The Effect of Different Level Concentrate Supplementation on The Base Feed By Using Carrot Leaf Waste in Characteristics of Local Rabbit Carcass (Lepus nigricollis)
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]
Submitted Date: September 7, 2018
Accepted Date: September 12, 2018
Editor-Reviewer Article;: D. P. M. A.Candrawati & I M. Mudita
Pengaruh Suplementasi Konsentrat dengan Aras Berbeda pada Pakan Berbasis Limbah Daun Wortel terhadap Karakteristik Karkas Kelinci Lokal (Lepus nigricollis)
Paramartha. D B K. G R., I M. Nuriyasa, dan E. Puspani
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P. B. Sudirman, Denpasar E-mail: rezagrahady@yahoo.co.idTelpon. 087860964072
ABSTRAK
Penelitian ini telah dilakukan 3 bulan (12 minggu), bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi konsentrat aras berbeda pada pakan dasar berbasis limbah daun wortel terhadap karakteristik karkas kelinci lokal. Kelinci yang digunakan adalah kelinci lokal umur 5 minggu sebanyak 20 ekor. Pakan dasar yang digunakan adalah daun wortel. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan lima kali ulangan dan dibentuk 5 blok dari bobot badan awal sehingga terdapat 20 unit percobaandan tiap unit menggunakan satu ekor kelinci lokal.Perlakuan yang diberikan adalah limbah daun wortel tanpa disuplementasi konsentrat sebagai ransum kontrol (R0), ransum kontrol disuplementasi konsentrat 15g/hari (R1), ransum kontrol disuplementasi konsentrat 30g/hari (R2), dan ransum kontroldisuplementasi konsentrat 45g/hari (R3).Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase potongan komersial karkas. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan R3 menyebabkan bobot potong dan bobot karkas nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada perlakuan R0, R1, dan R2. Persentase karkas danpersentase bobot potongan komersial karkas yang meliputi kaki depan, kaki belakang, pinggang dan dada menunjukan perbedaan yang tidak nyata lebih rendah (P>0,05)antara perlakuan R0dengan perlakuan R1, R2, dan R3. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik karkas kelinci lokal yang diberikan pakan dasar berbasis limbah daun wortel yang disuplementasi dengan konsentrat 45g/hari menghasilkan karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci yang diberi suplementasi konsentrat 30g/hari, 15g/hari dan tanpa suplementasi konsentrat.
Kata kunci: Kelinci, daun wortel, konsentrat, karkteristik karkas
The Effect of Different Level Concentrate Supplementation on The Base Feed By Using Carrot Leaf Waste in Characteristics of Local Rabbit Carcass (Lepus nigricollis)
ABSTRACT
This study has been conducted for 3 months (12 weeks). The aims of this study is to determine the effect of different level concentrate supplementation on the base feed by using carrot leaf waste in characteristics of local rabbit carcass. The rabbits used in this study were local rabbits consisting of 20 rabbits aged 5 weeks. The basic feed used was carrot leaf. This study was using Randomized Block Design(RBD) with four treatments, each treatments ware repeated five times and each unit using one local rabbit. This study used four treatments: concentrate supplementation (R) consisting of not supplementation as control ration (R0), 15g
concentrate supplementation (R1), supplementation 30g (R2) and 45g concentrate supplementation (R3). The variables observed were cutting weight, carcass weight, carcass percentage and carcass commercial cutting percentage. The result of this study showed that R3 treatment made the cutting weight and carcass weight was higher (P>0.05) than R0, R1 and R2. The Carcass percentage and carcasses commercial cutting weight including Foreleg, Hind leg, Loin and Rack showed a non significant between R3 treatment and rabbits with different concentrate supplementation (P<0.05). Based on the result of this study, the conclusion can be drawn that the characteristics of local rabbit carcasses given basic feed based on carrot leaf waste supplemented with 45g/day concentrate resulted the higher carcass weight than rabbits given concentrate supplementations 30g/day, 15g/day, and not supplementationconcentrate.
