THE EFFECT OF PROBIOTICS Saccharomyces spp Gb-7 AND Gb-9 GIVEN INTO RATION TO THE PHYSICAL QUALITY OF EGG LOHMANN BROWN OF CHICKENS AT 40 TO 48 WEEKS
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]
Submitted Date: March 3, 2018
Accepted Date: March 15, 2018
Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita dan I W. Wirawan
PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK Saccharomyces spp. GB-7 dan GB-9 DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR
AYAM LOHMANN BROWN UMUR 40-48 MINGGU
Astawa. I G., I G. N. G. Bidura, dan A. A. P. P. Wibawa
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar E-mail: [email protected].HP. 082247003316
ABSTRAK
Telur adalah salah satu bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi. Kualitas telur dipengaruhi oleh kualitas internal dan eksternal telur. Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas telur ayam yaitu dengan cara penambahan bahan probiotik ke dalam ransum. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian probiotik Saccharomyces spp. Gb-7dan Gb-9 dalam ransum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu selama 12 minggu di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Perlakuan tersebut ialah ayam yang diberi ransum basal tanpa menggunakan probiotik sebagai kontrol (A). ayam yang diberi ransum dengan penambahan 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 (B), ayam yang diberi ransum dengan penambahan 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-9 (C). Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah berat telur, berat putih telur, berat kuning telur, serta berat kulit telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam yang diberi ransum dengan penambahan 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 (B) dan ayam yang diberi ransum dengan penambahan 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-9 (C) menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap berat telur, berat putih telur, berat kuning telur dan berat kulit telur. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 dan Gb-9 dalam ransum ayam Lohmann Brown pada umur 40-48 minggu dapat meningkatkan kualitas fisik telur yang meliputi berat telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur, tetapi menurunkan persentase putih telur.
Kata kunci ; Kualitas fisik telur, Lohmann Brown, Probiotik, Saccharomyces spp
THE EFFECT OF PROBIOTICS Saccharomyces spp Gb-7 AND Gb-9 GIVEN INTO RATION TO THE PHYSICAL QUALITY OF EGG LOHMANN BROWN OF CHICKENS AT 40 TO 48 WEEKS
ABSTRACT
Egg in one of the food contains high nutrition. Egg quality is very important duc to its content. One of the efforts to increase egg quality is improving ration given to the chicken, such as probiotic supplementation. This research purpose was to find out the effect of probiotics Saccharomyces spp. Gb-7 and Gb-9 given into ration to the physical quality of egg Lohmann Brown chicken the age of 40 to 48 weeks. This research was carried out for 12 weeks in Dajan Peken, Tabanan, Bali. The randomized complete design (RAL) with three treatments and six replicates were used in a the research. Those treatments were ration without supplementation of Saccharomyces spp. (A), ration with supplementation of 0,3%

Saccharomyces spp. Gb-7 (B), and ration with supplementation 0,3% Saccharomyces spp. Gb-9 (C). The variables observed were the egg weight, white egg weight, egg yolk weight, and egg shell weight. The study result showed that ration with supplementation of 0,3% Saccharomyces spp. Gb-7 (B) and ration with supplementation 0,3% Saccharomyces spp. Gb-9 (C) significantly different (P<0,05) on the weight of the egg, the weight of egg white, the weight of egg yolk, and the weight of egg shell. Based on the result above it can be concluded that the effect of 0.3 % probiotics Saccharomyces spp. Gb-7 or Gb-9 in rations Lohmann Brown chicken at the age of 40-48 weeks can increase the physical quality of the egg which weight of egg, percentage of egg yolk, percentage of egg shell, and but has decrease percentage of white egg.
Keywords: Quality of Physical The Chicken Egg, Lohmann Brown, Probiotic, Saccharomyces Spp.
