e--journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: July 3, 2018 Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita

Accepted Date: July 6, 2018


PEMBERIAN PROBIOTIK BAKTERI SELULOLITIK B-6 MELALUI AIR MINUM TERHADAP PRODUKSI TELUR AYAM LOHMANN BROWN UMUR 40-48 MINGGU

WEDANA. I G. R., I.G.N.G BIDURA, DAN D.P.M.A.CANDRAWATI PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar

E-mail: risky.bly@gmail.com Telphone : 085237188968

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum terhadap produksi telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu. Penelitian dilaksanakan di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali, selama tiga bulan yaitu mulai dari persiapan sampai dengan penyusunan laporan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah: air minum tanpa penambahan probiotik bakteri selulolitik B-6 sebagai kontrol (P0), air minum dengan penambahan probiotik bakteri selulolitik B-6 sebanyak 0,2 % (P1), dan air minum dengan penambahan probiotik bakteri selulolitik B-6 dengan 0,4 % (P2). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, konsumsi air minum, jumlah telur, berat telur total,berat telur rata-rata dan Feed Convertion Ratio (FCR). Hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi ransum ,air minum, jumlah telur,berat telur total dan berat telur rata-rata pada perlakuan P1 dan P2 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan P0 sedangkan FCR mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian bakteri selulolitik B-6 sebagai sumber probiotik melalui air minum pada level 0,2% dan 0,4% dapat meningkatkan produksi telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu dan menurunkan FCR.

Kata kunci: Probiotik Bakteri Selulolitik B-6, Konsumsi, Ayam Lohmann Brown, Produksi telur

THE EFFECT OF FEEDING LEVEL OF B-6 CELLULOLYTIC BACTERIA PROBIOTIC ADMINISTERED THROUGH DRINKING

WATER ON THE EGG PRODUCTION OF

LOHMANN BROWN HEN 40 - 48 WEEK OLD

ABSTRACT

The aim of this research is to study the effect of B-6 cellulolytic bacteria probiotic through drinking water on the 40-48 week old Lohmann Brown hen egg production 40-48 weeks old. The research was conducted in Dajan Peken Village, Tabanan, Bali, for three months starting from preparation until report writing. The design used in this study was Completely Randomized Design (RAL) with three treatments and six replications. The treatments were: drinking water


without probiotic addition of B-6 cellulolytic bacteria as control (P0), drinking water with probiotics of B-6 cellulolytic bacteria as much as 0.2% (P1), and drinking water with B- 6 probiotic of cellulolytic bacteria with 0.4% (P2). The variables observed in this study were ration consumption, drinking water consumption, egg number, total egg weight, average egg weight and Feed Conversion Ratio (FCR). The results showed that the consumption of rations, drinking water, total eggs, total egg weight and average egg weight at treatment of P1 and P2 were significantly higher (P <0.05) compared with P0 treatment while the FCR has decrease. Based on the results, it can be concluded that the provision of B-6 cellulolytic bacteria as a source of probiotics through drinking water at the level of 0.2% and 0.4% can increase the 40-48 week old Lohmann Brown hen egg production and decrease FCR.

Keywords: Probiotics of B-6 Cellulolytic Bacteria, Consumption, Lohmann Brown hen, Egg Production

PENDAHULUAN

Usaha peningkatan mutu sumber daya manusia dalam menghadapi era globalisasi tidak lepas dari upaya peningkatan gizi masyarakat, oleh karena itu, diperlukan peningkatan produksi protein hewani seperti daging, susu dan telur. Selain daging dan susu, telur merupakan bahan makanan yang kaya akan gizi yang baik untuk kesehatan manusia. Zat gizi yang ada pada telur sangat mudah untuk dicerna dan dimanfaatkan tubuh. Menurut Komala (2008) Kandungan gizi telur terdiri dari: 73,7% air, 12,9% protein, 11,2% lemak dan 0,9% karbohidrat, dan hampir tidak terdapat kadar lemak pada putih telur. Telur menjadi sumber protein yang baik bagi manusia, telur juga merupakan hasil ternak yang mempuyai manfaat besar dalam mengatasi masalah gizi yang terjadi di masyarakat. Begitu besarnya manfaat telur dalam kehidupan manusia sehingga telur sangat dianjurkan untuk dikonsumsi anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui, orang yang sedang sakit atau dalam proses penyembuhan, serta usia lanjut.