Keywords: rabbit, carrot leaf, concentrate, carcass characteristics
PENDAHULUAN
Permintaan daging di Indonesia semakin tinggi seiring pertambahan populasi manusia akan tetapi tidak diimbangi dengan produksi daging dalam negeri yang mencukupi kebutuhan, sehingga pada akhirnya untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia pemerintah harus mengimpor daging dari negara lain. Disisi lain pengembangan ternak besar seperti sapi dan kerbau sangat sulit untuk dikembangkan karena membutuhkan tempat yang luas, waktu yang lama serta pakan yang cukup dari segi kualiatas dan kuantitas.
Diperlukan diversifikasi usaha peternak tidak hanya ternak besar, tetapi pengembangan potensi lokal seperti ternak kelinci lokal dapat menjadi salah satu alternatif untuk membantu peningkatan produksi daging dalam negeri (Nuriyasa, 2012). Menurut Kartadisastra (1994), daging kelinci mempunyai kualitas yang tinggi dengan persentase karkas yang cukup tinggi mencapai 50%. Gillespie (2004) menyatakan bahwa kelinci mempunyai kualitas daging yang baik dengan kadar protein tinggi (20,1%) dan kadar lemak (2,5%) serta kolesterol rendah (1,39 mg/kg). Lovett (1986) menyatakan bahwa daging merupakan salah satu bagian penyusun karkas, sementara karkas yang ideal harus mempunyai kandungan daging yang optimal serta tulang yang minimum. Besarnya produksi daging dapat dilihat dari besarnya produksi karkas yang dihasilkan. Karkas yang berkualitas diperoleh dari bahan pakan yang mempunyai kandungan energi yang tinggi untuk penggemukan serta protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pembentukan jaringan otot.
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas karkas. Kelinci potong membutuhkan kandungan energi dalam ransum sebesar 2.500 kkal DE/kg dan kandungan protein (CP) 16%, serat kasar (CF) berkisar 1012%, kalsium (Ca) 0,4% dan fosfor (P) 0,22% (NRC, 2001). Pakan hijauan yang saat ini potensinya sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan alternatif bagi ternak yaitu limbah
daun wortel. Limbah daun wortel sangat baik dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pakan ternak karena tersedia dalam jumlah banyak dan kontinyu, harganya yang murah dan kandungan nutriennya cukup untuk ternak. Berdasar dari hasil penelitian Sartika (1988)menunjukan bahwa pertambahan bobot badan kelinci yang diberi pakan hijauan limbah daun wortel lebih tinggi (16,47 g/ekor/hari) dibandingkan dengan kelinci yang diberi pakan rumput lapangan (12,89) g/ekor/hari). Menurut Ensminger (1991), pakan kelinci dapat berupa hijauan, namun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok saja, sehingga produksinya tidak akan maksimum, oleh karena itu dibutuhkan pakan tambahan. Peternak biasanya tidak pernah menghitung kebutuhan ternak dan belum ada upaya memberikan pakan konsentrat untuk memacu pertumbuhan. Kondisi ini menyebabkan peternak mengalami kerugian karena mortalitas ternak menjadi tinggi. Akar persoalannya adalah pengetahuan peternak tentang kualitas ransum sangat rendah terutama pemahaman protein, energi dan mineral (Suttle, 2010).
Xiangmei (2008) menyatakan bahwa kelinci yang diberikan imbangan ramsum dengan energi dan protein yang tidak sesuai dengan kebutuhan optimum akan mengalami penurunan produktivitas, untuk itu perlunya pakan tambahan seperti konsentrat sangat penting untuk mengoptimumkan produktivitas dari kelinci.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puger dan Nuriyasa (2017) menunjukan hasil bahwa kelinci lokal yang diberi rumput lapangan dengan penambahan MNB 45g mengasilkan bobot potong paling tinggi yaitu 1.932g dari perlakuan lainya yaitu pada perlakuan R0 pemberian rumput lapangan tanpa penambahan MNB menghasilkan bobot potong 1.244g, perlakuan R1 pemberian rumput lapangan dengan penambahan MNB 15g menghasilkan bobot potong 1.385g, dan perlakuan R2 yaitu pemberian rumput lapangan dengan penambahan MNB 30g menghasilkan bobot potong 1.541g.
