PENGARUH PENGGUNAAN BIOSUPLEMEN BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP TERHADAP ORGAN DALAM ITIK BALI JANTAN
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: February 9, 2017
Accepted Date: April 17, 2017
Editor-Reviewer Article; I G. N. G. Bidura; E. Puspani
PENGARUH PENGGUNAAN BIOSUPLEMEN BAKTERI UNGGUL ASAL RAYAP TERHADAP ORGAN DALAM ITIK BALI JANTAN
Dwipayana, G. I .R., G. A. M. K. Dewi, I. N. S. Sutama dan I M. Mudita
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Univesitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar Email : [email protected] HP. 083119647043
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan biosuplemen bakteri unggul asal rayap dalam ransum terhadap organ dalam itik bali jantan telah dilaksanakan selama 12 minggu di Desa Peguyangan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Denpasar. Itik yang digunakan adalah itik bali jantan sebanyak 75 ekor dengan umur 2 minggu dan bobot awal 223,8 g ± 11,19 g. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan yaitu perlakuan RB, RBio0, RBio1, RBio2, RBio1-2 berturut-turut untuk perlakuan ternak yang diberi ransum basal saja, ransum basal dengan biosuplemen tanpa bakteri unggul, ransum basal dengan biosuplemen bakteri unggul 1, ransum basal dengan biosuplemen bakteri unggul 2, serta ransum basal dengan biosuplemen kombinasi bakteri unggul 1 dan 2. Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu bobot jantung, bobot hati, bobot empedu, bobot limpa.. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian biosuplemen mengandung kombinasi bakteri unggul terhadap bobot hati, jantung dan limfa, biosuplementasi bakteri unggul asal rayap tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap bobot organ tersebut
Kata kunci : bakteri unggul asal rayap, biosuplemen, itik bali jantan, organ dalam
THE EFFECT OF USING THE TERMITES SUPERIOR BACTERIAL BIO SUPPLEMENT TOWARDS BALI DRAKES’ INTERNAL ORGANS
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect of using superior termites bacteria biosupplement in ration on the internal organ of bali drakes up to 12 weeks of age. this experiment used of 75 birds with homogenuous body weight ( 223,8 ± 11,19 g). The experimental design used in this study was complettely randomized design (CRD) with 5 treatments and 3 replicated those of RB, RBio0, RBio1, RBio2, RBio1-2 treatments were duck fed basal ration, fed basal ration with biosupplement without superior termites bacteria, fed basal ration with biosupplement containing superior 1 termites bacteria, fed basal ration with biosupplement containing superior 2 termites bacteria, fed basal ration with biosupplement containing combination superior 1 and 2 termites bacteria respectively. The variables were observed were the heart weight, liver weight, bile weight and spleen weight. The results of this study showed that fed biosupplement containing combination superior for variable of heart weight, liver weight, bile and spleen weight, fed biosupplement superior bacteria termites in basal ration were not significant different (P>0,05).
Keywords: Biosupplerment, Superior Termites Bacteria, Internal Organs, Bali Drakes
PENDAHULUAN
Kebutuhan daging di Indonesia terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Standar nasional telah mensyaratkan, konsumsi protein asal ternak perkapita/hari adalah 4,5 g, namun konsumsi protein asal ternak masyarakat Indonesia baru mencapai 4,19 g/kapita/hari (Badan Pusat Statistik, 2012). Berdasarkan data tersebut perlu usaha di sub-sektor peternakan dalam menyediakan protein asal ternak. Itik bali mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai penyedia pangan sumber protein hewani. Bagi masyarakat pedesaan, produk itik berupa telur dan daging merupakan produk hewani yang relatif murah dan bisa diperoleh dengan harga yang terjangkau sesuai dengan pendapatan masyarakat (Murtidjo,1988). Itik bali adalah salah satu itik yang sangat populer khususnya di daerah Bali, dimanfaatkan bukan saja sebagai itik produksi tetapi juga sebagai kelengkapan upacara adat dan agama (Hindu) di Bali. Jenis itik yang banyak digunakan sebagai sarana upacara di Bali adalah itik belang kalung dan itik putih jambul (Udayana, 2014). Kedua jenis itik ini digunakan dalan upacara caru, selain upacara lainnya di Bali.
