Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com

email: jurnaltropika@unud.ac.id

e-journal

FAPET UNUD

Universitas

Udayana

e-Journal

EVALUASI DAYA SIMPAN DAGING DARI SAPI BALI YANG DIGEMBALAKAN DI AREA TPA DESA PEDUNGAN, DENPASAR SELATAN

Samudra, I W. G. A., I. N. T. Ariana., S. A. Lindawati

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar E-mail: wyngarbaadi@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil mikroba dan daya simpan daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1). Objek penelitian ini yaitu sapi bali yang digembalakan di TPA Desa Pedungan, Denpasar Selatan dan sapi bali yang dipelihara secara konvensional (semi – intensif) yang didapatkan dari peternak lokal. Pelakasanaan penelitian ini selama dua bulan, di dua tempat yaitu di RPH tradisional milik bapak Wayan Sija yang beralamat di Banjar Bersih, Desa Darmasaba dan uji mikrobiologi di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan dua perlakuan dan enam ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil mikroba TPC berbeda tidak nyata (P>0,05), bakteri Coliform dan Escherichia coli menunjukkan hasil yang nyata lebih tinggi (P<0,05) antara T1 dan T0. Pengamatan daya simpan pada 0 jam menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05), namun pengamatan berikutnya pada 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 10 jam menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Simpulan dari penelitian ini bahwa total mikroba/TPC pada T1 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan T0 namun masih berada pada ambang batas keamanan pangan, sedangkan pada perlakuan T0 dan T1 sama-sama tercemar mikroba patogen. Daya simpan T1 lebih pendek yakni selama 10 jam ssedangkan T0 selama 12 jam.

Kata kunci: Coliform, Daya simpan, E. Coli, TPC

EVALUATION OF STORABILITY OF BEEF FROM BALI CATTLE THAT GRAZING AT LANDFILL AREA PEDUNGAN VILLAGE, SOUTH DENPASAR

ABSTRACT

The purposes of this research were to determine the microbial profile and storability of beef which cattle grazing at landfill area (T1). The object of this research was bali cattle that looked after at TPA Pedungan Village, South Denpasar. This research was carried out for 2 months, in Wayan Sija’s traditional abatoar located at Banjar Bersih, Darmasaba Village and microbiology test in Product Technology and Microbiology, Faculty of Animal Science, Udayana University. This research used a Completely Randomized Design (CRD) by two treatments with six repitations. The results of the research showed that microbial profile TPC unsignificant difference (P>0.05), Coliform and E.coli bacteria showed a significant difference (P<0.05) between T1 and T0. Observations storability at 0 hour showed unsignificant results (P>0.05), but observations next 2 hours, 4 hours, 6 hours, 8 hours and 10 hours showed a significant difference (P<0.05) , Conclusions of this research showed that the microbial profile TPC between Ti and T0 is higher but still at the threshold of food safety, while Coliform and E.coli between T0 and T1 is same contamine of patoghen microbial. Storability of T1 is only 10 hours while T0 is12 hours.

Keywords: Coliform, E. coli,Storability, TPC

e-Journal

Udayana

PENDAHULUAN

Peternakan sapi di Bali sebagian besar sudah melaksanakan tatalaksana peternakan sapi dengan baik dan benar, baik dari aspek reproduksi dan pembibitan (breeding) maupun penggemukan (fattening) (Data Dinas Peternakan Provinsi Bali 2010). Namun, beberapa pemeliharaan sapi bali juga dilakukan secara pengembalaan, salah satunya pada area tempat pembuangan akhir (TPA) Desa Pedungan, Denpasar Selatan. Manajemen pemeliharaan sapi bali yang dilakukan pada tempat tersebut sangat berbeda jika dibandingkan dengan peternakan sapi bali pada umumnya. Ternak sapi di area TPA tidak dikandangkan, tidak dimandikan, dan tidak mendapat pakan hijauan dan minum layaknya ternak ruminansia. Makanan pokok hanya dari sampah-sampah yang ada di area TPA dan ternak dapat dengan bebas mencari makan, berbeda halnya dalam pemeliharaan secara intensif atau dikandangkan. Sriyani et al. (2014) melaporkan bahwa sampah yang dimakan oleh sapi-sapi yang digembalakan di TPA Desa Pedungan, Denpasar Selatan dikelompokkan menjadi kelompok sayuran, kelompok buah-buahan dan kelompok limbah dapur. Dilihat dari penampilan secara eksterior ternak sapi bali tersebut cukup sehat dan tidak bermasalah.