Ayam Lohman Brown adalah tipe ayam petelur yang popular dikembangkan. Untuk mendapatkan produktifitas telur maksimal faktor pakan sangat menentukan. Pakan yang diberikan biasanya banyak yang berasal dari limbah yang biasanya mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi. Kandungan serat kasar yang tinggi sudah barang tentu akan mempengaruhi kecernaan zat – zat makanan, sehingga akan mempengaruhi produksi telur yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan pendapat (Suryahadi et al., 2001) yang menyatakan kebutuhan zat-zat makanan harus terpenuhi dan tersedia dalam ransum, namun karena rendahnya mutu ransum

ternak, mengakibatkan produk hasil peternakan di Indonesia terbatas. Salah satu pendekatan untuk memperbaiki kualitas ransum ternak, yaitu dengan menambahkan probiotik.

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang bila diberikan melalui saluran pencernaan, memiliki dampak positif pada kesehatan dan produksi inang. Pemberian probiotik diharapkan dapat meningkatkan peran flora normal dalam saluran pencernaan untuk menghasilkan enzim eksogen, seperti amilase, protease, dan lipase yang dapat meningkatkan aktivitas enzim endogen untuk menghidrolisis pakan (Putra et al., 2015). Penggunaan probiotik secara nyata dapat meningkatkan kandungan “lysine analoque S-2-aminoethyl-cysteine” dalam saluran pencernaan unggas (Sand dan Hankind, 1976).

Menurut Yoni (2015) bahwa suplementasi probiotik (Saccharomyces spp.G-7) dalam ransum pada level 0,20% dan 0,40% nyata menurunkan jumlah lemak dan kadar kolesterol broiler umur 2-6 minggu sedangkan berdasarkan hasil penelitian Bidura et al., (2014) telah berhasil mengisolasi kultur bakteri selulolitik unggul dengan kode B6 yang dapat digunakan sebagai sumber probiotik. Hal ini memungkinkan karena mikroba cairan rumen kerbau ternyata mempunyai aktivitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan mikroba selulolitik ternak lainnya.

Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui pengaruh probiotik selulolitik B-6 yang berasal dari isolat rumen kerbau diberikan melalui air minum terhadap produksi telur ayam lohman brown umur 40-48 minggu.

MATERI DAN METODE

Materi

Ayam

Ayam yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur Lohmann Brown umur 40 minggu (fase peneluran II). Ayam diperoleh dari peternak di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali sebanyak 36 ekor dengan berat badan homogen (1.527±20,36 g).

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem battery colony dari bilah bambu sebanyak 18 buah. Tiap petak kandang berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 40 cm.

Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan kandang dengan atap genteng dan sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari pipa. Pada bagian bawah lantai kandang dipasang lembaran terpal kecil untuk menampung kotoran ayam, sehingga mudah dibersihkan dengan hanya mengangkat lembaran terpal kecil tersebut.

Ransum dan air minum

Pemberian ransum dan air minum dilakukan secara ad libitum. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan hasil perhitungan kandungan zat gizi dapat dilihat pada Tabel 2 Air minum yang diberikan adalah probiotik selulolitik B-6 .

Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum ayam Lohman Brown umur 40-48 minggu.

Bahan Pakan (%)

Ransum Perlakuan1)

P0

P1

P2

Jagung Kuning

50

50

50

Konsentrat Layer KLS Super Plus2)

35

35

35

Dedak Padi

15

15

15

Total

100

100

100

Probiotik Selulolitik B-6 3)

-

0,2

0,4

Keterangan :

1. Air minum tanpa probiotik sebagai kontrol (P0) , Air minum yang diberi 0,2 % probiotik bakteri selulolitik

B-6 (P1) dan Air minum yang diberi 0,4 % probiotik bakteri selulolitik B-6 (P2) .

2. Konsentrat KLS Super plus produksi PT Wonokoyo Jaya Corporindo. Kandungan ME konsentrat Layer KLS Super Plus dianalisis di lab.

3. Diberikan lewat air minum.

Tabel 2 Kandungan zat gizi ransum ayam lohman brown umur 40 – 48 minggu1).

