e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: Juny 9, 2018 Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita

Accepted Date: July 3, 2018


KECERNAAN NUTRIEN PADA SAPI BALI YANG DIBERI RANSUM TERFERMENTASI INOKULAN BAKTERI LIGNOSELULOLITIK KOLON SAPI DAN SAMPAH ORGANIK

Sobari, M., I M. Mudita., I G. L. O. Cakra

PS Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman, Denpasar E-mail: minan.sobari@gmail.com Telp: 082144034054

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan teknologi fermentasi ransum dengan penambahan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik terhadap kecernaan nutrien sapi bali dan untuk mengetahui formula inokulan yang mampu menghasilkan ransum dengan kandungan nutrien yang lebih baik. Penelitian ini menggunakan rancangan bujur sangkar latin dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas: ransum difermentasi tanpa inokulan unggul (PSB0), ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik (PSB1), ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1 dari sampah organik (PSB2), ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik (PSB3). Peubah yang diamati adalah kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, kecernaan serat kasar, kecernaan protein kasar, jumlah bahan kering tercerna, jumlah bahan organik tercerna, jumlah serat kasar tercerna dan jumlah protein kasar tercerna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan nutrien ransum PSB1, PSB2 dan PSB3 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ransum PSB0. Jumlah bahan kering dan bahan organik tercerna ransum PSB1, PSB2 dan PSB3 memiliki nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan ransum PSB0, sedangkan jumlah serat kasar dan protein kasar tercerna pada ransum PSB1, PSB2 dan PSB3 memiliki nilai yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan PSB0. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fermentasi ransum menggunakan inokulan unggul dari kolon sapi bali dan sampah organik dapat meningkatkan kecernaan nutrien dan jumlah nutrien tercerna pada ransum serta ransum PSB1 menunjukkan nilai kecernaan nutrien dan jumlah nutrien tercerna tertinggi dibandingkan ransum yang lain.

Kata kunci: kolon sapi, sampah organik, inokulan, dan nutrien ransum.

DIGESTIBILITY NUTRIENT OF BALI CATTLE FED RATION

FERMENTED LIGNOCELLULOLYTIC BACTERIA

INOCULANT OF CATTLE COLON AND ORGANIC WASTE

ABSTRACT

The research aims to evaluated the effect of fed ration fermented by superior lignocellulolytic bacteria of bali cattle colon and organic waste towards the digestibility of nutrients bali cattle and to know the formula of inoculant which is able to produce ration with better nutrient content. This research uses the latin square design with four treatments and four replicates. The treatments consists of: rations fermented without superior inoculant


(PSB0), fermented rations with the best bacteria culture 1, 2 of bali cattle colon and best 1, 2 of organic waste (PSB1), fermented rations with the best bacteria culture 1, 2 of bali cattle colon and best 1 of organic waste (PSB2), fermented rations with the best bacteria culture 1 of bali cattle colon and best 1, 2 of organic waste (PSB3). The observed variables were dry matter digestibility, organic matter digestibility, crude fiber digestibility, crude protein digestibility, digested dry matter amount, digested organic matter amount, digested crude fiber amount and digested amount of crude protein. The results showed that the digestibility of nutrient rations PSB1, PSB2 and PSB3 significantly (P<0.05) higher than the ration PSB0. The amount of dry matter and organic matter digested ration PSB1, PSB2 and PSB3 have different values not significantly (P>0.05) compared with PSB0 rations, whereas the amount of crude fiber and crude protein digested in PSB1, PSB2 and PSB3 rations has significantly (P<0.05) higher than PSB0. Based on the results of this study it can be concluded that fermentation of rations using superior inoculant from bali cattle colon and organic waste can improve the digestibility of nutrients and the amount of digested nutrients in rations and PSB1 rations shows the highest digestibility of nutrient and nutrient digested compared than other rations.

Key words: Cattle Colon, Organic Waste, Inoculant, Nutrients Digestibility.

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang cukup penting dan terdapat dalam jumlah yang cukup besar (Handiwirawan dan Subandriyo, 2004). Dibandingkan sapi asli atau sapi lokal lainnya di Indonesia (sapi Ongole, PO dan Madura), persentase sapi bali adalah yang tertinggi (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002). Mengingat jumlahnya yang cukup besar dan penyebarannya yang cukup luas maka sapi bali merupakan bangsa ternak sapi yang cukup penting dalam penyediaan daging nasional. Pada tahun 2002, produksi daging nasional dari ternak sapi mencapai lebih dari 320 ribu ton, yaitu sekitar 20,5% dari total produksi daging nasional dari beberapa komoditas ternak, dan menempati peringkat kedua setelah produksi daging ayam potong (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002).

