DIMENSI TUBUH SAPI BALI YANG DIPELIHARA DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SUWUNG DENPASAR DAN SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI SOBANGAN
on
e-Journal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
e--journal
FAPET UNUD
Universitas
Udayana
DIMENSI TUBUH SAPI BALI YANG DIPELIHARA DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SUWUNG DENPASAR DAN SENTRA PEMBIBITAN SAPI BALI DI SOBANGAN
Awang, A. K., I N. T. Ariana dan N. L. P. Sriyani
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar. E-mail: [email protected] HP. 085239323600
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dimensi tubuh ternak sapi bali yang dipelihara di TPA Suwung Denpasar dengan ternak sapi bali yang dipelihara di Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan. Penelitian ini dilakukan dengan uji T-Test untuk membandingkan dua perlakuan yaitu membandingkan dimensi tubuh sapi bali yang dipelihara di TPA dengan sapi bali yang dipelihara di sentra pembibitan Sobangan. Masing-masing perlakuan terdiri dari 20 ekor sapi, sehingga materi penelitian berjumlah 40 ekor dengan berat 250-300 kg, umur 2-3 tahun. Variabel yang di amati dalam penelitian ini adalah berat badan, tinggi gumba, tinggi punggung, panjang badan, lebar pinggul dan lingkar dada. Hasil penelitian menunjukan bahwa tinggi gumba, tinggi punggung, lebar pinggul dan lingkar dada sapi-sapi yang dipelihara di Sobangan lebih besar dibandingkan dengan sapi-sapi yang di pelihara di TPA namun secara statistik tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata (P>0,05) sedangkan berat badan dan panjang badan sapi-sapi yang dipelihara di Sobangan lebih besar dibandingkan dengan sapi-sapi yang di pelihara di TPA, dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05).
Kata Kunci : Dimensi tubuh,sapi bali, TPA
BODY DIMENSIONS OF BALI CATTLE RAISED ON SUWUNG LANDFILL AND BALI CATTLE BREEDING CENTER IN SOBANGAN
Awang, A. K., I N. T. Ariana dan N L. P. Sriyani
Animal Science Program, Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar E-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aimed to determine differences in body dimensions of Bali cattle raisedon Suwung landfill Denpasar and thoseraised in Bali Cattle Breeding Center in Sobangan. Each treatment consisted of 20 cows, so the research materials amounted to 40 cows with weights of 250-300 kg, aged 2-3 years. The variables observed in this study were body weight, gumba height, back height, body length, hip width and chest circumference. The results showed that gumba height, back height, hip width and chest circumference of cows raised in Sobangan were larger than those raisedon a landfill but statistically did not show significantly different results (P>0.05) while body weight and body length of cows raised in Sobangan were larger than those raisedon the landfill, and statistically they were significantly different (P<0.05).
Keywords: Body dimensions, bali cattle, landfill
PENDAHULUAN
Kondisi peternakan sapi potong saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan lokal karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional, sehingga terjadi impor sapi potong bakalan dan daging (Putu, et al., 1997). Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipasok dari tiga pemasok yaitu: peternakan rakyat (ternak lokal), industri peternakan rakyat (hasil penggemukan sapi ex-import) dan impor daging (Oetoro, 1997). Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk tetap menjaga keseimbangan antara penawaran dan permintaan ternak potong, usaha peternakan rakyat tetap menjadi tumpuan utama, karena populasi terbesar sapi potong ada pada peternakan rakyat.
Sapi bali (Bos Sondaicus) merupakan salah satu ternak yang merupakan palasma nutfah Indonesia yang sampai saat ini masih dapat dijadikan sebagai salah satu andalan dalam menyediakan protein hewani asal daging. Sapi bali memiliki banyak keunggulan, selain mempunyai persentase daging yang cukup besar, sapi bali tahan terhadap penyakit dan mempunyai daya cerna terhadap pakan yang baik serta daya adaptasi yang baik terhadap lingkungannya (Darmadja, 1990). Daya adaptasi yang tinggi ini terlihat pada sistem pemeliharaan sapi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung.
