Rumen Bacteria Population of Bali Cattle Heifer Fed Rations Contain Different Energy and Protein Levels
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: August 28, 2018
Accepted Date: September 12, 2018
Editor-Reviewer Article;: Eny Puspani & I M. Mudita
Populasi Bakteri Rumen Sapi Bali Dara yang Diberi Ransum dengan Kandungan Energi dan Protein Berbeda
Saragih, K., N. N. Suryani, S. A. Lindawati
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P. B. Sudirman, Denpasar E-mail: [email protected] Telepon: +6281238593840
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik dalam rumen sapi bali dara yang diberi ransum dengan level energi dan protein berbeda. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cairan rumen yang diambil dari 12 ekor sapi bali dara. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 22 Februari – 16 Maret 2018 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT) dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan antara lain ransum dengan kandungan 12% protein kasar dan 2000 kkal ME/kg (Perlakuan A), 13% protein kasar dan 2100 kkal ME/kg (Perlakuan B), 14% protein kasar dan 2200 kkal ME/kg (Perlakuan C) dan 14% protein kasar dan 2300 kkal ME/kg (Perlakuan D). Cairan rumen yang diperoleh dari peneletian lapangan digunakan untuk menghitung populasi bakteri rumen.Peubah yang diamati adalah populasi total bakteri (koloni/ml), bakteri selulolitik (koloni/ml), bakteri amilolitik (koloni/ml) dan bakteri proteolitik (koloni/ml). Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan apabila hasil berbeda nyata (p<0,05)maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap populasi total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik. Adapun populasi total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik yang diperoleh masing-masing adalah 1,1-5,7×109 cfu/ml cairan rumen, 1,5-4,5×105 cfu/ml cairan rumen, 1,3-6,3×105 cfu/ml cairan rumen dan 2,7-8,3×107 cfu/ml cairan rumen. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan kandungan 12% sampai 15% protein kasar dan energi 2000 kkal ME/kg sampai 2300 kkal ME/kg tidak mempengaruhi populasi total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik dalam rumen sapi bali dara.
Kata kunci: populasi bakteri rumen, level energi dan protein, sapi bali dara
Rumen Bacteria Population of Bali Cattle Heifer Fed Rations Contain Different Energy and Protein Levels
ABSTRACT
This study aim to determine the total population of bacteria, cellulolytic bacteria, amylolytic bacteria and proteolytic bacteria in bali cattle heifers fed ration contain different energy and protein levels. This study used rumen fluid taken from 12 balicattle heifers. The
study was conducted on February 22nd – March 16th 2018 in Livestock Product Technology and Microbiology Laboratory of Animal Husbandry Faculty, Udayana University. This study used Randomized Block Design (RBD) with four treatments and three replications. The treatments given is four types ration consist of 12% of crude protein and 2000 kcal ME / kg of energy (Treatment A), 13% of crude protein and 2100 kcal ME / kg of energy (Treatment B), 14% of crude protein and 2200 kcal ME / kg of energy (Treatment C) and 14% of crude protein and 2300 kcal ME / kg of energy (Treatment D). Rumen fluid from bali cattle heifer obtained for rumen bacteriacalculation.Variables observed were total population of bacteria (colony/ml), cellulolytic bacteria (colony/ml), amylolytic bacteria (colony/ml) and proteolytic bacteria (colony/ml). Data obtained was analyzed using variance analysis and if the results were affected significantly different (p <0.05) then the analysis was continued with Duncan distance test. The result of variance analysis showed that treatments gave no significant affect (P> 0.05) of the total population of bacteria, cellulolytic bacteria, amylolytic bacteria and proteolytic bacteria. The total population of bacteria, cellulolytic bacteria, amylolytic bacteria and proteolytic bacteria obtained were 1.1-5.7 × 109cfu/ml of rumen fluid, 1.5-4.5 × 105 cfu/ml of rumen fluid, 1.3-6.3 × 105 cfu/ml of rumen fluid and 2.7-8.3 × 107 cfu/ml of rumen fluid. Based on the results of this study, it can be concluded that the given of 12% to 15% of crude protein content and energy 2000 kcal ME / kg to 2300 kcal ME / kg of energy content did not affect the total population of bacteria, cellulolytic bacteria, amylolytic bacteria and proteolytic bacteria in the bali cattle heifers' rument bacteria.