Kandungan zat gizi

Perlakuan2)                             3)

P0           P1            P2         Standar3)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

Protein Kasar (%)

Lemak Kasar (%)

Serat Kasar (%)

Ca (%)

P tersedia (%)

2979,5       2979,5        2979,5        2900

18,00         18,00          18,00         18,00

5,3             5,3              5,3            5-104)

4,9            4,9             4,9           3-84)

3,528         3,528          3,528          3,4

0,76          0,76           0,76          0,35

Keterangan :

1. Perhitungan berdasarkan tabel zat makanan menurut Scott et al., (1982).

2. Ayam yang diberikan air minum tanpa probiotik B-6 selulolitik sebagai kontrol (P0), ayam yang diberikan probiotik bakteri selulolitik B-6 0,2% (P1), ayam yang diberikan probiotik bakteri selulolitik 0,4% (P2).

3. Standar Scott et al., (1982).

4. Standar Morrison (1961)

Probiotik kultur bakteri selulolitik

Isolat bakteri Selulolitik B-6 merupakan hasil isolasi dari rumen kerbau dan telah lolos uji pada berbagai level suhu, pH, asam dan garam empedu, serta mampu mendekonjugasi kolesterol sehingga potensial sebagai probiotik (Bidura et al., 2014). Kultur bakteri selulolitik yang digunakan diproduksi menggunakan isolat bakteri selulolitik unggul 1 atau isolat bakteri terbaik hasil penelitian Bidura (2014) yang diisolasi dari limbah isi rumen kerbau, dengan kode B-6 yang ditumbuhkan pada medium padat, yaitu 150 g molase, 15 g urea, 5 g jeruk nipis, 5 g vitamin multi mineral, 400 g dedak padi dan air. Bakalan kultur selanjutnya diinkubasi selama 1 minggu dalam kondisi anaerob dengan suhu 37oC, setelah proses inkubasi dilanjutkan dengan proses pelleting dan pengeringan bertingkat menggunakan suhu 35oC-34oC selama 3-4 hari, sehingga kadar air produk ±15%. Kutlur bakteri yang telah jadi siap dimanfaatkan pada kegiatan penelitian selanjutnya.

Metode

Tempat dan lama penelitian

Penelitian lapangan di laksanakan di kandang milik petani peternak di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Bali, sedangkan analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu mulai dari persiapan sampai dengan penyusunan laporan. Rancangan penelitian

Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dan enam kali ulangan. Tiap ulangan (unit percobaan) menggunakan 2 ekor ayam petelur Lohmann Brown umur 40 minggu dengan berat badan dan umur peneluran yang hampir sama. Jumlah ayam yang digunakan yaitu 36 ekor dari 18 petak kandang. Cara memperkecil perbedaan pengaruhnya yaitu dengan cara memperbanyak ulangan. Perlakuan yang cobakan adalah:

  •    Air minum tanpa penambahan kultur probiotik bakteri selulolitik B-6 sebagai kontrol (P0).

  •    Air minum dengan penambahan 0,2% kultur probiotik bakteri selulolitik B-6 (P1).

  •    Air minum dengan penambahan 0,4% kultur probiotik bakteri selulolitik B-6 (P2). Pengacakan ayam

Ayam yang dijadikan objek penelitian dipilih dengan kondisi sehomogen mungkin, baik dari segi umur, tipe, maupun berat badannya. Untuk mendapatkan berat badan ayam yang homogen, maka ayam yang akan digunakan ditimbang sebagian untuk mendapatkan berat rata-rata. Selanjutnya, ayam ditimbang satu per satu dan dimasukkan kedalam kandang pengelompokan. Kandang pengelompokan diberi kode sesuai berat badan ayam yang diperoleh. Kemudian, ayam diacak berdasarkan berat badannya supaya diperoleh berat badan yang homogen (P<0,05). Ayam yang akan digunakan sebanyak 36 ekor umur 40 minggu dan dimasukkan kedalam masing-masing petak kandang (unit percobaan) yang berjumlah 18 petak dengan tiap petak diisi 2 ekor ayam.