PENDAHULUAN
Peranan telur dalam kehidupan masyarakat sangat penting karena banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Selain sebagai sumber protein yang mengandung asam amino esensial, telur juga merupakan sumber mineral, lemak, dan vitamin. Keunggulan telur sebagai peroduk peternakan yang kaya gizi juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakannya dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan kimia, dan kerusakan yang disebabkan oleh serangan mikroba melalui pori-pori kerabang telur. Sifat mudah rusak tersebut disebabkan kerabang telur mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan yang sangat besar pada penumpukan dalam kerat telur.
Telur adalah salah satu bahan makanan yang mengandung nilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap dan berimbang, vitamin, lemak, mineral dan mempunyai daya cerna yang tinggi (Sirait, 1996). Menurut Sudaryani (2003), telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang sangat baik dan mudah dicerna. Telur ayam mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran yang berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya.
Kualitas telur adalah istilah umum yang menentukan baik tidaknya kualitas internal dan eksternal telur. Kualitas internal mengacu pada putih telur (albumin), kebersihan dan viskositas, kantong udara, bentuk kuning telur dan warna kuning telur. Kualitas eksternal difokuskan pada kebersihan kulit, tekstur permukaan, kulit, dan keutuhan telur. Komposisi
fisik dan kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bangsa ayam, umur, musim, penyakit, lingkungan, dan pakan yang diberikan serta sistem pemeliharaan (North dan Bell, 1990). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan sangat menentukan terhadap peroduksi dan kualitas telur baik secara fisik/eksternal maupun secara kimiawi/internal. Untuk menentukan kualitas telur perlu diperhatikan dua faktor yaitu kualitas bagian luar meliputi berat telur, keadaan kerabang telur, berat jenis telur, dan indeks telur, sedangkan kualitas bagian dalam yaitu keadaan albumin (putih telur), keadaan dan warna kuning telur serta proporsi bagian-bagian telur (Heuser et al., 1952).
Penurunan kualitas telur terjadi karena adanya penguapan air dan gas-gas seperti karbondioksida (CO2), amonia (NH3), nitrogen (N2), dan hydrogen sulfida (H2S) dari dalam telur melalui pori-pori kerabang. Salah satu hal yang mempengaruhi kualitas telur ayam adalah keadaan kesehatan ternak. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas telur ayam dapat dilakukan dengan cara penambahan bahan probiotik ke dalam ransum karena probiotik memiliki kandungan mikroba hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan dengan tujuan memperbaiki kesehatan dan perkembangan mikroba. Manfaat penggunaan probiotik melalui pakan ayam mampu meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan, mencegah radang usus dan diare, meningkatkan produksi telur dan memperbaiki kualitas telur. Menurut Kompiang (2009), probiotik juga dapat mempertahankan kulitas telur dengan menjaga kesehatan ternak serta meningkatkan penyerapan mineral dan asam amino.
Pemanfaatan khamir selulolitik (Saccharomyces spp) yang diisolasi dari kolon ayam kampung (Saccharomyces spp. Gb-7dan Gb-9) sebagai sumber probiotik pada ayam diharapkan mampu memberi pengaruh baik bagi ternak, diamana Saccharomyces spp.mampu mendegradasi serat kasar dengan baik sehingga mampu meningkatkan daya cerna dan efisiensi pakan. Menurut Sudirman (2011), disamping sumber mikroba yang menentukan aktivitas pencernaan serat, juga sangat ditentukan oleh tepatnya dosis inokulum mikroba, keseragaman jenis, dan populasi mikroba yang digunakan. Pemberian kultur mikroba kolon ayam kampung kepada ayam diharapkan dapat menimbulkan efek sinergistik antara spesies kolon ayam kampung dengan mikroba saluran pencernaan ayam Lohmann Brown.
