COMMERCIAL CARCASS PIECES OF FEMALE BALI DUCKS AGED 26 WEEKS GIVEN FEED CONTAIN FERMENTATION PAPAYA LEAF MEAL
on

e--journal FAPET UNUD
e-Journal

Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: July 27 2018
Accepted Date: July 31, 2018
Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita
POTONGAN KARKAS KOMERSIAL ITIK BALI BETINA UMUR 26 MINGGU YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG TEPUNG DAUN PEPAYA FERMENTASI
Astika. I P. E., N W. Siti, dan N M. S. Sukmawati
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar e-mail: ekajun101012@gmail.com Telpon. 085792170699
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengkaji berat potongan karkas komersial itik bali betina umur 26 minggu yang diberi ransum mengandung tepung daun pepaya fermentasi telah dilaksanakan di kandang milik Bapak I Ketut Sunatra yang berlokasi di Jalan Bingin Nambe, Kediri, Tabanan, selama 14 minggu. Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan, yaitu: P0 (Ransum tanpa tepung daun pepaya fermentasi sebagai kontrol), P1 (Ransum mengandung 8% tepung daun pepaya fermentasi), dan P2 (Ransum mengandung 16% tepung daun pepaya fermentasi). Masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan dan setiap ulangan menggunakan dua ekor itik bali betina umur 12 minggu dengan rata-rata berat badan 1286,23 ± 92,88 g. Variabel yang diamati adalah berat dan persentase potongan karkas komersial bagian dada, paha atas, paha bawah, sayap, dan punggung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum yang mengandung 8% dan 16% tepung daun pepaya fermentasi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap berat potongan karkas komersial (dada, paha atas, paha bawah, sayap, dan punggung). Peningkatan terjadi terhadap berat potongan karkas komersial bagian paha bawah, sayap dan punggung pada perlakuan P1, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya fermentasi pada level 8% dan 16% tidak berpengaruh terhadap potongan karkas komersial itik bali betina.
Kata kunci: daun pepaya fermentasi, itik bali betina, potongan karkas komersial.
COMMERCIAL CARCASS PIECES OF FEMALE BALI DUCKS AGED 26 WEEKS GIVEN FEED CONTAIN FERMENTATION PAPAYA LEAF MEAL
ABSTRACT
This research aims to assess the weight of commercial carcass pieces female bali ducks aged 26 weeks were given feed containing fermented papaya leaf meal, which was held in cages owned by Mr. I Ketut Sunatra located at roadway Bingin Nambe, Kediri, Tabanan, for 14 weeks. The experiment designd used was Completely Randomized Design (CRD) with three treatments, namely treatments P0 (Ration without fermented papaya leaf meal as controls), P1 (Ration contain of 8% fermented papaya leaf meal), and P2 (Ration contain of 16% fermented papaya leaf meal), treatment consists of three replications and each replication using two female bali ducks aged 12 weeks with an average initial weight range of 1286.23 ±

92.88 g. The variables observed were weight and percentage commercial carcasspieces of chest, thigh, drumstick, wings and backs. The results showed that the use of ration containing 8% and 16% fermented papaya leaf meal is statistically not significant (P>0.05) on commercial carcass pieces. The weight of commercial carcass pieceswere increased ondrumstick, wings and backs on the treatment P1, but statistically not significant different (P>0.05). Based on the results of this research, it can be concluded that administration of fermented papaya leaf meal at level of 8% and 16% had no effect on commercial carcass of female bali ducks.
Keywords: fermented papaya leaf, femalebali ducks, commercial carcass.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2016),populasi itik di Bali tahun 2012–2016 mengalami peningkatan dengan tingkat pertumbuhan ±1,12% setiap tahun. Pada tahun 2016 tercatat 674.094 ekor, jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 1,79% dari tahun sebelumnya, dengan jumlah daging yang dihasilkan mencapai 378 ton dengan peningkatan 3,84% dari tahun sebelumnya. Meningkatnya kebutuhan daging itik di Bali disebabkan oleh meningkatnya minat masyarakat lokal maupun mancanegara terhadap olahan daging itik. Pesatnya perkembangan restoran di Bali yang menjadikan itik sebagai menu unggulan sehingga menjadikan olahan daging itik sebagai salah satu daya tarik wisatawan yang berkunjung.