Pada berbagai lingkungan pemeliharaan di Indonesia, sapi bali memperlihatkan kemampuannya untuk berkembang biak dengan. Keunggulan sapi bali yaitu memiliki daya adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik (Masudana, 1990), seperti dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah (Sastradipradja, 1990), mempunyai fertilitas dan conception rate yang sangat baik (Oka dan Darmadja, 1996), persentase karkas yang tinggi yaitu 52-57,7% (Payne dan Rollinson, 1973), memiliki daging berkualitas baik dengan kadar lemak rendah (kurang lebih 4%) (Payne dan Hodges, 1997) dan tahan terhadap parasit internal dan eksternal (National Research Council, 1983). Untuk mempertahankan kemampuan tingkat produktivitas Sapi bali, perlu perbaikan kualitas pakan yang tersedia

terutama pada musim kemarau, pada kondisi ini sumber pakan yang banyak tersedia adalah limbah dari kegiatan pertanian.

Limbah dapat pula di artikan sebagai suatu substansi yang di peroleh selama pembuatan sesuatu (produk sampingan/by-product), produk sisa (residu) atau sesuatu yang tidak berguna dan harus di buang (sampah/waste) (Mastika, 1991). Limbah pertanian seperti jerami padi, dedak padi, dedak jagung merupakan limbah pertanian yang tersedia dalam jumlah yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan produk samping pertanian lainnya dan terdapat hampir di setiap daerah di Indonesia. Produksi jerami padi mencapai 12-15 ton per hektar (Haryanto, 2000). Menurut Anom (2005 dalam Bidura et al., 2008), kandungan nutrien jermai padi terdiri atas protein kasar 4,5%, lemak kasar 1,3%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 42%, abu 16 ,5%, dan bahan keringnya 80%. Selain itu, Sireger (1996) menyebutkan bahwa jerami padi juga mengandung serat kasar 35%, kalsium 0,19%, fosfor 0,1%, TDN (Total Digestible Nutrien) 43%, energi tercerna 1,9 kkal/kg, dan lignin 6-7% (Mc Donald et al., 1988). Kandungan jerami padi terdiri atas bahan kering 87,5%, abu 19,9%, lemak kasar 1,47%, dan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 45% (Sutardi, 1981). Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyosohan beras. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10% pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20% dan berasnya sendiri 50%. Menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12.9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,22%, Mg 0,95% serta kadar air 9 (Dewan Standarisasi Nasional, 2001).

Pemanfaatan bahan pakan asal limbah pertanian saat ini banyak digunakan untuk produksi ransum yang bertujuan untuk mengatasi kelemahan dari pemanfaatan bahan pakan secara individual. Namun beberapa referensi menunjukkan pemanfaatan ransum berbasis limbah pertanian masih memiliki kelemahan yaitu rendahnya tingkat kecernaan nutrien sebagai akibat tingginya kandungan serat kasar ransum berbasis limbah pertanian (Mudita et al., 2008; 2009; Putri et al., 2009). Putri et al., (2009) mengungkapkan pemanfaatan ransum berbasis limbah pertanian tanpa aplikasi teknologi pengolahan malah dapat menurunkan produktivitas dan efisiensi usaha peternakan sapi bali.

Serat kasar yang terutama tersusun atas senyawa lignoselulosa merupakan komponen yang relatif sulit terdegradasi termasuk enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen (Perez et

al., 2002). Senyawa lignoselulosa akan dapat terdegradasi secara sempurna oleh kerja kompleks enzim lignoselulase yang dihasilkan oleh sekelompok mikroba lignoselulolitik (Howard et al., 2003; Mudita et al., 2013, 2014, 2015, 2016). Hasil penelitian Mudita et al., (2014 dan 2015) menunjukkan bahwa isolat bakteri lignoselulolitik yang diisolasi dari kolon sapi bali dan sampah organik dari tempat pembuangan akhir/TPA Suwung mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa lignoselulosa yang relatif tinggi, serta pemanfaatannya menjadi inokulan mampu menghasilkan silase jerami padi maupun silase ransum berbasis limbah pertanian yang mempunyai kandungan nutrien serta tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in-vitro yang cukup tinggi. Pada penelitian tersebut (Mudita et al., 2015) juga terpilih inokulan konsorsium bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan sampah organik dengan kode BS12K12; BS12K1; BS1K12 {yaitu inokulan yang diproduksi dengan memanfaatkan isolat bakteri lignoselulolitik unggul 1 dan/atau 2 asal sampah organik TPA (S) dan isolat unggul 1 dan/atau 2 asal kolon sapi bali (K)} merupakan 3 inokulan unggul dengan kualitas terbaik dibanding formulasi inokulan lainnya.