Kualitas daging yang baik dan sehat merupakan tuntutan konsumen yang harus dipenuhi oleh produsen daging, khususnya daging sapi yang dihasilkan oleh peternak. Daging sapi dengan kualitas baik tidak hanya didukung oleh kualitas fisik dan kimianya saja, faktor keamanan pangan seperti profil mikroba dan daya simpan dari daging juga harus diperhitungkan (Lindawati, 1998). Daging sapi termasuk salah satu bahan pangan yang sangat rentan terhadap kontaminasi mikroorganisme, karena mempunyai kadar air yang tinggi. Kandungan air yang tinggi merupakan media yang sangat ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme. Daging yang sudah terkontaminasi oleh mikroorganisme akan mengalami kerusakan dan penurunan daya simpan, sehingga menurunkan kualitas dari pada bahan pangan tersebut. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa daging sapi mudah rusak dan merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan mikroba, karena tingginya kandungan air dan zat gizi seperti protein.

Daya simpan yang rendah mengindikasikan adanya cemaran mikroba patogen pada daging. Usmiati (2010) menyatakan bahwa, besarnya kontaminasi mikroba patogen pada

e-Journal

Udayana

daging menentukan kualitas dan masa simpan daging. Daging yang tercemar mikroba patogen jika dikonsumsi oleh manusia dapat membahayakan kesehatan. Cemaran mikroba yang dikategorikan dapat membahayakan kesehatan manusia adalah jenis cemaran mikroba sesuai SNI 01-6366-2000 pada daging, telur, susu serta olahannya adalah Coliform, Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus aureus, Chlostridium sp, Salmonella sp, Champhylobacter sp, dan Listeria sp. dan populasinya tidak melebihi ambang batas. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Badan Standardisasi Nasional (BSN) persyaratan mikrobiologis untuk daging sapi yang beredar di Indonesia adalah total plate count (TPC) 1 x 106 cfu/g, bakteri Coliform 1 x 102 cfu/g, dan bakteri Escherichia coli 1 x 101 cfu/g (SNI 7388, 2009). Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil mikroba dan daya simpan daging dari sapi yang digembalakan di area TPA.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada dua tempat yaitu di rumah potong hewan (RPH) tradisional milik bapak I Wayan Sija yang beralamat di Banjar Bersih, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung sebagai tempat penyembelihan dan pemotongan ternak sapi, dan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana sebagai tempat untuk uji mikrobiologi. Pelaksanaan penelitian ini yaitu selama dua bulan.

Daging Sapi Bali

Daging sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah daging dari sapi bali betina yang lahir dan digembalakan di area TPA Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan, Denpasar Selatan sebanyak 6 ekor yang sudah afkir. Keenam sapi tersebut disembelih dan dipotong untuk dicari bagian loin (punggung) untuk sampel penelitian. Sistem pemeliharaan ternak sapi bali di TPA Desa Pedungan menggunakan sistem ekstensif atau digembalakan di area TPA. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak sapi pada area TPA berupa limbah-limbah rumah tangga, restoran, hotel dan pasar berupa sisa sayuran.

e-Journal

Udayana

Daging sapi bali yang digunakan sebagai kontrol merupakan daging dari sapi bali betina yang sudah afkir, yang didapatkan dari peternak lokal dan dipelihara secara semi-intensif dan diberikan pakan hijauan berupa rumput, daun-daunan dan jerami.