Bagian dari daging itik yang paling diminati oleh konsumen adalahbagian karkas komersial. Bagian karkas komersial itik adalah karkas bagian dada, paha atas, paha bawah, sayap, dan punggung. Persentase daging pada karkas ayam broiler dan itik berbeda. Hal tersebut dikarenakan ayam broiler merupakan tipe pedaging dan itik umumnya merupakan tipe dwiguna. Menurut Triyantini et al. (1997) ayam broiler memiliki daging pada karkas terbanyak di bagian dada dengan persentase 27,95%, sedangkan itik memiliki daging pada karkas terbanyak di bagian paha dengan persentase 27,29%. Kualitas pakan sangat mempengaruhi potongan karkas komersial yang dihasilkan. Menurut Soeparno (2005) bahwa berat hidup, berat karkas, dan berat non karkas dipengaruhi oleh genetik dan mutu ransum. Tingginya harga pakan komersial merupakan salah satu masalah peternak, sehingga perlu memanfaatkan bahan pakan sampingan atau limbah dari pertanian seperti limbah daun pepaya (Carica papaya L.) sebagai campuran ransum alternatif.
Daun pepaya (Carica papaya L.) merupakan limbah pertanian yang mengandung nutrien cukup tinggi, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Daun pepaya pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, karena mengandung protein kasar sebanyak 20,88%, kalsium 0,99%, fosfor 0,47%, dan energi bruto 2.912 kkal/kg
(Widjastuti, 2009). Selain itu, daun pepaya juga mengandung enzim proteolitik (papain, kimopapain dan lizosim) serta alkaloid carpaine, pseudocarpain, glikosida, karposida, saponin, sukrosa dan dektrosa. Hartono (1994) menjelaskan bahwa dalam daun pepaya terkandung senyawa alkaloid carpaineyang dapat menyebabkan rasa pahit pada daging. Salah satu cara untuk menurunkan kandungan senyawa alkaloidcarpaine dalam daun pepaya adalah dengan cara fermentasi.
Fermentasi merupakan proses perubahan kimiawi dari senyawa kompleks menjadi senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Jay et al, 2005). Daun pepaya difermentasi menggunakan mikroba efektif yaitu Efective microorganism-4 yang dikembangkan di dalam molases. Efective microorganism-4 mengandung bakteri fotosintetik yang dapat meningkatkan asam amino, asam nukleik serta membantu pertumbuhan mikroorganisme yang tidak bersifat pathogen, Lactobacillus sp berperan untuk merombak bahan organik seperti selulosa dan lignin, Actinomycetes sp menghasilkan zat anti mikroba dan menekan pertumbuhan jamur, danSaccharomyces sp sebagai pembentuk zat anti bakteri (Indriani, 2007).
Hasil penelitian Siti (2013) menunjukkan bahwa pemberian tepung daun pepaya pada level 2%, 4%, dan 6% secara nyata dapat menurunkan bobot potong dan meningkatkan bobot karkas, persentase karkas, serta tidak nyata menurunkan bobot lemak subkutan termasuk kulit dan persentase lemak subkutan pada itik bali jantan. Terjadinya peningkatan bobot karkas dikarenakan enzim kimopapain, papain dan lipase dapat membantu pemecahan nutrien dalam ransum sehingga dapat meningkatkan kecernaan dan efisiensi penggunaan nutrien ransum (Kiha et al, 2012). Adanya hasil penelitian ini menyebabkan mulai adanya uji coba tentang teknologi fermentasi terhadap daun pepaya dengan harapan dapat menekan senyawa alkaloid carpaine, menekan mikroba patogen dalam saluran pencernaan sehingga pakan yang dikonsumsi menjadi efektif, dan dapat menurunkan harga ransum. Pengaruh pemberian tepung daun pepaya fermentasi dalam ransum pada level 8% dan 16% terhadap potongan karkas komersial itik bali betina umur 26 minggu juga penting untuk diketahui.