Berdasarkan permasalahan yang sudah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh suplementasi konsentrat aras berbeda pada pakan berbasis limbah daun wortel terhadap karakteristik karkas kelinci lokal (Lepus nigricollis).
MATERI DAN METODE
Kelinci
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci lokal (Lepus nigricollis) sebanyak 20 ekor umur 5 minggu dengan bobot badan479,6±114,6g.Kelinci ini merupakan kelinci yang diperoleh dari peternak kelinci di Desa Riang Gede, Tabanan, Bali.
Kandang Penelitian
Penelitian ini menggunakan 20 petak kandang yang terbuat dari besi dengan menggunakan sistem battrey. Masing masing petak kandang dilengkapi dengan tempat air minum dan tempat makan.
Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain :(1) Tempat pakan dan air minum, masing-masing petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum. (2) Timbangan digital, untuk menimbang berat kelinci dan berat karkas kelinci. (3) Pisau yang digunakan untuk memotong kelinci. (4) Alat tulis untuk mencatat.
Ransum
Ransum yang akan diberikan pada kelinci dalam penelitian ini terdiri dari 4 jenis ransum, yaitu ransum perlakuan R0 yang berupa limbah daun wortel 100% tanpa penambahan konsentrat, ransum perlakuan R1 yang tersusun dari limbah daun wortel + konsentrat 15g, ransum perlakuan R2 yang tersusun dari limbah daun wortel + konsentrat 30g, dan ransum perlakuan R3 yang tersusun dari limbah daun wortel + konsentrat 45g Komposisi bahan pakan penyusun konsentrat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi bahan pakan penyusun konsentrat
No. |
Bahan |
Komposisi (%) |
ME (kkal/kg) |
PK (%) |
SK (%) |
Ca (%) |
P (%) |
1 |
Tepung ikan |
2 |
59,4 |
0,8 |
0,02 |
0,154 |
0,078 |
2 |
Pollard |
49,5 |
1153,4 |
7,326 |
4,95 |
0,0693 |
0,5791 |
3 |
Jagung kuning |
17,5 |
589,75 |
2,625 |
0,35 |
0,0035 |
0,0175 |
4 |
Bungkil kelapa |
17,5 |
479,5 |
3,85 |
2,1 |
0,0193 |
0,105 |
5 |
Molasses |
13 |
254,8 |
0,39 |
0 |
0,117 |
0,0026 |
6 |
Pignox |
0,3 | |||||
7 |
NaCl |
0,2 | |||||
Total |
100 |
2536,8 |
14,99 |
7,42 |
0,363 |
0,782 | |
Standar McNitt (1996) |
2400 |
15 |
14 |
0,50 |
0,30 |
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kandang milik petani di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan dan penelitian ini sudah dilaksanakan selama 3 bulan (12 minggu).
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 5 blok sebagai ulangan, sehingga terdapat 20 unit percobaan. Penelitian ini juga menggunakan kelinci lokal umur 5 minggu.
