e-journal FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: August 26, 2018

Accepted Date: September 10, 2018


Editor-Reviewer Article;: N. W. Siti & I M. Mudita

Performans Ternak Kelinci Lokal ( Lepus nigricollis ) yang Diberi Level Konsentrat Berbeda dengan Pakan Dasar Limbah Daun Wortel (Daucus carota L.)

Pertiwi I G. N. S. D., A. W. Puger, dan I M. Nuriyasa

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana,Jl. PB. Sudirman, Denpasar

Email: s[email protected] Telphone. 087860926263

ABSTRAK

Penelitian mengenai performans kelinci lokal yang diberi level konsentrat berbeda dengan pakan dasar limbah daun wortel dilakukan di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan selama 12 minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok, dengan empat perlakuan yaitu setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali sehingga terdapat 20 unit penelitian. Kelinci-kelinci dialokasikan secara acak kedalam empat perlakuan, yaitu kelinci-kelinci mendapat perlakuan ransum tanpa konsentrat (R0), konsentrat 15 g/ekor/hari (R1), konsentrat 30 g/ekor/hari (R2) dan konsentrat 45 g/ekor/hari (R3). Daun wortel dan air diberikan ad libitim. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelinci dengan perlakuan R3 mengkonsumsi daun wortel paling sedikit dan mengkonsumsi konsentrat paling banyak sehingga pertambahan berat badan dan berat badan akhirnya adalah yang tertinggi (P<0,05), sedangkan FCR yang didapat berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan lainnya. Performans kelinci lokal yang mendapat ransum kontrol yang diberi konsentrat 45 g/ekor/hari (R3) menunjukan hasil lebih tinggi dari perlakuan R0 (tanpa konsentrat) dan perlakuan lainnya.

Kata kunci: kelinci lokal, konsentrat, daun wortel, performans

Performance of Local Rabbit ( Lepus nigricollis ) Given The Concentrate On Different Level With Feed Based On Waste of Carrot Leaf (Daucus carota L.)

ABSTRACT

Research on the performance of local rabbits fed concentrate at different levels with carrot leaf base feed was conducted in Dajan Peken Village, Tabanan Subdistrict, Tabanan Regency were reread for 12 weeks. The design used in this research was a randomized block design, with five replications and used 20 unit object. The rabbits were allocated randomly into four treatments, namely rabbits is fed without concentrate (R0), concentrate of 15 g/head/day (R1), concentrate of 30 g/head/day (R2), concentrate of 45 g/head/day (R3). Carrots leaf and water fed ad_libitum. Results of the research, it was found that the rabbits with treatment of R3 consume least carrot leaf and consume more concentrate, so that weight gain and the body weight are the highest (p<0,05), while the obtained FCR is not significantly different from the other treatments. Performance of local rabbits fed control rations plus concentrate 45 g/head/day (R3) showed higher results from treatment of R0 (without concentrate) and the others treatments.

Keywords: Local rabbits, concentrate, carrot leaf, performance


PENDAHULUAN

Budidaya kelinci saat ini sangat berkembang khususnya di daerah perkotaan yang menjadikan kelinci sebagai hewan peliharaan yang menyenangkan maupun sebagai hewan ternak yang dapat dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi. Keuntungan potensial yang bisa diperoleh dari pemeliharaan kelinci adalah (1) dapat menyediakan sumber protein hewani yang murah, cepat dan mudah didapat, (2) memperbanyak variasi makanan terutama penyediaan protein hewani, (3) memberikan penghasilan tambahan pada petani peternak dan (4) menambah, membuka lapangan kerja dan meningkatkan produksi daging berkualitas tinggi (Nuriyasa, 2012). Peternakan kelinci memiliki potensi yang baik dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Ternak kelinci menjadi salah satu komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi, dimana kelinci memiliki struktur daging yang lebih halus dari daging lain, bernilai gizi tinggi dan persentase karkas yang tinggi yaitu mencapai 50% (Kartadisastra, 1997).

Nuriyasa (2012), menyatakan bahwa perlunya dilakukan diversifikasi usaha peternak tidak hanya ternak besar, namun pengembangan potensi lokal salah satunya ternak kelinci. Peternakan kelinci di Indonesia masih mengalami beberapa kendala, diantaranya masih rendahnya pengetahuan peternak mengenai ransum kelinci. Hal tersebut dapat menjadi kerugian dalam usaha berternak kelinci. Keberlangsungan suatu usaha ditentukan oleh pengetahuan peternak tentang faktor-faktor produksi. Pakan merupakan faktor biaya produksi tertinggi yaitu 55-85% dari total biaya produksi. Untuk mencapai hasil produksi yang baik, tentunya ternak kelici juga memerlukan pakan yang baik untuk dapat mencapai hasil produksi yang baik tersebut.

