EFFECT OF WINE WASTE USAGE AS FEED TO LOCAL RABBIT INTERNAL NON CARCASS
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: September 6, 2017
Accepted Date: September 9, 2017
Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita
PENGARUH PEMANFAATAN LIMBAH WINE SEBAGAI PAKAN
TERHADAP NON KARKAS INTERNAL KELINCI LOKAL (Lepus nigricollis)
Atmaja, C. G. R., N. L. P. Sriyani, dan I M. Nuriyasa
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar Email: reyshi.atmaja@gmail.com No. Tlp: 081238137297.
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan limbah wine sebagai pakan terhadap kualitas non karkas internal kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) telah dilaksanakan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng selama 16 minggu. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelinci jantan lokal dengan umur 5 – 6 minggu sebanyak 18 ekor. Penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) tiga perlakuan dan enam blok sebagai ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian ransum tanpa menggunakan limbah wine atau ransum kontrol (P0), ransum yang menggunakan 5% limbah wine (P1), dan ransum yang menggunakan 10% limbah wine (P2). Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu persentase berat paru-paru, jantung, hati, ginjal, dan saluran cerna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum mengandung limbah wine sampai level 10% tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap non karkas internal kelinci jantan lokal.
Kata kunci : kelinci jantan lokal, limbah wine, non karkas internal
EFFECT OF WINE WASTE USAGE AS FEED TO LOCAL RABBIT INTERNAL NON CARCASS
ABSTRACT
A research has been carried out to determine the effect of wine waste usage as feed to local male rabbit (Lepus nigricollis) internal non carcass for 16 weeks in Tejakula Village, Buleleng Regency. The animal used in this research were 18 local male rabbit age 5 – 6 weeks. The randomized block design with three treatments and six blocks as replicates. The treatments were fed ration without wine waste as control diets (P0), fed ration containing 5% wine waste (P1), and fed ration containing 10% wine waste (P2). The variables observed in this research were percentage of lungs, heart, liver, kidney, and digestive tract. The results showed that the rabbit fed ration containing wine waste until level 10% has not significant different (P>0,05) on internal non carcass of local male rabbit.
Keyword : local male rabbit, wine waste, internal non carcass
PENDAHULUAN
Saat ini kelinci (Lepus nigricollis) merupakan salah satu komoditi ternak yang sedang
dikembangkan di Indonesia. Daging kelinci mempunyai kualitas yang lebih baik daripada
ternak lainnya, karena daging kelinci memiliki lemak dan kolesterol yang lebih rendah serta memiliki protein yang lebih tinggi. Kandungan protein daging kelinci yaitu 21 g/kg, lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein daging ayam yaitu 19,5 g/kg. Sedangkan kandungan kolesterol daging kelinci yaitu 35 mg/100g, lebih rendah dibandingkan dengan kandungan kolesterol daging ayam yaitu 50 mg/100g (USDA, 2009; Beynen, 1984).
Peternakan kelinci di Provinsi Bali masih sangat jarang dijumpai.Salah satu faktor yang menjadi masalah bagi peternak kelinci adalah belum banyak diketahuinya teknik-teknik budidaya untuk ternak kelinci.Misalnya banyak peternak yang hanya memberikan pakan berupa rumput dan limbah hasil dapur saja tanpa memperhitungkan kebutuhan nutrien yang diperlukan kelinci sehingga pertumbuhan ternak tidak maksimal.Sebenarnya berbagai aspek mengenai kelinci untuk dibudidayakan cukup menjanjikan.Terlebih dengan makin berkembangnya teknik breeding (pembibitan) yang dilakukan oleh para pakar kelinci yang saat ini usaha budidayanya bukan hanya bertujuan menghasilkan kelinci potong, tetapi juga bertujuan untuk menghasilkan kelinci hias serta kelinci penghasil bulu (Sarwono, 2002).
Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas ternak.Pakan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan nutrien yang diperlukan oleh kelinci. Kelinci potong membutuhkan kandungan energi dalam ransum sebesar 2.500 kkal DE/kg dan kandungan protein (CP) 16%, serat kasar (CF) berkisar 1012%, kalsium (Ca) 0,4% dan posfor (P) 0,22% (NRC, 2001).Tillman et al. (1984) menyatakan bahwa pengeluaran untuk biaya pakan juga menjadi faktor yang sangat penting dalam bisnis peternakan. Menurut Mastika (1991), salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, peternakan maupun limbah industri pertanian.