Probiotik dapat diberikan secara oral pada hewan dalam bentuk tablet, cairan ataupun dalam bentuk pasta (Hardiningsih dan Nurhidayat, 2006). (Bidura et al.,2008) menyatakan bahwa adanya probiotik dalam ransum akan dapat meningkatkan penyerapan zat makanan. Menurut Arslan dan Saattci (2004), penambahan probiotik pada ransum mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan, produksi telur, efisiensi penggunaan pakan, mampu
menetralisir toksin yang dihasilkan bakteri patogen, menghambat pertumbuhan bakteri patogen dengan mencegah kolonisasi di dinding usus halus.
Penelitian Malik (2013) tentang penggunaan probiotik (1, 2, dan 3%) dalam ransumlayermenunjukkan bahwa penggunaan probiotik sampai 3% berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum ayam petelur periode layertetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur dan berat telur. Penggunaan probiotik sampai 3% memberikan nilai ekonomis yang menguntungkan dengan menurunnya nilai konversi ransum.
Berdasarkan hal tersebut perlu kiranya dilakukan penelitian untuk mengkaji pengaruh pemberian 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 dan Gb-9 dalam ransum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu.
MATERI DAN METODE
Ayam
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur “Lohmann Brown” dengan umur 40-48 minggu, dengan berat badan yang homogen (1.658,35 g, ± 30,65 g). Ayam diperoleh dari peternak ayam petelur setempat.
Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan adalah kandang battery koloni yang terbuat dari bilah bambu sebanyak 18 buah. Ukuran setiap petak kandang adalah panjang 50 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 40 cm. Susunan kandang bertingkat dan memanjang sebanyak 8 petak, pada setiap petak berisi 2 ekor ayam. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari pipa paralon dengan volume 1,5 liter.
Probiotik
Probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah probiotik Sacchoromyces spp. Gb-7 dan Gb-9 yang merupakan hasil penelitian Bidura et al. (2015). Sacchoromyces spp. Gb-7 dan Gb-9 merupakan hasil isolasi dari kolon ayam kampung yang potensial sebagai probiotik serta mempunyai kemampuan mendegradasi serat kasar (aktivitas CMC-ase). Kedua probiotik tersebut di berikan sebanyak 0,3% ke dalam ransum.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah ransum yang disusun dengan menggunakan bahan, seperti jagung kuning, konsentrat komersial untuk ayam petelur, dedak padi, dan mineral mix. Lebih rinci tersaji pada Tabel 1 dan hasil perhitungan zat-zat makanan lebih rinci tersaji pada Tabel 2 yang direkomendasikan menurut Scott et al. (1982). Air
minum yang diberikan selama penelitian ini diambil dari perusahaan air minum (PAM) setempat.
Tabel 1 Komposisi bahan pakan dalam ransum ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu
Bahan pakan (%) |
Perlakuan1) | ||
A |
B |
C | |
Jagung kuning |
50 |
50 |
50 |
KLS 362) |
35 |
35 |
35 |
Dedak padi |
15 |
14,7 |
14,7 |
Probiotik Sc Gb-7 |
0 |
0,3 |
0 |
Probiotik Sc Gb-9 |
0 |
0 |
0,3 |
Total % |
100 |
100 |
100 |
Keterangan:
-
1) . Ayam yang diberikan ransum tanpa probiotik Sacchoromyces spp. sebagai kontrol (A), ayam yang diberikan probiotik Sacchoromyces spp. Gb-7 sebanyak 0,3% (B), ayam yang diberikan probiotik Sacchoromyces spp. Gb-9 sebanyak 0,3% (C).
-
2) . Konsentrat ayam petelur yang diperoduksi oleh Pt. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Sidoarjo - divisi pakan ternak Jl. H.R.M. Mangundiprojo – Sidoarjo dan mempunyai Energi Metabolisme (kkl/kg): 2960, Protein Kasar: 36%, Lemak Kasar: 4%, Serat Kasar: 6%, Kalsium: 10%, dan phospor: 1,1%.