Dihasilkannya tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik secara in-vitro dari silase jerami padi dan silase ransum berbasis limbah pertanian yang diproduksi memanfaatkan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan sampah oragnik (BS12K12; BS12K1; BS1K12) mendorong kami untuk mempelajari lebih lanjut pemanfaatan inkulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik tersebut terhadap kecernaan nutrien sapi bali yang diberi ransum berbasis limbah pertanian. Kegiatan penelitian ini penting mengingat masih kurangnya rujukan mengenai kecernaan nutrien yang dihasilkan sapi bali yang diberi ransum berbasis limbah pertanian khususnya ransum yang difermentasi dengan inokulan konsorsium bakteri lignoselulolitik unggul asal kolon sapi bali dan sampah organik.

MATERI METODE

Materi

Inokulan

Inokulan yang diproduksi pada penelitian ini adalah tiga inokulan unggul hasil penelitian Mudita et al. (2014) yaitu inokulan dengan kode BS12K12 sebagai inokulan terbaik 1, kode BS12K1 sebagai inokulan terbaik 2, dan inokulan dengan kode BS1K12 sebagai inokulan terbaik 3. Inokulan unggul bakteri diproduksi dengan menginokulasikan 10% kombinasi kultur bakteri unggul terpilih (sesuai perlakuan) pada medium inokulan secara Sobari et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 318 - 334 Page 321

anaerob. Formulasi medium inokulan dan inokulan konsorsium bakteri unggul disajikan pada

Tabel 1-.3

Tabel 1 komposisi bahan penyusun medium inokulan (dalam 1 liter)

No

Bahan Penyusun

Komposisi

1

Thioglicollate medium (g)

0,1

2

Molasses (ml)

50

3

Urea (g)

1

4

Asam tanat (g)

0,025

5

CMC (g)

0,025

6

Xilan (g)

0,025

7

Tepung jerami padi (g)

0,25

8

Tepung/serbuk gergaji kayu

0,25

9

Dedak padi (g)

0,25

10

Tepung tapioca

0,25

11

Supernatant cairan rumen

0,5

12

Mineral-Vitamin “pignox” (g)

0,15

13

Air bersih

Sampai volume 1 L

Tabel 2 Formulasi inokulan bakteri unggul (dalam 1 liter)

No

Konsorsiu m bakteri

Kultur bakteri terpilih asal sampah organik (ml)

BW1LC     BW4LC

Kultur bakteri terpilih asal kolon

sapi bali

BCC12.1LC      BCC4LC

Medium inokulan (ml)

(1)             (2)

(1)                (2)

1

BS12K12

2.5            2.5

2.5              2.5

990

2

BS12K1

2.5            2.5

5                    -

990

3

BS1K12

5                  -

2.5              2.5

990

4

BS0K0

--

--

1000

Tabel 3 Populasi bakteri inokulan unggul

Populasi bakteri inokulan

No

Inokulan

Total bakteri anaerob

Bakteri lignoselulolitik Bakteri asam laktat

(x 108 kol/ml)

(x 108 kol/ml)

(x 106 kol/ml)

1

BS12K12

38.13

28.13

27.50

2

BS12K1

38.13

28.12

27.14

3

BS1K12

37.49

27.44

26.08

Sumber: Mudita et al. (2014)

Ransum basal

Ransum basal yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ransum yang disusun menggunakan jerami padi, dedak padi, dedak jagung, tepung tapioka, kedelai, minyak kelapa, molasses, urea, garam dapur, kapur dolomite, dan pignox. Komposisi bahan penyusun ransum basal disajikan secara lengkap pada Tabel 4

Tabel 4 komposisi bahan penyusun ransum basal

No

Bahan komposisi

(%)

1

Jerami padi

50

2

Tp. Tapioka

4

3

Dedak jagung

18

4

Dedak padi

15

5

Kedele

5

6

Minyak kelapa

3.5

7

Molasses

2

8

Urea

1

9

Garam dapur

0.4

10

Kapur

1

11

Pignox

0.1

Total

100

Produksi ransum basal dilakukan dengan cara terlebih dahulu menyiapkan jerami padi kering yang sudah dipotong atau digiling sebagai bahan pakan yang akan difermentasi, kemudian membuat campuran 1 yaitu campuran homogen antara minyak kelapa dan molases. Disisi lain dibuat pula campuran 2, yaitu campuran antara tepung tapioka, dedak jagung, dedak padi, kedele, urea, garam dapur, kapur, dan pignox. Selanjutnya campuran 1 dan campuran 2 dicampur kembali hingga homogen dan setelah itu ditambahkan jerami padi dan dicampur kembali hingga homogen. Setelah campuran homogen, ransum basal tersebut siap dimanfaatkan untuk ransum ternak (PS0) atau untuk produksi ransum fermentasi.