Pencampuran ransum

Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu selama penelitian berlangsung, dengan menimbang bahan-bahan penyusunan ransum sesuai dengan perlakuan. Bahan penyusun ransum terdiri atas jagung kuning 50%, konsentrat 35%, dedak padi 14,5% dan suplementasi 0,5%. Penimbangan dilakukan mulai dari bahan yang komposisinya paling banyak hingga paling sedikit. Pakan disusun dari komposisi paling banyak sampai paling sedikit, lalu dibagi menjadi empat bagian yang sama, masing-masing bagian dicampur secara merata, dan dicampur silang sampai diperoleh campuran yang homogen. Pakan yang sudah homogen ditimbang masing-masing 2 kg untuk disimpan di ember yang telah diisi label perlakuan. Pakan tersebut diberikan kepada tiap petak kandang untuk 1 minggu Pemberian ransum dan air minum

Ransum perlakuan dan air minum diberikan ad libitum sepanjang periode penelitian. Cara pemberian probiotik lewat air minum yaitu: Diberikan air minum tanpa probiotik bakteri selulolitik B-6 kontrol (P0), untuk penambahan 0,2% probiotik dalam air minum dengan cara mencampurkan 2 cc probiotik dalam 1000 cc air minum (P1), Untuk penambahan 0,4% probiotik dalam air minum dengan cara mencampurkan 4 cc probiotik dalam 1000 cc air minum (P2).

Sedangkan untuk pemberian ransum diberikan 3/4 bagian agar ransum tidak tercecer. Ransum dan air minum diberikan ad libitum sepanjang periode penelitian.

Variabel yang diamati

  •    Konsumsi ransum: dihitung setiap minggu, yaitu jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan sisa.

  •    Konsumsi air minum: diukur setiap hari, yaitu jumlah air minum yang diberikan dikurangi dengan sisa.

  •    Jumlah telur total : dihitung dengan cara menghitung jumlah telur yang dihasilkan selama penelitian.

  •    Berat telur total: dihitung dengan menimbang berat telur selama penelitian.

  •    Berat telur rata-rata : diperoleh dari total berat telur tiap perlakuan dibagi jumlah telur.

  •    Feed Conversion Ratio (FCR): merupakan perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur total.

Analisis statistik

Data yang diperoleh di analisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi ransum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh ayam yang mendapatkan perlakuan P0 (kontrol) selama delapan minggu adalah 7297,33 g/ekor/8 minggu (Tabel 3). Ayam yang diberi probiotik bakteri selulolitik B-6 0,2 % pada air minum (P1) dan ayam yang diberi probiotik bakteri selulolitik B-6 0,4 % pada air minum secara berurutan mengkonsumsi ransum masing-masing: 3,59% dan 3,31% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada ayam yang mendapatkan perlakuan tanpa probiotik bakteri selulolitik B-6 (P0). Sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan P2 (pemberian 0,4% probiotik bakteri selulolitik B-6) 0,27 % tidak nyata (P>0,05) lebih rendah konsumsi ransumnya dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan P1 (pemberian 0,2% bakteri selulolitik B-6) .

Tabel 3. Pengaruh pemberian probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum terhadap produksi telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu.

Variabel

Perlakuan1)                          2)

P0         P1         P2       SEM

Konsumsi ransum (g/ek/8 mg)

Konsumsi air minum(liter/ek/8 mg)

Jumlah telur (butir/ek/8 mg)

Berat telur total (g/8 mg)

Berat telur rata-rata (g/8 mg)

Feed conversion ratio (FCR)

7297,33a(3)     7559,33b      7539 b        29,91

21,27 a        22,54 b       22,78 b        0,28

42,41 a        43,98 b       44,45 b        0,27

2339,58 a     2563,62 b      2605 b       20,50

55,17 a        58,29 b       58,60 b        0,28

3,12 a          2,95 b         2,90 b         0,03

Keterangan:

1) Ransum dengan air minum tanpa probiotik selulolitik B-6 sebagai perlakuan kontrol (P0), ransum dengan air minum yang diberikan probiotik selulolitik B-6 0,2% (P1), ransum dengan air minum yang diberikan probiotik bakteri selulolitik B-6 0,4% (P2).