MATERI DAN METODE
Ternak Itik
Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali betina yang berumur 12 minggu sebanyak 30 ekor dengan berat rata-rata 1286,23 ± 92,88 g yang diperoleh dari peternak itik I Wayan Karwa di daerah Tabanan.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dengan sistem “battery colony” dengan menggunakan bahan dasar kayu, bambu, dan kawat jaring, yang terdiri dari 15 petak kandang. Setiap petak kandang mempunyai ukuran panjang × lebar × tinggi, yaitu 80 cm × 65 cm × 50 cm, dengan tinggi kolong dari lantai adalah 30 cm. Kandang diletakkan pada bangunan berukuran 7,96 m × 4,98 m yang menggunakan atap dari asbes dan lantai dari beton. Setiap petak kandang memiliki tempat minum yang terbuat dari botol bekas air mineral volume satu liter dan tempat makan yang terbuat dari pipa paralon dengan ukuran 40 cm.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun atas bahan-bahan: Pakan Komplit 511B sebagai sumber protein, ampok jagung dan pollard sebagai sumber energi, serta ditambahkan tepung daun pepaya fermentasi sesuai dengan perlakuan. Air minum yang diberikan berasal dari PDAM setempat. Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan nutrien dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian
Bahan (%) |
Perlakuan 1) | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
Pakan Komplit511 B |
50 |
49 |
46 |
Ampok Jagung |
33 |
28 |
24 |
Pollard |
17 |
15 |
14 |
Tepung Daun Pepaya Fermentasi |
0 |
8 |
16 |
Total |
100 |
100 |
100 |
Keterangan:
1) P0:Ransum kontrol tanpa tepung daun pepaya fermentasi.
P1: Ransum mengandung 8% tepung daun pepaya fermentasi.
P2: Ransum mengandung 16% tepung daun pepaya fermentasi.
Tabel 2. Komposisi nutrien dalam ransum
Nutrien Perlakuan1) Standar2)
P0 P1 P2
Metabolisme energi |
(kkal/kg) |
2711 |
2707 |
2700 |
2700 |
Protein Kasar |
(%) |
18,05 |
18,55 |
18,81 |
18 |
Lemak Kasar |
(%) |
5,11 |
5,60 |
6,10 |
5-103) |
Serat Kasar |
(%) |
5,17 |
5,70 |
6,27 |
3-83) |
Kalsium (Ca) |
(%) |
0,30 |
0,40 |
0,51 |
0,6 |
Fospor (P) |
(%) |
0,10 |
0,10 |
0,11 |
0,6 |
Sumber:
1) Standar: Sinurat 2000
2) Standar: Morrison 1961
Perhitungan berdasarkan Scot et al. 1982
Daun pepaya (Carica papaya L.)
Daun pepaya yang digunakan adalah daun pepaya yang sudah tua namun masih berwarna hijau yang didapat dari perkebunan pepaya di Desa Kelating, Tabanan. Sebelum difermentasi, daun pepaya digiling dan dijemur agar tidak berjamur. Fermentasi menggunakan Efective microorganism-4 yang dikembangkan dalam molases yang terdiri dari bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp, Actinomycetes sp, dan Saccharomyces sp (Indriani, 2007).
Peralatan dan perlengkapan
Alat-alat yangdigunakan dalam penelitian ini, antara lain:1) timbangan elektrik kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g yang digunakan untuk menimbang berat badan itik, bahan-bahan penyusun ransum, sisa ransum, potongan karkas dan bagian selain karkas, 2) baskom berukuran sedang untuk mencampur ransum, 3) kantong plastik untuk tempat perlakuan ransum, 4) gelas ukur 1 liter untuk mengukur volume air minum, 5) ember berukuran besar untuk menampung air minum sebelum diberikan kepada ternak, 6)lembaran plastik dan nampan diletakkan dibawah tempat makan dan minum untuk menampung pakan dan air yang jatuh, 7) alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang dilaksanakan dari awal pemeliharaan sampai akhir pemotongan ternak.
