e--journal

FAPET UNUD


e-Journal

Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Universitas Udayana


Submitted Date: August 31, 2017

Accepted Date: September 6, 2017

Editor-Reviewer Article;: A.A. P. P. Wibawa & I Made Mudita

STUDI KIMIA FISIK DAGING AYAM YANG DIPASARKAN DI BEBERAPA PASAR DI KOTA DENPASAR

Astika. I W. H., I N. S. Miwada, dan S. A. Lindawati

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar Email: [email protected]; Telp: 085738349648

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis kualitas kimia fisik daging ayam yang beredar di beberapa pasar di kota Denpasar telah dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan September sampai bulan November 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan didasarkan pada lokasi penelitian (pasar) yaitu Pasar Badung (perlakuan B), Pasar Kreneng (perlakuan K), Pasar Sanglah (perlakuan S), Pasar Pemedilan (perlakuan P). Daging yang digunakan sebagai sampel adalah daging pada bagian dada. Variabel yang diamati meliputi dua aspek, yaitu aspek deskriptif dilakukan pemantauan secara langsung dalam terjadinya proses pencemaran fisik daging pada proses tahapan pemotongan dari awal sampai akhir serta aspek kuantitatif Nilai pH, Daya Ikat Air, Susut Masak, Kadar Protein. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova). Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat keasaman/pH, daya ikat air, susut masak dan kadar protein daging yang beredar di semua pasar yang diamati (semua perlakuan) adalah berbeda tidak nyata (P>0,05) serta berada dalam kisaran normal (aman). Derajat keasaman/pH daging pada semua perlakuan (S, K, B, dan P) mempunyai nilai masing-masing 5.75, 6.02, 6.01, 6.03. Daya ikat air pada masing – masing perlakuan adalah 15.81 % (S), 15.88 % (K), 13.46 % (B), 15.00 % (P). Susut masak masing – masing 25.82 % (S), 25.50 % (K), 24.26 % (B), 25.46 % (P). Kadar protein masing - masing 19.76 %, 20.15 %, 20.43 %, 19.99 % untuk perlakuan S, K, B, dan P. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daging ayam yang dipasarkan di beberapa pasar di kota Denpasar mempunyai kualitas kimia fisik yang berada dalam kisaran normal/aman untuk dikonsumsi.

Kata Kunci: Daging Ayam, Kualitas Fisik dan Kimia, Pasar

STUDY OF PHYSICAL CHEMICAL CHICKEN MEAT THAT IS SOLD IN SOME MARKET IN DENPASAR

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze the quality of the chicken meats that are sold in some markets in Denpasar. The research was conducted over 3 months from September to November 2016. The research used Randomized block design (RBD) with 4 treatments and 4 times replications. The research used market as the treatment, Badung market is used as treatment


B, Kreneng market as treatment K, Sanglah market as treatment S, Pemedilan market as treatment P. Chicken meats used in this research are the chests, which are collected from some traders in some markets in Denpasar city. Variable observed in this research include two aspects. Descriptive aspect is directly monitored in the process of physical pollution of chicken meat in the cutting process from beginning to end. Quantitative aspects include the value of pH , water holding capacity, cooking loss, and protein contents.The result showed that acidity/pH, water holding capacity, cooking loss and protein contents of meat were distributed at market samples (all treatments) were not significantly (P>0,05), normally and savety. Acidity/pH of meat at all treatments (S, K, B, dan P) had value 5.75, 6.02, 6.01, 6.03 respectively. Water holding capacity of meat were 15.81 % (S), 15.88 % (K), 13.46 % (B), 15.00 % (P). Cooking loss of meat on each treatments were 25.82 % (S), 25.50 % (K), 24.26 % (B), 25.46 % (P). The protein contents of meat were 19.76 %, 20.15 %, 20.43 %, 19.99 % for treatments S, K, B, and P respectively. It was concluded that chicken meat were distribute on several market in Denpasar city had physical chemistry quality on broad of normally and savety for consumtion.