Adapun empat perlakuan tersebut adalah:
-
1. Ransum kontrol (limbah daun wortel) tanpa disuplementasi konsentrat (R0)
-
2. Ransum kontrol yang disuplementasi konsentrat 15 g/hari (R1)
-
3. Ransum kontrol yang disuplementasi konsentrat 30 g/hari (R2),
-
4. Ransum kontrol yang disuplementasi konsentrat 45 g/hari (R3).
Pemberian Ransum dan Airr Minum
Pemberian konsentrat dilakukan pagi hari sedangkan limbah daun wortel diberikan dua kali dalam satu hari yaitu pagi dan sore dan diberikan secara ad libitum. Tempat pakan dicuci bersih pada masing-masing petak kandang pada pagi hari sebelum pemberian konsentrat dan limbah daun wortel. Air minum diambil dari PDAM dan tempat air minum dicuci bersih sebelum dilakukan penggantian air minum.
Variabel yang Diamati
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1. Bobot potong (g)
Bobot potong kelinci didapat dengan menimbang kelinci pada saat sebelum dipotong,
-
2. Bobot karkas (g)
Bobot karkas didapat dengan cara menimbang kelinci sesudah dipotong kemudian dikuliti lalu dikurangi darah, kepala, hati, ekor, saluran pencernaan dan isi rongga dada kecuali ginjal (Rao et all 1979).
-
3. Persentase Karkas (%)
Persentase karkas dihitung dengan cara membagi berat karkas dengan berat potong kemudian dikali 100%
-
4. Persentase potongan komersial karkas (%)
Persentase potongan komersial dihitung dengan membagi bobot potongan komersial karkas yang meliputi kaki depan, kaki belakang, pinggang dan dada dibagi bobot potong kemudian dikali 100% (Blasco et al., 1992).
Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setelah kelinci dipelihara selama 3 bulan kemudian di sembelih. Kelinci disembelih dengan cara memotong leher tepat pada vena jugularis. Setelah disembelih, kelinci digantung pada salah satu kaki belakang, dengan membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendo sendi kaki belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kemudian kaki depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi sikunya dan ekor juga dilepaskan dari pangkalnya, kemudian dikuliti. Setelah selesai dikuliti, semua isi rongga perut dan dada dikeluarkan kecuali ginjal dan ditimbang. Karkas kemudian ditimbang. Setelah itu, karkas dipotong menjadi 4 potongan komersial, yaitu kaki depan, kaki belakang, pinggang dan dada lalu ditimbang.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam. Apabila di antara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda duncan (Steel dan Torrie, 1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot potong kelinci lokal tanpa disuplementasi konsentrat (R0) adalah 1346,2 g/ekor (Tabel 2). Sedangkan kelinci dengan suplementasi konsentrat 15g (R1), 30 (R2), dan 45g (R3) masing-masing 9,26%, 20,70%, 30,78% lebih tinggi dibandingkan kelinci yang mendapat perlakuan R0 dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Hal ini menyebabkan kelinci dengan perlakuan R3 yang diberi ransum dengan suplementasi 45g menghasilkan bobot potong paling tinggi yaitu 1760,6g (Tabel 2.) dibandingkan perlakuan R0, R1, dan R2. Hal ini berkaitan dengan konsumsi ransum yang tinggi pada kelinci yang diberikan perlakuan R3 (62,653 g/ekor/hari) sedangkan R2 (51,202 g/ekor/hari), R1 (46,037 g/ekor/hari), dan R0 (33,464 g/ekor/hari). Pendapat ini didukung oleh Kartadisastra (1997) yang mengatakan bahwa kelinci yang mengkonsumsi ransum lebih banyak akan mengkonsumsi energi dan protein lebih tinggi, kondisi ini akan menghasilkan bobot potong dan bobot karkas lebih tinggi, karena kualitas ransum dapat berpengaruh terhadap bobot karkas yang dihasilkan. Konsumsi ransum yang tinggi tersebut berdampak
pada pertambahan berat badan ternak kelinci yang tinggi pula yaitu 14,281 g/hari, hal ini memungkinkan pembentukan jaringan tubuh lebih baik dan menghasilkan bobot potong yang lebih tinggi.
