e-journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

PENGARUH ARAS SEKAM PADI TERFERMENTASI DALAM RANSUM DISUPLEMENTASI DAUN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.)TERHADAP BOBOT POTONG DAN KOMPOSISI FISIK KARKAS

ITIK BALI JANTAN UMUR 24 MINGGU

Hartawan, I K. B., T. G. B. Yadnya dan T. G. O, Susila

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana,Jl. P.B. Sudirman Denpasari E-mail: [email protected] Hp: 083119674319

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aras sekam padi terfermentasi disuplementasi daun ubi jalar ungu terhadap bobot potong dan komposisi fisik karkas itik bali jantan umur 24 minggu. Penelitian telah dilakukan di Desa Guwang, Kabupaten Gianyar selama 12 minggu menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan, setiap perlakuan terdiri atas lima ekor itik jantan dengan kisaran bobot awal 866,6 ± 67,06g. Perlakuan tersebut adalah: (A) ransum tanpa sekam padi ,(B) ransum 5% sekam padi, (C) ransum 5% sekam padi terfermentasi di suplementasi daun ubi jalar ungu, (D) ransum 10% sekam padi (E) ransum 10% sekam padi terfermentasi disuplementasi daun ubi jalar ungu. Variabel yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, komposisi fisik dan persentase karkas (daging, tulang dan kulit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sekam padi terfermentasi disuplementasi daun ubi jalar ungu terhadap bobot potong, bobot karkas, bobot daging karkas, persentase karkas dan persentase daging karkas itik secara statistika berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan A. sedangkan pada bobot tulang karkas dan persentase tulang karkas secara statistika memperoleh hasil peningkatan secara nyata (P<0,05), namun pada bobot lemak dan persentase lemak karkas terjadi penurunan secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan A. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian sekam padi terfermentasi dalam ransum disuplementasi daun ubi jalar ungu tidak berpengaruh terhadap bobot potong dan dapat memperbaiki komposisi fisik karkas itik bali jantan umur 24 minggu.

Kata kunci: Sekam padi, daun ubi jalar ungu, bobot potong, komposisi fisik karkas, itik bali.

THE EFFECT OF FERMENTED RICE HULL BY Aspergillus niger SUPPLEMENTEDWITH PURPLE SWEET POTATO (Ipomoea batatas L) OF THE SLAUGHTER WEIGHT, FHYSICALCOMPOSITION OF CARCASS OF

BALI DUCKS AGED 24 WEEKS

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of fermented rice hull supplemented cedar leaves purple sweet potato to slaughter weight and carcass physical composition bali ducks aged 24 weeks. Research has been conducted in the of Guwangvillage, Gianyar for 12 weeks using a completely randomized design with five treatments and three replications, each treatment consisted of five male ducks with a range of initial weight 866.6 ± 67,06g. The treatments were: (A) the ration without rice hull, (B) ration of 5% rice hull, (C) ration of 5% rice hull fermented in supplementing leaves purple sweet potato, (D) ration of 10% rice hull (E) ration of 10 % rice hull supplemented fermented purple sweet potato leaves. The variables measured were slaughter weight, carcass weight, carcass


composition fisk (meat, bones and skin) in grams and percentages.The results showed thatoffering rice hull with supplemented by purple sweet potato leaves are not efektive of the slaughter weight, carcass weight, carcass meat weight, carcass percentage and carcass meat percentage of male bali duck convare with tretment A, but on carcass bone weight and bone percentage a increase significantly different (P<0.05) while on cascass fat and carcass fat percentage decreased significantly different (P<0.05) than treatment A.Base on the result of this study its can be concluded that offering fermented rice hull with suplemented by purple sweet potato leaves are not affectedof slaught weight and improve of carcass composition fisical male bali duck age 24 week.

Keywords: Rice husk, leaves purple sweet potato, slaugh weight, carcass physical composition, duck bali.