Key words : chicken meat, physical chemistry quality, market

PENDAHULUAN

Mendapatkan makanan yang aman adalah hak asasi setiap orang (ICN, 1992). Namun kenyataannya, belum semua orang bisa mendapatkan akses makanan yang aman. Hal ini ditandai dengan tingginya angka penyakit yang diakibatkan dari produk pangan. Badan POM (2015) melaporkan bahwa selama tahun 2014 sebanyak 855 kasus keracunan yang diakibatkan oleh makanan. Kondisi tersebut sangat tidak diharapkan bagi konsumen. Oleh karena itu, timbul tuntutan masyarakat terhadap keamanan dan kualitas pangan yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal).

Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang relatif murah dan cepat diproduksi serta terjangkau oleh masyarakat Indonesia, sehingga peternakan perunggasan dapat dijadikan lokomotif peternakan nasional. Sukata (2001) melaporkan bahwa dengan meningkatnya jumlah pendapatan perkapita penduduk Indonesia, maka konsumsi daging ayam pedaging akan meningkat juga. Peningkatan jumlah penduduk yang ditunjang meningkatnya pendapatan perkapita, maka akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap hasil ternak dan dengan sendirinya akan mendongkrak daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (Bambang 2000). Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap daging yang ASUH, maka diperlukan adanya pengetahuan tentang kualitas kimia fisik daging khususnya yang dipasarkan di

pasar-pasar di kota Denpasar. Selama ini, hasil pengamatan distribusi daging dari tempat pemotongan ke penjual cenderung belum memenuhi kaidah-kaidah yang menghasilkan daging yang ASUH.

Dalam upaya mendapatkan daging yang ASUH maka metode HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan cara yang efektif untuk menjamin keamanan produk daging yang dihasilkan (Fardiaz, 1996). Dengan penerapan sistem HACCP dimaksudkan agar dapat mengetahui titik kritis pencemaran yang dapat merusak kualitas kimia fisik daging pada saat proses terhadap pemotongan dari awal hingga akhir.

Pada usaha pemotongan ayam masih dilakukan secara tradisional dan diduga proses pencemaran terhadap penyakit akan lebih cepat. Proses penjualan di pasar tradisional biasanya dijajakan secara terbuka. Hal ini diduga dapat mengakibatkan mudahnya pencemaran terhadap penyakit. Hal ini akan memberi potensi cemaran pada daging yang dapat menimbulkan penyakit bagi konsumen. Kerusakan pada daging dapat diketahui oleh konsumen dari kualitas fisiknya, sesuai pendapat Nurwantoro dan Mulyani (2003), yang menyatakan kualitas fisik daging berkaitan erat dengan kualitas daging.

Dalam upaya menghasilkan produk daging yang ASUH dan aman bagi konsumen maka perlu dilakukan penelitian evaluasi kualitas kimia fisik daging yang dijual di beberapa pasar tradisional yang ada di kota Denpasar.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di empat pasar dengan purposif sampling dari beberapa pasar yang ada di Kota Denpasar (Pasar Badung, Pasar Kreneng, Pasar Sanglah, Pasar Pemedilan). Analisis kualitas kimia fisik daging dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan – Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai bulan November 2016.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Keempat perlakuan tersebut yaitu : Pasar Badung sebagai perlakuan B, Pasar Kreneng sebagai perlakuan K, Pasar Sanglah sebagai perlakuan S, Pasar Pemedilan sebagai perlakuan P.

Sampel Daging

Sampel daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging pada bagian dada yang diambil dari beberapa pedagang yang berada di kota Denpasar (Pasar Badung, Pasar Kreneng, Pasar Sanglah, Pasar Pemedilan). Sampel diambil secara acak dengan pedagang yang berbeda di satu pasar. Sampel yang akan dianalisis di Laboratorium diambil menggunakan wadah termos kedap udara yang berisi es batu agar keutuhan kualitas fisik daging terjaga.

Kuisioner dan pemantauan

Pengamatan lapangan dilakukan dengan bantuan kuisioner dan pemantauan secara langsung padasetiap tempat pemotongan ayam yang terpilih sebagai sampel. Pemantauan secara langsung dilakukan untuk mengidentifikasi cemaran fisik daging pada proses tertentu dalam pemotongan ayam.