Pembuatan ransum fermentasi dilakukan dengan mencampurkan 1 liter inokulan unggul (sesuai perlakuan) ditambah 1 liter molasses dan 50 liter air untuk tiap 100 kg ransum basal. Proses fermentasi ransum berbasis limbah pertanian yang memanfaatkan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik asal kolon sapi bali dan sampah organik dilakukan secara anaerob selama 1 minggu menggunakan kantong plastik hitam sebagai silo.

Sapi

Dalam penelitian ini menggunakan 4 ekor sapi bali jantan penggemukan dengan kisaran bobot badan rata-rata yaitu 112 kg ± 251,55 kg. Selama penelitian berlangsung ternak di tempatkan dalam kandang individu yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas kandang yang telah disediakan sampai akhir penelitian. Keempat ternak mendapatkan semua perlakuan pakan yang akan digilir setelah 2 minggu (1 minggu masa adaptasi pakan dan 1 minggu pengambilan data).

Alat penunjang

  • -    Pompa vacum

  • -    Timbangan

  • -    Ember

  • -    Wadah sampel

  • -    Harness

  • -    Peralatan laboratorium

Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbaran dan penelitian Laboratorium untuk pengujian sampel dilaksanakan di laboratorium Nutrisi Ternak Fapet UNUD

Rancangan percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan bujur sangkar latin yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 periode pengamatan sebagai ulangan.

Perlakuan yang diberikan yaitu:

PSB0 = Ransum difermentasi tanpa inokulan unggul.

PSB1 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

PSB2 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1 dari sampah organik.

PSB3 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

Pelaksanaan penelitian

Kegiatan pengamatan dan pengukuran dilaksanakan selama 4 periode pengamatan dengan alokasi waktu kegiatan tiap periode yaitu 7 hari masa adaptasi pakan dan 7 hari masa pengamatan melalui koleksi total. Tiap ternak akan dikenakan keempat perlakuan yang digilir pemberiannya sesuai dengan tabel pengacakan

Pengambilan sampel pakan

Pengambilan sampel pakan dilakukan selama 3 kali tiap periode pengamatan yaitu pada awal, pertengahan dan akhir periode koleksi total. Sedangkan pengambilan sampel sisa pakan dilakukan selama periode koleksi total. Semua sampel yang diambil dibawa ke

laboratorium Nutrisi Ternak- Lab. Bersama Fapet Unud untuk dilaksanakan analisis kandungan nutriennya.

Pengambilan sampel dan data produksi feses

Pengukuran produksi feses dilaksanakan pada fase koleksi total yang dilaksanakan selama 1 minggu menjelang berakhirnya waktu penelitian dengan memodifikasi desain kandang hingga menyerupai kandang metabolik. Pengukuran produksi feses harian akan dilaksanakan selama 1 minggu dari pagi hari sampai pagi keesokan harinya menggunakan timbangan elektrik sebagai alat untuk menimbang produksi feses.

Feses yang dikeluarkan oleh ternak sesegera mungkin ditampung/ dimasukkan kedalam ember plastik yang telah disiapkan pada setiap kandang metabolik ternak perlakuan. Pengambilan sampel feses dilaksanakan pada fase koleksi total. Pengambilan sampel untuk analisis kandungan bahan kering dan nutriennya diambil setelah 24 jam bersamaan dengan saat perhitungan produksi feses. Sampel yang telah diambil lalu dikeringkan di bawah matahari (DW), setelah kering kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Variabel yang diamati

  • a.    Kecernaan nutrien yang terdiri atas kecernaan bahan kering (KcBK), kecernaan bahan organik (KcBO), kecernaan serat kasar (KcSK), kecernaan protein kasar (KcPK).

Rumus:

KgBK= j

/jumlah konsumsi BK — jumlah BKfesesA

-------■-------- X1GO%

k      jumlah konsumsi BK      J

KcBO =;

/jumlah konsumsi BO — jumlah BO fesesA ■-----■--—-------- x 100%

k      JumlahkoTLsumsiBO      J

KcSK = I

' jumlah konsumsi SK - jumlah SK fesesA

'-----——------xlOO%

k      JumlahkonsiimsiSK      J

KcPK =∖

Zjumlahkonsunisi PK- jumlah PKfesesA ---■-—--⅛--- x lt

k      JumlahkoTLsumsiPK      J

  • b.    Jumlah nutrien tercerna yang terdiri atas jumlah bahan kering tercerna (JBKT), jumlah bahan organik tercerna (JBOT), jumlah serat kasar tercerna (JSKT), dan jumlah protein kasar tercerna (JPKT).