Keywords: population of rumen bacteria, energy and protein levels, bali cattle heifer
PENDAHULUAN
Ruminansia adalah hewan yang memiliki sistem pencernaan yang kompleks. Sapi bali merupakan salah satu jenis ternak ruminansia, yang memiliki kemampuan mencerna serat kasar tinggi dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi habitat yang kritis. Sapi bali juga merupakan salah satu plasma nutfah asli Indonesia, oleh sebab itu populasi sapi bali perlu dipertahankan. Sapi bali dara sebagai calon induk berperan penting dalam mempertahankan populasi sapi bali di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan nutrien dalam tubuhnya harus tercukupi sehingga dapat berproduksi dengan optimal.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa pemeliharaan sapi bali yang umumnya bersifat tradisional, dimana peternak hanya memberikan pakan seadanya tanpa memperhatikan kandungan dan keseimbangan nutrien dalam pakan tersebut. NRC (2000) menyatakan bahwa sapi dara dengan berat 180 kg dan pertambahan berat badan (PBB) 0,9 kg membutuhkan Total Digestible Nutrien (TDN) sebesar 63,0 % dan protein kasar 11,6%. Terpenuhinya nutrien dalam tubuh ternak didasarkan pada pakan yang dikonsumsi dan tingkat kecernaan pakan tersebut.Tingkat kecernaan ternak ruminansia dipengaruhi oleh populasi mikroba rumen
(Kurniawati, 2009). Mikroba rumen hidup dan tumbuh didalam rumen untuk membantu proses fermentasi pakan ternak ruminansia.
Mikroba rumen berperan penting dalam proses fermentasi pada saluran pencernaan ternak ruminansia. Partama (2013) menyatakan bahwa mikroba rumen berperan penting dalam membantu ternak ruminansia mencerna bahan pakan berserat tinggi dan mengubah nutrien pakan secara fermentatif menjadi senyawa lain, antara lain NH3 dan volatile fatty acid (VFA). Suryani et al. (2014) juga menyatakan bahwa mikroba rumen dapat membantu ternak ruminansia memanfaatkan pakan yang memiliki serat tinggi dan pakan limbah menjadi bahan makanan bermutu tinggi.
Jenis mikroba yang terdapat dalam rumen adalah bakteri, protozoa dan fungi (Partama, 2013). Menurut Kamra (2005) populasi bakteri yang paling tinggi, yaitu 1010-1011 sel/ml cairan rumen.Populasi bakteri yang tinggi menunjukkan peran fungsionalnya paling penting dalam proses pencernaan dalam rumen ternak ruminansia. Partama (2013) berpendapat bahwa bakteri rumen berperan penting dalam pencernaan serat kasar karena banyak diantaranya yang memproduksi enzim selulase, amilase dan polisakaridase lainnya. Selain itu, bakteri rumen juga merupakan sumber protein berkualitas tinggi bagi ternak ruminansia (Suryani et al., 2014).
Populasi mikroba rumen dapat dipengaruhi oleh kandungan bahan kering (karbohidrat, protein, vitamin dan mineral), pH, temperatur, dan kapasitas buffer (Dehority, 2003). Karbohidrat dan protein dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang lebih sedikit. Karbohidrat akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi VFA sebagai sumber energi, sedangkan protein dirombak menjadi NH3. Energi diperlukan untuk berlangsungnya proses sintesis protein mikroba dan NH3 digunakan untuk pembentukan protein tubuh mikroba (Partama, 2013). Oleh sebab itu, kandungan energi dan protein pakan akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan energi dan ammonia mikroba. Puspitasari et al. (2015) menyatakan bahwa pemberian ransum dengan kandungan nutrien seimbang akan mengoptimalkan bioproses dalam rumen melalui peningkatan aktivitas mikroba rumen.
Suryani et al. (2015) menyatakan bahwa pemberian ransum dengan kandungan energi 3297 kkal/g dan protein kasar (PK) 11,54% pada sapi bali jantan diperoleh populasi bakteri proteolitik sebesar 3,80 × 107 kol/ml cairan rumen, populasi bakteri amilolitik sebesar 1,71 × 107 kol/ml cairan rumen dan populasi bakteri selulolitik sebesar 2,60 × 107 kol/ml cairan rumen. Hasil
penelitian Sio (2016) menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan kandungan energi sebesar 4087 kcal/kg dan kandungan PK ransum 12,4% pada sapi bali jantan diperoleh populasi bakteri proteolitik sebesar 3,60 × 107 kol/ml cairan rumen, populasi bakteri amilolitik sebesar 1,60 × 107 kol/ml cairan rumen dan populasi bakteri selulolitik sebesar 2,80 × 107 kol/ml cairan rumen. Populasi mikroba rumen yang tinggi terutama bakteri dapat meningkatkan kecernaan pakan serat dan sebagai sumber protein berkualitas tinggi bagi ternak ruminansia.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap populasi bakteri rumen sapi bali dara yang diberi ransum dengan kandungan energi dan protein berbeda. Peneliti berharap melalui penelitian ini dapat mengetahui pengaruh kandungan energi dan protein dalam ransum terhadap pertumbuhan bakteri rumen sapi bali dara, didasarkan pada populasi total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik dalam rumen.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan selama 3 bulan di Desa Belok Sidan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Selanjutnya, perhitungan populasi bakteri dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT) dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universpasiitas Udayana selama 1 bulan.