2) Standart error of the treatment means

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

Konsumsi ransum yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 7297,33 g/ekor/8 minggu pada ayam yang mendapatkan perlakuan P0 (kontrol), 7559,33 g/ekor/8 minggu pada ayam yang mendapatkan perlakuan P1 dan 7539 g/ekor/8 minggu pada ayam yang mendapatkan perlakuan P2. Konsumsi ransum pada perlakuan P1 dan P2 meningkat secara nyata 3,59% dan 3,31% dari perlakuan P0 (kontrol). Hal ini disebabkan, penambahan probiotik bakteri selulolitik B-6 pada perlakuan P1 dan P2 masing-masing sebesar 0,2% dan 0,4% dalam air minum menghasilkan enzim selulase yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi glukosa sehingga dapat memperbaiki kecernaan serat kasar pada pakan ternak. Karakterisasi enzim selulase dapat membantu mengetahui kondisi optimum enzim saat bekerja. Penggunaan probiotik ini sebagai pengganti peran antibiotik. Seperti diketahui pakan unggas umumnya berasal dari limbah pertanian yang banyak mengandung serat kasar yang sulit dicerna, probiotik bakteri selulolitik B-6 merupakan probiotik yang mengandung bakteri selulolitik yang mampu mencerna serat kasar dengan baik. Ini didukung oleh (Prabowo et al., 2007) bahwa mikroba cairan rumen kerbau ternyata mempunyai aktivitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan mikroba selulolitik ternak lainnya, seperti rayap, feses gajah, dan sapi. Pemberian kultur mikroba cairan rumen kerbau kepada ayam petelur diharapkan dapat menimbulkan efek sinergistik antara species mikroba rumen kerbau dengan mikroba saluran pencernaan ayam, sehingga dapat menyebabkan kemampuan mencerna ayam terhadap pakan serat meningkat. Pada penambahan probiotik diduga

bahwa mikroorganisme yang menguntungkan dalam saluran pencernaan sangat berperan dalam mengoptimalkan konsumsi ransum, sehingga penyerapan zat-zat nutrisi berlangsung dengan sempurna (Scott et al., 1982). Pada penelitian ini, ayam yang mengkonsumsi ransum dan asam amino yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhannya, dapat mengkonsumsi pakan dan tumbuh lebih baik dari ayam perlakuan lainnya, menggunakan energi lebih efisien sehingga produksi telur yang dihasilkan lebih efisien. Dilaporkan juga oleh Bidura (2012) , probiotik dalam saluran pencernaan dapat menekan bakteri E.Coli dan kadar gas amonia, sehingga ternak menjadi nyaman. Dalam keadaan nyaman maka ternak akan meningkatkan konsumsi pakan maupun air minumnya. Didukung oleh (Tillman et al., 1986), konsumsi ransum berkolerasi dengan pemenuhan kebutuhan hidup pokok maupun produksi. Semakin meningkat konsumsi ransum, maka semakin banyak asupan nutrien yang diperoleh untuk pemenuhan hidup pokok dan produksi telur.

Konsumsi air minum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi air minum ayam yang mendapat perlakuan P0 adalah 21,27 liter/ekor/8 minggu (Tabel 3). Rataan konsumsi air minum ayam yang mendapat perlakuan P1 dan P2 masing-masing adalah: 5,92% dan 7,09% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada ayam yang mendapatkan perlakuan tanpa probiotik bakteri selulolitik B-6 (P0). Sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan P2 (pemberian 0,4% probiotik bakteri selulolitik B-6) 1,05% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi konsumsi air minumnya dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan P1 (pemberian 0,2% bakteri selulolitik B-6) .

Konsumsi air minum yang didapat dalam penelitian ini yaitu sebesar 21,27 liter/ekor/8 minggu pada ayam yang mendapatkan perlakuan P0 (kontrol), 22,54 liter/ekor/8 minggu pada ayam yang mendapatkan perlakuan P1 dan 22,78 liter/ekor/8 minggu pada ayam yang mendapatkan perlakuan P2. Hal ini menunjukan konsumsi air minum pada perlakuan P1 dan P2 meningkat secara nyata 5,92% dan 7,09% dari perlakuan P0 (kontrol). Dalam konsumsi yang normal, konsumsi ransum yang meningkat, akan berbanding lurus dengan konsumsi air minum. Makin banyak ternak mengkonsumsi ransum maka akan semakin banyak pula ternak mengkonsumsi air minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyu (2004) bahwa konsumsi air minum pada unggas dipengaruhi oleh jumlah ransum yang dikonsumsi, suhu lingkungan, serta besar kecilnya tubuh ternak. Probiotik bakteri selulolitik B-6 ini diberikan melalui air minum

berguna untuk mempermudah ternak mencerna serat dari pakan. Fungsi air yaitu untuk memudahkan ternak dalam pencernaan makanan pada ternak sehingga konsumsi ransum pada ternak terpenuhi secara optimal, maka dari pada itu konsumsi air minum meningkat.