Ensminger (1991), menyatakan bahwa pakan kelinci dapat berupa hijauan, namun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga produksinya tidak akan maksimum. Oleh karena itu, dibutuhkan pakan tambahan. Masih banyak peternak yang belum melirik limbah dari tanaman wortel yaitu daunnya untuk dijadikan pakan kelinci. Daun wortel sebagai limbah selain mudah didapat juga harganya terjangkau, daun wortel juga sebagai sumber karbohidrat dan mineral seperti Ca, P, Fe dan Mg (Sharma, 2012). Menurut Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado (2014), kandungan nutrisi dari daun wortel dalam bentuk bahan kering (BK) terdiri atas Air 86,22%, Abu 2,66%, Protein 3,61%, Lemak 0,23%, Serat kasar 1,38% dan Karbohidrat 5,90%. Daun wortel dapat menjadi pilihan yang

berpotensi karena daun wortel merupakan salah satu limbah pertanian yang dapat dijadikan sebagai pakan dasar ternak kelinci.

Xiangmei (2008), menyatakan bahwa kelinci yang diberikan imbangan ransum dengan energi dan protein yang tidak sesuai dengan kebutuhan optimum akan mengalami penurunan produktivitas, untuk itu perlunya pakan tambahan seperti konsentrat sangat penting untuk mengoptimumkan produktivitas dari kelinci. Menurut Puger dan Nuriyasa (2017), penambahan suplementasi Mineral Nutrient Block (MNB) sebanyak 15, 30, dan 45 g/ekor/hari yang paling efisien untuk memaksimalkan performans dan karkas kelinci jantan lokal adalah pada penambahan 45 g/ekor/hari. Pemberian konsentrat dengan level tersebut dengan pakan dasar limbah daun wortel diharapkan dapat meningkatkan performans kelinci lokal dengan optimal.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui level konsentrat yang paling baik dan efisien untuk meningkatkan performans ternak kelinci lokal jantan (Lepus nigricollis) apabila diberikan pakan dasar limbah daun wortel (Daucus carota L.)

MATERI DAN METODE

Ternak Kelinci

Penelitian ini menggunakan kelinci local (Lepus nigricollis) berjenis kelamin jantan dengan umur (5 minggu) sebanyak 20 ekor dengan masing-masing berat badan awal yaitu 479,6 g + 114,6 g. Bibit kelinci lokal diperoleh dari peternak yang berada di Bedugul, Kabuaten Tabanan, Bali.

Kandang Dan Perlengkapan

Penilitian ini menggunakan kandang sistem batre yang terbuat dari besi. Kandang berukuran panjang 70 cm, lebar 50 cm dan tinggi 50 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat air minum dan tempat pakan.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain : (1) timbangan dengan kepekaan 2 g dan kapasitas 5 kg, (2) ember, (3) kantong plastik untuk persediaan pakan, (4) wadah untuk mencampur ransum, (5) kampil untuk menyimpan daun wortel.

Pakan Dan Air Minum

Daun wortel yang diberikan diperoleh dari petani wortel yang berada di Baturiti, Tabanan yang diambil dua hari sekali menggunakan mobil pick-up dan diberikan secara adlibitum dalam bentuk segar. Air minum diberikan secara adlibitum dengan sumber dari perusahaan daerah air minum (PDAM) setempat. Ransum yang diberikan pada kelinci dalam penelitian ini terdiri 4 jenis ransum, yaitu ransum perlakuan R0 (tanpa konsentrat) yang hanya berupa limbah daun wortel, ransum perlakuan R1 yang tersusun atas limbah daun wortel + konsentrat 15 g, ransum perlakuan R2 yang tersusun atas limbah daun wortel + konsentrat 30 g, dan ransum perlakuan R3 yang tersusun atas limbah daun wortel + konsentrat 45 g.

Tabel 1. Komposisi Bahan Ransum

No.

Bahan

Komposisi (%)

1

Tepung ikan

2

2

Pollard

35,1

3

Jagung kuning

49

4

Bungkil kelapa

7

5

Molasses

6,4

6

Pignox

0,3

7

NaCl

0,2

Total

100

Tabel 2. Kandungan Nutrien Ransum*

No.