Rancangan penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 kelompok sapi dara dengan berat badan yang berbeda sebagai ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah:
A= ransum mengandung 12% Protein Kasar dan 2000 kkal ME/kg
B= ransum mengandung 13% Protein Kasar dan 2100 kkal ME/kg
C= ransum mengandung 14% Protein Kasar dan 2200 kkal ME/kg
D= ransum mengandung 15% Protein Kasar dan 2300 kkal ME/kg
Materi penelitian
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah cairan rumen.Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 12 ekor sapi dara yang telah diberi perlakuan
ransum dengan level energi dan protein yang berbeda. Cairan rumen disimpan dalam -20°C sampai digunakan.
Alat dan bahan penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat untuk pengambilan cairan rumen dan alat untuk perhitungan populasi bakteri rumen.Alat yang digunakan untuk pengambilan cairan rumen, yakni pompa vakum manual, tabung erlenmeyer, botol media, penutup tabung dan termos.
Peralatan yang digunakan untuk mengetahui populasi bakteri dalam rumen (total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik, dan bakteri proteolitik) yaitu kulkas, hot plate with magenetic stirrer, erlenmeyer1000 ml merk Herma, erlenmeyer 100 ml merk Duran, cawan petri, tabung reaksi merek Iwakicte33, botol media, pipet ukur 10 ml merk Iwakpyrex, mikro pipet merk Rainin, otoklaf, timbangan elektrik merk Ae Adam, oven, api bunsen, rak Erlenmeyer, rak tabung reaksi, boks plastik, selotip bening, kapas, anaerob generating jar, aluminium foil, water bath dan laminar flow.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media Nutrien Agar (NA), Carboxyl Metyl Celulose (CMC), amilum, susu skim, Nutrien Browth (NB), agar murni dan Buffer Pepton Water (BPW) 0,1%.
Pengambilan cairan rumen
Pengambilan cairan rumen dilakukan pada minggu terakhir penelitian lapangan dan diambil setelah 4 jam ternak sapi diberikan makan. Cairan rumen diambil dengan menggunakan pompa vakum yang dimasukkan melalui mulut sapi menuju esophagus dan sampai ke rumen. Cairan rumen yang telah diperoleh dimasukkan kedalam tabung, kemudian tabung ditutup rapat.Tabung yang sudah tertutup rapat, dimasukkan kedalam termos yang sudah berisi es batu.Sampel tersebut dibawa ke Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT) dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana dan disimpan dalam kulkas dengan suhu -20°C sampai digunakan.
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan pada sapi bali dara dalam penelitian lapangan terdiri dari hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan yaitu rumput gajah thailand. Bahan pakan yang digunakan sebagai penyusun konsentrat, yaitu: tepung kacang kedelai, urea, molases, minyak kelapa, vitamin/mineral. Air minum yang diberikan pada ternak berasal dari sumber mata air
terdekat dan diberikan ad libitum. Komposisi bahan ransum dan kandungan nutrien ransum disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1.Komposisi Ransum Berdasarkan Bahan Kering (BK)
Komposisi Bahan Pakan |
Perlakuan A B C D |
Konsentrat (%) Tepung kacang kedelai (%) Urea (%) Molases (%) Rumput gajah (%) Minyak kelapa (%) Vitamin/mineral (%) |
39 32 37 35 2 3,25 4 9,1 0,3 0,8 1 0,9 0 3 4 4 58,2 59,7 51,7 48 0 0,75 1,8 2,5 0,5 0,5 0,5 0,5 |
Total (%) |
100 100 100 100 |
Keterangan:
Perlakuan A = ransum mengandung 12% Protein Kasar dan 2000 kkal ME/kg
Perlakuan B = ransum mengandung 13% Protein Kasar dan 2100 kkal ME/kg
Perlakuan C = ransum mengandung 14% Protein Kasar dan 2200 kkal ME/kg
Perlakuan D = ransum mengandung 15% Protein Kasar dan 2300 kkal ME/kg
Tabel 2.Kandungan Nutrien Ransum
Komposisi Nutrien Ransum |
Perlakuan A B C D |
Protein kasar (%) ME (kkal/kg) Serat kasar (%) Kalsium (%) Phospor (%) |
12 13 14 15 2000 2100 2200 2300 20,81 20,61 19,10 17,66 1,43 1,29 1,36 1,29 0,56 0,54 0,59 0,54 |
Sumber: Suryani et al. (2017)
Keterangan:
Perlakuan A = ransum mengandung 12% Protein Kasar dan 2000 kkal ME/kg
Perlakuan B = ransum mengandung 13% Protein Kasar dan 2100 kkal ME/kg
Perlakuan C = ransum mengandung 14% Protein Kasar dan 2200 kkal ME/kg
Perlakuan D = ransum mengandung 15% Protein Kasar dan 2300 kkal ME/kg
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah populasi bakteri rumen, meliputi:
-
1. Populasi total bakteri
-
2. Populasi bakteri selulolitik
-
3. Populasi bakteri amilolitik
-
4. Populasi bakteri proteolitik
Prosedur penelitian
Pembuatan BPW 0,1% sebagai larutan pengencer
Larutan BPW 0,1% dibuat dengan cara menimbang 1 gram BPW dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1000 ml aquades. BPW dan aquades dihomogenkan dan disterilkan didalam otoklaf pada suhu 121°C ± 15 menit.