PENDAHULUAN

Itik bali merupakan salah satu ternak unggas lokal yang berpotensi untuk dikembangkan di bali karena mempunyai keunggulan antara lain cepat beradaptasi pada lingkungan sekitarnya, mampu tumbuh dengan cepat, dan dapat mengubah pakan secara efisien menjadi daging yang bernilai gizi tinggi yang hampir sama dengan daging ayam atau memiliki struktur perdagingan yang baik (Srigandono, 1998). Pengembangan ternak itik memerlukan manajemen pemeliharaan yang baik dengan pakan yang mempunyai kandungan gizi yang tinggi sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi kendala yang sering hadapi peternak yakni pakan yang berkualitas baik mempunyai harga yang relatif mahal, sehingga tidak terjangjau oleh peternak dan oleh sebab itu perlu dimanfaatkan hasil limbah pertanian sebagai bahan penyusun ransum alternatif untuk mengurangi biaya pakan yang mencapai 60 sampai 70 % dari biaya produksi (Rasidi, 1998). Salah satu hasil limbah pertanian yang dapat di gunakan adalah sekam padi. Sekam padi berpotensi menjadi bahan pakan ternak karena produksinya sangat tinggi. Produksi sekam padi di Bali mencapai 1.203.258 ton pertahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan 2008). Sebagai bahan pakan ternak yaitu nilai nutrisinya relatif rendah, ditandai oleh kandungan serat kasar 35%, protein 4,1%, lemak 1,6%, dan mineral 16% (Lubis, 1992). Close dan Menke (1986), menyatakan bahwa rendahnya kecernaan sekam padi antara lain disebabkan oleh tingginya kandungan silika dan lignin serta adanya ikatan lignoselulosa, dan jika dikonsumsi oleh ternak akan sulit untuk dicerna bahkan dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Untuk meningkatkan kecernaan sekam padi dapat dilakukan dengan cara fermentasi.

Bahan pakan ternak yang mengalami fermentasi memiliki nilai gizi yang lebih tinggi dari bahan asalnya. Hal ini disebabkan oleh enzim yang di hasilkan mikroorganisme mampu memecah komponen yang komplek menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga mudah

dicerna. Mikroorganisme yang dapat digunakan memfermentasi sekam padi di antaranya larutan Aspergillus niger. Aspergillus nigermenghasilkan enzim selulaze, lipase dan protease (Muchtadi, 1992). Yadnya dan Trisnadewi (2011) melaporkan bahwa fermentasi pada ubi jalar ungu dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein dari 3,38 menjadi 8,47% &, dan serat kasar terjadi penurunan dari 4,53 menjadi 2,99%. Lebih lanjut dijelaskan pemberianAspergillus niger dalam ransum dapat meningkatkan efisiensin penggunaan ransum. (Bidura et al., 2007) menyatakan bahwa fermentasi bungkil kelapa dengan Aspergillus niger meningkatkan kadar protein kasar dari 31,30 menjadi 36,3% dan energi dari 1667 kkal/kg menjadi 2470 kkal/kg. Meningkatnya kualitas sekam padi terfermentasi yang di berikan pada itik cenderung mengakibatkan pertumbuhan itik lebih baik daripada pemberian sekam padi tanpa fermentasi. Peningkatan laju pertumbuhan akan di ikuti dengan penimbunan lemak pada itik. Kadar lemak dan kolesterol yang tinggi pada daging kurang di sukai konsumen sehingga di butuhkan pakan alternatif yang mampu menurunkan kadar lemak pada karkas itik bali, salah satu di antaranya daun ubi jalar ungu. Daun ubi jalar ungu mempunyai kandungan antosianin yang bersifat sebagai antioksidan (Ishida et al., 2000) dan (Suprapta et al., 2004), yang bersifat sebagai antioksidan yang dipercaya mampu menghambat sintesis kolenterol pada daging itik bali (Yadnya, 2012)

Penelitian yang terkait dengan penambahan sekam padi sebagai bahan ransum diantaranya adalah Yadnya dan Sukmawati (2006), melaporkan bahwa penggantian 50% dedak padi dengan serbuk gergaji kayu dan sekam padi yang difermentasi starbio tidak berpengaruhterhadap efisiensi penggunaan ransum (Roni et al., 2006) melaporkan penambahan sekam padi yang di amoniasi urea difermentasi dengan starbio dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas, dan persentase karkas yang lebih baik. (Yadnya et al., 2016) melaporkan pemberian sekam padi terfermentasi larutan EM.4 disuplementasi Monosodium glutamat (MSG) dapat memperbaiki performans pada itik bali. Pemberian daun ubi jalar ungu dapat memperbaiki karakteristik karkas itik bali (Yadnya et al., 2014). Dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengamati pengaruh aras sekam padi terfermentasi dalam ransum disuplementasi daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap bobot potong dan komposisi fisik karkas itik bali jantan, umur 24 minggu.