Alat dan Bahan

Alat

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan alat-alat yaitu pisau, timbangan manual, nampan, plastik, golok, dan spidol permanent. Untuk uji mikrobiologi alat-alat yang dipergunakan yaitu erlenmayer 250 ml, oven, beaker glass 50 ml, cawan petri (petridish), batang bengkok, inkubator, pipet ukur 10 ml, api bunsen, gelas ukur 50 ml, autoklaf, pipet otomatis 1 ml dan 0,1 ml, laminar flow, batang gelas pengaduk.

Bahan Penelitian

Bahan yang dipergunakan pada penelitian ini yaitu, daging sapi bali betina bagian loin (punggung), aquades, pepton water 0,1%, PCA (Plate Count Agar), media EMBA (Eosin Methylene Blue Agar).

Metode

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, enam ulangan dan menggunakan 12 sampel, kedua perlakuan tersebut antara lain :

T0: daging dari sapi bali yang dipelihara secara konvensional (semi-intensif) didapatkan dari peternak lokal yang digunakan sebagai kontrol

T1: daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA Desa Pedungan, Denpasar Selatan

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu:

  • 1.    Profil mikroba pada daging, yang meliputi:

  • a.    Total plate count (TPC)

  • b.    Bakteri Coliform

  • c.    Bakteri Escherichia coli

  • 2.    Daya simpan daging sapi bali

e-Journal

Udayana

Prosedur Pengambilan Data

Pelaksanaan pengambilan data dimulai dari persiapan pengambilan sapi bali betina yang digembalakan di area TPA Desa Pedungan dan sapi yang digunakan sebagai kontrol yang diperoleh dari peternak lokal untuk dibawa ke RPH Darmasaba pada waktu pagi hari ± jam 09:00 Wita, kemudian di RPH sapi tersebut diistirahatkan sesuai dengan animal welfare sebelum proses penyembelihan hewan. Penyembelihan dilakukan pada waktu malam hari pukul 22:00 wita. Setelah proses penyembelihan selesai dilakukan, dilanjutkan dengan pengambilan sampel yaitu daging sapi bali pada bagian loin (punggung). Sampel dibungkus menggunakan plastik kemudian ditandai menggunakan spidol untuk dilanjutkan dengan uji mikrobiologi di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Univesitas Udayana.

Pengujian TPC

Total plate count (TPC) merupakan teknik menghitung jumlah seluruh mikroba yang terdapat pada daging dengan menggunakan media PCA (Plate Count Agar, untuk analisis total plate count daging sapi dengan cara berikut, yaitu sebanyak 10 gr daging sapi dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% steril sebanyak 90 ml, sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-1 ini dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 ml dengan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pepton sehingga diperoleh pengenceran 10-2, demikian seterusnya sehingga diperoleh pengenceran 10-6. Kemudian dilakukan penanaman dengan metode tuang (Jenie dan fardiaz,1989). Penanaman ini dilakukan di dalam ruang steril (laminar flow) dan berdekatan dengan api bunsen, hal ini bertujuan untuk menghindarkan kontaminasi dari lingkungan luar, dengan jalan mengambil tingkat pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dengan pipet masing-masing dituangi dengan media PCA (suhu ± 450C) ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml dan ditutup kembali. Selanjutnya dihomogenkan dengan menggerakkan cawan petri dengan hati-hati biarkan hingga media memadat. Penanaman dibuat rangkap dua (duplo) ke dalam inkubator dengan suhu 370C dalam kondisi terbalik, dan hasil dapat dihitung 24 – 48 jam. Pengujian Bakteri Coliform dan Escherichia coli

Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh total bakteri E. Coli dan Coliform yaitu metode sebar (Jenie dan Fardiaz, 1989), menggunakan media EMBA yaitu

e-Journal

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com

e-journal


FAPET UNUD                     email: jurnaltropika@unud.ac.id

sebanyak 5 gr daging sapi dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% dengan volume 45 ml, sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-1 ini kemudian dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 ml melalui pipet lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pepton sehingga diperoleh pengenceran 10-3.