Pembuatan media tumbuh bakteri
Media tumbuh untuk total bakteri dibuat dengan cara menimbang 28 gram media NA dan dimasukkan kedalam tabung erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1000 ml aquades. Media tumbuh untuk bakteri selulolitik dibuat dengan cara menimbang 28 gram media NA dan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1000 ml aquades dan 2 gram CMC (Al-Arif et al., 2012). Media tumbuh untuk bakteri amilolitik dibuat dengan cara menimbang 28 gram media NA dan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 1000 ml aquades dan 2 gram amilum (Santos dan Martins, 2003). Media tumbuh untuk bakteri proteolitik dibuat dengan cara menimbang 8 gram media NB dan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 500 ml susu skim, 500 ml aquades dan 20 gram agar murni (Wikandari et al., 2012). Media-media tumbuh tersebut disterilkan didalam otoklaf pada suhu 121°C ± 15 menit.
Proses analisis koloni bakteri cairan rumen
Cairan rumen diencerkan terlebih dahulu dengan media pengencer, sebelum proses analisis dilakukan (Ogimoto dan Imai, 1981). Proses pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 5 ml cairan rumen, kemudian dimasukkan pada tabung erlemeyer yang sudah berisi 45 ml larutan BPW 0,1%. Pengenceran diatas sebagai tingkat pengencaran 10-1. Selanjutnya, diambil 1 ml pada tingkat pengencaran 10-1 dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang sudah berisi 9 ml larutan BPW 0,1% sebagai tingkat pengenceran 10-2, kemudian diambil 1 ml pada tingkat pengencaran 10-2 dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang sudah berisi 9 ml larutan BPW 0,1% sebagai tingkat pengenceran 10-3. Hal tersebut dilakukan secara terus menerus hingga mencapai tingkat pengenceran 10-9.
Penanaman total bakteri dilakukan dengan cara mengambil 1 ml sampel pada tingkat pengenceran 10-3, 10-5, 10-7 dan 10-9, kemudian masing-masing dimasukkan kedalam cawan petri. Berbeda dengan bakteri selulolitik, bakteri proteolitik, dan bakteri amilolitik, penanaman dilakukan dengan pengambilan sampel sebanyak 1 ml pada tingkat pengenceran yang sama, yaitu
pada tingkat pengenceran 10-1, 10-3, 10-5 dan 10-7. Masing-masing cawan petri ditambahkan media tumbuh yang disesuaikan dengan jenis bakterinya sebanyak ± 20 ml dengan menggunakan metode tuang (Winarni, 1997). Selanjutnya cawan petri dihomogenkan dengan cara menggerakkan cawan sesuai putaran angka delapan, kemudian cawan petri dibiarkan hingga media memadat. Setelah itu, cawan petri disimpan dengan posisi terbalik dalam keadaan anaerob menggunakan anaerobicgenerating jar dan diinkubasi didalam inkubator pada suhu 38°C ±72 jam
Semua cawan petri yang sudah diinkubasi selama ±72 jam, dikeluarkan dari inkubator untuk dihitung koloni bakteri yang tumbuh. Perhitungan populasi bakteri mengikuti rumus Fardiaz (1989).