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik Bapak I Ketut Sunatra yang berlokasi di Jalan Bingin Nambe, Kediri, Tabanan, selama 14 minggu mulai persiapan sampai pemotongan.
Rancangan penelitian
Rancangan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan yaitu: P0 (Ransum kontrol tanpa tepung daun pepaya fermentasi), P1(Ransum mengandung 8% tepung daun pepaya fermentasi), P2(Ransum mengandung 16% tepung daun pepaya fermentasi). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Setiap ulangan berisi dua ekor itik bali betina, sehingga total itik bali betina yang digunakan adalah 18 ekor.
Pengacakan itik
Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen, dilakukan penimbangan itik bali betina umur 12 minggu sebanyak 30 ekor. Itik yang
digunakan adalah itik dengan kisaran berat badan rata-rata 1286,23 ± 92,88 g sebanyak 18 ekor. Kemudian itik disebar secara acak pada masing-masing petak kandang yang berjumlah 9 petak dan masing-masing petak diisi 2 ekor itik.
Pembuatan tepung daun pepaya fermentasi
Daun pepaya yang sudah tua namun masih berwarna hijau digiling hingga menyerupai tepung, kemudian dikeringkan dengan cara dijemur hingga berwarna kecoklatan. Tepung daun pepaya kemudian ditimbang beratnya, dan difermentasi dengan mikroba efektif sebanyak 5% dari beratbahan, diaduk rata sampai homogen. Selanjutnya daun pepaya dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditutup rapat, disimpan selama 3 hari dalamkeadaan anaerob. Daun pepaya yang sudah difermentasi dicampur dengan bahanpakan lainnya sesuai dengan perlakuan.
Pencampuran ransum
Pencampuran ransumdiawali dengan mempersiapkan bahan-bahan ransum terlebih dahulu, bahan-bahan ditimbang sesuai dengan kebutuhan pada setiap perlakuan, dimulai dari komposisi terbesar, kemudian dilanjutkan dengan bahan yang jumlahnya sedikit. Bahan ransum yang sudah ditimbang diratakan diatas karung agar tidak berserakkan, kemudian dilanjutkan dengan bahan-bahan berikutnya sesuai dengan perlakuan, kemudian dicampur sampai homogendan dimasukkan ke dalam kantong plastik 2 kg serta diberikan kode sesuai dengan perlakuan. Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu sesuai dengan kebutuhan untuk menghindari kerusakan ransum.
Pemberian ransum dan air minum
Ransum dan air minum diberikan ad libitum (tersedia setiap saat). Penambahan ransum dan air minum dilakukan mulai pagi pukul 07.00 Wita hingga sore pukul 04.00 Wita. Tempat ransum diisi ¾ bagian untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan.
Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada saat itik berumur 26 minggu. Semua itik pada masing-masing unit percobaan ditimbang kemudian dicari berat rata-ratanya. Itik yang digunakan sebagai sampel diambil dari masing-masing unit percobaan yang berat badannya mendekati berat rata-rata. Jumlah itik yang dipotong untuk diuji sesuai variabel adalah sebanyak 9 ekor.
Prosedur pemotongan
Sebelum dilakukan penyembelihan, itik terlebih dahulu dipuasakan ± 12 jam, tetapi air minum tetap diberikan, kemudian ditimbang bobot badannya. Pemotongan ternak itik dilakukan dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertamaUSDA (United State Department of Agriculture, 1977 dalam Soeparno, 1998). Darah yang keluar ditampung dengan mangkok dan ditimbang beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam kantongplastik. Dilanjutkan dengan pencabutan bulu dengan mencelupkan itik yang sudah mati ke dalam air panas dengan suhu ± 650C – 750C, selama ± 1 menit untuk mempermudah pencabutan bulu itik.