Pemeliharaan sapi bali selama beberapa tahun di TPA Suwung secara visual terlihat bahwa pertumbuhan yang bagus dan ukurannya relatif lebih besar serta biaya pemeliharaan yang relatif sedikit karena para peternak tidak mengeluarkan biaya, dan ketersediaan pakan atau kontinuitas paka selalu terjaga. Sapi-sapi yang dipelihara di TPA Suwung ini memanfaatkan makanan yang berasal dari sampah yang dibuang ke TPA. Menurut Sriyani, et al 2013, makanan sapi yang ada di TPA terdiri dari limbah buah-buahan, limbah sayur-sayuran dan limbah rumah tangga lainya. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa ketersediaan bahan kering (BK) dari bahan-bahan pakan tersebut perhari sebesar 35,134 kg. Dari jumlah BK tersebut di asumsikan dapat mencukupi kebutuhan pakan sapi bali sebanyak 5.205 ekor, sementara jumlah populasi sapi bali yang ada saat ini ± 1.000 ekor. Mengacu dari data di atas maka dapat diartikan bahwa persediaan makanan untuk sapi-sapi yang ada di TPA sangat banyak dan tersedia sepanjang hari (adlibitum).
Dengan memanfaatkan makanan yang bersumber dari sampah kota menyebabkan peternak tidak perlu memberikan makanan tambahan. Kondisi seperti ini menghasilkan manajemen pemeliharaan yang sangat efisien kerena peternak tidak perlu mengeluarkan biaya pakan. Biaya pakan dalam industri peternakan sapi bali bisa mencapai 70% dari biaya produksi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemeliharaan sapi bali di TPA Suwung terhadap penampilan dimensi tubuh ternak sapi bali yang sudah dipelihara di TPA Suwung dengan memanfaatkan sampah kota.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu pada tempat pembuangan sampah Akhir (TPA) dengan sistem pemeliharaan secara ekstensif atau di gembalakan sumber pakan berasal dari sampah (nasi, roti basi, sayuran dan buah-buahan) sedangkan tempat yang kedua pada Sentra Pembibitan Sapi Bali Sobangan dengan sistem pemeliharaan secara intensif.
Sapi Bali
Sapi bali yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sapi bali betina umur dua setengah tahun (I2) dengan rata-rata bobot badan 250-300 kg. Jumlah ternak yang digunakan sebanyak 40 ekor dengan rincian 20 ekor ternak sapi bali yang digembalakan di TPA Banjar Pesanggaran, Desa Pedungan dan 20 ekor ternak sapi bali yang dipelihara di Sentra Pembibitan Sapi Bali Sobangan sebagai pembanding.
Peralatan
Adapun peralatan yang akan digunakan dalam penelitian sebagai berikut: Kandang jepit dengan ukuran 2 meter x 1 meter, untuk mempermudah dalam proses penimbanagan dan pengukuran, timbangan elektrik dengan kapasitas 2000 kg dan kepekaan 200 gr, tongkat ukur untuk mengukur dimensi tubuh sapi seperti tinggi gumba dan panjang badan, pita ukur dengan skala 232 cm untuk mengukur lingkar dada.
Metode
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan uji T-Test (Steel dan Torrie, 1989) untuk membandingkan dua perlakuan, dan masing-masing perlakuan menggunakan 20 ekor sapi betina. Kedua perlakuan tersebut antara lain :
SB : ternak yang dipelihara secara intensif (Sentra Sobangan)
TA : ternak yang dipelihara secara ekstensif (TPA Suwung)
Peubah yang Diamati
Peubah yang di amati dalam penelitian ini antara lain berat badan, lingkar dada, panjang badan, tinggi gumba, tinggi punggung dan lebar pinggul. Pengukuran ukuran tubuh ternak sapi dipergunakan adalah sebagai berikut (Djagra, 2009).