Limbah yang saat ini potensinya sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan alternatif bagi ternak yaitu limbah wine. Pada tahun 2014 total produksi buah anggur di Kabupaten Buleleng yaitu 11.039 ton buah anggur segar (BPS Buleleng, 2014), dan 50% diantaranya masuk ke industri pembuatan wine. Pengolahan anggur menjadi wineakan menghasilkan limbah berupa biji dan kulit anggur sebesar 40%. Limbah wine sangat baik dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pakan ternak karena harganya yang murah, serta kandungan nutriennya cukup untuk ternak.
Dalam hal ini, pengamatan persentase non karkas merupakan salah satu pendekatan untuk mengetahui kualitas dari pakan yang diberikan kepada ternak. Bobot non karkas juga dapat mempengaruhi bobot karkas, jika persentase non karkas semakin meningkat maka perolehan persentase karkas yang dihasilkan akan semakin menurun. Bagian non karkas
dibagi menjadi dua, yaitu non karkas internal dan non karkas eksternal.Jenis pakan serta kandungan nutrisinya mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap berat non karkas internal, sedangkan berat non karkas eksternal tidak terpengaruh (Soeparno, 2005). Mengacu dari permasalahan tersebut di atas maka penelitian terkait dengan pengaruh pemanfaatan limbah wine sebagai pakan terhadap non karkas internal kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) ini dilaksanakan .
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Tejakula, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng selama 16 minggu.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 6 ulangan sehingga terdapat 18 percobaan. Tiap blok menggunakan 6 ekor kelinci jantan lokal umur 5 – 6 minggu yang bobot badannya kurang lebih sama, dengan rata-rata 524,3 ± 82,90 gram.
Ketiga perlakuan tersebut yaitu P0: Ransum tidak menggunakan limbah wine (ransum kontrol), P1: Ransum menggunakan 5% limbah wine, dan P2: Ransum menggunakan 10% limbah wine.
Ternak Kelinci
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci jantan lokal dengan umur 5 – 6 minggu sebanyak 18 ekor dengan bobot badan awal 524,3 ± 82,90 gram. Kelinci lokal yang dimaksud adalah kelinci yang sudah biasa dipelihara di daerah Bali khususnya di Desa Riang Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang tunggal berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, tinggi 45 cm dan berbentuk panggung dengan ketinggian 50 cm di atas permukaan tanah (Nuriyasa, 2012). Bagian bawah kandang terbuat dari reng bambu agar feses dan air kencing ternak dapat ditampung.Setiap petak kandang dilengkapi dengan tempat ransum dan tempat air minum.
Adapun alat - alat yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut: (1) Tempat pakan dan air minum, yaitu masing-masing petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum, (2) timbangan digital digunakan untuk menimbang berat kelinci
dan berat non karkas internal kelinci, (3) pisau yang digunakan untuk memotong kelinci, serta (4) alat tulis untuk mencatat hasil-hasil penelitian.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari beberapa bahan seperti jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kelapa, tepung kedelai, rumput gajah, tepung tapioka, limbah wine dan minyak kelapa yang diberikan dalam bentuk pellet.Pemberian ransum dilakukan dua kali sehari yang diberikan secara ad libitum.Air minum juga diberikan secara ad libitum.
