berperan penting dalam tubuh karena memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai sekresi empedu, metabolisme lemak, metabolisme protein dan zat besi, menghasilkan cairan empedu, fungsi detoksifikasi, pembentukan darah merah, metabolisme dan penyimpanan vitamin. Hati dan pankreas berperan dalam proses detoksifikasi. Proses detoksifikasi perlu dilakukan untuk membuang racun serta limbah hasil metabolisme tubuh. Sel-sel dan organ dapat melakukan proses detoksifikasi dengan baik apabila berada dalam keadaan sehat. Dalam keadaan lemah sel justru semakin dirusak oleh toksin (Eric, 2007).

Pemberian abu Agnihotra dalam pakan komersial sebanyak 0,1%, 0,2% dan 0,3% secara statistik tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap berat limpa. Ressang (1998) menyatakan bahwa persentase limpa yang normal tidak melebihi 0,2 % dari bobot badan. Berat limpa yang didapatkan pada penelitian ini beriksar antara 2,03-2,76 gram (0,1%-0,14%). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Putnam (1991) yang menyatakan bahwa berat limpa dalam keadaan normal berkisar 1,5-4,5 gram. Hal ini menunjukkan bahwa kerja organ tersebut tidak terganggu oleh penambahan abu Agnihotra. Bagus (2008) menyatakan bahwa limpa melakukan pembentukan sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila zat makanan mengandung toksik, zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa itu sendiri dapat menyebabkan limpa semakin membesar atau bahkan mengecil ukurannya karena limpa terserang gangguan benda asing maupun terkena serangan penyakit. Salah satu fungsi limpa adalah membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi. Ressang (1998) menyatakan selain menyimpan darah, limpa bersama hati dan sumsum tulang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua, ikut serta dalam metabolisme nitrogen terutama dalam pembentukan asam urat dan membentuk sel-sel limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi.

Berat empedu ayam broiler yang diberi abu Agnihotra sebanyak 0,1-0,3% cenderung meningkat, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan kontrol.

Berat empedu tergantung dari banyaknya cairan yang dikeluarkan oleh empedu di hati, karena semakin berat kerja hati maka cairan empedu yang dihasilkan akan semakin banyak juga. Yusuf (2007) menyatakan bahwa meningkatnya kerja organ hati menyebabkan kebutuhan cairan empedu yang lebih banyak, sehingga memacu peningkatan bobot kantung empedu yang dihasilkan. Fungsi empedu sendiri adalah sebagai penyalur cairan empedu yang berwarna kuning kehijauan dari hati ke usus halus dengan pembesaran saluran empedu membentuk kantong empedu (Amrullah, 2004).

Penambahan abu Agnihotra pada pakan komersial sebanyak 0,1%-0,3% menyebabkan meningkatkan berat ventriukulus ayam broiler dibandingkan dengan kontrol, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Menurut Putnam (1991) persentase berat ventrikulus adalah 1,6%-2,3% dari berat hidup. Nilai rata-rata berat ventrikulus yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 19,21-21,26 gram (1,03%-1,12%). Pada ventrikulus makanan akan dicerna menjadi makanan yang lebih halus sebelum diserap oleh usus halus. Dengan penambahan abu Agnihotra dalam pakan komersial tidak mempengaruhi kerja ventrikulus dalam mencerna makanan. Menurut Usman (2010) bahwa peningkatan bobot ventrikulus disebabkan oleh peningkatan serat dalam pakan. Selain kualitas pakan, peningkatan serat kasar dalam ransum mengakibatkan ventrikulus bekerja lebih intensif untuk mencerna serat kasar, sehingga mengakibatkan peningkatan bobot ventrikulus (Anggorodi., 1985).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian abu Agnihotra sebanyak 0,1%-0,3% dalam pakan komersial tidak berpengaruh terhadap berat organ dalam (jantung, hati, limpa, empedu dan ventrikulus) ayam broiler umur 5 minggu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan III. Lembaga Satu Gunung Budi, KPP IPB. Bogor.

Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir. Penerbit Universitas Indonesia (UI - Press).

Bagus, S. 2008. Pengaruh Penggunaan Kepala Udang Terfermentasi Aspergillus Niger Terhadap Berat Organ Dalam, Lemak Abdominal dan Profil Darah Ayam Pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang.

Eric, L. 2007. Konsep Detoks. http://www.detokshop.blogspot.com/organdalam. Diakses tanggal 17 Mei 2007.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jendra, I W. dan I M. Titib. 1999. Agnihotra Raja Upacara Multifungsi dan Efektif. Bali Homa Yajna, Denpasar.