MATERI DAN METODE

Itik

Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang berumur 12 minggu sebanyak 75 ekor, dengan kisaran bobotbadanawal 866,6 ±46,0 g/ekor.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dengan sistem “batetery colony”2 tingkat yang terbuat dari bambu, sebanyak 15 petak. Setiap petak kandang mempunyai ukuran panjang , lebar dan tinggi, yaitu 70 , 70 dan 50 cm, dengan tinggi kolong dari lantai adalah 20 cm. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat minum dan tempat pakan yang terbuat dari bilah-bilah bambu. Lantai diberi alas “kampil” untuk menampung kotoran ternak dan dibersihkan setiap hari sehingga dapat mengurangi bau dan kelembaban kandang akibat kotoran ternak tersebut.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun atas bahan-bahan: jagung kuning, kacang kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, dedak padi, sekam padi, sekam padi terfermentasi yang disuplementasi daun ubi jalar ungu, mineral B12 dan NaCl. Ransum basal yang diberikan berdasarkan rekomendasi (Scott et al., 1982).

Tabel 1. Komposisi bahan ransum penelitian

Bahan

Perlakuan

A

B

C

D

E

Jagung kuning

55,36

54,98

54,98

49,98

49,98

Kacang kedelai

9,37

12,45

12,45

12,45

12,45

Bungkil kelapa

11,31

9,82

9,82

9,82

9,82

Tepung ikan

10,13

8,10

8,10

8,10

8,10

Dedak padi

13,26

9,00

9,00

9,00

9,00

Sekam padi tanpa fermentasi

-

5,00

-

10,00

-

Sekam padi terfermentasi

-

-

4,00

-

9,00

Daun ubi jalar ungu

1,00

1,00

Mineral B12

0,50

0,50

0,50

0,50

0,50

NaCl

0,15

0,15

0,15

0,15

0,15

Total

100

100

100

100

100

Keterangan:

1) A: Ransum tanpa sekam padi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

B: Ransum mengandung 5% sekam padi tanpa fermentasi

C: Ransum mengandung 5% sekam padi terfermentasi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

D: Ransum mengandung 10% sekam padi tanpa fermentasi

E: Ransum mengandung 10% sekam padi terfermentasi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

Tabel 2. Kandungan zat-zat nutrisi pada ransum peneliatian

Nutrien                                     Perlakuan                   Standar

A

B

C

D

E

Metabolisme energi (kkal/kg

2885,6

2808,3

2859,3

2860,8

2867,6

28001)

Protein kasar %

17,22

17,68

17,68

18,24

18,35

16-182)

Lemak kasar %

5,34

5,96

5,96

6,08

6,08

4-73)

Serat kasar %

6,9

6,11

6,11

7,76

7,77

3-63)

Kalsium %

0,94

0,77

0,77

0,77

0,77

0,804)

Phospor %

0,51

0,52

0,53

0,52

0,51

0,504)

Keterangan:

1) NRC (1984)

2) Murtidjo (1998)

3) Standar Morrison (1961)

4) Perhitungan berdasarkan tabel komposisi Scott et al. (1982).

Alat-alat

Alat – alat yang di pergunakan dalam penelitian iniantara lain : Timbangan duduk kapasitas 2 Kg dengan kepekaan 10g untuk menimbang ransum, neraca digital 3100g dengan kepekaan 0,5g, (untuk menimbang itik, karkas, dan bobot bagian – bagian dari karkas), karung sebagai tempat pencampuran ransum dan tempat ransum, kantong plastic, loyang, pisau dan gunting yang di gunakan untuk memotong.

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Buluh, Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali, dan penelitian ini dilaksanakan selama 12 minggu.

Pencampuran ransum

Pencampuran ransum diawali dengan mempersiapkan bahan-bahan ransum terlebih dahulu, bahan-bahan ditimbang sesuai dengan kebutuhan , dimulai dari komposisi paling besar, kemudian dilanjutkan dengan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan ransum yang telah ditimbang diletakan diatas lembaran plastik , ditumpuk-tumpuk dari bahan yang paling terbesar sampai terkecil. Bahan yang telah disusun dibagi menjadi lima bagian, masing-masing bagian dicampurhingga merata, kemudian kelima bagian ini dicampur lagi menjadi satu dan diaduk lagi sampai merata. Ransum yang telah tercampur ini kemudian ditimbang dan dimasukan kedalam kantong plastik serta diberi kode sesuai dengan perlakuan.Komposisi ransum untuk setiap perlakuan disajikan dalam Tabel 2.1

Pemberian ransum dan air minum

Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum diberikan setiap hari dan dilakukan pemberian pakan dan minum dua kali sehari yaitupagi dan sore hari. Pagi hari di

berikan pada pukul 08.00 (Wita)dan sore hari pada pukul 16.00(Wita).Tempat pakan diisi tiga perempat bagian dari tempat ransum untuk menghindari tercecernya ransum pada saat itik menkonsumsi ransum. Penambahan air minum dilakukan setiap sore hari. Air minum yang diberikan berasal dari air PAM. Pembersihan tempat pakan dan tempat air minum dilakukan setiap sore hari sebelum pemberian ransum dan air minum. Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap sore hari setelah dilakukan pembersihan tempat pakan.