Jumlah telur, berat telur dan berat telur rata-rata

Jumlah telur ayam yang diberi perlakuan P0 (kontrol) tanpa pemberian probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum adalah 42,41 butir/ekor/8 minggu tertera pada (Tabel 3). Rataan jumlah telur ayam yang mendapat perlakuan P1 (pemberian 0,2% probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum) dan perlakuan P2 (pemberian 0,4% probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum) masing-masing adalah 3,70% dan 4,81% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada ayam yang mendapatkan perlakuan tanpa probiotik bakteri selulolitik B-6 (P0).

Total berat telur yang dihasilkan oleh ayam perlakuan P0 (kontrol) adalah 2339,58 g/8 minggu (Tabel 3). Rataan berat telur ayam yang mendapat perlakuan P1 (pemberian 0,2% probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum) dan perlakuan P2 (pemberian 0,4% probiotik bakteri selulolitik B-6 melalui air minum) masing-masing adalah 9,57% dan 11,34% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada ayam yang mendapatkan perlakuan tanpa probiotik bakteri selulolitik B-6 (P0). Berat telur rata-rata pada ayam perlakuan P0 (kontrol) selama delapan minggu penelitian adalah 55,17 g/8 minggu (Tabel 3). Rataan berat telur rata-rata ayam pada perlakuan P1 dan P2 masing-masing adalah 5,65% dan 6,21% nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada ayam yang mendapatkan perlakuan tanpa probiotik bakteri selulolitik B-6 (P0).

Jumlah telur, berat telur total dan berat telur rata-rata yang didapat dalam penelitian ini meningkat secara nyata. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan probiotik bakteri selulolitik B-6 yang merupakan mikroba yang diisolasi dari rumen kerbau serta mempunyai kemampuan mencerna serat kasar dengan baik, seperti diketahui pemberian pada ransum unggas yang biasanya berasal dari limbah yang mempunyai serat sulit dicerna oleh ternak, maka dari pada itu dengan pemberian probiotik ini diharapkan pencernaan zat-zat makanan menjadi lebih optimal sehingga jumlah telur, berat telur total dan berat telur rata-rata juga meningkat. Penggunakan probiotik secara nyata dapat meningkatkan kandungan “lysine analoque S-2-aminoethyl-cystine” dalam saluran pencernaan unggas Sand dan Hankind (1976). Lisin merupakan asam amino esensial penyusun protein yang dalam pelarut air bersifat basa. Lisin memiliki peran dalam

produksi karnitin dan kolagen. Manfaat karnitin diantaranya adalah mendorong pertumbuhan dan pengembangan tubuh dengan meningkatkan pembentukan kolagen, mendukung produksi protein lain seperti enzim, antibodi, hormon dan nutrient. Banyaknya asupan nutrien berpengaruh terhadap jumlah telur, berat telur total, berat telur rata-rata, sehingga menentukan produksi telur yang dihasilkan. Semakin meningkat konsumsi ransum, maka semakin banyak asupan nutrien yang diperoleh untuk pemenuhan hidup pokok dan produksi telur. Ayam membutuhkan nutrien dalam memproduksi telur yang diperoleh dari konsumsi ransum. (Bidura et al., 2014), menyatakan bahwa penggunaan probiotik bakteri selulolitik B-6 rumen kerbau dapat meningkatkan berat telur karena probiotik dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum, sehingga penyerapan zat-zat makanan meningkat serta dapat mengoptimalkan kualitas produksi telur, salah satunya berat telur.

Feed conversion ratio (FCR)

Rataan nilai FCR (Feed Conversion Rasio) selama delapan minggu penelitian pada ayam kontrol (P0) adalah 3,12/ekor (Tabel 3). Rataan FCR ayam yang mendapat perlakuan P1 dan P2 masing-masing adalah: 5,44% dan 7,05% nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P0. Sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan P2 (pemberian 0,4% probiotik bakteri selulolitik B-6) 1,69% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan P1 (pemberian 0,2% bakteri selulolitik B-6) .