Di Bali pada awalnya, itik betina setelah akhir masa produksi digunakan sebagai itik potong dan itik jantan digunakan untuk keperluan upacara agama. Namun pada saat ini itik jantan sengaja dipelihara sampai umur tertentu untuk memenuhi kebutuhan daging itik. Rukmiasih (1998) menyatakan itik jantan dapat menghasilkan daging yang lebih banyak dibandingkan dengan itik betina. Selain itu kelebihan yang dimiliki itik jantan adalah harga DOD (Day Old Duck) lebih murah, pertumbuhan dan peningkatan bobot badannya lebih cepat. Rasyaf (1982) menyatakan bahwa itik bali memegang peranan yang sangat penting dalam upacara adat dan agama.
Pemeliharaannya terintegrasi pada lahan pertanian melalui pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan sebagai sumber pakan utama. Pemanfaatan limbah dan gulma tanaman pangan seperti enceng gondok, daun apu maupun limbah/gulma tanaman pangan lainnya menjadi pakan itik di satu sisi akan dapat mengurangi input biaya produksi. Penggunaan biosuplemen dari limbah isi rumen sapi bali cukup potensial dikembangkan dalam mengatasi permasalahan pengembangan usaha peternakan itik rakyat berbasis limbah dan gulma tanaman pangan.
Pemanfaatan limbah rumen sebagai produk inokulan dan suplemen terbukti mampu meningkatkan kualitas dan kecernaan in-vitro ransum berbasis limbah nonkonvensional
(Mudita et al., 2009; Rahayu et al., 2012; Dewi et al., 2013). Hasil penelitian Mudita et al., (2010) menunjukkan pemanfaatan 5-20% limbah cairan rumen menjadi produk biosuplemen-plus mampu menghasilkan suplemen dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba tinggi. Pemanfaatan biosuplemen tersebut juga mampu menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kadar protein dan kecernaan in-vitro bahan kering dan bahan organik ransum asal limbah. Rahayu et al., (2012) mengungkapkan isi rumen kerbau, sapi dan/atau domba dapat dijadikan starter fermentasi kering melalui penambahan 30% dedak padi melalui proses inkubasi dan pengeringan terkendali dengan populasi total mikroba yang cukup tinggi. Sanjaya (1995) menunjukkan penggunaan isi rumen sapi sampai 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan itik bali. Disisi lain, biosuplemen berbasis limbah isi rumen umumnya mempunyai kandungan serat kasar yang tinggi serta masih cukup sulit dicerna oleh unggas, maka dari itu pemanfaatan isolat bakteri unggul asal rayap potensial menurunkan kadar serat kasar dari biosuplemen yang dihasilkan.
Pemanfaatan bakteri unggul asal rayap dalam produksi biosuplemen berbasis limbah isi rumen sapi bali berpotensi meningkatkan kualitas dan efektivitas biosuplemen yang dihasilkan. Isolat bakteri selulolitik asal rayap disinyalir mampu meningkatkan degradasi senyawa selulosa sehingga biosuplemen yang dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih baik. Dewi et al. (2014) telah berhasil memilih isolat bakteri selulolitik unggul asal rayap yang mempunyai kemampuan degradasi substrat yang tinggi yaitu isolat dengan kode BR 3.3 dan BR 3.5 dengan tingkat degradasi substrat yang tinggi yaitu masing-masing dengan diameter zone bening 0,412 cm; 0,730 cm dan 0,404 cm; 0,744 cm dan dengan aktivitas enzim selulase masing-masing sebesar 2,278 U; 2,340 U dan 460,27 U; 298,01 U terhadap substrat Carboxymethylcellulose/CMC (sumber selulosa amorphorus) dan Avicel (sumber selulosa kristalin). Namun belum terdapat informasi mengenai pemanfaatan kombinasi tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan biosuplemen bakteri unggul asal rayap terhadap organ dalam itik bali jantan.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Peguyangan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Provinsi Bali dengan lama waktu penelitian 12 minggu, sedangkan penelitian laboratorium untuk analisis sampel dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana Denpasar
Itik Bali
Dalam penelitian ini digunakan itik bali jantan umur 2 minggu sebanyak 75 ekor dengan berat badan awal 223,8 ± 11,19 g.