Tabel 2 Komposisi zat-zat gizi dalam ransum ayam Lohmann Brown umur40-48 minggu1)
Kandungan zat gizi |
Perlakuan2) |
Standar3) | ||
A |
B |
C | ||
Energi Metabolisme (kkal/kg) |
2979,5 |
2974,61 |
2974,61 |
2900 |
Protein Kasar (%) |
18 |
17,964 |
17,964 |
18,00 |
Lemak Kasar (%) |
5,3 |
5,261 |
5,261 |
5-104) |
Serat Kasar (%) |
4,9 |
4,864 |
4,864 |
3-84) |
Kalsium (%) |
3,528 |
3,527 |
3,527 |
3,4 |
Phospor (%) |
0,76 |
0,755 |
0,755 |
0,35 |
Keterangan:
-
1) . Perhitungan berdasarkan tabel zat makanan menurut Scott et al. (1982).
-
2) . Ayam yang diberikan ransum tanpa probiotik Sacchoromyces spp. sebagai kontrol (A), ayam yang diberikan probiotik Sacchoromyces spp. Gb-7 sebanyak 0,3% (B), ayam yang diberikan probiotik Sacchoromyces spp. Gb-9 sebanyak 0,3% (C).
-
3) . Standar Scott et al. (1982)
-
4) . Standar Morrison (1961)
Alat-alat yang digunakan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 gram, Timbangan tricle brand dengan kapasitas 100 gram dengan kepekaan 0,1 gram, kalkulator, kerat telur, meja kaca, dan alat tulis. Plastik sebagai alas mencampur ransum dan ember kecil sebagai wadah ransum yang sudah di campur.
Metode
Tempat dan Lama penelitian
Penelitian dilaksanakan di kandang milik peternak di Banjar Pande, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai dari persiapan sampai penyusunan laporan.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dan enam kali ulangan. Tiap perlakuan menggunakan 2 ekor ayam Lohmann Brown dengan berat badan homogen, masa bertelur yang relatif sama dan jumlah ayam yang digunakan sebanyak 36 ekor. Ketiga perlakuan yang akan dicobakan adalah:
-
1. Ayam yang diberi ransum basal tanpa menggunakan probiotik sebagai kontrol (A)
-
2. Ayam yang diberi ransum dengan penambahan 0,3% probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 (B)
-
3. Ayam yang diberi ransum dengan penambahan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.
Gb-9 (C)
Pencampuran Ransum
Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang masing-masing bahan penyusun ransum sesuai dengan kebutuhannya. Penimbangan dimulai dari bahan yang komposisinya lebih banyak, kemudian ditebarkan secara merata dan berbentuk lingkaran diatas lantai. Untuk penambahan setiap bahan pakan ditumpuk sesuai urutan penimbangan. Bahan yang telah ditumpuk secara teratur kemudian dicampur merata sampai homogen. Ransum yang telah jadi (homogen) lalu dimasukkan ke dalam ember plastik dan diberikan kode sesuai dengan perlakuan, pencampuran ransum dilakukan satu minggu sekali untuk kebutuhan pakan dalam satu minggu.
Proses pencampuran probiotik ke dalam ransum
Dalam proses pencampuran probiotik ke dalam ransum, terlebih dahulu ambil dari masing-masing probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 dan Gb-9 yang akan digunakan lalu ditimbang dari masing-masing probiotik sebanyak 3 g dan ambil ransum yang sudah jadi dan ditimbang sebanyak 1.000 g. Setelah itu campurkan probiotik sebanyak 3 g dengan ransum yang sudah di timbang sebanyak 1.000 g lakukan pencampuran sampai homogen, dan ransum siap diberikan pada ayam.
Variabel yang diamati
Variable yang diamati dalam penelitian ini adalah:
-
a. Berat telur: Berat telur ditentukan dengan cara menimbang telur utuh dengan menggunakan timbangan digital, jumlah semua berat telur dibagi dengan banyaknya telur yang di timbang, dan penimbangan telur dilakukan setiap hari.