Tabel 2.Pengaruh suplementasi konsentrat pada pakan berbasis limbah daun wortel terhadap karakteristik karkas kelinci lokal (Lepus nigricollis)
Variabel |
Perlakuan1) SEM3) R0 R1 R2 R3 |
Bobot Potong (g/ekor) Bobot Karkas (g/ekor) Persentase Karkas (%) |
1346,2 d2) 1470,8c 1624,8b 1760,6 a 21.93 614,8 d 680,2c 787,8b 898a 17.62 45,31 a 46.11 a 48.45 a 51.08 a 1.60 |
Persentase Potongan Komersial Karkas
Kaki Depan (%) Kaki Belakang (%) Pinggang (%) Dada (%) |
9,73 a 10,15 a 11,16 a 11,87 a 0,47 15,74 a 16,07 a 16,35 a 16,62 a 0,33 9,50 a 9,57 a 10,33 a 11,61 a 0,53 10,18 a 10,29 a 10,52 a 10,98 a 0,38 |
Keterangan :
1) Ransum Perlakuan
R0 = Limbah daun wortel tanpa suplementasi konsentrat
R1= Ransum kontrol dengan suplementasi konsentrat 15g/hari
R2= Ransum kontrol dengan suplementasil konsentrat 30g/hari
R3= Ransum kontrol dengan suplementasil konsentrat 45g/hari
2) Nilai dengan huruf yang berbeda dan pada baris yang sama menunjukkan nilai yangberbeda nyata (P<0,05)
3) SEM: “Standard Error of the Treatment Mean”
Kelinci yang mendapat perlakuan R0 bobot karkasnya 614,8 g/ekor (Tabel 2.) sedangkan kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3 masing – masing 10,64%, 28,14%, dan 46,06% lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci yang mendapat perlakuan R0 dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Kelinci yang diberi ransum R3 (45g) menghasilkan bobot karkas paling tinggi yaitu 898g (Tabel 2) dibandingkan dengan R0, R1, dan R2. Hal ini disebabkan karena bobot karkas dipengaruhi bobot potong, semakin tinggi bobot potongnya maka semakin tinggi pula bobot karkasnya (Herman, 1989). Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat konsumsi konsentrat oleh ternak kelinci R3 lebih tinggi yaitu 38,122 g/hari, sehingga membentuk jaringan tubuh yang lebih tinggi dan menghasilkan karkas yang tinggi dibanding kelinci perlakuan R0, R1, dan R2.
Kelinci yang mendapat perlakuan R0 memiliki presentase karkas 45,31% (Tabel 2). Sedangkan kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3 memiliki presentase karkas masing masing 1,78%, 7,42% dan 12,80% lebih tinggi dibanding perlakuan R0 akan tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Kelinci perlakuan R0 hanya mengkonsumsi pakan daun wortel dan tidak disuplementasi konsentrat berbeda dengan perlakuan R1 (15g),
R2 (30g), dan R3 (45g) dimana menyebabkan R0 mengkonsumsi ransum paling rendah (33,464 g/ekor/hari) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Berg dan Buterflied (1976) menyatakan bahwa organ selain karkas merupakan organ yang masak dini, setelah organ selain karkas pertumbuhannya maksimal maka pertumbuhan akan diarahkan pada organ yang termasuk karkas. Kondisi ini menyebabkan pembentukan organ tubuh yang termasuk komponen karkas pada kelinci yang mendapat perlakuan R0 secara presentase akan menurun dibandingkan kelinci yang mendapat perlakuan ransum R1, R2, dan R3.