Kandang
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem “battery colony ” sebanyak 15 unit kandang, setiap unit kandang diisi 5 ekor itik bali. Setiap unit kandang memiliki ukuran panjang 80 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 80 cm, sedangkan kaki kandang setinggi 30 cm dari alas lantai. Semua unit kandang terletak dalam sebuah bangunan kandang berukuran 4 m x 12 m, atap kandang terbuat dari asbes dan dinding kandang terbuat dari bambu. Masing-masing unit kandang dilengkapai dengan nampan sebagai tempat pakan dan terdapat tempat air minum yang terbuat dari plastik. Di bawah setiap unit kandang diletakkan plastik sebagai tempat kotoran dan sisa–sisa makanan yang tumpah sehingga lebih mudah dibersihkan. Pembersihan kandang dilakukan setiap 3 hari sekali.
Biosuplemen dengan pemanfaatan bakteri unggul asal rayap
Penelitian ini memanfaatkan limbah isi rumen sapi bali dan inokulan bakteri unggul asal rayap sesuain dengan hasil penelitian Dewi et al. (2014), sehingga pada penelitian ini menggunakan 4 jenis biosuplemen yaitu RBio0 = biosuplemen tanpa penambahan inokulan bakteri unggul asal rayap, RBio1 = biosuplemen dengan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1, RBio2 = biosuplemen dengan inokulan bakteri unggul terbaik 2, RBio1-2 = biosuplemen dengan inokulan bakteri unggul terbaik 1 dan 2. Media biosuplemen yang digunakan pada penelitian ini diproduksi dengan memanfaatkan limbah dan gulma tanaman pangan yang tersusun sesuai Tabel 1, setelah dicampurkan secara homogen, media biosuplemen diambil sebanyak 80% kemudian dicampurkan dengan limbah isi rumen sapi bali sebanyak 20%.
Biosuplemen dengan penambahan inokulan bakteri unggul asal rayap dilakukan dengan cara campuran homogen biosuplemen barbasis limbah isi rumen ditambahkan 0,5% inokulan sesuai perlakuan (0,5% inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1 untuk RBio1 ; 0,5% inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 2 untuk RBio2 ; 0,25% + 0,25% inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1 dan 2 untuk Bio1-2).
Tabel 1 Komposisi bahan penyusun medium biosuplemen ternak itik bali
No |
Bahan Penyusun |
Komposisi (% DM) |
1 |
Isi Rumen |
20 |
2 |
Dedak Jagung |
8 |
3 |
Dedak Padi |
12 |
4 |
Jagung Kuning |
28 |
5 |
Kedelai |
20 |
6 |
Tepung Tapioka |
5,2 |
7 |
Molases |
4 |
8 |
Tepung Daun Gamal |
0,8 |
9 |
Eceng Gondok |
0,8 |
10 |
Daun Apu |
0,8 |
11 |
Garam Dapur |
0,32 |
12 |
Mineral-vitamin “Pignox” |
0,08 |
Total |
100 |
Keterangan: Standar kebutuhan NRC (1984), dengan kandungan nutrien bahan berdasarkan Hartadi (1990)
Tabel 2 Kandungan nutrisi ransum dengan biosuplemen bakteri unggul asal rayap
Nutrien Ransum |
Perlakuan RB RBio0 RBio1 RBio2 RBio1-2 |
Bahan kering (% DW basis) Bahan kering (% as feed basis) Bahan organik (% DM basis) Serat kasar (% DM basis) Protein kasar (% DM basis) Energy bruto (Kkal/kg) |
95,54 95,70 95,60 95,52 95,35 72,77 74,23 71,14 70,10 69,34 76,17 74,17 72,66 72,83 73,10 5,68 5,70 5,60 5,56 5,65 17,48 17,48 17,60 17,75 17,50 3,533 3,528 3,562 3,569 3,624 |
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Udayana (2015)
Keterangan: RB = Ransum basal tanpa biosuplemen; RBio0= Ransum basal dengan biosuplemen; RBio1 = Ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1; RBio2 = Ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 2; RBio1-2 = Ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1 dan 2.