1 Populasi bakteri = jumlah koloni X —---------------CFU (Colony Formina Unit)/ml
faktor pengenceran
Analisis statistika
Data yang diperoleh pada penelitian ini ditransformasi ke log x, kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Apabila terdapat hasil berbeda nyata (p<0,05) antar perlakuan maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak Duncan pada taraf 5% (Stell dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi total bakteri
Rata-rata populasi total bakteri sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan 12% protein kasar dan energi 2000 kkal ME/kg (perlakuan A) adalah 4,1×109 cfu/ml cairan rumen (Tabel 3). Populasi total bakteri pada perlakuan B (13% protein kasar dan energi 2100 kkal ME/kg) dan D (15% protein kasar dan energi 2300 kkal ME/kg) masing-masing 73,17% dan 2,44% lebih rendah daripada perlakuan A, sedangkan perlakuan C (14% protein kasar dan energi 2200 kkal ME/kg) 39,02% lebih tinggi daripada perlakuan A, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian ransum dengan perlakuan peningkatan energi 2000kkal ME/kg sampai 2300 kkal ME/kg dan protein 12% sampai 15% pada sapi bali dara memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap populasi total bakteri (Tabel 3). Populasi total bakteri yang berbeda tidak nyata disebabkan oleh konsumsi bahan kering yang juga berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan kisaran 4349,03-4508,61 g/e/h
(Suryani et al., 2017). Bahan kering mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroba rumen. Dehority (2003) menyatakan bahwa salah satu faktor yang berperan penting dalam pertumbuhan mikroba yaitu kandungan bahan kering. Kandungan nutrien pada bahan kering yang dibutuhkan ternak diantaranya karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Partama (2013) menyatakan bahwa bakteri rumen akan memfermentasi karbohidrat menjadi volatile fatty acid (VFA) yang kemudian menghasilkan energi dalam bentuk Adenosine Tri Phosphate (ATP). Sementara itu, protein akan diubah menjadi NH3 oleh bakteri rumen yang sebagian besar akan digunakan untuk membentuk protein tubuhnya. Selanjutnya dikatakan bahwa vitamin dan mineral juga memiliki peran dalam meningkatkan aktivitas mikroorganisme.
Tabel 3. Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Populasi Bakteri Sapi Bali Dara
Peubah |
A |
Perlak B |
uan1) C |
D |
SEM3) |
Total Bakteri |
4,1×109a2) |
1,1×109a |
5,7×109a |
4,0×109a |
0,73 |
(cfu/ml cairan rumen) Bakteri selulolitik |
4,5×105a |
4,0×105a |
2,2×105a |
1,5×105a |
0,24 |
(cfu/ml cairan rumen) Bakteri amilolitik |
6,0×105a |
1,3×105a |
6,3×105a |
2,2×105a |
0,25 |
(cfu/ml cairan rumen) Bakteri proteolitik (cfu/ml cairan rumen) |
7,7×107a |
8,3×107a |
4,0×107a |
2,7×107a |
0,37 |
Keterangan:
1) Perlakuan A = ransum mengandung 12% Protein Kasar dan 2000 kkal ME/kg
Perlakuan B = ransum mengandung 13% Protein Kasar dan 2100 kkal ME/kg
Perlakuan C = ransum mengandung 14% Protein Kasar dan 2200 kkal ME/kg
Perlakuan D = ransum mengandung 15% Protein Kasar dan 2300 kkal ME/kg
2) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)
3) SEM adalah Standard Error Of Treatment Means
Hasil penelitian ini menujukkan populasi bakteri yang tinggi jika dibandingkan dengan beberapa penelitian yang sudah dilakukan pada sapi bali. Suryani (2012) dan Sio (2016) memperoleh 107 koloni/ml cairan rumen, sedangkan Putra (2006) mendapatkan 108 koloni/ml cairan rumen. Populasi total bakteri dalam 109 cfu/ml cairan rumen pada penelitian ini membuktikan bahwa pada peningkatan energi 2000kkal ME/kg sampai 2300 kkal ME/kg dan protein 12% sampai 15%, bakteri masih dapat melakukan aktivitasnya dengan baik untuk mendegrasi pakan. Hal tersebut didukung oleh hasil kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik yang juga menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) masing-masing pada kisaran 65,77-71,17% dan 67,57-72,60% (Suryani et al., 2017). Sio (2016) menyatakan bahwa
populasi bakteri berdampak pada kecernaan pakan yang kemudian mempengaruhi kecernaan bahan organik. Putra (2006) menyatakan juga bahwa mikroba rumen dapat mempengaruhi kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.
Populasi bakteri selulolitik
Hasil penelitian ini menujukkan populasi bakteri selulolitik semakin menurun seiring meningkatnya kandungan energi dan protein dalam ransum. Rata-rata populasi bakteri selulolitik sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan 12% protein kasar dan energi 2000 kkal ME/kg (perlakuan A) adalah 4,5×105 cfu/ml cairan rumen (Tabel 3). Populasi bakteri selulolitik pada perlakuan B (13% protein kasar dan energi 2100 kkal ME/kg), C (14% protein kasar dan energi 2200 kkal ME/kg) dan D (15% protein kasar dan energi 2300 kkal ME/kg ) masing-masing 11,11%, 51,11% dan 66,67% lebih rendah daripada perlakuan A, akan tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3).