Tabel 1. Kandungan nutrient ransum penelitian
Nutrien |
Perlakuan |
Standard NRC (2001) | ||
P0 |
P1 |
P2 | ||
ME (kkal/Kg) |
2509,69 |
2509,85 |
2509,72 |
2500 |
Protein Kasar % |
16,00 |
16,00 |
16,00 |
16 |
Lemak Kasar % |
5,18 |
5,03 |
4,88 |
2 – 4 |
Serat Kasar % |
12,11 |
10,39 |
10,30 |
10 – 14 |
Calcium % |
0,18 |
0,17 |
0,16 |
0,4 |
Phosporus % |
0,86 |
0,89 |
0,93 |
0,22 |
Tabel 2. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian
Bahan (%) |
Perlakuan | ||
P0 |
P1 |
P2 | |
Jagung Kuning |
17,8 |
15,5 |
12,5 |
Bungkil Kelapa |
4,3 |
2,0 |
2,0 |
Tepung Ikan |
7,2 |
8,7 |
8,7 |
Tepung Tapioka |
8,0 |
8,0 |
8,0 |
Tepung Kedelai |
7,0 |
3,1 |
1,0 |
Dedak Padi |
39,8 |
44,0 |
48,0 |
Rumput Gajah |
12,0 |
9,7 |
5,7 |
Limbah Wine |
0,0 |
5,0 |
10,0 |
Minyak Kelapa |
3,0 |
3,0 |
3,0 |
Mineral Mix |
1,0 |
1,0 |
1,0 |
Total |
100.0 |
100.0 |
100.0 |
Prosedur Penelitian
Sebelum kelinci dimasukkan ke dalam kandang terlebih dahulu diinjeksi dengan ivomek 0,2 ml per ekor untuk mencegah serangan endoparasit dan eksoparasit (Hon, et al., 2009). Selain itu dilakukan sanitasi kandang dan bangunan kandang dengan cara membersihkan dan menyemprotkan desinfektan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan
ternak. Setiap hari kandang serta tempat pakan dan minum dibersihkan dari sisa makanan maupun feses dan air kencing.
Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum.Permberian ransum ternak kelinci
dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 08.00 dan 17.00 wita.Keesokan harinya pukul 07.00 wita sisa ransum dan air minum diangkat lalu tempat pakan dan air minum dibersihkan serta kandang juga dibersihkan. Pemotongan akan dilakukan menggunakan cara tradisional, yaitu kelinci langsung dipotong tanpa proses stunning, dengan memotong bagian vena jugularis agar darah lebih cepat keluar lalu dilakukan pengulitan. Setelah itu dilakukan pemisahan dan penimbangan bagian karkas serta non karkas internal ternak.Penimbangan karkas dan non karkas internal (paru-paru, jantung, hati, ginjal, dan saluran pencernaan) dilakukan menggunakan timbangan digital.
Variabel yang diamati
1. Persentase Non Karkas Internal
Persentase non karkas internal merupakan angka banding antara berat nonkarkas internal (paru-paru, jantung, hati, ginjal, dan saluran cerna) dengan berat potong kelinci kemudian dikalikan 100 persen (Soeparno 1994).Non karkas internal meliputi paru-paru, jantung, hati, ginjal, dan saluran cerna. Persentase berat non karkas internal dihitung dengan cara sebagai berikut:
%paru-paru
berat paru-paru
× 100%
berat potong
%saluran cerna =
berat saluran cerna berat potong
× 100%
%jantung |
= Herat jantuj^ 100% berat potong |
%hati |
berat hati = × 100% berat potong |
%ginjal |
= bθratginjal × 100% berat potong |
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Paru-paru
Hasil penelitian menunjukkan rataan persentase berat paru-paru kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) yang mendapatkan perlakuan P0 (ransum tanpa menggunakan limbah wine) adalah 0,42% (Tabel 3). Rataan persentase berat paru-paru pada perlakuan P1 (ransum menggunakan 5% limbah wine) serta perlakuan P2 (ransum menggunakan 10% limbah wine) secara berturut-turut 0,44% dan 0,46% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, akan tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Soeparno (1984), menyatakan bahwa perubahan pertumbuhan organ dalam yaitu paru-paru hanya dapat terjadi apabila asupan energi dan protein tidak seimbang. Dari ketiga perlakuan yang diberikan pada ternak dalam penelitian ini, kandungan energi dan protein dalam masing-masing ransum perlakuan hampir sama yaitu kandungan energi sebesar 2.500 kkal/kg dan kandungan protein sebesar 16%. Pemanfaatan limbah wine dalam ransum tidak merubah kandungan energi dan protein yang terkandung dalam ransum. Ransum yang disusun sudah sesuai dengan kebutuhan ternak, yaitu kelinci membutuhkan kandungan energi dalam ransum sebesar 2.500 kkal/kg dan kandungan protein (CP) 16% (NRC, 2001).Ransum yang diberikan kepada ternak sudah seimbang kandungan energi dan proteinnya, serta sudah memenuhi kebutuhan ternak sehingga tidak terjadi perubahan persentase berat paru-paru pada ternak yang mendapatkan perlakuan berbeda.