Rumus:

JBKT = Jumlah Konsumsi BK – Jumlah BK Feses

JBOT = Jumlah Konsumsi BO – Jumlah BO Feses

JSKT = Jumlah Konsumsi SK – Jumlah SK Feses

JPKT = Jumlah Konsumsi PK – Jumlah PK Feses

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam/anova (Analisis Varian). Apabila terdapat hasil berbeda nyata (P≤0,05), analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Sastrosupadi, 2000)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecernaan Nutrein

McDonald et al. (1988), mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kecernaan yaitu komposisi bahan pakan, perbandingan komposisi antara bahan pakan satu

dengan bahan pakan lainnya, perlakuan pakan, suplementasi enzim dalam pakan, ternak dan

taraf pemberian pakan.

Tabel 5. Kecernaan nutrien ransum sapi bali yang difermentasi dengan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

PSB0         PSB1        PSB2        PSB3

KcBK (%)

KcBO (%)

KcSK (%)

KcPK (%)

60,59a           68,31c           67,26bc           66,44b           0,23

65,06a           70,37c          69,27b          69,24b          0,18

55,05a           62,32d          60,58c          59,99b          0,20

60,70a           71,45c          70,28b          70,43b          0,22

Keterangan:

1) PSB0 = Ransum difermentasi tanpa inokulan unggul.

PSB1 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

PSB2 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1 dari sampah organik.

PSB3 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa kecernaan BK ransum sapi bali yang

difermentasi dengan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik mengalami peningkatan yang berbeda nyata (P>0,05) pada perlakuan PSB1, PSB2 dan PSB3 (Tabel 5). Peningkatan kecernaan bahan kering ini disebabkan oleh tingginya populasi bakteri yang ada di dalam inokulan unggul (Tabel 3). Populasi bakteri yang tinggi akan meningkatkan proses fermentasi pakan, sehingga ransum yang dihasilkan akan mempunyai kualitas yang lebih baik dengan kandungan serat kasar lebih rendah. Menurut Mudita et al. (2016) bahwa fermentasi ransum dengan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik mampu menghasilkan ransum berkualitas dengan kandungan protein kasar

yang lebih tinggi dan dengan kadar SK lebih rendah. Hal ini didukung oleh pendapat Oktarina et al., (2004) bahwa peningkatan kadar protein dalam pakan akan meningkatkan laju perkembangbiakan dan populasi mikrobia rumen sehingga kemampuan mencerna pakan menjadi lebih besar. Sutardi (1979) menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, semakin tinggi kadar PK maka semakin tinggi pula kecernaan BK pakan/ransum. Selain itu, pemberian ransum dengan kadungan SK yang lebih rendah akan meningkatkan kecernaan pakan/ransum secara keseluruhan termasuk kecernaan BK ransum.

Kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukan bahwa kecernaan bahan organik pada ransum fermentasi dengan menggunakan inokulan unggul (PSB1, PSB2 dan PSB3) lebih tinggi dibandingkan dengan ransum fermentasi tanpa inokulan unggul (PSB0), hal tersebut dikarenakan kualitas ransum dengan menggunakan inokulan unggul (PSB1, PSB2 dan PSB3) yang lebih baik dibandingkan dengan kualitas ransum fermentasi tanpa menggunakan inokulan (PSB0). Richardson dan Sinclair (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan inokulan dapat menghasilkan enzim selulase yang berperan merombak senyawa selulosa yang terdapat pada pakan, sehingga dalam pembuatan ransum sangat perlu dipertimbangkan karena di samping meningkatkan kualitas karbohidrat juga sebagai salah satu cara untuk memperbaiki kecernaan bahan organik. Menurut Fathul dan Wajizah (2010) nilai kecernaan bahan organik lebih tinggi dibanding dengan nilai kecernaan bahan kering, hal ini disebabkan karena pada bahan kering masih terdapat kandungan abu, sedangkan pada bahan organik tidak mengandung abu, sehingga bahan tanpa kandungan abu relatif lebih mudah dicerna.

Populasi bakteri (Tabel 3) yang terdapat didalam inokulan unggul bakteri lignoselulolitik yang menghasilkan enzim selulase, dapat mengakibatkan populasi dan aktifitas mikroba di rumen meningkat sehingga kecernaan pakan akan meningkat pula. Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya, terutama kandungan serat kasarnya (Tillman et al., 1998). Anggorodi (1994) menambahkan bahwa semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan, semakin tebal dan semakin tahan dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna bahan pakan tersebut. Sebaliknya bahan pakan dengan serat kasar yang rendah pada umumnya akan lebih mudah dicerna, karena dinding sel dari bahan tersebut tipis sehingga mudah ditembus oleh getah pencernaan. Apriyadi (1999)

menyatakan bahwa tinggi rendahnya kecernaan nutrien pada ternak ruminansia tidak hanya bergantung pada kualitas protein pakan tetapi lebih cenderung dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dan aktifitas mikroorganisme rumen. Kandungan SK yang rendah dan dengan aktifitas mikroorganisme yang tinggi akan meningkatkan nutrein termasuk bahan organik pakan. Ambar dan Djajanegara (1982) yang menunjukkan bahwa silase jerami padi dengan penambahan urea 4% dan diinokulasi selama 4 minggu dapat memperbaiki kecernaannya terutama komponen seratnya