Peralatan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: pH meter, timbangan analitik, pisau, talenan (tempat menghaluskan daging), tissue, mangkok/wadah beaker glass, kertas saring, millimeter blok, pemberat 35 kg, pinset, kaca, mesin pemasak daging, tabung reaksi, corong, bulp pipet, labu takar, beaker glass, kertas saring, spatula, gelas ukur, neraca analitik, botol reagent, kuvet, spektrometer, sentrifugasi, vorteks, spatula, corong kaca, botol pencuci, aluminium foil, dan pipet ukur, serta alat tulis.

Peubah yang diamati

  • a)    Nilai pH

Derajat keasaman diukur dengan metode AOAC (1995). Alat pH meter terlebih dahulu distandarisasi dengan larutan penyangga posphat pada pH 4,01 dan pH 7,00. Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 40 gram dan dimasukkan kedalam gelas beker, kemudian ditambahkan 60 ml aquades dan diaduk sampai homogen. Pengukuran pH dengan alat pH meter

(Action Model 209 pH/MV meter) dilakukan dengan memasukkan angka elektroda kedalam sampel. Nilai pH dapat dibaca pada angka digital yang ada pada saat mulai memasukkan elektroda kedalam sampel, sampai nilai pH menunjukkan angka yang konstan selama kurang lebih 1 menit.

  • b)    Daya ikat air

Pengukuran daya ikat air digunakan metode Hamm (1972), sampel daging seberat 0,3 g diletakkan diatas kertas saring diantara dua plat baja tahan karat, kemudian dibebani seberat 35 kg selama 5 menit. Pada kertas saring akan terlihat suatu area yang tertutup oleh sampel daging yang telah menjadi pipih, dan luas area basah disekelilingnya. Kedua area tersebut ditandai atau digambar pada kertas grafik atau kertas kalkir untuk memudahkan dalam menghitung luas kedua area tersebut. Area basah diperoleh dengan mengurangi area yang tertutup daging dari area total yang meliputi pula area basah pada kertas saring. Ukur luas area basah daging dengan cara :

Δ LL -Δ LD

Luas Area Basah =

IOO

Setelah mendapat luas area basah, ukur mgH2O yang terkandung :

mg H2O =


area basah (cm2)—8,0


0,094S


Persen air bebas yang ada menunjukkan daya mengikat air (DMA) dalam daging, menghitung persen air bebas :

ιτι^H2O H 100⅛c

% Air Bebas =

300

DIA = Kadar Air Total – Kadar Air Bebas

  • c)    Susut masak

Pengukuran terhadap susut masak daging dilakukan sebagai berikut : 20 gram daging ditimbang sehingga diperoleh berat awal, kemudian daging dibungkus dengan plastik dan direbus didalam air dengan suhu 900 C selama 90 menit (Soeparno, 2005). Setelah dimasak daging dikeluarkan dari kantong plastic ditiriskan ditaruh diatas kertas buram sampai dingin dan

ditimbang sampai konstan sehingga diperoleh berat akhir. Perhitungan susut masak daging

menggunakan rumus :

„   , i BerQtSHbeitwndimasQk-BereItSBteIahdimasBk

X IOO ¾


Susut masak =

Berat Sebelum dimasak

  • d)    Penentuan kadar protein

Penentuan kadar protein dengan menggunakan metode kjeldahl, Sampel daging ditimbang 2 gr dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, tambahkan 10 g NaSO4 anhidrat + CuSO4dan 20 ml H2SO4 kemudian dipanaskan pada pemanas listrik dalam almari asam, mula-mula dengan api kecil dan setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi hijau bening. Dibuat pelakuan blanko seperti perlakuan diatas tanpa sampel daging. Setelah labu Kjeldahl beserta cairannya enjadi dingin kemudian ditambah 150 ml aquades, 1 g Zn dan 80 ml larutan NaOH 40%. Destilasi dilakukan sampai ammonia menguap semua, destilasi ditampung dengan erlenmenyer yang berisi 100 ml HCL 0,1 N yang sudah diberi indicator metyl red 15 beberapa tetes. Destilasi diakhiri setelah volume destilat 150 ml. Kelebihan HCL 0,1 N dalam destilat dititrasi dengan larutan basa standard (larutan HCL 0,1 N).