Ransum dan Air Minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ransum basal yang di produksi dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang berasal dari limbah dan gulma tanaman pangan yang disusun mengikuti rekomendasi NRC (1994). Ransum basal dibuat dengan cara mencampurkan semua bahan ransum hingga homogen. Suplementasi ransum dilakukan dengan cara mencampur homogen 95% ransum basal dengan 5% suplemen (sesuai perlakuan). Setelah itu ransum siap digunakan sebagai pakan ternak itik bali. Air minum yang digunakan berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Tabel 3 Komposisi bahan penyusun ransum basal ternak itik bali
No |
Bahan Penyusun |
Komposisi (% DM) |
1 |
Dedak Jagung |
10 |
2 |
Dedak Padi |
15 |
3 |
Jagung Kuning |
35 |
4 |
Kedelai |
25 |
5 |
Tepung Tapioka |
6,5 |
6 |
Molases |
5 |
7 |
Tepung Daun Gamal |
1 |
8 |
Eceng Gondok |
1 |
9 |
Daun Apu |
1 |
10 |
Garam Dapur |
0,4 |
11 |
Mineral-vitamin “Pignox” |
0,1 |
Total |
100 |
Keterangan: Standar kebutuhan NRC (1984), dengan kandungan nutrien bahan berdasarkan Hartadi (1990)
Tabel 4 Kandungan nutrisi ransum basal ternak itik bali
Kandungan Nutrien Nutrisi Ransum
Energi Termetabolis |
2923,54 |
Protein Kasar |
16,156 |
Serat Kasar |
5,07 |
Lemak |
6,78 |
Kalsium/Ca |
0,96 |
Phosfor/P |
0,69 |
Keterangan: Standar kebutuhan NRC (1984), dengan kandungan nutrien bahan berdasarkan Hartadi (1990)
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: timbangan digital, ember plastik dan kantong plastik, lembaran plastik, peralatan produksi ransum seperti pisau besar, alas kayu (talenan), terpal, karung plastik (penampung bahan pakan), kantung plastik hitam, tali rapia, termometer, dan sarana lainnya yaitu kertas dan alat tulis untuk mencatat.
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, maka dapat diperoleh 15 unit percobaan. Setiap unit diisi 5 ekor itik bali jantan, sehingga jumlah itik yang digunakan adalah 75 ekor. Perlakuan yang diberikan adalah: RB = Ransum basal tanpa biosuplemen.
RBio0 = Ransum basal dengan biosuplemen.
RBio1 = Ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap
terbaik 1.
RBio2 = Ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap
terbaik 2.
RBio1-2 = Ransum basal dengan biosuplemen dan inokulan bakteri unggul asal rayap terbaik 1 dan terbaik 2
Pembuatan biosuplemen
Pembuatan biosuplemen isi rumen sapi bali dengan penambahan inokulan bakteri unggul asal rayap dilakukan dengan cara memeras limbah isi rumen sapi bali untuk mengurangi cairannya sehingga hanya tersisa bahan padatnya saja, sedangkan inokulan bakteri unggul asal rayap yang digunakan yaitu produk inokulan yang sudah siap pakai. Bahan padat dari limbah isi rumen sapi bali tersebut kemudian diambil sebanyak 20% dan dicampurkan dengan medium biosuplemen sesuai dengan Tabel 1 sebanyak 80% sampai homogen. Campuran medium biosuplemen dan limbah isi rumen kemudian ditambahkan inokulan bakteri unggul asal rayap sebanyak 0,5% sesuai dengan perlakuan. Setelah itu dimasukan ke dalam wadah plastik tertutup rapat dengan terisi penuh dan diinkubasi secara anaerob pada suhu 390C selama 1 minggu. Setelah 1 minggu produk biosuplemen yang baru diproduksi dikeringkan dengan oven pada suhu 39– 420C sampai kadar air produk 20 – 25%. Kemudian produk biosuplemen tersebut digiling halus dan siap untuk ditambahkan pada ransum basal.
Pencampuran ransum
Pembuatan ransum dilakukan dengan cara terlebih dahulu memotong bahan-bahan segar seperti eceng gondok dan daun apu kemudian ditambahkan dengan bahan yang sudah kering seperti dedak jagung, dedak padi, jagung kuning, kedelai, tepung tapioka, molasses, tepung gamal, garam dapur dan mineral-vitamin “pignox” sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan, setelah bahan-bahan tersebut tercempur homogen, ditambahkan biosuplemen sesuai dengan perlakuan.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum kepada ternak itik bali dilakukan dengan cara ad linitum dan tingkat konsumsi ransum dihitung setiap hari mulai dari pagi hari (jam 08.00 wita) sampai keesokan harinya (jam 08.00 wita). Pemberian ransum dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Ransum basal diberikan dalan kondisi segar dan dicampur
setiap hari. Air minum yang digunakan berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penambahan air minum dilakukan tiga kali dalam sehari ketika persedian air minum ternak berkurang.