Adanya peningkatan kandungan protein kasar akan menyebabkan meningkatnya aktivitas mikroba rumen, serta digesti terhadap bahan organik. Kecernaan protein kasar dipengaruhi oleh tingginya kandungan protein kasar yang terkandung di dalam ransum (Gracia et al., 1993). Fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakan inokulan yang banyak mengandung mikroorganisme (bakteri dan fungi) pendegradsi serat yang mempunyai kemampuan degradasi serat pakan yang cukup tinggi dan aktivitas enzim lignoselulolitik yang tinggi mampu menghasilkan silase ransum (ransum terfermentasi) berkualitas tinggi dengan kandungan serat yang lebih rendah dan kandungan protein kasar yang lebih tinggi (Mudita et al., 2010; 2015). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Ella et al. (2002), bahwa adanya peningkatan kadar protein kasar dari jerami sangat mendukung dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak.

Jumlah nutrien tercerna

Terhadap jumlah nutrien tercerna, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum terfermentasi ketiga inokulan unggul kolon sapi bali dan sampah organik (PSB1, PSB2, PSB3) mampu meningkatkan secara nyata (P<0,05) jumlah serat kasar tercerna/JSKT dan jumlah protein kasar tercerna/JPKT. Terhadap jumlah bahan kering dan bahan organik tercerna, pemberian semua perlakuan menghasilkan jumlah bahan kering dan bahan organik tercerna yang berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 6).

Tingginya jumlah bahan kering tercerna dari ransum fermentasi dengan menggunakan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik (PSB1, PSB2 dan PSB3) menunjukkan bahwa ransum fermentasi menggunakan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik memiliki kualitas yang lebih baik daripada ransum fermentasi tanpa menggunakan inokulan unggul bakteri lignoselullolitik dan memiliki jumlah konsumsi yang lebih tinggi (Tabel 7). Hal ini sejalan dengan pendapat Balch dan Campling (1962); dan

Dougharty et al. (1965) bahwa ransum yang lebih tinggi nilai gizinya mempunyai koefisien cerna zat makanan lebih baik dan lebih palatable.

Tabel 6. Jumlah nutrien tercerna ransum sapi bali yang difermentasi dengan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik.

Variabel

Perlakuan1)

SEM )

PSB0       PSB1       PSB2       PSB3

JBKT (kg/e/hari)

1,757a

2,808a

2,380a

2,295a

0,236

JBOT (kg/e/hari)

1,667a

2,544a

2,159a

2,104a

0,213

JSKT (kg/e/hari)

0,439b

0,701a

0,558a

0,565a

0,047

JPKT (kg/e/hari)

0,109b

0,181a

0,150a

0,150a

0,014

Keterangan:

1) PSB0 = Ransum difermentasi tanpa inokulan unggul.

PSB1 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari

sampah organik.

PSB2 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1 dari sampah organik.

PSB3 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

Tingginya jumlah bahan organik tercerna pada ransum fermentasi dengan penambahan inokulan unggul dibandingkan dengan ransum fermentasi tanpa penambahan inokulan unggul (Tabel 6) berhubungan erat dengan jumlah konsumsi bahan organik (Tabel 7). Semakin banyak konsumsi bahan organik maka semakin banyak pula jumlah bahan organik pakan yang tercerna. Menurut Tillman et al., (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan dan jumlah nutrien tercerna adalah faktor hewan, komposisi pakan dan jumlah pakan.

Tabel 7 Jumlah konsumsi nutrien ransum

No

Peubah pengamatan

Perlakuan

SEM

PSB0

PSB1

PSB2

PSB3

1

Konsumsi BK

2,901a

4,109a

3,359a

3,453a

0,349

2

Konsumsi BO

2,563a

3,617a

3,115a

3,040a

0,307

3

Konsumsi SK

0,797a

1,124a

0,921a

0,924a

0,078

4

Konsumsi PK

0,168a

0,253a

0,213a

0,213a

0,019

Keterangan:

1) PSB0 = Ransum difermentasi tanpa inokulan unggul.

PSB1 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

PSB2 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1, 2 dari kolon sapi bali dan terbaik 1 dari sampah organik.

PSB3 = Ransum difermentasi dengan kultur bakteri terbaik 1 dari kolon sapi bali dan terbaik 1, 2 dari sampah organik.