Dari pengenceran 10-1 diambil menggunakan pipet steril sebanyak 0,1 ml kemudian dituangkan pada permukaan media EMBA yang telah padat ke dalam cawan petri lalu diinkubasi pada suhu 370C dalam keadaan terbalik, dan hasil dapat dihitung setelah 24 – 48 jam. Dilakukannya penanaman pada tingkat pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 Untuk menghitung koloni bakteri yang tumbuh menggunakan metode hitungan cawan yakni dengan memilih jumlah koloni yang tumbuh pada cawan petri berkisar antara 30 – 300 koloni (Jenie dan Fardiaz, 1989).

Rumus: Koloni/gram = Jumlah Koloni per cawan x

faktorpβngβncer

Pengujian Daya Simpan

Pada uji daya simpan sampel yang digunakan sebanyak 1 kg untuk masing-masing perlakuan. Sampel diteliti dengan melakukan pengamatan hingga daging mengalami pembusukan, dengan selang waktu pengamatan yaitu 2 jam (Lindawati, 1998). Daging ditaruh di ruang terbuka dengan suhu ruang 25 ± 1 0C. Pengamatan pada 0 jam dilakukan dengan mengambil sampel dengan cara dipotong sebanyak 1 gram untuk uji total mikroba daging/ total plate count (TPC), kemudian sisa sampel diamati proses pembusukan yang terjadi. Pada 2 jam berikutnya dilakukan kembali penghitungan TPC dengan mengambil sampel sebanyak 1 gram dengan cara dipotong, kemudian sisa sampel diamati ciri-ciri pembusukannya, pengamatan ini terus dilakukan hingga pengamatan pada jam ke 4, 6, dan seterusnya, hingga daging menjadi busuk.

Penghitungan total plate count (TPC) sebagai indikator daya simpan daging karena jumlah mikroba/TPC pada daging erat hubungannya dengan kerusakan pada daging, jumlah mikroba yang mencapai 107 cfu/g atau lebih mengindikasikan daging sudah mulai mengalami pembusukan sesuai dengan pendapat Adams dan Moss (2008) yang menyatakan bahwa awal pembusukan pada daging segar adalah bau busuk yang timbul karena pertumbuhan mikroba mencapai jumlah 107 cfu/g atau lebih.

e-Journal

Udayana

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan sidik ragam/ANOVA. Jika F hitung lebih besar daripada F tabel, menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). (Sastrosupadi, 2000). Data mikroba yang diperoleh sebelum dianalisis transformasi terlebih dahulu ke dalam bentuk log x.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Mikroba

Total Bakteri/ TPC (Total Plate Count)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA Desa Pedungan (T1) menghasilkan total mikroba/TPC sebesar 7,6 x 104 cfu/g, berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi 33,3% dibandingkan daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) yakni 5,7 x 104 cfu/g (Tabel 1). Hal ini diduga disebabkan karena proses pemotongan dilakukan di RPH yang sama dan kurangnya sanitasi pada saat proses pemotongan sehingga menyebabkan daging tercemar mikroba. Mukartini et al. (1995), menyatakan bahwa kontaminasi mikroba pada daging sapi dapat berasal dari rumah potong hewan (RPH) yang tidak higienis. Hal ini didukung Fathurahman (2008) awal kontaminasi pada daging sapi dimulai dari rumah pemotongan hewan (RPH) yaitu dari lantai, pisau, kulit, isi saluran pencernaan, air dan peralatan yang digunakan untuk penyiapan karkas, pemisahan daging maupun dari pekerjanya sendiri.

Walaupun demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa TPC daging sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) maupun daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1) masih di bawah ambang batas keamanan pangan. Batas ambang keamanan untuk jumlah mikroba TPC yaitu sebesar 1 x 106 cfu/g (SNI 7388, 2009).

e-Journal

Udayana

Tabel 1 Profil mikroba daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) dan daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1)

Variabel

Perlakuan

Ambang Batas (SNI, 7388;2009)

SEM

T0

T1

TPC (cfu/g)

5,7 x 104a

7,6 x 104a

1 x 106

0,357

Coliform (cfu/g)

4,6 x 102a

8 x 102b

1 x 102

0,039

E.coli (cfu/g)