Prosedur penyembelihan itik
Penyembelihan itik dilakukan pasa saat itik bali jantan berumur 8 minggu. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memotong 1 ekor itik jantan pada setiap unit kandang percobaan yang mempunyai bobot hidup paling mendekati dengan rataan disetiap unit perlakuan yang telah di puasakan selama 12 jam. Penyembelihan itik dilaksanakan menurut USDA (1997), yaitu itik dipotong pada bagian vena jugularis yang terletak diantara tulang kepala dan tulang leher pertama. Darah yang keluar dari hasil pemotongan ditampung dan ditimbang beratnya. Kemudian itik dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu 900C selama 10-30 detik untuk memudahkan dalam pencabutan bulu.
Pemotongan bagian-bagian tubuh itik
Pemotongan bagian-bagian tubuh itik dimulai dengan pengeluarkan organ dalam. Pengeluaran organ dalam dilakukan dengan cara membuat irisan dari tulang dada ke arah kloaka. Selanjutnya bagian dada dan perut di belah, organ-organ dalam (hati, jantung, empedu, limpa) yang terdapat di dalam tubuh dikeluarkan dan dibersihkan kemudian ditimbang beratnya. Pemotongan kepala dilakukan dengan memotong atlanto occipitalis yaitu pertautan antara tulang atlas dengan tulang tengkorak bagian belakang, sedangkan pemotongan leher dilakukan dengan cara memotong bagian tulang leher terakhir (Os vertebrae cervicalis) dengan tulang punggung pertama (Os vertebrae thoracalis). Dilanjutkan dengan pemotongan kaki dengan cara memotong pertautan Os tarsal dan Os tibia. Setelah bagian tubuh tersebut terpisah, maka diperoleh karkas itik.
Variabel Yang Diamati
Pengamatan dilakukan terhadap organ dalam itik bali yang meliputi: bobot jantung, bobot hati, bobot empedu, dan bobot limpa.
Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova), jika terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antar perlakuan, analisis dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Hati
Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot hati itik bali yang diberi ransum basal saja (RB/perlakuan kontrol) adalah sebesar 15,29 gram. Bobot hati itik bali yang diberikan perlakukan RBio0, RBio1, RBio2, dan RBio1-2 secara statistik menunujukan nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol (RB). Bobot hati dari itik bali dalam penelitian ini adalah 15,29 – 15,61 g. (Tabel 5. Gambar 1). Adanya bobot hati yang berbeda tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian ransum basal tanpa/dengan biosuplemen bakteri unggul asal rayap tidak mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan tubuh ternak. Hal ini juga menunjukkan bahwa ransum basal telah mampu memasok kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh komponen tubuh termasuk organ dalam khususnya hati dengan baik (Amrullah, 2004). Hal ini didukung dengan adanya pertambahan bobot badan akhir dan efisiensi pemanfaatan ransum yang menunjukkan gambaran metabolisme nutrien pada semua perlakuan yang cukup baik yaitu dengan pertambahan bobot badan akhir berkisar antara 722,00 g sampai dengan 729,53 g dan dengan FCR sebesar 6,11 g sampai dengan 6,00 g (Saputra, 2016).
Tabel 5. Pengaruh Pemberian Ransum Yang Mengandung Biosuplemen Terhadap Organ
Dalam Itik Bali Jantan
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | ||||
RB |
RBio0 |
RBio1 |
RBio2 |
RBio1-2 | ||
Bobot Hati (g) |
15,29a3) |
15,32a |
15,42a |
15,51a |
15,61a |
0,017 |
Bobot Jantung (g) |
3,64a |
3,62a |
3,66a |
3,64a |
3,72a |
0,018 |
Bobot Empedu (g) |
1,62a) |
1,28a |
1,49a |
1,27a |
1,13a |
0,012 |
Bobot Limpa (g) |
1,08a |
1,06a |
1,05a |
1,01a |
1,06a |
1,005 |
Keterangan :
1. RB = Ransum basal tanpa biosuplemen.
RBio0 = Ransum basal dengan biosuplemen.