2) SEM = Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

Hasil penelitian pada Tabel 6 menunjukan jumlah serat kasar tercerna paling tinggi didapat pada perlakuan PSB1 kemudian diikuti oleh PSB2, PSB3 dan yang paling rendah yaitu PSB0. Data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik sebagai fermentor dapat meningkatkan kecernaan dan jumlah serat kasar tercerna pada jerami padi karena mikroba yang terdapat di dalam inokulan mampu merombak ikatan serat dari bahan pakan. Tingginya tingkat kecernaan nutrien dan jumlah nutrein tercerna yang dihasilkan merupakan respon dari rendahnya kandungan serat kasar yang terkandung di dalam inokulan (Mudita et al., 2015).

Tujuan dari proses fermentasi menurut Tampoebolon (1997) adalah untuk menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan dan sekaligus meningkatkan kadar protein kasar. Peningkatan jumlah protein kasar tercerna pada ransum dengan penambahan inokulan unggul dari kolon sapi bali dan sampah organik (PSB1, PSB2 dan PSB3) disebabkan berkembangnya mikroba yang ada di dalam inokulan selama proses fermentasi berlangsung dan sebagai akibat dari rendahnya kandungan serat kasar pada ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Yatim (2011) yang mengungkapkan bahwa mikroorganisme selulolitik akan memecah dinding sel hijauan, sehingga protein yang terdapat di dalam sel bisa dimanfaatkan. Menurut Kristianti (2015) tingginya populasi mikroba yang ada pada ransum dapat menyumbangkan protein dari tubuhnya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa inokulan unggul bakteri lignoselulolitik dari kolon sapi bali dan sampah organik pada ransum berbasis limbah pertanian dapat meningkatkan kecernaan nutrien dan jumlah serat kasar serta protein kasar tercerna.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disarankan kepada peternak sapi untuk dapat mengaplikasikan penggunaan inokulan terbaik 1 (PSB1) dalam proses fermentasi ransum berserat tinggi untuk meningkatkan nilai kecernaan dan jumlah nutrien yang tercerna sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan tubuh ternak sapi serta mampu meningkatkan kualitas ransum berbasis limbah pertanian.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ambar, A.R. dan A. Djajanegara. 1982. Pengaruh proses penyimpanan jerami padi dengan urea terhadap kelarutan komponen serat kasar jerami padi. Proc. Seminar Peternakan. Cisarua Bogor, 8-11 Februari 1982.

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Apriyadi, L. 1999. Pengaruh Penambahan Probiotik Bioplus Serat (BS) pada Konsumsi dan Kecernaan Pakan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) yang Diberikan pada Domba Ekor Tipis (DET). (tidak dipublikasi). Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan. Universitas Djuanda. Bogor

Balch, C. C And R. C. Cambling. 1962. Regulation of Voluntary Feed Intake in Ruminants. Nutrition Abstracts and Reviews. P. 32; 669.

Bidura, I. G. N. G., I. B. G. Partama dan T. G. O. Susila. 2008. Limbah, Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, Universitas Udayana, Denpasar.

Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 2001. Dedak Padi/ Bahan Baku Pakan.

Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta

Dougharty, R. W., R. G. Allen, W. Burroughs., N.L. Jacobson, and A. D. Mc Gillard. 1965. Physiology of Digestion in the Ruminants. Washington, Butterworths.

Elita, A. S. 2006. Studi perbandingan penampilan umum dan kecernaan pakan pada kambing dan domba lokal. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ella A, Sariubang M, Baco D, Saenong S. 2002. Crop livestock system di Sulawesi Selatan. Suatu pendekatan sistem pertanian secara terpadu. Makalah Disampaikan pada Apresiasi Teknis Program Litkaji Sistem Usahatani Tanaman Ternak (Crop-Animal System). [Essay]. [cited 28-30 Juni 2002]. Pasuruan, Bogor

Fathul, F., & S. Wajizah. 2010. Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam ransum terhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in-vitro. JITV. 15(1): 9-15.

Garcia, J., F. Galvez and J. C. De Blas. 1993. Effect substition of sugarbeet pulp of barley in diets for finishing rabbits on growth performance and on energy and nitrogen efficiency. J. Anim. Sci. 71: 1823-1830.

Ginting, S. P. 2004. Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan Kambing di Indinesia. Loka Penelitian Kambing Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. [cited 2007 January 30]. Available from: http://peternakan.litbang.deptan.go.id

Handiwirawan, E. dan Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Haryanto, B. 2000. Meningkatkan kualitas silase jerami padi Warta Litbang Pertanian. 22(3): 18–19.

Howard R. L., Abotsi E., J. V. Rensburg E. L., and Howard S. 2003. Lignocellulose Biotechnology; Issues of Bioconversion and Enzyme Production. Review. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (12); 602-619.