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata FCR pada ayam yang diberi air minum tanpa kultur bakteri selulolitik (P0) adalah 3,12. Pada perlakuan P1 dan P2 masing-masing adalah: 5,44% dan 7,05% berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P0. Feed Conversion Ratio (FCR) merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran tentang tingkat efisiensi penggunaan ransum. Semakin rendahnya angka FCR, maka semakin tinggi tingkat efisien penggunaan ransum Anggorodi (1994). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemberian air minum dengan penambahan kultur bakteri selulolitik 0,4% (perlakuan P2) dapat menghasilkan nilai FCR paling rendah yaitu sekitar 2,90 yang asumsinya untuk meningkatkan 1 g berat telur ayam lohman brown harus makan 2,9 g. Hal ini dikarenakan kultur bakteri selulolitik sebagai sumber probiotik dapat meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan unggas, sehingga ransum akan teremulsi dan lebih memudahkan proses pencernaan. Probotik dapat mengubah pergerakan mucin dan populasi mikroba didalam usus halus, sehingga

keberadaannya dapat meningkatkan fungsi zat makanan (Mountzouris et al., 2010). Hal senada juga disampaikan oleh (Bidura et al., 2014) bahwa penggunaan bakteri selulolitik yang diisolasi dari rumen kerbau dapat berperan sebagai sumber probiotik serta mampu meningkatkan kandungan nutrisi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian probiotik bakteri selulolitik B-6 sebanyak 0,2% - 0,4% pada air minum dapat meningkatkan produksi telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta

Bidura,2012. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces Cerevisiae yang Diisolasi dari Ragi Tape untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi Dedak Padi dan Penampilan Itik Bali Jantan. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Unud.,Denpasar

Bidura, I. G. N.G., Siti, N.W dan I.A. Putri Utami, 2014. Isolation of Cellulolytic bacteria from rumen liquid of buffalo both as a probiotic properties and has CMC-ase activity to improve nutrient quality of soybean distillery by-product as feed. International journal of pure and applied bioscience.Vol. 2 (5) 10-18.

Komala, I. 2008. Kandungan GIzi Produk Peternakan. Student Master Animal Science, Fac. Agriculture-UPM.

Morrison, F. B. 1961. Feed and feeding. Abridged 9 th Ed. The Morrison Publs. Co. arrangeville, Ontario, Canada.

Mountzouris K.C. P. Tsitrsikos, I. Palamidi, A. Arvaniti, M. Mohnl, G. Schatzmayr and K. Fegeros. 2010. Effects of probiotik inclusion levels in broiler nutrion on growth performance, nutrient digestibility, plasma immunoglobulins, and cecal micrroflora compostion. Poult. Sci. 89:58-67.

Nasution, S., dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransum yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Padang

North dan Bell. 1990. Commercial Production Manual. Oklahama. New York.

NRC. 1984. Nutrient Requirement of Poultry of. 7th Fd. National Academy of Sciences. Washington D.C.

Prabowo, A., S. Padmowijoyo, Z. Bachrudin dan A. Syukur. 2007. Potensi selulolitik campuran dari ekstrak rayap, larutan feses gajah, dan cairan rumen kerbau. J. of The Indonesian Tropical Anim. Agric. 32 (3): 151-158

Putra AN, Utomo NBP, Widanarni. 2015. Growth performance of tilapia (Oreochromis niloticus) fed with probiotic, prebiotic and synbiotic in diet. Pakistan Journal of Nutrition. 14: 263268.

Sand, D.C. and L. Hankind. 1976. Fortification of Foods by Fermentation with Lysine-Exreting Mutants of Lactobacilli. J. Agric. Food Chem. 24: 1104-1106

Scott, M. L., J. M. G. Neshin and R. Young, 1982.Nutrition of Chicken 3th Ed.Publ.By M. L. Scott Association, New York.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statstics. McGraw-Hill Book Co., New York.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohardiprodjo, P. Soeharsono dan L. Soekamto. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Wahyu, J. 2004. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Cetakan ke-5 Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

Yoni,2015. Suplementasi Probiotik Saccharomyces spp.G-7 dalam Ransum Basal Terhadap Jumlah Lemak Abdomen dan Kadar Kolesterol Serum Darah Broiler Umur 2-6 Minggu. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana.

Wedana et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 387-399

Page 399