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan berisi lima ekor itik dengan kisaran bobot badan awal 866,6 ± 76,6 g/ekor. Kelima perlakuan tersebut adalah:A:Ransum tanpa sekam padi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) B: Ransum mengandung 5% sekam padi, C: Ransum mengandung 5% sekam padi terfermentasi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.), D:ransum mengandung 10% sekam padi, E:Ransum mengandung 10% sekam padi terfermentasi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada saat itik berumur 24 minggu, sampel diambil 1 ekor itik pada masing-masing perlakuan dan diambil dengan menimbang bobot yang mendekati rata-rata, sehingga jumlah itik yang digunakan sebagai sampel adalah 15 ekor. Pemotongan Itik

Sebelum dilakukan penyembelihan itik terlebih dahulu dipuasakan selama ± 12 jam kemudian ditimbang bobot badannya. Pemotongan dilakukan pada bagian Vena jugularis yang terletak diantara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama bagian kiri (USDA 1977). Darah yang keluar ditampung dalam mangkok dan dimasukan kedalam plastik dan ditimbang untuk mengetahui bobotnya.

Pemisahan bagian-bagian tubuh

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pemisahan bagian-bagian tubuh antara lain: diawali dengan pencabutan bulu itik dengan cara mencelupkan itik yang sudah disembelih kedalam air dingin terlebih dahulu untuk membersihkan kotoran yang menempel di bulu itik, kemudian kedalam air panas ± 70 - 750 C, selama ± 1 menit untuk mempermudah pencabutan bulu. Setelah selesai mencabutan dilakukan penimbangan itik tanpa bulu dan darah. Kemudian selanjutnya dilakukan pengeluaran organ dalam,

pemotongan kaki bagian bawah, kepala serta leher. Selanjutnya karkas di lakukan pemisahan bagian karkas antara daging, tulang dan lemak, kemudian masing-masing bagian karkas ditimbang untuk mengetahui beratnya.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1.    Bobot potong merupakanbobot badan ternak pada akhir penelitian (umur 24 minggu).

  • 2.    Bobot karkas merupakan bobot potong dikurangi bobot non karkas.

  • 3.    Bobot daging karkasdiperolehdari pengurangan bobot karkas dengan bobot lemak dan bobot tulang karkas.

  • 4.    Bobot tulang karkas diperoleh dari bobot karkas dikurangi dengan daging karkas dan lemak karkas.

  • 5.    Bobot lemak karkas diperoleh dari bobot karkas dikurangi dengan bobot daging karkas dan tulang karkas.

  • 6.    Persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot potong dikali 100%.

  • 7.    Persentase daging karkas diperoleh dengan membagi bobot daging karkas dengan bobot karkas dikali 100%

  • 8.    Persentase tulang karkas diperoleh dengan membagibobot tulang karkas dengan bobot karkas dikali 100%

  • 9.    Persentase lemak karkas diperoleh dengan membagibobot lemak karkas dengan bobot karkas dikali 100%

Analisis Statistika

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<,0,05) diantara perlakuan maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncans (Steel dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong

Bobot potong pada itik yang di beri ransum kontrol (A) berumur 24 minggu adalah 1.252 g/ekor (Tabel 3). Pada pemberian perlakuan B dan D dapat menurunkan bobot potong masing-masing sebesar 0,40% dan 0,80% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan pada pemberian perlakuan C dan E dapat meningkatkan bobot potong masing-