Pemisahan bagian tubuh
Tahapanyang dilakukan dalam pemisahan bagian tubuh diawali dengan pemotongan kaki dan kepala kemudian pengeluaran organ dalam, dengan pembelahan rongga perut. Dilanjutkan dengan pemisahan bagian kaki antara pertautan os tarsal dengan os tibia, selanjutnya pemisahan bagian kepala dengan memotong atlanto occipitalis pertautan antara tulang atlas dengan tulang tengkorak bagian belakang dan memotong tulang leher terahkir (os vertebrae cervicalis) dengan tulang punggung pertama (os vertebrae thoracalis). Setelah bagian tubuh terpisah, kemudian karkas itik ditimbang.
Pemisahan bagian karkas komersial berdasarkan USDA (United State Department of Agriculture, 1977dalam Soeparno, 1998) dimulai dari pemisahan bagian sayap yang dipisahkan pada pangkal persendian Os humerus, kemudian dilanjutkan dengan bagian paha yang dipotong pada sendi Articulation coxaedan Os tibia, untuk memisahkan paha atas dan paha bawah dilakukan dengan cara memotong sendi Os femur. Pemisahan bagian dada, dan punggung itik didapat dengan cara memotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung dengan tulang rusuk yang melekat pada dada sampai sendi bahu.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah
-
1. Potongan karkas komersial yang terdiri dari:
-
a. Berat dada.
-
b. Berat paha atas.
-
c. Berat paha bawah.
-
d. Berat sayap.
-
e. Berat punggung.
-
2. Persentase potongan karkas komersial, diperoleh dengan cara membagi masing-masing berat potongan karkas komersial dengan berat karkas dikalikan 100% didapat dengan rumus sebagai berikut:
a.
Persentase dada
_ Berat dada
×
100%
Berat Karkas
b.
Persentase paha atas
_ Berat paha atas Berat Karkas
×
100%
c.
Persentase paha bawah
_ Berat paha bawah Berat Karkas
×
100%
d.
Persentase sayap
_ Berat sayap
Berat Karkas
×
100%
e.
Persentase punggung
_ Berat punggung Berat Karkas
× 100%
Analisis statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian tepung daun pepaya fermentasi dalam ransum pada level 8% dan 16% tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potongan karkas komersial itik bali betina (Tabel 3.). Hal ini dimungkinkan karena penambahan tepung daun pepaya fermentasi dalam ransum cukup banyak (8% dan 16%) sehingga kandungan konsentrat dalam ransum berkurang (Tabel 1.), meskipun protein dalam ransum meningkat dikarenakan penambahan tepung daun pepaya fermentasi (Tabel 2.) tidak sepenuhnya dapat menggantikan protein yang terkandung dalam konsentrat, karena konsentrat yang digunakan adalah pakan komplit yang mengandung protein serta zat-zat nutrisi yang berasal dari bahan-bahan pilihan sesuai dengan standar kebutuhan ternak. Hal ini didukung oleh pendapat Akoso (1996) bahwa peranan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat.
Terjadinya pertumbuhan yang cepat dipengaruhi oleh keseimbangan energi dan protein ransum yang dikonsumsi ternak (Siregaret al, 1975). Menurut Rositawati et al.(2010)bahwa pertumbuhan pada itik tercepat dan pertumbuhan bobot badan tertinggi terjadi pada periode starter danselanjutnya menurun pada saat dewasa.Itik bali betina yang digunakan dalam penelitian ini berumur 26 minggu yang masuk ke dalam fase awal produksi telur, walaupun pertumbuhan masih ada pada awal produksi telur, namun kebutuhan zat
nutrisi untuk tumbuh relatif lebih kecil dan pertumbuhan ternak melambat. Umumnya masa percepatan pertumbuhan terjadi sebelum ternak mengalami pubertas (dewasa kelamin) yang kemudian setelahnya terjadi perlambatandimana pertumbuhan memiliki tahap yang cepat dan lambat, tahap cepat terjadi pada saatlahir sampai pubertas, sedangkan tahap lambat terjadi saat kedewasaan tubuh telah tercapai(Agustinaet al, 2013).