-
b. Persentase putih telur: Persentase putih telur diperoleh dengan cara menimbang putih telur yang telah dipisahkan dari kuning telur. Adapun persentase putih telur didapatkan dengan rumus:
Persentase putih telur = ^![^LE^i!LJ!i^I χ 100%
Berat telur
-
c. Persentase kuning telur: Persentase kuning telur diperoleh dengan cara menimbang
kuning telur yang telah dipisahkan dengan putih telur. Adapun persentase kuning
telur didapatkan dengan rumus:
Berat kuning telur
x 100%
Persentase kuning telur =
Berat telur
-
d. Persentase kulit telur: Persentase kulit telur diperoleh dengan cara menimbang kulit
telur dengan menggunakan timbangan tampa menghilangkan lapisan tipisnya yang ada di dalam kulit telur. Adapun persentase kulit telur didapatkan dengan rumus:
Persentase kulit telur = BeratkulitteJur x 100%
Berat telur
Analisis statistik
Data dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,5) dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat telur
Hasil penelitian menunjukkan rataan berat telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu yang diberi ransum tanpa menggunakan probiotik (A) yaitu 54.62 g (Tabel 3). Rataan berat telur ayam Lohmann Brown yang diberi probiotik Saccharomyces spp.Gb-7 (B) dan probiotik Saccharomyces spp.Gb-9 (C) yang masing-masing adalah 0,82% dan 0,82% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A. Ayam yang diberikan perlakuan C memiliki rataan 0,01% tidak nyata lebih tinggi(P>0,05) dibandingkan perlakuan B.
Tabel 3. Pengaruh pemberian probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 dan Gb-9 terhadap kualitas fisik telur (berat telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur) ayam Lohman Brown umur 40-48 minggu.
Variabel |
A |
Perlakuan1) B |
C |
SEM2) |
Berat telur (g/btr) Komposisi fisik telur (% berat telur): |
54.62a3) |
55.07b |
55.07b |
0,118 |
• Putih telur (%) |
65.00a |
63.43b |
63.17b |
0,089 |
• Kuning telur (%) |
24.90a |
25.80b |
25.93b |
0,055 |
• Kulit telur (%) |
10.10a |
10.77b |
10.90b |
0,051 |
Keterangan:
-
1) Ayam yang diberikan ransum tanpa probiotik Sacchoromyces spp. sebagai kontrol (A), ayam yang diberikan probiotik Sacchoromyces spp. Gb-7 sebanyak 0,3% (B), ayam yang diberikan probiotik Sacchoromyces spp. Gb-9 sebanyak 0,3% (C).
-
2) SEM : “Standard Error of the Treatment Means”
-
3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Berat telur pada penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-7(B) atau pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-9(C) dibandingkan dengan perlakuan (A) kontrol. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan probiotik Saccharomyces spp.Gb-7 dan Saccharomyces spp.Gb-9dapat meningkatkan berat telur karena probiotik dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik ransum (Bidura et al., 2016), sehingga penyerapan zat-zat makanan meningkat yang akan mampu meningkatkan kualitas produksi telur, salah satunya berat telur. Hal ini sependapat dengan Nasution dan Adrizal (2009) yang menyatakan bahwa zat gizi makanan yang memengaruhi berat telur adalah protein dan asam amino pada ransum.Menurut Wahyu (1992), faktor terpenting yang memengaruhi ukuran telur adalah protein dan asam amino, karena sekitar 50% bahan kering telur mengandung protein sehingga penyediaan asam amino dalam sintesis protein sangat diperlukan untuk memproduksi telur. Suprapti (2002) menyatakan bahwa berat telur ditentukan oleh beberapa hal, antara lain oleh faktor keturunan, ransum, sistem pemeliharaan, iklim, air minum, dan umur ayam. Suplementasi probiotik nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum, serta menurunkan kadar kolesterol tubuh (Bidura et al., 2014). Suryani dan Bidura (1999) menyatakan bahwa suplementasi 0,50% ragi dalam ransum dapat meningkatkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum.