masing sebesar 4,47% dan 2% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan kontrol (A). Pada pemberian perlakuan B dan D dapat menurunkan bobot potong masing-masing sebesar 2,35% dan 2,74% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan E, namun pada pemberian perlakuan C dapat meningkatkan bobot potong sebesar 2,40% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan E. Hal ini disebabkan konsumsi pada itik yang mendapat perlakuan B dan D berbeda tidak nyata dengan perlakuan A (lampiran 1). Ini berarti asupan nutrisi untuk mensintesis jaringan tubuh pada perlakuan B dan D tidak jauh berbeda dengan perlakuan A akibatnya bobot potong yang dihasilkan oleh berbeda tidak nyata.Adanya kecenderungan peningkatan bobot potong pada perlakuan C dan E dibandingkan dengan perlakuan A disebabkan fermentasi sekam padi dengan Aspergillus niger meningkatkas kecernaan ransum (Yadnya dan Trisnadewi 2011) dan meningkatkan kandungan protein dan energi dalam ransum (Bidura et al., 2007) sehingga kendatipun konsumsi ransum pada perlakuan C dan E lebih rendah daripada perlakuan A, namun mampu menghasilkan bobot potong yang cenderung lebih baik dengan perlakuan A. Tabel 3. Pengaruh aras sekam padi terfermentasi dalam ransum disuplementasi daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap bobot potong dan komposisi fisik karkas itik bali umur 24 minggu.

Peubah yang diamati

A

B

Perlakuan1)

C

D

E

SEM2)

Bobot potong (g/ekor)

1.252a3)

1.247a

1,307,67a

1.242a

1.277a

45,29

Bobot karkas (g/ekor)

645a

634a

702a

654a

674a

48,54

Bobot daging karkas (g/ekor)

262,3ab

224c

276a

230bc

273a

11,37

Bobot tulang karkas (g/ekor)

85b

140ab

211a

199a

185a

26,12

Bobot lemak karkas (g/ekor)

296,67a

270,33b

214,67e

225,33c

216,00d

0,3

Persentase karkas (%)

51,51a

50,90a

53,75a

53,01a

52,74a

7,37

Persentase daging karkas (%)

40,75a

35,38a

39,56a

35,20a

40,45a

6,37

Persentase tulang karkas (%)

13,46b

21,85ab

29,67a

30,28a

27,38a

2,99

Persentase lemak karkas (%)

45,79a

42,78a

30,77b

34,53b

32,08b

1,42

Keterangan:

  • 1)    Perlakuan : A: Ransum tanpa sekam padi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) B: Ransum mengandung 5% sekam padi tanpa fermentasi C: Ransum mengandung 5% sekam padi terfermentasi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) D: Ransum mengandung 10% sekam padi tanpa fermentasi E: Ransum mengandung 10% sekam padi terfermentasi dan daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.).

  • 2)    SEM: “Standar Error of The Treatment Means ”.

  • 3)    Nilai dengan hurup yang sama pada baris yang sama secara statistik menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05).

Bobot Karkas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot karkas pada itik yang mendapatkan ransum kontrol (A) adalah 645 g/ekor (Tabel 3). Pada perlakuan B dapat menurunkan bobot karkas sebesar 1,70% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan pada perlakuan C, D dan E dapat meningkatkan bobot karkas masing-masing sebesar 8,83%, 1,40%, dan 4,50% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol (A). Pada perlakuan B dan D dapat menurunkan bobot karkas masing-msing 5,93% dan 2,97% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan E, namun pada perlakuan C dapat meningkatkan bobot karkas sebesar 4,15% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan E. Hasil ini sangat dipengaruhi oleh bobot potong yang di hasilkan itik sesuai dengan yang di sampaikan oleh (Resnawati dan Hardjosworo, 1976) bobot karkas erat kaitannya dengan bobot potong, karena bobot potong berkorelasi positif terhadap bobot karkas, semakin tinggi bobot potong maka produksi karkas cenderung semakin tinggi pula. Lebih lanjut menurut Siregar (1994) bobot karkas dipengaruhi oleh bobot badan, kualitan dan kuantitas makanan yang diberikan, yang artinya bobot karkas sangat erat kaitannya dengan bobot potong yang di hasilkan oleh itik.