Bahan

Energi (kkal)

Protein Kasar (%)

Lemak Kasar (%)

Serat

Kasar (%)

Kalsium (%)

P - available (%)

1

Tepung ikan

59,40000

0,80000

0,18000

0,02000

0,15400

0,07800

2

Pollard

456,30000

5,26500

1,40400

3,51000

0,04914

0,11583

3

Jagung kuning

1651,3000

7,35000

1,91100

0,98000

0,00980

0,04900

4

Bungkil kelapa

107,80000

1,47000

0,12600

1,05000

0,01400

0,01400

5

Molasses

125,44000

0,19200

0,00640

0

0,05760

0,00128

6

Pignox

0

0

0

0

0,02700

0

7

NaCl

0

0

0

0

0

0

Total

2400,24000

15,07700

3,62740

0,24950

0,39010

0,25811

Standar MCNitt (1996)

2400

15

3

14

0,50

0,30

Keterangan : (*) Berdasarkan kandungan nutrisi dari Scott et al. (1982)

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali. Kelinci dipelihara selama 3 bulan (12 minggu).

Rancangan Penelitian

Rancang yang digunakan adalah Rangcangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, sehingga terdapat 20 percobaan. Perlakuan ransum yang di coba adalah sebagai berikut :

  • 1.    Pakan kontrol tanpa diberi konsentrat (R0).

  • 2.    Pakan kontrol yang diberi konsentrat 15 g/ekor/h (R1).

  • 3.    Pakan kontrol yang diberi konsentrat 30 g/ekor/h (R2).

  • 4.    Pakan kontrol yang diberi konsentrat 45 g/ekor/h (R3).

Pemberian Ransum Dan Air Minum

Pemberian konsentrat dilakukan pada pagi hari sedangkan pemberian daun wortel dan air minum diberikan secara adlibitum. Monitoring ketersediaan limbah daun wortel dan air minum serta penambahan daun wortel dan air minum kedalam tempat pakan dilakukan setiap hari dari pagi hingga sore untuk mencegah ternak kekurangan daun wortel dan air.

Variabel Yang Diamati

  • 1.    Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum merupakan jumlah yang dihitung setiap hari dengan cara menghitung ransum yang diberikan dikurangi sisa ransum (g/ekor/hari). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada ternak dan zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak. Konsumsi ransum yang dimaksud meliputi konsumsi hijauan, konsumsi konsentrat dan total konsumsi.

  • 2.    Pertambahan Berat Badan

Pertambahan bobot badan adalah berat badan akhir dikurangi berat badan awal.

  • 3.    Berat Badan Akhir

Berat badan akhir merupakan berat badan yang didapat pada akhir penelitian penelitian.

  • 4.    Konversi Ransum

Konversi Ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dibagi pertambahan berat badan. Efisiensi penggunaan ransum adalah pertambahan berat badan dibagi konsumsi ransum

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ternak kelinci sebagai ternak monogastrik mempunyai keunikan dalam hal kapasitas, sifat dan faali dari saluran pencernaannya. Keunikan ini adalah kemampuan kelinci untuk melakukan coprophagy. Menurut Schimidt dan Nielsen (1994), melalui coprophagy ternak kelinci mampu mengukur sendiri pemenuhan zat gizi sesuai kebutuhannya. Keunikan sifat kelinci itupun berdampak pada penelitian ini, dimana kelinci yang diberi pakan dasar daun wortel dengan konsentrat sebanyak 45 g/ekor/hari (R3) menghasilkan konsumsi ransum dengan jumlah yang paling tinggi yang secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan yang diberi pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 30 g/ekor/hari (R2), 15 g/ekor/hari (R1) dan tanpa konsentrat (R0), hal tersebut terjadi serupa apabila yang diukur adalah konsumsi konsentratnya saja dimana R3 masih dengan konsumsi yang tertinggi diantara perlakuan lainnya (Tabel 3). Hasil tersebut disebabkan karena penambahan konsentrat sebanyak 45 g/ekor/hari yang membuat kualitas dan kuantitas dari pakan R3 menjadi lebih baik dari perlakuan lainnya untuk memenuhi kebutuhan kelinci. Hasil penelitian ini sependapat dengan Ensminger et al. (1990), yang menyatakan bahwa pakan kelinci dapat berupa hijauan, namun produktivitas kelinci yang tinggi hanya dapat diperoleh apabila kelinci dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan yang kualitas maupun kuantitasnya mencukupi kebutuhan untuk berproduksi.

Tabel 3. Pengaruh pemberian level konsentrat berbeda dengan pakan dasar limbah daun wortel pada ternak kelinci jantan lokal.