Tabel 3. ..Pengaruh pemberiantepung daun pepaya fermentasi dalam ransum terhadap .potongan karkas komersial itik bali betina umur 26 minggu.
Variabel yang diamati |
Perlakuan 1) |
SEM 2) | |||
P0 |
P1 |
P2 | |||
Berat Karkas* |
(g) |
744,33a3) |
747,00a |
715,01a |
23,59 |
Berat Dada |
(g) |
245,33a |
229,67a |
220,67a |
7,39 |
Berat Paha Atas |
(g) |
86,67a |
84,67a |
83,33a |
1,83 |
Berat Paha Bawah |
(g) |
98,67a |
100,00a |
97,67a |
3,52 |
Berat Sayap |
(g) |
113,33a |
115,33a |
108,67a |
4,04 |
Berat Punggung |
(g) |
200,33a |
217,33a |
204,67a |
20,36 |
Persentase Dada |
(%) |
32,96a |
30,75a |
30,86a |
1,29 |
Persentase Paha Atas |
(%) |
11,64a |
11,33a |
11,65a |
0,42 |
Persentase Paha Bawah |
(%) |
13,26a |
13,39a |
13,66a |
0,59 |
Persentase Sayap |
(%) |
15,23a |
15,44a |
15,20a |
0,58 |
Persentase Punggung |
(%) |
26,91a |
29,09a |
28,63a |
1,89 |
Keterangan:
1) P0: Ransum kontrol tanpa tepung daun pepaya fermentasi.
P1: Ransum mengandung 8% tepung daun pepaya fermentasi.
P2: Ransum mengandung 16% tepung daun pepaya fermentasi.
2) SEM: “Standar error of the treatment means”
3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05).
*) Sumber: Sutama dan Sukmawati (2017)
Pada pemberian tepung daun pepaya fermentasi dalam ransum level 8% (P1) dan 16% (P2) tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potongan karkas komersial bagian dada, namun nilainya cenderung lebih rendah dari perlakuan kontrol (P0). Hal ini diduga karena itik bali betina yang digunakan sudah memasuki fase awal bertelur, dimana protein yang diserap tidak hanya digunakan untuk pembentukan daging namun juga digunakan untuk pembentukan sel telur. Hal ini didukung oleh pendapat Nugraha et al, (2012) unggas menggunakan zat-zat nutrisi yang dikonsumsi untuk hidup pokok dan produksi telur, walaupun pertumbuhan masih ada pada awal produksi telur, namun kebutuhan zat nutrisi untuk tumbuh relatif lebih kecil. Hasil yang sama didapat oleh Kristiani (2017) bahwa suplementasi daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 5-10% tidak berpengaruh terhadap berat potongan karkas komersial bagian dada itik bali.
Pemberian tepung daun pepaya fermentasi pada perlakuan P1 dan P2 tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap berat potongan karkas komersial bagian paha atas. Namun dari angka yang diperoleh nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (P0). Paha atas dan dada memiliki kandungan daging paling banyak dari bagian karkas lainnya. Hal ini berkaitan dengan protein dan zat nutrisi yang terkandung dalam ransum tidak sepenuhnya diserap untuk pertumbuhan atau pembentukan daging,namunjuga digunakan untuk memproduksi telur karena itik sudah memasuki fase awal bertelur. Protein dalam ransum berpengaruh besar dalam produksi telur. Hal ini sesuai dengan pendapat Srigandono (1997) bahwa peningkatan protein secara nyata mampu mempengaruhi produksi telur.