Bobot Daging Karkas

Bobot daging karkas yang diperoleh pada ransum kontrol (A) adalah 262,33 g/ekor (Tabel 3). Pada perlakuan B dapat menurunkan bobot daging karkas sebesar 14,61% berbeda nyata (P<0,05), sedangkan pada perlakuan D dapat menurunkan bobot daging karkas sebesar 12,32% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A). Pada perlakuan C dan E dapat meningkatkan bobot daging karkas masing-masing sebesar 5,21%, dan 4,07% berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol (A). Pada perlakuan C dapat meningkarkan bobot daging karkas sebesar 1,10% secara nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan E. Pada perlakuan B dapat menurunkan daging karkas sebesar 17,94% secara nyata (P<0,05) dibandingakan perlakuan E, namun pada pemberian perlakuan D dapat menurunkan daging karkas sebesar 15,75% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan E. karena adanya sekam padi dalam ransum dapat mengurangi kecernaan ransum (Lubis, 1992) akibatnya protein yang dapat diserap melalui saluran pencernaan berkurang, akhirnya akan mengurangi daging karkas yang dihasilkan, namun sekam padiyang difermentasi aspergillus niger dapat meningkatkan kecernaan

(Yadnya dan Trisnadewi 2011) dan protein ransum (Bidura 2007) akibatnya protein yang tersedia untuk mensistesis daging meningkat.

Bobot Tulang Karkas

Bobot tulang karkas yang di peroleh pada pemberian perlakuan kontrol (A) adalah 85 g/ekor (Tabel 3). Pada perlakuan B dapat meningkatkan bobot tulang karkas sebesar 64,70% secara statistik berbedatidak nyata (P>0,05), sedangkan pada perlakuan C, D dan E dapat meningkatkan bobot tulang karkas masing-masing 139,77%, 126,14%, dan 110,23% secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingakan perlakuan kontrol (A). Pada perlakuan C lebih tinggi daripada perlakuan B, D dan E masing-masing sebesar 164,65%, 116,69% dan 123,32% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini sesuai dengan pernyataan yang di kemukakan oleh(Cakra, 1986) adanya pernbedaan persentase bagian-bagian karkas karena salah satu bagian dari pada karkas yang meningkat akan berpengaruh terhadap bagian karkas yang lainnya.

Bobot Lemak Karkas

Hasil menunjukkan bahwa bobot lemak karkas pada ransum kontrol (A) adalah 295,67 g/ekor (Tabel 3). Pada perlakuan B, C, D dan E dapat menurunkan bobot lemak karkas masing-masing sebesar 8,47%, 27,12%, 23,73%, dan 26.78% secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan kontrol (A). Perlakuan B menghasilkan bobot lemak lebih tinggi daripada perlakuan C, D dan E masing-masing sebesar 20,59%, 16,65% dan 20,10% secara statistik berbeda nyata (P<0,05). Penurunan bobot lemak pada perlakuan C, D dan E disebabkan karena adanya sekam padi sebagai sumber serat dapat mengikat lemak yang akan dikeluarkan melalui feses, sehingga lemak yang terserap bisa berkurang (Bidura 2007), adanya daun ubi jalar ungu yang menghasilkan antioksidan yang dapat menghambat sistesis lemak makalemak yang tersimpan dalam tubuh itik berkurang dan lemak yang terakumulasi dalam karkas juga berkuang (Witariadi et al., 2012).

Persentase Karkas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase karkas yang di peroleh pada ransum kontrol (A) adalah 51,51% (Tabel 3). Pada perlakan C, D, dan E dapat meningkatkan persentase karkas masing-masing 4,34%, 2,91%, 2,39% secara statistika berbeda tidak nyata (P>0.05), namun pada perlakuan B dapat menurunkan persentse karkas sebesar 1,18% secara statistika berbeda tidak nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A). Pada perlakuan C dan D dapat meningkatkan persentase karkas masing-masing sebesar 1,91% dan

0,51% secara statistika berbeda tidak nyata (P>0.05) dibandingkan dengan perlakuan E. Pada perlakuan B dapat nenurunkan persentase karkas 3,49% secara statistika berbeda tidak nyata (P>0.05) dibamdingkan dengan perlakuan E.Hasil ini di sebabkan karena perlakuan B, C, D dan E menghasilkan bobot karkas dan bobot potong yang berbeda tidak nyata sehingga dihasilkan persentase karkas yang berbeda tidak nyata. Sueparno (2005) melaporkan bahwa karkas sangat ditentukan oleh bobot potong dan bobot bukan karkas. Begitu juga yang diperoleh oleh Yadnya et al., (2016) pemberian sekam padi dalam ransum pada tingkat 5%, 6%, dan 7% yang dibrikan larutan EM-4 dan di suplementasi MSG tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas, dan persentase karkas.