Kadar protein diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ml NaOH blanko—NaOH sampel xN-NaOH x 14,OOS

Kadar protein=

gram sampel x 10

Analisis data

Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi hasil pengamatan keempat pasar tradisional di Denpasar

Deskriftif hasil survey terhadap kondisi Rumah Potong Ayam (RPA) sampai penjual daging di masing – masing pasar (sesuai perlakuan) untuk menjamin kualitas kimia fisik daging disajikan pada Tabel 3.1. Secara umum penjabaran kondisi pasar tersebut dilakukan dengan menentukan titik – titik kritis yang berpotensi mempengaruhi kualitas daging.

Table 1. Pemantuan deskriptif terhadap kondisi RPA dan penjual daging di pasar tradisional

Titik kritis yang dominan

Perlakuan S

Monitoring / Pemantauan Perlakuan K       Perlakuan B

Perlakuan P

Letak pemotongan (RPA)

Di pingir jalan raya. (±5 meter)

Sedikit masuk dari jalan raya. (±7 meter)

Dekat jalan raya. (±3 meter)

Jauh dari jalan

Raya. (±10 meter)

Waktu proses pemotongan (RPA)

04.00 wita

03.00 wita

02.00 wita

05.00 wita

Peralatan (RPA)

Tidak dicuci sebelumnya dan peralatan tidak khusus, terbuat dari besi yang bisa berkarat.

Pisau khusus dan dicuci sebelum dan setelah pemotongan.

Pisau khusus pemotongan tapi tidak dicuci sebelum pemotongan.

Peralatan dicuci sebelum dan setelah pemotongan.

Penyajian daging (Pasar)

Di dalam ruangan yang tertutup

Didalam ruangan tapi masih ada udara yang masuk

Di luar ruangan dan terkena sinar matahari langsung

Didalam ruangan dan dekat dengan jalan raya.

Kualitas Kimia Fisik Daging

Hasil kualitas kimia fisik daging yang dihasilkan pada masing – masing pasar yang berada di kota Denpasar, yang dihasilkan pada penelitian ini setelah dilakukan analisis sidik ragam dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2. Kualitas kimia fisik daging ayam pada masing – masing perlakuan

Variabel                                     Perlakuan                                 SEM2)

S

K

B

P

Protein (%)

19,76a

20,15a

20,43a

19,99a

0,202

Daya Ikat Air (%)

15,81a

15,88a

13,46a

15,00a

0,985

Susut Masak (%)

25,82a

25,50a

24,26a

25,46a

0,493

Nilai pH

5,75a

6,02a

6,01a

6,03a

0,080

Keterangan:

1) S = Pasar Sanglah

K = Pasar Kreneng

B = Pasar Badung

P = Pasar Pemedilan

  • 2)    SEM= Standard Error of the Treatment Means

  • 3)    Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05).

Nilai pH

Kondisi pasar yang teridentifikasi, seperti pada pemaparan Tabel 3.1, tidak memberikan kualitas fisik (nilai pH) yang berbeda meskipun ditemukan titik – titik kritis perbedaan dalam persiapan produk sebelum dijual. Saat pemotongan hingga daging sampai dipasar mempengaruhi kualitas nilai pH daging, namun proses pemotongan yang dilakukan di setiap penjual daging di beberapa kota Denpasar yang berbeda jam pemotongannya tidak mengakibatkan perbedaan yang nyata dari hasil penelitian ini. Rataan nilai pH yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 5,95, nilai rataan pH tersebut tergolong normal, nilai pH akhir yang baik pada daging ayam antara 5,55,9 (Lukman, 2016)

Tabel 3.2 menunjukkan nilai pH daging pada perlakuan K, B, dan P berturut-turut sebesar 6,02, 6,01, 6,03, yang melihatkan lebih tinggi dari standar ini diduga karena keadaan lingkungan di pasar mempunyai dampak pada nilai pH daging. Lingkungan yang tidak bersih akan membuat pH tidak mengalami penurunan yang normal. Lingkungan yang buruk dapat dilihat dari keadaan tempat berjualan yang kotor, becek akan membuat lingkungan sekitar tempat penjualan menjadi lembab dan akan berkontaminasi dengan daging yang dijual karena akan tumbuh bakteri dan mikroba lebih banyak.