Hasil penelitian menunjukkan pada peningkatan energi 2000kkal ME/kg sampai 2300 kkal ME/kg dan protein 12% sampai 15% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap populasi bakteri selulolitik (Tabel 3). Namun, jika dilihat secara biologi berdasarkan data (Tabel 3) menunjukkan kecenderungan populasi bakteri selulolitik yang menurun. Hal tersebut disebabkan oleh kandungan serat kasar dalam ransum yang menurun (Tabel 2) dan diikuti oleh menurunnya konsumsi serat kasar pada ransum yang berada pada kisaran 725,42-856,77 g/e/h (Suryani et al., 2017). Kandungan serat kasar dan konsumsi serat kasar yang menurun merupakan faktor pendukung menurunnya populasi bakteri selulolitik. Bakrie et al. (1996) menyatakan bahwa bakteri selulolitik berperan dalam fermentasi pakan serat. Bakteri selulolitik memiliki enzim selulase yang dapat mencerna selulosa yang banyak terkandung pada pakan berserat kasar tinggi. Oleh sebab itu, semakin sedikit tersedianya substrat yang dibutuhkan oleh bakteri, maka menyebabkan populasinya akan menurun. Weimer (1997) menyatakan bahwa populasi bakteri selulotik meningkat disebabkan oleh meningkatnya substrat yang dibutuhkan terutama selulosa. Selain ketersediaan substrat yang dibutuhkan, pertumbuhan bakteri juga dipengaruhi oleh pH. Nilai pH cairan rumen yang diperoleh berkisar 6,94-7,04 (Suryani et al., 2017). Nilai pH rumen tersebut berada dalam kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan bakteri seperti yang dinyatakan oleh Kamra (2005) yaitu 6,0-7,2.
Populasi bakteri selulolitik yang diperoleh pada penelitian ini dalam 105 cfu/ml cairan rumen, berbeda dengan yang diperoleh oleh Suryani et al. (2015) dan Sio (2016) pada cairan
rumen sapi bali jantan yaitu dalam 107 koloni/ ml cairan rumen. Hal tersebut dimungkinkan karena konsumsi serat kasar pada penelitian Suryani et al. (2015) yaitu 1,4-1,7 kg/e/h dan Sio (2016) yaitu 0,90-1,09 kg/e/h lebih tinggi daripada konsumsi serat kasar pada penelitian ini yaitu berkisar 0,73-0,86 kg/e/h (Suryani et al., 2017)
Populasi bakteri amilolitik
Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata populasi bakteri amilolitik sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan 12% protein kasar dan energi 2000 kkal ME/kg (perlakuan A) adalah 6,0×105 cfu/ml cairan rumen (Tabel 3). Populasi bakteri amilolitik pada perlakuan B (13% protein kasar dan energi 2100 kkal ME/kg ) dan D (15% protein kasar dan energi 2300 kkal ME/kg) masing-masing 78,33% dan 63,33% lebih rendah daripada perlakuan A. Sementara populasi bakteri amilolitik pada perlakuan C (14% protein kasar dan energi 2200 kkal ME/kg) 5% lebih tinggi dari pada perlakuan A, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3).
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan populasi bakteri amilolitik pada semua perlakuan (perlakuan A, B, C dan D) berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3). Populasi bakteri amilolitik yang tidak berbeda nyata dikarenakan oleh konsumsi bahan organik yang juga menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua perlakuan yang berada pada kisaran 3797,80-3931,80 g/e/h (Suryani et al., 2017). Bahan organik yang dikonsumsi juga mengandung karbohidrat non struktural seperti pati. Pati yang terkandung dalam bahan organik tersebut akan difermentasi oleh bakteri amilolitik. Hal tersebut didukung oleh Chiba (2009) yang menyatakan bahwa bakteri amilolitik memiliki tugas mendegradasi pati dengan bantuan enzim amilase.Saragi (2012) juga menyatakan bahwa jumlah bakteri amilolitik dipengaruhi oleh kandungan pati dalam bahan makanan. Suryani (2012) juga menyatakan bahwa keeratan hubungan populasi bakteri amilolitik dengan konsumsi bahan organik, dibuktikan dengan VFA total yang diperoleh. VFA total yang diperoleh berkisar 163,16-170,32 mM (Suryani et al., 2017). VFA total yang diperoleh tersebut masih dalam kisaran normal. Sutardi (1979) menyatakan bahwa kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen yang maksimal yaitu berkisar 80-160 mM.
Populasi bakteri amilolitik yang diperoleh pada penelitian ini dalam 105 cfu/ml cairan rumen. Hal tersebut berbeda dengan hasil yang diperoleh Sio (2016) dalam 107 koloni/ml cairan
rumen pada sapi bali jantan. Populasi bakteri amilolitik pada penelitian ini lebih rendah dari yang diperoleh oleh Sio (2016). Hal tersebut erat kaitannya dengan konsumsi bahan organik Sio (2016) yang lebih tinggi berkisar 4,65-5,81 kg/e/h, sedangkan konsumsi bahan organik pada penelitian ini berkisar 3,8-3,9 kg/e/h (Suryani et al., 2017). Populasi bakteri amilolitik yang tinggi memiliki hubungan yang erat dengan konsumsi bahan organik yang tinggi (Sio, 2016).