RBio1 = Ransum basal dengan biosuplemen bakteri unggul 1asal rayap.
RBio2 = Ransum basal dengan Biosuplemen bakteri unggul 2asal rayap.
RBio1-2 = Ransum basal dengan biosuplemen bakteri unggul 1 dan 2 asal rayap
2. SEM = Standard Error of the Treatment Means
3. Nilai dengan huruf sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05)
Adanya bobot hati yang berbeda tidak nyata juga menunjukkan bahwa tidak ada proses detoksifikasi yang mengakibaatkan peningkatan kinerja hati yang berpengaruh pada peningkatan bobot hati. Hal ini menunjukkan itik tidak mengalami tanda-tanda keracunan
oleh senyawa beracun maupun antinutrisi akibat mengkonsumsi pakan basal maupun pakan basal dengan biosuplemen berbasis isi rumen. Spector (1993) menggungkapkan bahwa bobot hati akan meningkat apabila hati mengalami pembengkakan sebagai akibat adanya senyawa beracun yang masuk kedalam organ tersebut. Lebih lanjut diungkapkan bahwa peningkatan bobot hati merupakan efek dari peningkatan kinerja hati akibat proses detoksifikasi akibat adanya senyawa antinutrisi dan/atau senyawa beracun.
■ Hati ■ Jantung ■ Empedu ■ Limpa
Gambar 1. Grafik Berat Organ Dalam Itik Bali Jantan Umur 8 Minggu
Bobot Jantung
Hasil penelitian yang diperoleh perlakuan RB adalah 3,64 gram, RBio0 yaitu 3,62 gram, RBio1 yaitu 3,66 gram, RBio2 yaitu 3,64 gram, dan RBio1-2 yaitu 3,72 gram. Perlakuan RBio0, RBio1, RBio2, dan RBio1-2 secara statistik menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan RB (kontrol) (Tabel 5). Adanya bobot hati yang berbeda tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian ransum basal tanpa/dengan biosuplemen bakteri unggul asal rayap tidak mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan tubuh ternak. Maya (2002) menyatakan bahwa organ jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi yang terdapat di dalam ransum, pada jantung yang terinfeksi oleh penyakit maupun racun akan terjadi pembesaran ukuran jantung. Tidak adanya perbedaan bobot jantung menunjukkan tidak terjadinya permasalahan pada kesehatan organ jantung itik baik akibat penyakit maupun konsumsi senyawa beracun atau antinuttrisi. Ressang (1998) mengungkapkan bahwa bobot
atau persentase jantung dipengaruhi faktor jenis, umur, besar serta aktifitas ternak tersebut. Semakin berat jantung maka aliran darah yang masuk maupun keluar semakin lancar, dan berdampak pada metabolisme yang ada di dalam tubuh ternak.
Bobot Empedu
Hasil penelitian yang diperoleh perlakuan RB adalah 1,62 gram, RBio0 yaitu 1,28 gram, RBio1 yaitu 1,49 gram, RBio2 yaitu 1,27 gram, dan RBio1-2 yaitu 1,13 gram. Perlakuan RBio0, RBio1, RBio2, dan RBio1-2 secara statistik menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan RB (kontrol) (Tabel 5). Adanya bobot empedu yang berbeda tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian ransum basal tanpa/dengan biosuplemen bakteri unggul asal rayap tidak mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan tubuh dan kinerja organ empedu. Berat empedu pada penambahan biosuplemen mengalami penurunan namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan oleh ransum isokalori dan isoprotein. Fungsi empedu sebagai penyalur cairan empedu yang berwarna kuning kehijauan dari hati ke usus halus dengan pembesaran saluran empedu membentuk kantong empedu (Amrullah, 2004). Berat empedu tergantung dari banyaknya cairan yang dikeluarkan oleh empedu di hati, dimana semakin berat kerja hati maka cairan empedu yang dihasilkan semakin besar. Yusuf (2007) menyatakan bahwa meningkatnya kerja organ hati menyebabkan kebutuhan cairan empedu yang lebih banyak, sehingga memacu peningkatan bobot kantung empedu yang dihasilkan.