Menurut Soeparno (2005), faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya penurunan pH postmortem dapat dibagi mejadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain spesies, tipe otot, dan variabilitas diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain adalah temperatur lingkugan, perlakuan bahan aditif sebelum pemotongan dan stress sebelum pemotongan yang diduga menjadi penyebab utama yang mempengaruhi hasil penelitian ini.

Daya Ikat Air

Daya ikat air pada daging ayam broiler yang dipasarkan dipasar Badung, Kreneng, Pemedilan dan Sanglah dari hasil analisis data tidak berbeda. Nilai rataan sebesar 15,03 %, yang dimana rataan terendah diperlihatkan oleh perlakuan B sebesar 13,46 % dan yang tertinggi perlakuan K sebesar 15,88 %. Namun demikian, secara statistik daging ayam yang beredar di pasar di kota Denpasar menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kemampuan fisik daging khususnya dalam kemampuan ikatan protein dengan air.

Menurut Soeparno (2005), daya ikat air daging sekitar 20 - 60%. Daya ikat air yang didapatkan pada penelitian ini relatife lebih rendah. Hal ini kemungkinan di akibatkan karena cara penjualan yang masih ada di tempat yang terkena sinar matahari secara langsung. Ini mengakibatkan daging ayam airnya keluar, jadi kemampuan daya mengikat air daging rendah. Soeparno (2005) menyebutkan, selain faktor pH, pelayuan dan pemasakan atau pemanasan, daya mengikat air juga dipengaruhi oleh faktor yang menyebabkan perbedaan daya ikat air diantara transportasi, temperatur, kelembaban, perlakuan sebelum pemotongan.

Susut Masak

Nilai susut masak merupakan hasil perbedaan berat daging sebelum dimasak dan sesudah dimasak. Menurut Soeparno (2005) daging yang mempunyai susut masak yang rendah mempunyai kualitas relatif baik dari pada daging yang tinggi, hal ini karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit menurut Shanks et al., (2002), besarnya susut masak dipengaruhi oleh banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari dagiung, degradasi protein dan kemampuan daging untuk mengikat air.

Perbedaan titik – titik kritis dilihat di Tabel 3.1 terbukti tidak mempengaruhi susut masak daging ayam broiler. Pada penelitian ini, rataan nilai susut masak untuk semua pasar diperoleh sebesar 25,26 %. Dalam hal ini, rataan susut masak yang paling rendah diperoleh dari perlakuan P sebesar 25,46 % tertinggi S adalah sebesar 25.82 %. Nilai susut masak masih tergolong normal sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005) bahwa susut masak daging bervariasi dari 15 % hingga 54,5 %. Perbedaan pasar yang di ambil dagingnya tidak mempengaruhi kualitas susut masak daging tersebut, ini ditunjukkan secara statistik, setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging. Hal ini dikarenakan nilai pH ultimate yang sama pada penelitian inipun memberikan hasil yang tidak berbeda nyata juga. Dugaan ini didukung oleh Lawrie (2003) bahwa nilai pH yang tiggi relatif lebih mampu mengikat air dari pada nilai pH yang rendah. Rendahnya nilai pH dapat meyebabkan denaturasi protein daging semakin rendah, degan demikian daya mengikat air rendah dan susut masak daging tinggi.

Menurut Komariah et al., (2005), susut masak daging sangat berhubungan dengan daya mengikat air daging, semakin rendah daya mengikat air suatu daging maka susut masak dagingnya semakin besar, begitu pula jika daya mengikat air semakin tinggi maka nilai susut

masak semakin rendah. Daya mengikat air semakin tinggi menunjukkan bahwa protein daging mampu mengikat air lebih banyak ketika daging dimasak.