6,6 x 101a

34 x 101b

1 x 101

0,217

Keterangan:

T0     : daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol

T1     : daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA

SEM : “ Standard Error Of The Treatment Means”

Angka dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Bakteri Coliform

Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri Coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan Coliform menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen (Jay, 1992). Jumlah bakteri 2 Coliform pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) sebesar 8 x 102 cfu/g secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi 73,91% dibandingkan dengan daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) yakni 4,6 x 102 cfu/g (Tabel 1). Hal ini diduga disebabkan karena populasi bakteri Coliform dari total mikroba pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) lebih mendominasi dibandingkan dengan bakteri lainnya, namun pada penelitian ini belum mengidentifikasi jenis bakteri lain.

Kontaminasi bakteri Coliform pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) maupun daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) diduga terjadi pada saat proses pemotongan yang tidak memenuhi standar seperti pengeluaran isi saluran pencernaan yang berdekatan dengan proses pemotongan sehingga menyebabkan daging tercemar bakteri Coliform, karena bakteri Coliform merupakan bakteri yang mempunyai habitat hidup di dalam usus hewan atau manusia. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa kontaminasi bakteri dalam proses pemotongan ternak sangat mungkin terjadi, sebab proses pemotongan, khususnya pengulitan dan pengeluaran jeroan merupakan titik paling rentan terhadap terjadinya kontaminasi dari bagian luar kulit dan isi saluran pencernaan.

e-Journal

Udayana

Proses pemotongan yang belum memenuhi standar diduga menyebabkan cemaran bakteri Coliform pada daging sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) dan daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1) melebihi ambang batas yang ditetapkan yaitu 1 x 102 cfu/g (SNI 7388, 2009).

Escherichia coli

Penghitungan jumlah bakteri Escherichia coli pada daging sangat penting karena keberadaan mikroorganisme ini dapat dijadikan sebagai penilaian terhadap kualitas sanitasi daging dan air (Suwansonthicai dan Rengpipat, 2003), serta menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia ataupun hewan, sehingga dalam mikrobiologi pangan Escherichia coli disebut sebagai indikator sanitasi (Supardi dan Sukamto, 1999).

Tingkat cemaran bakteri Escherichia coli pada daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1) sebesar 34 x 101 cfu/g secara statistik menunjukkan hasil nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan daging dari sapi yang digunakan sebagai kontrol (T0) yakni sebesar 6,6 x 101 cfu/g (Tabel 1). Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu kelompok dari bakteri Coliform (Jay, 1992), jumlah bakteri Escherichia coli pada daging akan berkorelasi positif dengan jumlah bakteri Coliform. Penyebab jumlah bakteri Escherichia coli pada daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1) lebih tinggi dibandingkan dengan sapi kontrol (T0) diduga disebabkan karena jumlah bakteri Coliform pada daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1) yang tinggi.

Berdasarkan standar yang ditetapkan, ambang batas bakteri Escherichia coli pada daging yaitu 1 x 101 cfu/g (SNI 7388, 2009), sedangkan pada penelitian ini jumlahnya melebihi standar yang ditetapkan, baik daging sapi yang digunakan sebagai kontrol (T0) maupun daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1). Hal ini diduga disebabkan karena proses pemotongan yang kurang higeine dan belum menerapkan sanitasi yang baik

e-Journal

Udayana

Daya Simpan

Tabel 2 Total mikroba/TPC daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol

(T0) dan daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) selama penyimpanan pada suhu ruang 25 ± 10C

Perlakuan

0

2

Waktu

4

Simpan (Jam) 6

8

10

12

T0

5,7x104a

2,2x104a

5,3x104a

1,9 x106a

1,2x107a

2,2x107a

1,4x107

T1

7,6x104a

2,3x105b

1x106b

2,1x108b

2,2x108b

1,2x108b

SEM

0,357

0,0332

0,0189

0,0096

0,0073

0,1036

Keterangan:

  • T0     : daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol

  • T1     : daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA

SEM : “ Standard Error Of The Treatment Means”