Bobot Limpa
Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot limpa itik bali yang diberi ransum basal saja (RB/perlakuan kontrol) adalah sebesar 1,08 gram. Bobot hati itik bali yang diberikan perlakukan RBio0, RBio1, RBio2, dan RBio1-2 secara statistik menunujukan nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol (RB). Bobot limpa dari itik bali dalam penelitian ini adalah 1,08 – 1,06 g. (Tabel 5). Adanya bobot limpa yang berbeda tidak nyata menunjukkan bahwa pemberian ransum basal tanpa/dengan biosuplemen bakteri unggul asal rayap tidak mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan tubuh ternak. Bagus (2008) menyatakan bahwa limpa melakukan pembentukan sel limfosit untuk membentuk antibodi apabila zat makanan mengandung toksik, zat antinutrisi maupun penyakit. Aktivitas limpa mengakibatkan limpa semakin membesar karena limpa terserang penyakit atau gangguan
benda asing. Salah satu fungsi limpa adalah membentuk zat limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian biosuplemen bakteri unggul asal rayap tidak mempengaruhi bobot organ dalam itik bali jantan yang diberi ransum mengandung limbah dan gulma tanaman pangan
UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih penulis ucapankan kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Udayana yang sudah memberikan fasilitas dan atas fasilitas dan ijin yang diberikan sehingga penelitian sampai penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, I.K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan III. Lembaga Satu Gunung, Bogor.
Dewi, G. A. M. K, N W. Siti, I W. Wijana dan I M. Mudita. 2013. Optimalisasi Pemanfatan Limbah dan Gulma Tanaman Pangan Dalam Usaha Peternakan Itik Bali Melalui Produksi Biosuplemen Berprobiotik Berbasis Limbah Isi Rumen. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Dewi, G. A. M. K, INS Sutama, I W. Wijana 2014. Isolasi Dan P emanfaatan Probiotik Bakteri Selulolitik Asal Rayap Untuk Produksi Biosuplemen Berbasis Limbah Rumen Dalam Optimalisasi Peternakan Itik Bali Rakyat. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Republik Indonesia Jakarta
Frandson, R. D. 1992, Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Terjemahan Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, A.A. P. Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar
Mudita, I M., I W. Wirawan, dan A. A. P. P. Wibawa. 2010. Suplementasi Bio-multi Nutrien yang Diproduksi dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar
Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. N. Kayana. 2012 Rumen dan Rayap dalam Produksi BioinokulanAlternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi BaliKompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Unggulan PerguruanTinggi. Universitas Udayana, Denpasar
Murtidjo, B. A. 1988. Mengelola Ternak Itik. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
National Research Council. 1994. Nutrients Requirement of Poultry. National Academy Press, Washington, D.C
Nickel, R.A., SchummerE. Seiferie, W.G. Silver dan P.H.L. Wight. 1977. Anatomy of Domestic Bird. Verlag, Paul Parey, Berlin
Partama, I. BG., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, A. A. A. S. Trisnadewi, 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteriserta Fungsi Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulandalam Pengembangan Peternakan Bali Berbasis Limbah. LaporanPenelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar
Rahayu, E., C. I. Sutrisno, dan B. Sulistiyanto. 2012. Pemanfaatan limbah isirumen sebagai starter kering. Prosiding Seminar Nasional PeternakanBerkelanjutan 4. Hal. 50-55. Fakultas Peternakan UniversitasPadjajaranBandung
Rasyaf, M., 1982. Berternak Itik. Cetakan Permata. Penerbit Kanisius
Ressang, A. A. 1998. Patologi Khusus Veteriner. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Rukmiasih, 1998. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Produksi Konsumsi RansumMengandung Tepung Biji Kecipir Kukus. Karya Ilmiah. IPB, Bogor
Suardana, I W. ,I N. Suarsana, IN. Sujaya, dan K. G.Wiryawan. 2007. Isolasi danIdentifikasi Bakteri Asam Laktat dari cairan Rumen Sapi Bali SebagaiKandidat Biopreservatif. Jurnal Veteriner Vol. 8 No. 4: 155-159.
Steel R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: Bambang Sumantri. PT Gramedia Pustaka. Jakarta.
Udayana, I D.G.A. 2014. Itik Bali Sebagai Hewan Upacara dan Produksi. Edisi I. Udayana University Press, Denpasar.
USDA, 1997. United States Department of Agriculture
Dwipayana et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 1 Th. 2017: 146 -158
Page 158
Discussion and feedback