Protein

Protein merupakan komposisi utama dan terpenting dari jaringan hewan maupun tumbuhan (Anggorodi, 1990). Rataan terendah kandungan protein diperlihatkan oleh perlakuan S sebesar 19,76 % dan yang tertinggi perlakuan B sebesar 20,43 %. Namun demikian, secara statistik kandungan protein daging ayam yang beredar di pasar di kota Denpasar menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Pemotongan ayam yang dilakukan masih secara tradisional tidak mempengaruhi kualitas kadar protein daging yang didapatkan. Titik – titik kritis yang ditemukan dominan seperti pada Tabel 3.1, belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas protein daging ayam. Secara keseluruhan presentase protein pada Tabel 3.2 masih berada pada kisaran SNI. Dalam penelitian ini, kandungan nilai rataan protein yang diperoleh sebesar 20,08 %, ini menunjukkan lebih tinggi dibandingkan menurut (Stadelman et al., 1988), menyatakan bahwa kandungan protein daging ayam yaitu 18,6%. Namun menurut Soeparno (2005), komposisi kimia daging ayam broiler yaitu protein 20,81 % sampai 22,08 %. Pada penelitian ini didapatkan kandungan proteinnya tergolong normal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daging ayam yang dipasarkan di beberapa pasar di kota Denpasar mempunyai kualitas kimia fisik yang masih aman untuk dikonsumsi, meskipun proses pemotongan dan cara penyajian pedagang - pedagang yang dijadikan sebagai objek dalam perlakuan ini menunjukkan kondisi yang berbeda.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut:

  • 1.    Kepada para pedagang agar memperhatikan proses pemotongan supaya memenuhi Standar Nasional Indonesia agar kualitas kimi fisik daging yang dihasilkan tetap terjaga

  • 2.    Kepada masyarakat agar memperhatikan daging yang akan dibeli supaya mendapatkan daging yang masih bagus

  • 3.    Kepada pemerintah agar memberikan penyuluhan kepada pedagang supaya para pedagang memiliki pengetahuan untuk menghasilkan daging yang bagus dan sehat bagi konsumen.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ke – 4, Penerbit P.T. Gramedia, Jakarta.

AOAC (Association of Official Analitycal Chemist). 1995. Official Methods of Analysis, Washingthon DC.

Bambang, S. 2000. Kiat Sukses Berbisnis Ayam. Penebar Swadaya. Cetakan ke 2, Bogor.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2014. Sentra Informasi Keracunan (SIKer)

Nasional. http://ik.pom.go.id/v2014/. Diakses 15 September 2015

Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industry Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

ICN (International Council Of Nurses). 1992. Romania

https://www.google.co.id/search?source=hp&q=INTERNATIONAL+COUNCIL+OF+NUR

SES&oq=INTERNATIONAL+COUNCIL+OF+NURSES&gs_l=psy-

ab.3...328.19596.0.20448.29.26.0.0.0.0.2034.3304.2-1j5-2j9-1.4.0....0...1.1.64.psy-

ab..25.4.3301...0.IcE9YjZVAu0. Diakses 15 September 2015

Komariah, N Ulupi dan E. N. Hedrarti. 2005. Sifat Fisik Daging Sapidengan Jamur Tiram Putih (Pleurotus) Sebagai Campuran Bahan Dasar. Fakultas Peternakan IPB, Bogor

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Lukman, Denny W. Nilai pH Daging (2) diunduh [16 Maret 2016].

Nurwantoro dan S. Mulyani. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Univ. Dipenerogo-Semarang.

Soeparno, 2005, Ilmu dan Teknologi Daging. Cetekan keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Stadelman, W.J., V.M. Olson, G.A. Shmwell, S. Pasch. 1988. Egg and Poultry Meat Processing. Ellis Haewood Ltd.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ke-4. PT. Gramedia pustaka utama, Jakarta.

Shanks, B.C., D. M. Wolf., dan R. J. Maddock. 2002. Technical Note: The Effecct Of Freezing On Warner Bratzler Shear Force Values Of Beef Longissimus Steak Across Several Postmortem Aging Periods. J. Anim. Sci. 80:2122-2125

Sukata, K. 2001. Tantangan, Kendala Serta Prospek Perunggasan Nasional dan Perannannya dalam Pengembangan Otonomi Daerah. Seminar Nasional Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar.

Astika et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 2 Th. 2017: 299 – 310

Page 310