Angka dengan superskrip yang berbeda pada kolom yang sama yang menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) mempunyai total mikroba/TPC pada 0 jam sebesar 7,6 x 104 cfu/g berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi 33,3% terhadap daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T1) yang mempunyai total mikroba/TPC sebesar 5,7 x 104 cfu/g (Tabel 2). Hal ini diduga disebabkan saat proses pemotongan sapi dilakukan di RPH yang sama sehingga populasi mikroba menujukkan hasil yang hampir sama. Menurut Lawrie (2003), menyatakan bahwa sumber kontaminasi daging biasanya dimulai dari saat pemotongan ternak sampai dikonsumsi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan. Kualitas daging setelah hewan dipotong dipengaruhi oleh pendarahan pada waktu pemotongan dan kontaminasi sesudah pemotongan. Rumah pemotongan hewan (RPH) diduga memberikan kontribusi yang besar terutama kontaminasi bakteri yang berpengaruh terhadap kualitas daging.

e-Journal

Udayana

Gambar 1 Grafik pertumbuhan mikroba daging selama penyimpanan

Pertumbuhan mikroba daging sapi bali dapat dilihat pada (Gambar 1) yang menunjukkan grafik pertumbuhan mikroba pada daging tiap 2 jam. Pengamatan pada daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) mulai dari 0 jam sampai 4 jam terjadi pertumbuhan yang lambat. Pertumbuhan ini disebut dengan fase adaptasi (fase lag), karena pada fase ini mikroba masih beradaptasi dengan lingkungan dan material inti. Pertumbuhan cepat atau fase logaritmik terjadi pada lama penyimpanan 4-8 jam, hal ini diduga karena mikroba sudah mampu beradaptasi dan mampu memanfaatkan nutrien yang ada pada media tumbuh (daging). Pengamatan pada lama penyimpanan 10 jam tampak bahwa populasi mikroba sudah mencapai titik ekuilibrium (keseimbangan) (Tabel 2), yaitu pertumbuhan sel bakteri cenderung konstan selama beberapa saat karena berkurangnya pembelahan sel, atau adanya keseimbangan antara laju perbanyakan sel dengan laju kematian. Penyimpanan selama 12 jam (Tabel 2) terlihat populasi mikroba sudah mengalami penurunan. Fase ini merupakan kondisi dimana mikroba sudah memasuki fase menuju kematian lambat yang disebabkan karena sumber nutrien yang semakin berkurang dan kompetisi yang meningkat.

Pengamatan jumlah mikroba pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) menunjukkan fase pertumbuhan yang sama dibandingkan dengan daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) yaitu fase pertumbuhan lambat atau adaptasi (lama penyimpanan 0-4 jam). Fase pertumbuhan cepat (logaritmik) pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) terjadi pada lama penyimpanan 4-6 jam. Fase logaritmik daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) lebih cepat terjadi dibandingkan dengan sapi kontrol (T0) disajikan pada (Gambar 3.1). Lama penyimpanan 6-

e-Journal

Udayana

8 jam terlihat bahwa pertumbuhan mikroba sudah mulai berada pada fase konstan (fase statis), disebabkan karena jumlah sel konstan selama beberapa saat karena berkurangnya pembelahan sel atau adanya keseimbangan antara laju perbanyakan sel dengan laju kematian. Pada pengamatan 8-10 jam jumlah mikroba sudah mengalami penurunan, fase ini merupakan fase dimana mikroba menuju kematian yang disebabkan karena sumber nutrien yang tersedia semakin berkurang dan adanya kompetisi yang meningkat. Soeparno (2009) menyatakan bahwa pertumbuhan bakteri pada dan di dalam daging dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu fase lag, fase logaritmik, fase konstan dan fase pertumbuhan menurun atau fase kematian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) pada pengamatan 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam dan 10 jam secara statistik menunjukkan hasil nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan daging sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) disajikan pada Tabel 2. Dilihat dari total mikroba/TPC terlihat bahwa lama penyimpanan optimal daging sapi kontrol (T0) yaitu selama 12 jam sedangkan pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) lama penyimpanan optimal yaitu selama 10 jam (didasarkan pada penurunan populasi mikroba dan keluarnya lendir tanda proses pembusukan fisik daging). Bau busuk (off odor) daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) terjadi pada lama penyimpanan 6 jam dimana jumlah mikroba sudah mencapai 2,1 x 108 cfu/g sedangkan pada daging sapi yang digunakan sebagai kontrol terjadi pada lama penyimpanan 8 jam dengan jumlah mikroba sebesar 1,2 x 107 cfu/g (Tabel 2). Adams dan Moss (2008) menyatakan bahwa awal pembusukan pada daging segar adalah bau busuk yang timbul karena pertumbuhan mikroba mencapai jumlah 107 cfu/g atau lebih.