Berat potongan karkas komersial bagian paha bawah pada perlakuan P1 nilainya lebih tinggi, sedangkan perlakuan P2 lebih rendah dari perlakuan kontrol (P0), namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini dimungkinkan karena pertumbuhan paha bawah itik umur 26 minggu sudah melambat. Pertumbuhan ternak itik sangat signifikan saat periode starter dan akan melambat saat mencapai dewasa kelamin. Setelah dewasa kelamin pertumbuhan hewan masihberlanjut walaupun pertumbuhan berjalan dengan lambat tetapi pertumbuhan tulang dan ototpada saat itu telah berhenti (Kurnia, 2011). Hasil penelitian ini sama dengan pendapat Ariawan (2016) bahwa pemberian ransum yang difermentasi dengan probiotik sari daun pepaya tidak berpengaruh nyata terhadap berat potongan karkas komersial bagian paha atas dan paha bawahpada ayam kampung.
Pemberian ransum yang mengandung daun pepaya fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap potongan karkas komersial bagian sayap. Hal ini disebabkan oleh tingkat pertumbuhan ternak, dimana pada umur 26 minggu pertumbuhan sayap sudah konstan. Dijelaskan lebih lanjut oleh Anggraeni (1999) bahwa pertumbuhan sayap sampai 12 minggu relatif konstan, sehingga menghasilkan berat sayap relatif sama. Hasil yang sama juga didapat oleh Ariawan (2016) bahwa pemberian ransum yang difermentasi dengan probiotik sari daun pepaya tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap berat potongan karkas komersial bagian sayap ayam kampung.
Berat potongan karkas komersial bagian punggung itik bali betina yang diberi ransum mengandung tepung daun pepaya fermentasi pada perlakuan P1 dan P2 nilainya lebih tinggi dari kontrol (P0), namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Paha bawah, sayap dan punggung memiliki tulang yang cukup banyak. Hasil penelitian yang didapat yaitu berat tulang cenderung meningkat. Hal ini diduga karena kandungan Ca dan P yang terkandung
dalam ransum P1 dan P2 lebih tinggi dari perlakuan P0 (Tabel 2.). Mineral Ca dan P dibutuhkan untuk perkembangan tulang kerangka dan jaringan sel-sel penyusun punggung. Anggorodi (1985) menjelaskan bahwa sel-sel akan terus membagi dan bertambah jumlahnya selama pertumbuhan akan tetapi pembagiannya berhenti serta jumlahnya akan tetap apabila telah mencapai kedewasaan.
Persentase potongan karkas komersial adalah perbandingan antara berat potongan karkas komersial seperti dada, paha atas, paha bawah, sayap, dan punggung dengan berat karkas dikalikan seratus persen. Hasil penelitian menujukan bahwa pemberian ransum mengandung tepung daun pepaya fermentasi pada level 8% dan 16% tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase potongan karkas komersial itik bali betina umur 26 minggu. Hal ini dikarenakan berat rata-rata potongan karkas komersial secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dimana persentase potongannya akan mengikuti. Hasil yang sama didapat oleh Hapsari (2004) bahwa pemberian tepung daun pepaya dalam ransum pada level 2-6% tidak dapat meningkatkan persentase potongan karkas komersial pada ayam kampung jantan umur 14 minggu.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung daun pepaya fermentasi dalam ransum pada level 8% dan 16% tidak berpengaruh terhadap potongan karkas komersial itik bali betina umur 26 minggu.
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana,Pembimbing Penelitian, danseluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina D, N Iriyanti S, Mugiyono. 2013. Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan pada Berbagai Jenis Itik Lokal Betina yang Pakannya di Suplementasi Prebiotik. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(2):691-698.
Akoso, T. B. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius: Yogyakarta; Hal: 157-160.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Mutakhir. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Anggraeni. 1999. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan Morfologi Serabut Dada (Mucullus pectoralis dan Mucullus supracorarideus) pada Itik dan Entok Lokal. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ariawan, P. T. B. 2016. Pengaruh Pemberian Sari Daya Daun Pepaya Terfermentasi dalam Ransum terhadap Potongan Karkas Komersial, Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2016. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementrian Pertanian, Republik Indonesia. Jakarta.