Kristianti, N. W. D. 2015. Kandungan Nutrien Ransum Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian yang Difermentasi Dengan Inokulan dari Cairan Rumen dan Rayap (Termites sp). Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Mastika, I M., 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Serta Pemanfaatan Untuk Pakan Ternak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Makanan Ternak pada fakultas Peternakan Universitas Udayana di denpasar, 16 November 1991.

Masudana, I W. 1990. Perkembangan Sapi Bali di Bali Dalam Sepuluh Tahun Terakhir (19801990). Proceeding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, 20-22 September 1990. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Hlm A-11-A-30.

McDonald, P., R. A. Edward, and J. E. D. Greenhalgh. 1988. Animal Nutrtion. 4th Ed. John Willey and Sons Inc. New York

Mudita, I M. dan AA. P. P.Wibawa. 2008. Evaluasi Kualitas Dan Kecernaan Nutrien Secara In Vitro Ransum Sapi Komplit Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah yang Difermentasi Cairan Rumen dan Enzim Optyzim. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan.Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I. M., I. G. L. O. Cakra, A. A. P. P. Wibawa, dan N. W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., I W. Wirawan Dan A. A. P.P. Wibawa. 2010. Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar

Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P. Wibawa, dan I G. N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan sapi bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian. Hibah Unggulan Perguruan Tinggi Universitas Udayana Tahun Pertama, Denpasar.

Mudita, I M., A. A. P. P. Wibawa, I W. Wirawan, dan I G. N Kayana. 2013. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya

dalam Pengembangan Peternakan Sapi bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., A. A. P. P. Wibawa, dan I W. Wirawan. 2014. Isolasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan Sampah TPA sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., A. A. P. P. Wibawa, dan I W. Wirawan. 2015. Isoalasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun II. Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., I. G. N. Kayana, dan I W. Wirawan. 2016. Isoalasi dan Pemanfaatan Konsorsium Bakteri Lignoselulolitik Kolon Sapi Bali dan sampah TPA Sebagai Inokulan Biosuplemen Berprobiotik Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah Pertanian. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun III. Universitas Udayana, Denpasar

Nasution, K. W. 1984. Pengaruh penambahan calcium belerang dan “cattle mix” terhadap retensi nitrogen sapi Madura dengan ransum dasar jerami padi dan penguat serta mineral lengkap. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

National Research Council. 1983. Little-Known Asian Animals with a Promising Economic Future. Washington, D.C.: National Academic Press.

National Research Council. 1994. Nutrients Requirement of Poultry. National Academy Press, Washington, D.C

Oka, I.G.L. And Darmadja, D. 1996. History and Development of Bali Cattle. Proceedings Seminar on Bali Cattle, A Special Spesies For the Dry Tropics, Held by Indonesia Australia Eastern University Project (Iaeup), 21 September 1996. Udayana University Lodge, Bukit Jimbaran, Bali

Oktarina, K., E. Rianto, R. Adiwinarti dan A. Purnomoadi. 2004. Pemanfaatan protein pada domba ekor tipis jantan yang mendapat pakan penguat dedak padi dengan aras yang berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition Bulan Oktober, Buku I. hlm. 110 – 115.

Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev. 7: 13-21.

Payne, W.J.A. And J. Hodges. 1997. Tropical Cattle: Origin, Breeds And Breeding Policies. Blackwell Science.

Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. De la Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose and Lignin; an overview. Int. Microbial, 5: 53-56

Putri, T. I., T. G. B. Yadnya, I. M. Mudita, dan B. Rahayu T.P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar.

Richardson and L. A. Sinclair. 2003. Syncrony of nutrient supply to the rumen and dietery energy source and their effects on the growth and metabolism of lamb. J. Anim. Sci. 81: 1332 – 1347.

Riswandi, Muhakka, dan M. Lehan. 2015. Evaluasi Nilai Kecernaan Secara In Vitro Ransum Ternak Sapi Bali yang Disuplementasi dengan Probiotik Bioplus. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

Sastradipradja, D. 1990. Potensi Internal Sapi Bali Sebagai Salah Satu Sumber Plasma Nutfah Untuk Menunjang Pembangunan Peternakan Sapi Potong dan Ternak Kerja Secara Nasional. Pros. Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, 20-22 September. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Hlm A-47–A54.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.

Sireger. S. B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktivitas ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. LPP Institut Pertanian Bogor, Bogor

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tampoebolon, B. I. M. 1997. Seleksi dan Karakteristik Enzim Selulase Isolat Mikrobia Selulolitik Rumen Kerbau. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (Tesis Magister Ilmu Ternak).

Tillman A, D. H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, S Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Yatim W., 2011. Karbohidrat http://64.203.71.11/Kompascetak/0106/29/iptek/karb35,htm, 4 Des 2017.

Sobari et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 318 - 334

Page 334