Persentase Fisik Karkas

Persentase Daging Karkas

Hasil yang di dapatkan pada persentase daging karkas pada itiki yang diberikan ransum komtrol (A) adalah 40,75% (Tabel 3). Pada perlakuan B, C, D, dan E dapat menurunkan persentase daging karkas masing-masing 13,18%, 9,92%, 13,62% dan 0,51% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakuan kontrol (A), sedangkan pada perlakuan B, C, dan D dapat menurunkan persentase daging karkas masing – masing 12,54%, 2,42%, 13,17% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan E. Pada pemberian perlakuan C dan E terjadi penurunan konsumsi ransum daripada pemberian perlakuan kontrol (Lampitran 2), dengan adanya Aspergillus niger yang dapat menghasilkan enzim selulase, lipase dan protease yang dapat meningkatkan kecernaan ransum (Yadnya dan Trisnadewi 2011) menfermentasi sekam padi sehingga kandungan nutrisinya menigkat dan kebutuhan akan zat nutrisi bagi itik bisa terpenuhi.

Persentase Tulang Karkas

Penelitian menunjukkan bahwa persentase tulang karkas pada itik yang diberikan ransum komtrol (A) adalah 13,46% (Tabel 3). Pada perlakuan B dapat meningkatkan persentase tulang karkas sebesar 62,32% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) sedangkan pada perlakuan C, D, dan E dapat meningkatkan persentase tulang karkas masing-masing 120,43%, 124,96% dan 103,42% secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingakan dengan perlakuan kontrol (A). Perlakuan D menghasilkan persentase tulang karkas lebih tinggi daripada perlakuan B, C, dan E masing-masing sebesar 78,15%, 91,66% dan 72,62% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).Hal ini disebabkan karena salah satu bagian daripada karkas terjadi peningkatan atau penurunan sehingga berpengaruh terhadap persentase tulang karkas (Cakra 1986).

Persentase Lemak Karkas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase lemak karkas pada itik yang diberikan ransum kontrol (A) adalah 45,79% (Tabel 3). Pada perlakuan B menurunkan persentase lemak karkas sebesar 6,57% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Pada perlakuan C, D, dan E dapat menurunkan persentase lemak karkas masing-masing sebesar 32,80%, 24,59%, dan 29,94% secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingakan dengan perlakuan kontrol (A). Pada perlakuan B lebih tinggi daripada perlakuan C, D, dan E masing-masing sebesar 28,07%, 19,28% dan 25,01% secara statistik berbeda nyata (P<0,05).Dengan adanya daun ubi jalar ungu dapat meningkatkan kapasitas antionsidan ransum (Susila et al., 2015) sehingga persentase lemak dalam karkas bisa berkurang.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa pemberian sekam padi terfermentasi Aspergillus nigerdalam ransum disuplementasi daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) mampu menghasilkan bobot potong, bobot karkas yang relatif sama, namun mampu menurunkan bobot lemak, persentase lemak dan meningkatkan bobot tulang danpersentaase tulang karkas itik bali jantan umur 24 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Tabanan Dalam Angka. Denpasar : BPS Provinsi Bali.

Bidura, IG.N.2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Penerbit Universitas Udayana.

Bidura, I.G.N.G., I.B.G. Partama, dan T.G.O. Susila. 2007. Limbah. Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Cakra, I G. L. O. 1986. Pengaruh Pemberian Hijauan versus Top Mix terhadap Berat Karkas dan Bagian-bagiannya pada Ayam Pedaging Umur 0-8 Minggu. Skripsi.Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Close, W. and K. H. Menke. 1986. Selected Topics in Animal Nutrition. A Manual Prepared for The Third Hohenheim Course on Animal Nutrition in The Tropics and Semi Tropics. 2nd Ed. The Institute of Animal Nutrition, Hohenheim, Univesity Sttugart.

Ishida,H, H.Suzuno, N. Sugiyama, S. Innami, T. Tadokoro, A. Maekawa. 2000. Nutritive Evaluation on Chemical Components of Leaves, Stalks and Sterms of sweet Potatoes (Ipomoea batatas poir), J. Food Chemistry, 68: 359 – 367

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT. Gramedia, Jakarta

Morrison, F.B 1961. Feed and Feeding A Briged. 9th. Ed.The Morisson Pubishing Co.Arrangewille. Ontorio, Canada

Muchtadi, D. N. S. Palupi dan M. Astawan. 1992. Enzi, dalam industri pangan. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor.