Populasi bakteri proteolitik
Rata-rata populasi bakteri proteolitik sapi bali dara yang diberikan ransum dengan kandungan 12% protein kasar dan energi 2000 kkal ME/kg (perlakuan A) adalah 7,7×107cfu/ml cairan rumen (Tabel 3). Populasi bakteri proteolitik pada perlakuan C (14% protein kasar dan energi 2200 kkal ME/kg) dan D (15% protein kasar dan energi 2300 kkal ME/kg) masing-masing 48,05% dan 64,94% lebih rendah daripada perlakuan A. Berbeda dengan populasi bakteri proteolitik pada perlakuan B (13% protein kasar dan energi 2100 kkal ME/kg) 7,79% lebih tinggi dari pada perlakuan A, namun secara berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3).
Populasi bakteri proteolitik pada penelitian ini menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua perlakuan (Tabel 3). Jika dilihat secara biologis berdasarkan data yang ada pada Tabel 3, populasi bakteri proteolitik menujukkan adanya penurunan, namun pada perlakuan B mengalami peningkatan. Menurunnya populasi bakteri proteolitik diduga penyebabnya adalah banyaknya bakteri proteolitik yang sudah lisis dan diserap oleh tubuh sapi bali dara, sedangkan perlakuan B yang meningkat diduga disebabkan oleh jumlah bakteri yang lisis lebih sedikit dibandingkan pada perlakuan A,C, dan D. Hal tersebut erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan pada setiap perlakuan perlakuan A, B, C dan D masing-masing yaitu 316,18, 389,67, 317,07 dan 422,03 g/e/h (Suryani et al., 2017). Russel et al. (2009) menyatakan bahwa mikroba menyumbangkan asam amino 20-90% untuk pemenuhan kebutuhan asam amino ternak inang. Asam amino merupakan penyusun dari protein yang dibutuhkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup, diantaranya pertumbuhan.
Bakteri proteolitik berperan untuk mendegradasi protein didalam rumen (Chiba, 2009).Protein dirombak oleh mikroba rumen menjadi NH3 sehingga dapat digunakan oleh mikroba untuk membentuk protein tubuhnya (Partama, 2013).Populasi bakteri proteolitik yang diperoleh pada penelitian ini didukung juga oleh jumlah NH3 yang diperoleh. Konsentrasi NH3 yang diperoleh tidak berbeda nyata (P>0,05) sesuai dengan populasi bakteri proteolitik yang juga
tidak berbeda nyata (P>0,05). Konsentrasi NH3 yang diperoleh berkisar 11,91-12,11 mM (Suryani et al., 2017). Konsentrasi NH3 yang diperoleh tersebut dalam kisaran optimal untuk sintesis protein mikroba rumen menurut McDonald et al. (2002) yaitu 6 – 21 mM.
Populasi bakteri proteolitik pada penelitian ini diperoleh dalam 107 cfu/ml cairan rumen. Jumlah tersebut sama dengan yang diperoleh Suryani et al. (2015) dan Sio (2016) pada sapi bali jantan dalam 107 koloni/ml cairan rumen. Rentangan protein kasar dalam ransum pada penelitian Suryani et al. (2015) dan Sio (2016) masing-masing adalah 11,71-12,05% dan 12,4%, sedangkan pada penelitian ini menggunakan protein kasar 12-15%. Hal tersebut menujukkan bahwa pada pemberian ransum dengan kandungan protein kasar 11,71-15% pada sapi bali memberikan populasi rata-rata 107 koloni/ml cairan rumen.
SIMPULAN
Pemberian ransum dengan energi 2000kkal ME/kg sampai 2300 kkal ME/kg dan protein 12% sampai 15% tidak mempengaruhi populasi total bakteri, bakteri selulolitik, bakteri amilolitik dan bakteri proteolitik dalam rumen sapi bali dara.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan untuk memperhatikan keseimbangan energi dan protein yang dibutuhkan pada saat pemberian pakan ternak, sehingga kebutuhan mikroba rumen dapat terpenuhi dan dapat menjalankan fungsinya dalam mendegradasi pakan yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang sudah membantu dalam penyelesaian penelitian hingga dapat menulis jurnal ini. Ucapan terimakasih ini terutama ditujukan kepada: Tuhan Yang Maha Esa, Kemenristekdikti, pembimbing, penguji, pimpinan universitas, pimpinan fakultas, keluarga, sahabat dan teman-teman angkatan 2014 Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Arif, M. A., W. Darmanto dan N. N. T. Puspaningsih. 2012. Isolasi dan indentifikasi bakteri selulolitik dengan aktivitas tinggi dalam saluran pencernaan Keong Emas (Pomacea canaliculata). JPB Vol. 14, No.2, p. 86-92.