Tabel 3. Pengaruh pemanfaatan limbah wine dalam ransum terhadap non karkas internal kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis) | ||||
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | ||
P0 |
P1 |
P2 | ||
Paru-paru (%) |
0,42a3) |
0,44a |
0,46a |
0,03 |
Jantung (%) |
0,23a |
0,26a |
0,30a |
0,03 |
Hati (%) |
2,58a |
2,72a |
2,73a |
0,07 |
Ginjal (%) |
0,68a |
0,69a |
0,70a |
0,01 |
Saluran Cerna (%) |
6,87a |
6,92a |
7,02a |
0,15 |
Keterangan: |
1) P0 = Ransum kontrol (tidak mengandung limbah wine)
P1 = Ransum mengandung 5% limbah wine
P2 = Ransum mengandung 10% limbah wine
2) SEM = Standard Error of the Treatment Means
3) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05)
Persentase Jantung
Rataan persentase berat jantung kelinci jantan lokal yang mendapatkan perlakuan P0 adalah 0,23% dan pada perlakuan P1 adalah 0,26% (Tabel 3). Rata-rata persentase berat jantung kelinci jantan lokal yang mendapatkan perlakuan P2 lebih tinggi dibandingkan
dengan yang mendapatkan perlakuan P0 dan perlakuan P1 yaitu 0,30%, akan tetapi secara statistik perlakuan P2 berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P0 dan P1. Ressang (1986) menyatakan bahwa pembesaran ukuran jantung biasanya diakibatkan oleh penambahan jaringan otot jantung.Pada dinding otot jantung terjadi penebalan, sedangkan volume ventrikel relatif menyempit apabila otot menyesuaikan diri pada kontraksi yang berlebihan.Besarnya jantung tergantung pada jenis, umur, ukuran, dan aktivitas ternak.Dalam penelitian ini, hasil yang didapat menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap persentase berat jantung dari masing-masing perlakuan.Kondisi ini mungkin disebabkan karena semua ternak yang digunakan dalam penelitian dipelihara secara intensif sehingga tidak ada aktivitas berlebih yang dilakukan oleh ternak. Ransum yang diberikan juga telah disusun sesuai dengan kebutuhan ternak dan juga palatabilitasnya baik untuk ternak sehingga ternak tidak akan mengalami stres nutrisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nabib dan Maidie (1981) yang menyatakan jantung dapat bertambah besar jika terjadi dilatasi, yaitu pembesaran dari satu atau beberapa ruangan jantung yang disebabkan oleh kelelahan karena aktivitas dan juga mengalami stres sehingga berat jantung akan mengalami peningkatan.
Persentase Hati
Persentase berat rata-rata hati kelinci jantan lokal yang mendapatkan perlakuan P2 yaitu 2,73% (Tabel 3), secara tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingakan dengan perlakuan P0 dan P1. Perlakuan P0 mendapatkan rataan persentase berat hati yaitu 2,58% sedangkan perlakuan P1 mendapatkan rataan persentase berat hati yaitu 2,72%. Spector (1993) menyatakan bahwa kelainan hati biasanya ditandai dengan pembengkakkan dan penebalan salah satu lobi pada hati, dan hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan bobot hati yang dihasilkan.Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa ransum yang diberikan kepada ternak (ransum tanpa limbah wine maupun ransum dengan menggunakan limbah wine) tidak mengandung zat-zat yang bersifat toksik atau racun yang membahayakan bagi ternak secara berlebihan, sehingga hati tidak perlu bekerja secara berlebih untuk melakukan detoksifikasi (menetralkan racun-racun yang berada di dalam tubuh).Hal ini menyebabkan tidak adanya perbedaan yang nyata terhadap persentase berat hati dari masing-masing perlakuan yang diberikan.