Kerusakan lain pada daging pada umumnya ditandai dengan adanya lendir, yang menjadi indikasi bahwa daging sudah mengalami pembusukan. Hal ini terjadi selama penyimpanan 8 jam pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) dengan total mikroba mencapai 2,2 x 108 cfu/g dan pada daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0) terjadi pada lama penyimpanan 10 jam dengan total mikroba mencapai 2,2 x 107 (Tabel 2). Jay (1986), menyatakan bahwa lendir pada daging mulai tampak jika ditemukan jumlah mikroba mencapai 107,5-108 cfu/g atau lebih. Kebusukan pada daging

e-Journal

Udayana

ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan perubahan rasa (Adams & Moss, 2008).

Penurunan populasi mikroba pada daging dari sapi bali yang digunakan sebagai 7 kontrol (T0) terjadi pada lama penyimpanan 12 jam dengan total mikroba sebesar 1,4x107 cfu/g dan pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) terjadi pada lama penyimpanan 10 jam dengan total mikroba sebesar 1,2 x 108 cfu/g (Tabel 2). Penurunan populasi mikroba daging merupakan titik optimal pembusukan pada daging, ini dikarenakan jumlah nutrien pada daging mulai berkurang dan mikroba memasuki fase kematian. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2009) fase penurunan atau fase kematian mikroba dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti menjadi habisnya persediaan nutrien pada medium.

Pertumbuhan mikroba pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) lebih cepat dibandingkan dengan daging dari sapi bali yang digunakan sebagai kontrol (T0), diduga disebabkan karena pengaruh dari susut masak yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ariana (2015), yang menyatakan bahwa daging sapi bali yang digembalakan di area TPA Desa Pedungan, Denpasar Selatan mempunyai nilai susut masak (cooking loss) yang tinggi (39%) dibandingkan dengan kontrol (37,6%). Hamm (1960, disitasi Soeparno, 2009) menyatakan bahwa tingginya nilai susut masak merupakan indikator dari melemahnya ikatan-ikatan protein, sehingga kemampuan untuk mengikat cairan daging melemah dan banyak cairan daging yang keluar karena daya ikat air menurun. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya ikat air yang menurun mengakibatkan banyaknya cairan daging yang keluar (drip). Cairan yang keluar pada permukaan daging merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Hal inilah yang diduga menyebabkan mikroba pada daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA (T1) mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat, sehingga mempunyai masa simpan yang lebih pendek.

Populasi bakteri patogen yaitu Coliform pada daging dari sapi yang digembalakan di area TPA (T1) lebih tinggi dibandingkan dengan daging sapi kontrol (T0), jumlah bakteri patogen yang lebih tinggi juga mempengaruhi kerusakan pada daging menjadi lebih cepat, ini sesuai dengan pendapat Frazier dan Wethoff (1979) yang menyatakan bahwa bakteri Coliform mempunyai hubungan dengan kerusakan pangan karena kemampuannya untuk

e-Journal

Udayana

hidup dengan baik pada substrat yang bervariasi dan memiliki kemampuan untuk menggunakan karbohidrat dan komponen organik lainnya sebagai energi dan dapat menggunakan komponen nitrogen sederhana sebagai sumber nitrogen.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Daging dari sapi bali yang digembalakan di area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan yang dipelihara secara semi-intensif mempunyai total mikroba/TPC, Coliform dan Escherichia coli sebesar 7,6 x 104 cfu/gram, 8 x 102 cfu/gram, 34 x 101 cfu/gram dan 5,7 x 104 cfu/gram, 4,6 x 102 cfu/gram, 6,6 x 101 cfu/gram.