Persentase kaki depan karkas kelinci yang mendapat perlakuan R0 adalah 9,73% (Tabel 2). Kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3 masing-masing 4,28%, 14,74%, dan 21,98% lebih tinggi dibanding kelinci yang mendapat perlakuan R0, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Persentase kaki belakang karkas kelinci yang mendapat perlakuan R0 adalah 15,74% (Tabel 2). Kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3 masing-masing 2,08%, 3,87%, dan 5,57% lebih tinggi dibanding kelinci yang mendapat perlakuan R0, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Persentase pinggang karkas kelinci yang mendapat perlakuan R0 adalah 9,50%. Kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3 masing-masing 0,74%, 9,84%, dan 22,37% lebih tinggi dibanding kelinci yang mendapat perlakuan R0, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Persentase dada karkas kelinci yang mendapat perlakuan R0 adalah 10,18%. Kelinci yang mendapat perlakuan R1, R2, dan R3 masing-masing 0,14%, 3,40%, dan 6,96% lebih tinggi dibanding kelinci yang mendapat perlakuan R0, secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Persentase potongan komersial karkas adalah perbandingan antara bobot potongan komersial karkas seperti kaki depan, kaki belakang, pinggang dan dada dengan bobot potong dikalikan seratus persen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh suplementasi konsentrat pada pakan dasar berbasis limbah daun wortel tidak berpengaruh nyata terhadap persentase potongan komersial karkas kelinci. Hal ini dikarenakan perbedaan suplementasi konsentrat pada pakan berbasis limbah daun wortel yang dikonsumsi tidak berpengaruh terhadap distribusi nutrient dalam tubuh kelinci.
SIMPULAN
Karakteristik karkas kelinci lokal yang diberikan pakan dasar berbasis daun wortel yang disuplementasi dengan konsentrat 45g/hari menghasilkan karkas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelinci yang diberi suplementasi konsentrat 30g/hari, 15g/hari dan tanpa suplementasi konsentrat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ensminger, M.E. 1991. Animal Science.9th Editions.The interstate Printer and Publisher. Inc.
Denville, Illinois
Gillespie JR. 2004.Modern Livestock and Poultry Production. New York (US): Delmar Learning.
Herman, R. 1989. Produksi Kelinci. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kartadisastra, H. R. 1994. Kelinci Unggul. Kanisius.Yogyakarta.
Kartadisastra, H. R. 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta (ID):
Lovett, J. 1986. Animal Production I.The University New England, Australia.
McNitt, J.I., N.M. Nephi, S.D. Lukefarh and P.R.Cheeke. 1996. Rabbit production. Interstate Publishers, Inc.p.78-109.
Metzger, S. Z., Odermatt & Z. S. Szendro. 2005. Examination On The Carcass Traits of Different Rabbit Genotypess. 8th World Rabbit Congress, Puebla City.
NRC. 2001. Nutrient Requirement of Rabbits. National Academy of Sciences, Washington, D.C.
Nuriyasa, I.M. 2012.Respon Biologi serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci (Lepus nigricollis) pada Kondisi Lingkungan Berbeda di Daerah Dataran Rendah Tropis (disertasi).Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.
Puger. A. W., Nuriyasa. I. M. 2017. Performance And Carcass Of Local Male Rabbit Fed Basal Diets Of Native Grasses And Different Levels Supplementation of MNB. International journl of multidisciplinary approarch and studies vol: 04.
Rao, D. R., G. R. Sunki., W. M. Johnson dan C. P. Chen 1979. Postnatal growth of New Zealand White rabbit. J. Anim. Sci. 44 (6): 1021-1025.
Sartika, T., D. Gultom dan D. Aritonang. 1988. Pemanfaatan daun wortel (Daucus carota) dan campurannya dengan rumput lapang sebagai pakan kelinci. Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balitbangnak, Deptan.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik, Edisi kedua. Diterjemahkan Oleh Sumantri. Gramedia. Jakarta.
Suttle, N.F. 2010.Mineral Nutrition of Livestock. 4Ed. CABI.UK
Xiangmei, G. 2008. Rabbit Feed Nutrition Study for Intensive, Large-Scale Meat Rabbit
Breeding. Qingdao Kangda Food Company Limited, China.
http://www.mekarn.org/prorab/guan.htm. (diakses 18 November 2017).
Paramartha et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 675 – 683
Page 683
Discussion and feedback