Persentase putih telur
Rataan penelitian menunjukkan bahwa persentase putih telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu yang diberi ransum tanpa menggunakan probiotik (A) yaitu 65% (Tabel 3). Rataan persentase berat putih telur ayam Lohmann Brown yang diberi probiotik Saccharomyces spp.Gb-7 (B) dan probiotik Saccharomyces spp.Gb-9 (C) yang masing-masing adalah 2,42% dan 2,82% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A. Ayam yang diberikan perlakuan C memiliki rataan 0,41% tidak nyata lebih rendah (P>0,05) dibandingkan perlakuan B.Persentase berat putih telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-7(B) dan pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-9(C) dibandingkan dengan perlakuan (A) kontrol. Pada penelitian ini berat putih telur mengalami penurunan karena pada penelitian ini terjadi peningkatan pada berat kuning telur, sehingga berat putih telur mengalami penurunan. Hal ini sependapat dengan Campbell et al. (2003) yang menyatakan bahwa bobot telur berkaitan erat dengan komponen penyusunnya yang terdiri atas putih telur 58%, kuning telur 31% dan kerabang telur 11%. Berat putih telur juga dipengaruhi oleh kepadatan albumen, semakin padat albumen maka putih telur yang didapatkan semakin berat. Selain itu juga dipengaruhi asupan nutrien yang dibutuhkan untuk pembentukan telur (protein, mineral, vitamin). (Bidura et al.,2008) menyatakan bahwa adanya probiotik dalam ransum akan dapat meningkatkan penyerapan zat makanan. Di samping itu probiotik dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan, seperti di laporkan juga oleh Candrawati et al. (2014) bahwa suplementasi khamir Saccharomyses sp. yang diisolasi dari feses sapi bali nyata dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan dalam saluran pencernaan ayam.
Persentase kuning telur
Rataan penelitian menunjukkan bahwa persentase kuning telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu yang diberi ransum tanpa menggunakan probiotik (A) yaitu 24,90% (Tabel 3). Rataan persentase berat kuning telur ayam Lohmann Brown yang di beri probiotik Saccharomyces spp.Gb-7 (B) dan probiotik Saccharomyces spp.Gb-9 (C) yang masing-masing adalah 3,61% dan 4,13% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A. Ayam yang diberikan perlakuan C memiliki rataan 0,50% tidak nyata lebih tinggi (P>0,05) dibandingkan perlakuan B.Persentase berat kuning telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada perlakuan yang diberikan
0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-7(B) dan pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-9(C) dibandingkan dengan perlakuan (A) kontrol. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh berat telur yang diperoleh dari hasil penelitian. Semakin tinggi berat telur yang diperoleh maka semakin tinggi juga persentase berat kuning kuning telur. Hal ini didukung oleh pendapat Triyuwanta (2002) yang menyatakan bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh berat telur, yaitu ayam yang mempunyai berat telur berat akan mempunyai kuning telur lebih berat. Berat telur dapat mempengaruhi berat kuning telur yang dihasilkan, karena kuning telur merupakan komponen telur yang menyusun 30-40% telur keseluruhan (Li Chan et al.,1995). Tugiyanti dan Iriyanti (2012) menyatakan bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh perkembangan ovarium, berat badan ayam, umur saat mencapai dewasa kelamin, kualitas dan kuantitas pakan, penyakit, lingkungan, dan konsumsi pakan. Agro et al. (2013) menyatakan bahwa asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat, dan stearat yang berfungsi untuk peningkatan berat kuning telur.