Perlakuan

Variabel                  R0(1)        R1         R2         R3

SEM(3)

Konsumsi Hijauan (g DM/hari)          33,46a(2)     31,86a     25,58b      24,53b

Konsumsi Ransum (g DM/hari)          33,46c     46,03b     51,20b     62,65a

Berat Badan Akhir (g)                  1272,40c   1437,80b   1592,40a    1712,80a

Pertambahan Berat Badan (g/ekor/hari) 9,33c      11,20bc     13,19ab      14,28a

Konversi Pakan (FCR)                   3,57a       4,26a       3,87a       4,41a

1,38 1,73

46,44 0,71 0.30

Keterangan:

1) R0 : Pemberian pakan dasar daun wortel tanpa konsentrat

R1 : Pemberian pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 15g/ekor/hari

R2 : Pemberian pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 30g/ekor/hari

R3 : Pemberian pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 45g/ekor/hari

2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05)

3) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Sudaryanto et al. (1985) dan Diwyanto et al. (1985) mengungkapkan bahwa kelinci mampu tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan berbagai jenis hijauan secara efisien sebagai makanan pokoknya, namun pakan hijauan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, sehingga produksinya tidak akan maksimum, oleh karena itu dibutuhkan konsentrat untuk melengkapi kebutuhan petumbuhannya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pernyataan diatas apabila mengukur konsumsi daun wortel saja maka mendapatkan hasil yang berbanding terbalik dengan konsumsi ransum dan konsumsi konsentratnya, dimana konsumsi tertinggi justru berada pada perlakuan kontrol yang hanya diberikan pakan dasar daun wortel tanpa penambahan konsentrat (R0). Hasil tersebut dikarenakan tidak adanya penambahan konsentrat yang membuat kelinci mengkonsumsi jauh lebih banyak daun wortel untuk memenuhi kebutuhan hidup pokoknya.

Berat badan akhir paling rendah dicapai oleh kelinci yang diberi perlakuan pakan dasar daun wortel tanpa konsentrat (R0) yaitu 1272,40 g (Tabel 3). Kelinci yang diberi perlakuan pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 15 g/ekor/hari (R1), dengan konsentrat 30 g/ekor/hari (R2) dan kelinci dengan perlakuan pakan dasar daun wortel dengan konsentrat 45 g/ekor/hari (R3) masing-masing menghasilkan berat badan akhir 12,99, 25,14 dan 34,61% lebih tinggi yang secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dari pada kelinci perlakuan R0. Berat badan akhir paling tinggi adalah kelinci yang mendapat perlakuan R3, itu disebabkan karena kelinci yang diberi perlakuan R3 mengkonsumsi ransum paling tinggi (Tabel 3) sehingga konsumsi energi dan protein sebagai komponen pembentuk jaringan tubuh juga paling tinggi. Dilaporkan juga oleh Tillman et al. (1998), bahwa energi dan protein merupakan komponen utama penyusun jaringan tubuh. Konsumsi energi dan protein yang paling tinggi pada kelinci dengan perlakuan ransum R3 mengakibatkan pertumbuhannya paling tinggi sehingga pertambahan berat badannya juga paling tinggi (Tabel 3) yang diindikasikan oleh berat badan akhir yang dihasilkan paling tinggi. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Kartadisastra (2011), McNitt et al. (1996), De Blas dan Wiseman (1998) yaitu kualitas ransum berpengaruh terhadap berat badan yang dihasilkan.

Anggorodi (1995) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya konversi ransum yaitu kualitas pakan, keturunan dan manajemen pemberian ransum. Konversi ransum berkaitan dengan penggunaan energi yang dikonsumsi oleh ternak, makin banyak penggunaan energi untuk keperluan hidup pokok maka penggunaan energi untuk pertumbuhan makin kecil (Lesson dan Summer, 1996). Apabila nilai konversi ransum dihasilkan tinggi, maka efisiensi penggunaan pakan rendah. Dan apabila konversi ransum