Persentase Ginjal
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan persentase berat ginjal kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan P0 adalah 0,68%, pada perlakuan P1 adalah 0,69%, dan pada perlakuan P2 adalah 0,70%. Kelinci jantan lokal yang mendapat perlakuan P2 menunjukkan
hasil rataan persentase berat ginjal paling tinggi, akan tetapi secara statistik perlakuan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan P1 dan P0. Ressang (1984) menyatakan bahwa pembesaran dan pengecilan bobot ginjal dapat diakibatkan oleh bertambahnya aktivitas ginjal dalam menyeimbangkan susunan darah yang mengandung racun.Hasil penelitian menunjukkan persentase berat ginjal pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata.Hal ini menunjukkan bahwa ransum yang diberikan kepada ternak tidak mengandung zat antinutrisi atau racun yang berlebih sehingga tidak meningkatkan berat ginjal. Faktor lain yang dapat mempengaruhi berat ginjal adalah pakan yang berenergi tinggi (Murray et al., 1977), dalam penelitian ini ransum yang diberikan kepada ternak kandungan energinya hampir sama pada masing-masing perlakuan dan sesuai dengan kebutuhan ternak kelinci yaitu 2.500 kkal/kg sehingga tidak menyebabkan adanya perbedaan hasil dari berat ginjal yang didapatkan.
Kyriazakis dan Whittemore (2006) menyatakan bahwa jumlah serabut sel beberapa organ internal yang sifatnya masak dini berkembang cepat pada saat prenatal dan pada saat dari lahir hingga masa pertumbuhan perkembangan jumlah serabut sel organ-organ tersebut relatif tetap.Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Hafez (1963) yang menyatakan organ dalam merupakan organ yang masak dini, sehingga pertumbuhan setelah kelahiran relatif kecil.Paru-paru, jantung, hati, dan ginjal merupakan salah satu organ vital yang mengalami masak dini, sehingga pemberian pakan yang mengandung limbah wine tidak mempengaruhi persentase non karkas internal.Organ internal yang bersifat vital dalam kehidupan pokok memiliki perkembangan yang lebih awal dibandingkan dengan organ-organ lainnya.Organ tersebut setelah kelahiran tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan organ pencernaan (McGlone dan Pond, 2003).
Persentase Saluran Cerna
Pada akhir penelitian menunjukkan rataan persentase berat saluran cerna kelinci jantan lokal yang paling tinggi adalah 7,02% (Tabel 3) yaitu pada ternak yang mendapat perlakuan P2 namun berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan P0 dan P1. Perlakuan P0 mendapatkan hasil 6,87% dan perlakuan P1 mendapatkan hasil 6,92%. Ukuran panjang, tebal dan bobot saluran pencernaan bukan besaran yang statis. Perubahan dapat terjadi selama proses perkembangan karena dipengaruhi oleh jenis ransum yang diberikan. Ransum yang banyak mengandung serat akan menimbulkan perubahan ukuran saluran pencernaan sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal (Amrullah, 2003). Sejalan dengan pendapat Martinez et al. (2005) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa perbedaan bobot saluran
pencernaan dapat disebabkan oleh waktu retensi (waktu yang diperlukan untuk mencerna pakan).Semakin tinggi serat yang terkandung dalam pakan maka semakin lama juga waktu retensi yang diperlukan.Waktu retensi yang panjang menyebabkan saluran pencernaan harus bekerja ekstra untuk mencerna pakan sehingga hal ini dapat meningkatkan berat dari saluran pencernaan. Hasil penelitian menunjukkan ketiga perlakuan tidak menghasilkan persentase berat saluran pencernaan yang berbeda nyata, hal ini mungkin disebabkan karena dari ketiga ransum kandungan serat kasarnya tidak berbeda terlalu jauh sehingga waktu retensinya hampir sama. Amrullah (2004) melaporkan bahwa ransum yang banyak mengandung serat atau bahan berserat yang tidak dicerna menimbulkan perubahan ukuran bagian-bagian saluran pencernaan sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang dan lebih tebal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan limbah wine dalam ransum kelinci dengan aras 5% dan 10% tidak mempengaruhi non karkas internal kelinci jantan lokal (Lepus nigricollis).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan kepada peternak kelinci untuk memberikan ransum yang menggunakan limbah wine sebanyak 10%. Ransum yang diberikan tidak memberikan dampak negatif pada ternak kelinci dilihat dari non karkas internalnya, sehingga aman untuk diberikan dan harga ransum menjadi lebih murah karena memanfaatkan limbah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor.
Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan III. Lembaga Satu Gunung
Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Buah Anggur di Kabupaten buleleng. Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng. (serial online) [cited 2017 Aug 4]. Available from: http:/www.buleleng.bps.go.id.
Beynen, A.C. 1984. Rabbit: A. Source of healthful meat. The J. of Applied Rabbit Research. 4: 133-134.
Gillespie JR. 2004.Modern Livestock and Poultry Production. New York (US): Delmar Learning.
Hafez, E.S.E. 1963. Symposium on Growth: Physiogenetics of Prenatal and Postnatal Growth. J. Anim. Sci. 22:779.
Hon, F.M., O.I.A. Oluremi and F.O.I. Anuqwa. 2009. The Effect of Dried Sweet Orange (Citrus sinensis) Fruit Pulp Meal on the Growth Performance of Rabbits. (serial online) [cited 2015 Marc 7]. Available from:http://Scialert.net/fulltex/? Doi=pjr 2009.1150.1155&org=11.
Kartadisastra. 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Kyriazakis, I. and C.T. Whittemore. 2006. Conclusion. in: Kyriazakis, I. and C.T. Whittemore. 3rd ed. Whittemore’s Science and Practice of Pig Production. Blackwell Publishing Ltd. Oxford, UK. 645-658.
Martinez M, Motta C, Cevera, Pla M. 2005. Feeding mulberry leaves to fattening rabbits: effect on growth, carcass caracteristics and meat quality. J. Anim. Sci. 80: 275-281.
Mastika, I.M. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian serta Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Makalah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Makanan Ternak Pada Fakultas Peternakan UNUD-Denpasar.
McGlone, J. and W. Pond. 2003. Pig Production : Biological and Applications. Delmar Learning, USA.
Moote, P., J. Church, K. Schwartzkopf-Genswein, and Van Hamme. 2012. Effect of fermented winery waste supplemented rations on beef cattle temperament, feed intake, growth performance and meat quality. Submitted Article, Kamloops, BC, Canada: Thompson Rivers University.
Murray, D.M., N.M. Tulloh and W.R. Winter, 1977.The effect of three different growth rates on some offal components of cattle. J. Agric. Sci. 89:119-128
Nabib, R., dan M.S. Maidie. 1981. Patologi Khusus Veteriner. Cetakan ke-3. Fakultas Kedokteran Veteriner. IPB Bogor.
NRC. 2001. Nutrient Requirement of Rabbits. National Academy of Sciences, Washington, D.C
Nuriyasa, M. 2012. “Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda Di Daerah Dataran Rendah Tropis”(disertasi). Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. Denpasar.
Ressang A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. N.V. Percetakan Bali. Denpasar.
Ressang, A.A. 1986. Penyakit Viral pada Hewan. UI Press, Jakarta.
Sarwono, B. 2002.Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Tangerang.
Soeparno. 1984. Studies in the Effect of Dietary Characteristic on Growth and Carcass Composition in Sheep including the Digestion of the Diets. Ph.D Thesis. University of New South Wales, Australia
Soeparno, 1994.Ilmu dan Teknologi Daging.UGM Presss.Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University.
Spector, W. G. 1993. Pengantar Patologi Umum. Diterjemahkan oleh : drh. Soetjipto, NS, M. Sc. ; Drs. Harsoyo; drh. Amelia Hana; dan drh.Pudji Astuti.Edisi ke-3.Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta.
Steel, Robert G.D. and J.H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics.McGraw Hill Book Company.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo dan S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1984. Ilmu Pakan Ternak Dasar. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
USDA. 2009. Rabbit Protein. (serial online) [cited 2015 Jul 24]. Available from: http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/.
Voisinet, B. D., T. Grandin, J.D. Tatum, S.F. O’Connor and J.J. Struthers. 1997. Feedlot cattle with calm temperaments have higher average daily gains than cattle with excitable temperaments. Journal of Animal Science, 75, 892– 896.
Atmaja et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 2 Th. 2017: 396 – 406
Page 406
Discussion and feedback