Persentase kulit telur
Rataan penelitian menunjukkan bahwa persentase kulit telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu yang diberi ransum tanpa menggunakan probiotik (A) yaitu 10,10% (Tabel 3). Rataan persentase berat kulit telur ayam Lohmann Brown yang diberi probiotik Saccharomyces spp.Gb-7 (B) dan probiotik Saccharomyces spp.Gb-9 (C) yang masing-masing adalah 6,60% dan 7,94% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A. Ayam yang diberikan perlakuan C memiliki rataan 1,25% tidak nyata lebih tinggi (P>0,05) dibandingkan perlakuan B.Persentase berat kulit telur pada penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-7(B) dan pada perlakuan yang diberikan 0,3% probiotik Saccharomyces spp.Gb-9(C) dibandingkan dengan perlakuan (A) kontrol. Tebal kulit telur berhubungan dengan berat kulit telur, yaitu kulit (kerabang) yang tebal akan berpengaruh terhadap berat kulit telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cooper and Johnston (1974), yaitu bila tebal kulit telur meningkat, maka persentase berat kulit telur meningkat pula. Piao et al. (l999) menyatakan bahwa ragi sebagai sumber probiotik dalam ransum nyata dapat meningkatkan retensi mineral, kalsium, fosfor, dan mangan yang sangat erat sekali kaitannya dalam proses pembentukkan kulit telur.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian 0,3% probiotik
Saccharomyces spp. Gb-7 atau Gb-9 dalam ransum ayam Lohmann Brown pada umur 4048 minggu dapat meningkatkan kualitas fisik telur yang meliputi berat telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur, tetapi menurunkan persentase putih telur.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr.
A. A. Raka Sudewi, Sp.S dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida
Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Agro, L. B., Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Kualitas ayam arab petelur fase 1 dengan berbagai level azolla microphylla. Animal Agricultural Journal. Vol. 2(1): 445-447.
Arslan, C. dan M. Saattci. 2004. Effect of probiotic admininstation either as feed additive or by drinking water on performance and blood parameters of japanesse quail. Arch. Geflugelk. 68 : 160 – 163.
Bidura, I.G.N.G., L. G. Sumardani, T. I. Putri, dan I. B.G Pertama. 2008. Pengaruh pemberian ransum terfermentasi terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan jumlah lemak abdomen pada itik bali. Jurnal Pengembangan Peternakan TropisVol. 33 (4) : 274-281
Bidura, I. G. N. G., D. P. M. A. Candrawati, and D.A. Warmadewi 2014. Implementation of Saccharomyces spp.S-7 isolate (Isolated from manure of bali cattle) as a probiotics agent in diets on performance, blood serum cholesterol, and ammonia-N concentration of broiler excreta. International Journal of Research Studies in Biosciences (IJRSB) Vol. 2 (8): 6-16.
Bidura, I. G. N. G., D. P. M. A. Candrawati and D. A. Warmadewi. 2015. Selection of khamir Saccharomyces spp. Isolated from colon of native chickens as a probiotics properties and has CMC-ase activity. Journal of Biological and Chemical Research Vol. 32 (2) : 683-699.
Bidura, I. G. N. G., D. P. M. A. Candrawati and D. A. Warmadewi. 2016. Implementasi on diet of probiotic Saccharomyces spp. Gb-7 and Gb-9 isolated from colon of native chickens on performance and cholesterol serum of broiler. Journal of Biological and Chemical Research Vol. 33 (2): 793-803.
Campbell, J.R., K.M. Douglas., and K.L. Campbell., 2003. The Biology, Card andProduction of Domestic Animal. Mc Graw- Hill Companies. Inc.Publication. J. Anim Sci Pg 292.
Candrawati. D.P.M.A, Warmadewi. D.A, and Bidura.I.G.N.G. 2014. “Kulturion ofSaccharomyces spp. From manure of beef cattle as a probiotics peopertis and has CMC-ase activity to improve nutrien quality of rice bran”. J . Biol. Chem.Research. Vol.
31, No 1 : 39-52.