  • 2.    Daya simpan daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA yaitu selama 10 jam, dan yang dipelihara secara semi-intensif yakni 12 jam yang disimpan pada suhu ruang (25 ± 10 C)

Saran

Hal yang dapat disarankan yaitu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel yang diamati untuk memperdalam dan meperluas cakupan penelitian. Peternak sapi disarankan agar memotong sapi pada RPH yang memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) yang jelas dan konsumen disarankan agat memasak daging terutama daging sapi segera setelah dipotong.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS atas pelayanan administrasi dan fasilitas pendidikan yang diberikan kepada penulis selama menjalani perkuliahan. Kepala Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana yaitu ibu Ir. Martini Hartawan, M.Si yang telah mengarahkan dan memberikan petunjuk pada saat penelitian, dan rekan-rekan penelitian saya yakni I Kadek Muliana dan Tuttu Santika Undaharta atas kerjasamanya sehingga penelitian ini berjalan dengan lancar dan dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

e-Journal

Udayana

DAFTAR PUSTAKA

Adam, M. R and Moss, M. O. 2008. Food Microbiology Third Edition. The Royal Society of Chemictry, England.

Ariana I. N. T dan G. D. Suranjaya. 2015. Kualitas Fisik Daging dari Sapi Bali yang Digembalakan di Area TPA. Prossiding LPPM. UNUD. Bukit Jimbaran.

Buckle R.A., Edward G.H. Fleet and M. Wooton M. 1987. Ilmu Pangan, (penerjemah H. Purnomo Adiono). UI Press Jakarta

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusar Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fathurahman, E. 2008. Penanganan Daging Sapi. Food Reviev, Referensi Industri dan Teknologi Pangan Indonesia. Jakarta.

Frazier, W.C. and D.C. Westhoff, 1979. Food Microbiology. Third Edition. Mc. Graw Hill Book Co. Inc, New Delhi.

Jay, J.M. 1986. Modern Food Mikrobiology. 3rd Ed. New york. Van Nostrand Rein-hold Company.

Jay, J.M. 1992. Modern Fodd Microbiology. 4th Ed. New York, Van Nostrand Rein-hold Company.

Jenie, Betty S.L dan Srikandi Fardiaz. 1989. Uji Sanitasi dalam Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Lindawati, S. A. 1998. “Upaya Memperpanjang Daya Simpan Daging Itik melalui Klorinasi Pasca Pemerosesan”. (thesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mukartini, S. C Jehne, B. Shay and C.M.L Harfer. 1995. Microbiological Status of Beefcarcass Meat in Indonesia. J. Food Safety 15 : 291 – 303.

Peternakan Provinsi Bali. 2010. Informasi Data Peternakan Provinsi Bali. Denpasar. Dinas Peternakan Provinsi Bali.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Soeparno, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gadjah Mada University Perss. Yogyakarta.

Sriyani, N. L. P., INT Ariana, AA. Oka, G. Suranjaya. 2014. Potensi Sampah kota sebagai sumber pakan terhadap produk fermentasi rumen dan kandungan EPA (Eicosapemtaenoic acid) dan DHA (Dokosaheksaenoic acid) daging pada sapi bali. Laporam Penelitian. Lembaga Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat. Universitas Udayana.

e-Journal

Udayana

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01–6366–2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan

Standard Nasional Indonesia (SNI 7388, 2009). Batas Maksimun Cemaran Mikroba pada Pangan. Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Produk Pangan. Bandung. Penerbit Alumni.

Suwansonthichai S, S. and Rengpipat. 2003. Enumarition of Coliforms and Escherichia coli in frozen black tiger shrimp Penaeus monodon by conventional and repeat methods. J Food Microbiology 81:113-121

Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Bogor. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Samudra al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 3 Th. 2016: 685 – 700

Page 700