Bakrie, B., J. Hogan, J. B. Liang, A. M. M. Tereque, and R. C. Upadhay. 1996. Ruminant Nutrition and Production in the Tropics and Subtropics. Australian Center for International Agriculture Research, Canberra.
Chiba, L. I. 2009. Animal Nutrition Hanbook Second Revision.https://umkcarnivore3. Files.Wordpress.com/2012/02/animal nutrion 2.Diakses tanggal 09 Januari 2018.
Dehority, B. A. 2003. Rumen Microbiology.Nottingham university press, Nottingham.
Kamra D. N. 2005.Rumen microbial ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Current Science 89 (1):124-135.
Kurniawati, A. 2009. Evaluasi Suplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus Rarak) Terhadap Populasi Protozoa, Bakteri Dan Karakteristik Fermentasi Rumen Sapi Peranakan Ongole Secara In Vitro. Skripsi.Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
McDonald, P. R., A. Edwards, J. F. D. Greenhalg and C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition.6th Edition.Longman Scientific and Technical Co. John Willey and Sons Inc, New York.
National Research Council (NRC). 2000. Nutrient Requirements of Beef Cattle. 7th Revised Edition, 1996: Update 2000. National Academy Press. Washington, D.C.
Ogimoto. K. and S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Sci. Soc. Press, Tokyo.
Partama, I. B. G. 2013.Nutrisi dan Pakan Tenak Ruminansia.Udayana University Press.Denpasar.
Puspitasari, N. M., I. B. G. Partama dan I. G. L. O. Cakra. 2015. Pengaruh suplementasi vitamin mineral terhadap kecernaan nutrien dan produk fermentasi rumen sapi bali ynag diberi ransum berbasis rumput gajah. Majalah Ilmiah Peternakan. 18 (3): 83-88.
Putra, S. 2006. Perbaikan mutu pakan yang disuplementasi seng asetat dalam upaya meningkatkan populasi bakteri dan protein mikroba didalam rumen, kecernaan bahan kering dan nutrien ransum sapi bali bunting. Majalah Ilmiah Peternakan. 9 (1): 1-6.
Russel, J. B., R. E. Muck and P. J. Weimer. 2009. Quatitative Analysis Of Cellulose Degradation and Growth Of Cellulolytic Bacteria In The Rumen. FEMS Microbiol Ecol 67:183-197.
Santos, E. O. D and M. L. Martins. 2003. Effect Product of the Medium Composition on Formatian of Amylase by Bacillus sp. Brazilian Arch Biol Technol. 46 : 129 – 134.
Saragi, M. P. 2012. Perbaikan Mutu Biomineral Cairan Rumen Dengan Penambahan Mineral Makro Terhadap Aspek Populasi Bakteri Dan Protozoa Rumen.Skripsi.Departemen Ilmu Nutrisi Dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sio, Stefanus. 2016. Pemanfaatan Air Rebusan Kulit Kayu Santen (Lannea coromandelica) Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Sapi Bali Jantan. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Stell, R. G. D and J. H. Torrie. 1991. Principle and Procedures of Statistic. McGrow Hill Book Bo.Inc. New York.
Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produksi ternak.Prosiding Seminar dan Penunjang Peternakan. LPP, Bogor.
Suryani, N. N. 2012. Aktivitas Mikroba Rumen Dan Produktivitas Sapi Bali Yang Diberi Pakan Hijauan Dengan Jenis Dan Komposisi Berbeda. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Suryani, N. N., I. K. M. Budiasa dan I. P. A. Astawa. 2014. Fermentasi rumen dan sintesis protein mikroba kambing peranakan etawa yang diberi pakan dengan komposisi hijauan beragam dan level konsentrat berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan. 17 (2): 56-60.
Suryani, N. N., I. G. Mahardika, S. Putra dan N. Sujaya. 2015. Pemberian gamal tambahan dalam ransum meningkatkan neraca nitrogen dan populasi mikrob proteolitik rumen sapi bali. Jurnal Veteriner. ISSN : 1411 – 8327. 16 (1) : 117-123.
Suryani, N. N., I. G. Mahardika, dan N. P. Sarini. 2017. Percepatan Pemenuhan Kebutuhan Daging Nasional melalui Peningkatan Kualitas Induk dan Pedet Sapi Bali. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.
Weimer, P. J., C. L. Odt, G. C. Waghorn and D. R. Mertens. 1997. Populations of individual species of cellulolytic bacteria in the rumen of lactating cows fed different diets. U. S Dairy Research Centre, Research Summaries. USDA ARS, pp. 57-59.
Wikandari, P. R., Suparmo, Y. Marsono dan E. S. Rahayu. 2012. Karakterisasi bakteri asam laktat proteolitik pada bekasam.. Jurnal Natur Indonesia 14 (2) : 120-125.
Winarni, D. 1997. Diktat Teknik Fermentasi. Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS, Surabaya.
Kristin et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 648 - 659
Page 659
Discussion and feedback