Cooper, J. B. and W. E. Johnston. 1974. Albumen quality and shell thickness as affected by time of egg gathering. Poult. Sci. , 53 ; 1519-1521.
Hardiningsih, R., dan N. Nurhidayat. 2006. Pengaruh pemberian pakan hiperkolestrol emia terhadap bobot badan tikus putih wistar yang diberi bakteri asam laktat.Jurnal Biodiversitas7 (2) : 127 – 130.
Havenaar, R., & Huis, I. 1992. Probiotic: A General View, In Wood, B. J. B. (Ed.). The Lactic Acid Bacteria in Healthand Disesase, pp. 151-170. London: Alsevier Applied Science.
Hegar, B. 2007. Mikroflora saluran cerna pada kesehatan anak. Jurnal Kesehatan dan Farmasi. Jakarta: Dexa Media.
Heuser, G. F., G. O. Hall dan J. H. Broucker. 1952. Polutry Management. J. B. Lippincontt Company, Chicago Philadelphia. New York.
Jin, L. Z., Y. W. Ho., N. Abdullah and Jalaludin. 1997. Probiotics in poultry: Modes of action. World Poultry Sci. J. 53 (4): 351-368.
Kompiang, I. P. 2009. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai probiotik untuk meningkatkan produksi ternak unggas di indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian 2 (3): 117—191
Li Chan, E. C. D., W. D. Powrie, and S. Nakai. 1995. The Chemistry of eggs and egg product. in:egg science and technology W. J. Stadelman and D.J. Cotteril (ed). 4thed. The Haworth Press Inc, New York.
Malik, A. 2013. Pengaruh penggunaan probiotik pada ransum terhadap produktivitas dan nilai ekonomi ayam petelur periode layer. Universitas Muhammadiyah. Malang. http:// pet Umum.ac.id/en/umm-news-2618, Diakses 15 Maret 2017
Morrison, F. B. 1961. Feed and feeding. Abridged 9 th Ed. The Morrison Publs. Co. arrangeville, Ontario, Canada.
Nasution, S., dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransum yangberbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Seminar nasional teknologipeternakan dan veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Padang.
Nort, M. O. and D. D. Bell. 1990. Comersial chicken production manual. The 4th Ed. Avi Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.
Piao, X. S., Han, I. K., Kim, J. H., Cho, W. T., Kim, Y. H., and Liang, C. 1999. Effects of kemzyme, phytase, and yeast supplementation on the growth performance and pullution reduction of broiler chicks. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 12 (1): 36 – 41
Scott, M.L., Neisheim M.C. and Young R.J. l982. Nutrition of the chickens. and ed. Publishing by: M. L. Scott and Assoc. Ithaca, New York.
Sirait, C. H. 1996. Telur dan pengolahannya. Pusat penelitian dan pengembangan peternakan. Bogor.
Steel, R. G. D. and J.H. Torre. 1989. Principle and Procedure of Statistics. Mc. Graw Hill Book Co. Inc., New York.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudirman. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan feses kerbau sebagai pengganti cairan rumen. http:www.ugm.ac.id/index.phppage=rilis&artukel645
Suprapti, M. L. 2002. Pengawetan Telur. Yogyakarta : Kanisius.
Suryani, N.N. dan Bidura I. G.N. G. l999. Pengaruh penambahan ragi tape dalam ransum terhadap produksi telur ayam Lohmann Brown. Majalah Ilmiah Peternakan. Fapet Unud. 2 (l): 10-14.
Triyuwanta. 2002. Telur dan Produksi Telur. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tugiyanti, E. dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapat ransum dengan penambahan tepung ikan fermentasi menggunakan isolat prosedur anti histamin. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2. http://journal.ift.or.id/files /E.%20Tugiyanti12-4447.pdf
Wahyu, Y. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Astawa et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 1 Th. 2018: 105 - 117
Page 117
Discussion and feedback