Hapsari, Rr. D. S. 2004. Bobot dan Persentase Karkas Ayam Kampung Jantan Umur 14 Minggu Akibat Pemberian Tepung Daun Pepaya dalam Ransum. Undergraduate Thesis, Fakultas Peternakan. UNDIP.
Hartono, R. Matnur, Hakim, T. Sugiharto dan Spudiati. 1994. Pengaruh suhu pengasapan dan penggunaan papain terhadap keempukan daging ayam buras. Jurnal Penelitian Universitas Mataram. 1(7): 1-10.
Indriani, Y. H. 2007. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jay, J. M, M. J. Loessner, dan D. A. Golden. 2005. Modern Food Microbiology. 7th Ed. Springer Science. New York: 790 hlm.
Kiha, A. F, W. Murningsih dan Tristiarti. 2012. Pengaruh pemeraman ransum dengan sari daun pepaya terhadap kecernaan lemak dan energi metabolis ayam broiler. J. Animal Agricultural. 1(1): 265-276
Kristiani, N. K. M. 2017. Potongan Karkas Komersial Itik Bali Betina yang diberi Ransum Dengan Suplementasi Daun Pepaya Terfermentasi. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Kurnia Y. 2011. Morfometri Ayam Sentul, Kampung, dan Kedu pada Fase Pertumbuhan dari Umur 1-12 Minggu. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Morrison, F. B. 1961. Feeds and Feeding, Abridged. 9th. Ed., The Morrison Publishing Co. Clington, New York.
Nugraha, D., U. Atmomarsono dan L. D. Mahfudz. 2012. Pengaruh Penambahan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Fermentasi dalam Ransum terhadap Produksi Telur Itik Tegal. Animal Agricultural Journal, Vol. 1.No. 1. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang.
Rositawati, I., N. Saifut, Muharlien. 2010. Upaya Peningkatan performa Itik Mojosari Periode Stater Melalui Penambahan Temulawak (Curcuma xanthoriza) pada Pakan. Jurnal Ternak Tropika, 11(2): 32-40.
Scott, M. L, M. C. Nesheim dan R. J. Young. 1982. The Nutrition of The Chicken. 3th Edition M. L. Ithaca. New York.
Sinurat, A. P. 2000. Penyusunan Ransum Ayam Buras dan Itik. Pelatihan Proyek Pengembangan Agribisnis Peternakan. Dinas Peternakan DKI Jakarta. Jakarta.
Siregar, A. P., S. Pramu dan M. Sarbini. 1975. Teknik Berternak Ayam Pedaging di Indonesia. Margie Group, Jakarta.
Siti, N. W. 2013. Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Papaya (Carica papaya L.) dalam Ransum Komersial terhadap Penampilan, Kualitas Karkas serta Profil Lipida Darah dan Daging Itik Bali Jantan. Disertasi Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Soeparno, R. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeparno, R. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada Unversity Press, Yogyakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatau Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Sutama, I. N. S. dan N. M. S. Sukmawati. 2017. Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Pepaya Terfermentasi Terhadap Performans Itik Bali. Laporan Penelitian. Universitas Udayana. Denpasar.
Triyantini, Abubakar, I. A. K. Bintang, dan T. Antawidjaja. 1997. Studi Komparatif Preferensi, Mutu dan Gizi Beberapa Jenis Unggas. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2(3): 157-163.
USDA (United State Department of Agriculture). 1977. Poultry Guiding Manual. US Government Printing Office Washington D. C.
Widjastuti, 2009. Pemanfaatan tepung daun pepaya (Carica papaya. L L Ess) dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas telur ayam Sentul. Agroland Journal. 16(3): 268 – 273.
Astika et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 412- 424
Page 424
Discussion and feedback