yang ditunjukan rendah, maka efisiensi penggunaan pakan tinggi dan baik. Hasil penelitian performa kelinci yang diberi pakan dasar daun wortel dengan level konsentrat berbeda memperoleh angka konversi ransum berkisar 3,572 - 4,412. Hasil konversi ransum penelitian ini yang menggunakan ransum dengan kandungan energi sebesar 2400.24 Kkal (Tabel 2) mendapatkan hasil konversi ransum lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu Johannes (2015), yang menggunakan ransum dengan kandungan energi mencapai 2801,81 Kkal sehingga mendapatkan konversi ransum lebih rendah yaitu berkisar 2,8 - 3,9. Hasil ini menunjukan bahwa ransum dengan kandungan energi lebih tinggi akan mendapat hasil konversi ransum yang lebih rendah karena kebutuhan energi kelinci lebih cepat terpenuhi apabila kandungan energi dalam pakan lebih tinggi dan kelinci akan lebih sedikit mengkonsumsi pakan yang kandungan energinya lebih tinggi dibandingkan dengan pakan dengan kandungan energinya lebih rendah, hal ini didukung oleh pendapat Cheeke et al. (2000), yang menyatakan bahwa kandungan energi ransum mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum yakni dengan semakin tinggi kandungan energi dalam ransum akan menurunkan konversi pakan dan meningkatkan efisiensi pakan. Pakan berkualitas rendah dapat memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) yang diberi perlakuan ransum dengan pakan dasar daun wortel (Daucus carota L.) yang diberi konsentrat 45 g/ekor/hari menghasilkan performans lebih baik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam proses penelitian hingga jurnal penelitian ini selesai.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R, 1995 Ilmu Makanan Ternak Kemajuan Mutakhir. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Balai Riset Dan Standarisasi Industri Manado. 2014. “Zootek” Journal Vol. 35, No. 2 : 289 – 294

Cheeke, P.R., J. I. McNitt, and N. M. Patton, 2000. Rabbit Production. 8th Edition. Interstate publisher Inc, Denville, Illionis.

De Blass, C. and J. Wiseman. 1998. The Nutrition of the Rabbit. CABI Publishing. University of Nottingham. Nottingham. P.39-55.

Diwyanto K., R. Sunarlin dan P. Sitorus. 1985. Pengaruh persilangan terhadap karkas dan preferensi daging kelinci panggang. J. Ilmu dan Peternakan Vol. 1, No. 10 : 427-430

Ensminger, M.E., J.E. Oldfield dan W. Heinemann. 1990. Feed Nutrition. 2nd Ed, The Ensminger Publishing Co., Clovis.

Ensminger, M.E. 1991. Animal Science. 9th Editions. The interstate Printer and Publisher. Inc. Denville, Illinois.

Johannes, E.O.P. 2005. Performans Kelinci Lokal (Lepus negricollis) yang Diberi Ransum dengan Imbangan Energi Protein Berbeda yang Dipelihara pada Kandang Underground Shelter (skripsi). Program Studi Sarjana. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Kartadisastra, H.R. 2011. Kelinci Unggul. Penerbit Kanisius, Jakarta

Lebas, F.P. Coudert, R. Rouvier and H.D. Rochambeau. 1986. The Rabbit Husbandry, Health and Production. Food and Agriculture Organization of The United Nation, Rome.

Lesson, S. and J. D. Summer. 1996. Comercial Poultry Nutrition. 2nd Ed. University Book. University Guelph. Guelph, Ontario, Canada.

McNitt, J. I., P. R. Cheeke, N. M. Patton, and S. D. Lukefahr. 1996. Rabbit Production. Interstate Publishers, Inc. Danville, IL. 78 - 109.

Nuriyasa, I.M. 2012. Respon Biologi serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci (Lepus nigricollis) pada Kondisi Lingkungan Berbeda di Daerah Dataran Rendah Tropis (disertasi). Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.

Puger, A.W. and I.M. Nuriyasa. 2017. Performance and carcass of local male rabbit fed basal diets of native grasses and different levels suplementation of MNB. J. IJMAS. Vol. 4, No. 5 : 53 - 60.

Schmidt and Nielsen, KNUT. 1994. Animal Physiology: Adaptation and Environment. 4th Ed. Cambridge University Press., New York.

Scott, M.L.,M.C. Nesheim and R. J. Young, 1982. Nutrition. Second Ed. M.L. Scott and Associates Ithaca. New York.

Sharma, A. 2012. Zinc – An Indispensable Micronutrient. Available from : www.ncbi.nlm.nih.gov/pupmed/24381434. (diakses 20 November 2017).

Sudaryanto, B., M. Rangkuti, N. Sugana, E.B. Laconi dan Y.C. Raharjo. 1985. Pengaruh penggunaan tepung daun singkong terhadap potongan komersial kelinci persilangan. J. Ilmu dan Peternakan. Vol. 1, No. 9 : 395 - 396.

Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometik. Edisi kedua. Diterjemahkan Oleh Sumantri. Gramedia. Jakarta.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosukojo, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Xiangmei, G. 2008. Rabbit Feed Nutrition Study for Intensive, Large-Scale Meat Rabbit Breeding. Qingdao Kangda Food Company Limited, China. http://www.mekarn.org/prorab/guan.htm. (diakses 18 November 2017).

Pertiwi et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 617 - 625

Page 625