Jull, M. A. 1979. Poultry Husbandry. 3rd Edition. Tatu McGraw hill Publishing. Co. Ltd, New York.

Kartasudjana, R dan Suprijatna, E. (2006). Manajemen Ternak Unggas. Jakarta : Penebar Surabaya.

Maya. 2002. Pengaruh Penggunaan Medium Ganoderma lucidum Dalam Ransum Ayam Pedaging Terhadap Kandungan Lemak Dan Kolesterol Daging Serta Organ Dalam. Skripsi, Universitas Padjajaran. Bandung.

McDonald, P., R.A. Edwards, and J.F.D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrition. John Willey and Sons Inc., New York. p. 96-105.

McLelland, J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. Wolfe Publishing Ltd., London.

Morrison, F. B. 1961. Feeds and feeding. 22nd Ed. The Morrison Publishing Co., Clinton, lowa

Mulyadi, H. 1983. Pengaruh penggunaan Tepung Alang-Alang dalam Ransum terhadap Persentase Karkas dan Bagian Giblet Ayam Jantan Tipe Medium Babbock. Tesis. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

Parwata. I W. A., I N. T. Ariana, A. A. Oka. 2015. Edible Offals Ayam Broiler yang Ditambahan Probiotik Starbio pada Ransum. Jurnal Peternakan Tropika. Universitas Udayana Denpasar. 03(3):561-573

PT Charoen Pokphand. 2017. Brosur Pakan Ternak CP511B

Purwadaria, T., T. Haryati, T. Setiadi, J. Dharma, A.P. Sinurat dan T. Pasaribu. 1995. Optimalisasi Fermentasi (Teknologi Bioproses) Bungkil Kelapa. Kumpulan Hasil – hasil penelitian APBN Tahun Anggaran 1994/1995. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Putnam, P. A. 1991. Handbook Of Animal Science. Academy Press, San Diego.

Ressang, A. A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Edisi Kedua. NV Percetakan Bali. Denpasar

Ressang, A. A. 1998. Patologi Khusus Veteriner. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. Resnawati, H. 2004.

Sajidin, M., 2000. Persentase Karkas, Berat Organ Dalam dan Lemak Abdominal Ayam Pedaging yang Diberi Konsentrat Pakan Lisin dalam Peternakan. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Scott, M.L., M.C. Neishem and R.J Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 3nd Ed. W.F. Humprey Press Inc. Geneva, New York

Steel, R. G. and J. H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Penerjemah Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sturkie, 1976. Avian Physiology, Fifth Edition. Edited by : G. Causey Whittow. Departemen of Physiology. Jhon A. Burn School of Medicine University Of Haway at Manoa. Honolulu. Academic Press, Hawaii.

Tanudimadja. K. 1974. Anatomy Veteriner X11. Anatomy Fisiology Ayam. Fakultas Kedokteran Veteriner IPB. Bogor.

United State Departemen of Agriculture (USDA,1997). Departemen of Healty and Human Service. Nutrition and Your Health: Dirtary Guidelines fore Americans 2nd ed. Home and Garden Bulletin No. 232:U.S. Government Printing Office, Washington DC. (dalam Soeparno, 1992).

Usman, Ahmad Nur Ramdani. 2010. Pertumbuhan Ayam Broiler (Melalui Sistem Pencernaannya) Yang Diberi Pakan Nabati Dan Komersial Dengan Penambahan Dysapro. Skripsi. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yupardhi, W. S, Harya Putra, I. D. K., N. Supartha, N. W. T. Inggriati, G. Suarta. 2017 a. The Effect of Addition in Drinking Water of AgnihotraAsh on Growth Rate and Meat Quality of Broiler Chicken. International Journal of Multidisciplinary Approach and Studies. ISSN NO:: 2348 – 537X.04(1):13-21. Jan – Feb 2017.

Yupardhi, W. S, Harya Putra, I. D. K., N. Supartha, N. W. T. Inggriati, Siti N.W. 2017 b. Productivy of Broiler Chickens under Ration Supplemented with Minerals Available in AgnihotraAsh. International Journal of Multidisciplinary Approach and Studies.ISSN NO:: 2348 – 537X.04(6):39-45. Nov – Dec 2017.

Yusuf. Z. 2007. Pengaruh Pemberian Silase Ransum Komplit Terhadap Organ Dalam Itik Mojosari Alabio Jantan. Program Studi Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian,Bogor.

Pratama et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 723 – 734

Page 734