Murtidjo, B. A. 1988. Mengelola Itik. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.Reifa.2005. Ubi Jalar Sehatkan Mata dan Jantung, serta Mencegah Kanker. Majalah Kartini Nomor: 2134

NRC. 1984. Nutrien Requeritment of Poultry. National Academy press Washington, D.C

Rasidi. 1998. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Resnawati, H. dan P.S. Hardjosworo. 1976. Pengaruh Umur Terhadap Persentase Karkas dan Efisiensi Ekonomi Ayam Broiler. Unsexed lembaran LPP.VI.2.

Roni, Ni Gst., Ni M.S.Sukmawati., Ni Luh Putu Sriyani. 2006. Pengaruh Pemberian Ransum Mengandung Sekam Padi Diamoniasi Disuplementasi dengan Zat Probiotik Terhadap Bobot Badan, Perlemakan Tubuh, dan Karkas Ayam Broiler. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Scott, M.L., Neisheim, M.C., and Young, R.J. l982. Nutritionof The Chickens. 2nd Ed. Publishing by : M.L. Scott andAssoc. Ithaca, New York.(Diakses pada tanggal 29 Desember 2015).

Scott, M. L., Neaheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of The Chicken. 2nd ed. M. L Scott and Associate Ithaca, New York.

Siregar, A. P. 1994. Teknik Beternak Ayam Pedaging. Merdie Group. Jakarta.

Srigandono, B. 1998. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada Univercity Press, Yogyakarta.

Steel, R. G. D and J. M.Torrie. 1989. Principles and Procedure of statistic. Mc. Graw, Hill, Book Co Inc, New York,London.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada Univercity Press, Cetakan Keempat, Yogyakarta.

Suprapta DN, Antara M, Arya N, Sudana M, Duniaji AS, Sudarma M. 2004. Kajian aspek pembibitan, budidaya, dan pemanfaatan umbi-umbian sebagai sumber pangan alternatif. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama BAPEDA Propinsi Bali dengan Fakultas Pertanian Universitas Udayana

USDA, 1977. Poultry Grading manual. U. S. Government Printing Office,

Witariadi, Ni Made., Ni Gusti Ketut Roni., Desak Putu Mas Ari Candrawati., dan A.A.A.S. Trisnadewi.2012. Kualitas Karkas Itik Bali Umur 23Minggu yang Diberikan Ransum

Umbi Ubi Jalar Ungu (Iphomoea batatas L.) yang Terfementasi. Laporan Penelitian Dosen Muda Dana Diva (Dosen Muda) Universitas Udayana TAhun Anggaran 2012.

Yadnya, T. G. dan N. M. S. Sukmawati. 2006. Pengaruh penggantian dedak padi dengan sekam padi atau serbuk gergaji kayu yang disuplementasi dengan probiotik terhadap efisiensi penggunaan ransum dan kadar asam urat darah itik bali. Majalah Ilmiah Peternakan 9: 40-44.

Yadnya, TGB and A.A.A.S Trisnadewi. 2011. Inproving the nutrive of Purple sweet potato (Ipomoea batatas L) through Biofermentasi of Aspergillus niger as feed substance Containing Antioxidant. International, 3 rd International Conforence Biosciences and Biotechnology, Bali, September 21-22,2011

Yadnya, TGB; Partama IBG., dan Trisnadewi A.A.A.S.. 2012. Pengaruh pemberian ransum Daun ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi Aspergillus niger terhadap Kecernaan Ransum, retensi Protein, dan Pertambahan Bobot Badan pada Itik Bali. Prosiding seminar Nasional Fakultas Agro Industri.

Yadnya, TGB. Partama IBG., Trisnadewi A.A.A.S., dan Wirawan IW. 2014. Kajian Pengaruh Pemanfaatan Kulit Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L) terfermentasi dalam ransum terhadap nilai nutrisi ransum, penampilan, Malondialdehide (MDA), gula dan asam urat Darah itik Bali Fase Pertumbuhan. Laporan Penelitian, Fakultas Peternakan universitas Udayana dengan Sumber Dana Penelitian Hibah Unggulan Dikti. Tahun Anggaran 2014.

Yadnya, T. G. B., A. A. S. Trisnadewi., IK. Sukada dan Igst. Lanang Oka. 2016 The effect of Offered Diet Containg Rice Hull and Mono Sodium Glutamte (Msg) and Effetive Microorganism -4 (Em-4) Solution on The Performance of Campbell Duck.

International Reaserch Journal of Engineering, IT & Scientific Research (IRJEIS). Vol. 2 Issue 11, November 2016, page: 66~72. ISSN: 2454-2261 Impact Factor. 3.605

Hartawan et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 1 Th. 2017: 23 - 36

Page 36