-
a. Berat badan ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik Fx 1 dengan kapasitas 2000 kg dan kepekaan 200 gr.
-
b. Tinggi gumba ialah jarak tegak lurus dari titik tertinggi pundak sampai ketanah atau lantai. Pengukuran mengunakan tongkat ukur.
-
c. Tinggi punggung ialah jarak tegak lurus dari taju dari ruas tulang punggung atau processus spinosus vertebrae thoracale yang terakhir sampai ke tanah. Titik ini mudah didapat dengan menarik garis tegak lurus tepat diatas pangkal tulang rusuk terakhir. Pengukuran mengunakan tongkat ukur.
-
d. Panjang badan ialah jarak yang diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku (humerus) sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii).
-
e. Lebar pinggul adalah jarak antara tuber coxae pada sisi kiri dan kanan. Pengukuran mengunakan tongkat ukur.
-
f. Lingkar dada adalah Lingkaran yang diukur pada dada serta merta atau persis dibelakang siku, tegak lurus dengan sumbu tubuh. Pengukuran menggunakan pita ukur dengan skala 232 cm.
Persiapan Penelitian dan Pelaksanaan Pengukuran
Persiapan yang dilakuakan dalam penelitian ini meliputi: Persiapan kandang jepit yang digunakan untuk pengukuran berat badan dan dimensi tubuh, serta timbangan elektrik untuk mengukur berat badan. Sapi ditarik dan didorong secara pelan-pelan (jangan sampai
membuat ternak stres) ke atas bantalan yang telah disediakan, pencatatan berat badan ditunggu sampai sapi benar-benar dalam kondisi tenang. Setelah sapi tenang dilaksanakan pengukuran dimensi tubuh yaitu panjang badan, lingkar dada, lebar pinggul, tinggi gumba dan tinggi pinggul.
Analisis data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan mengunakan uji Two Independet Sample T-Test (Steel dan Torrie, 1989)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dimensi tubuh merupakan faktor yang erat hubungannya dengan penampilan dan sifat produksi seekor ternak dan dapat digunakan untuk menduga berat badan ternak sapi (Bugiwati, 2007). Parameter tubuh yang sering digunakan dalam menilai produktifitas antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar dada dan panjang badan. Menurut Wasdiantoro (2010), beberapa ukuran tubuh yang penting seperti tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan merupakan kriteria untuk menilai sapi. Ukuran tubuh tersebut dapat berperan dalam mengestimasi ternak secara praktis di lapangan sehingga dapat diketahui dengan mudah tingkat produktifitas ternak yang bersangkutan. Bobot badan juga merupakan indikator penilaian produktifitas dan keberhasilan manajemen peternakan (Barkley dan Bade, 1991). Pendugaan bobot badan (BB) sapi bali dengan menggunakan lingkar dada (LD) dan panjang badan (PB) dapat dilakukan dengan mengumpamakan bentuk tubuh sapi sebagai bentuk silinder (Sampurna, 2013). Dari hasil pengukuran dan penimbangan Sapi bali yang berada di TPA Suwung dan di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan yang menunjukan ukuran dimensi tubuh lebar pinggul, lingkar dada, tinggi gumba, tinggi pinggul sapi bali yang digembalakan di TPA secara statistik, tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan sapi bali yang dipelihara di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan, sedangkan pada penimbangan dan pengkuran berat badan dan panjang badan menunjukan hasil yang berbeda nyata. hal ini dapat kita liat pada hasil pengamatan dimensi tubuh meliputi berat badan (BB), tinggi gumba (TG), tinggi punggung (TP),
panjang badan (PB), lebar pinggul (LP), lingkar dada (LD) selama penelitian berlangsung, disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Dimensi tubuh sapi bali yang dipelihara di sentra pembibitan sapi bali di sobangan dan tempat pembuangan akhir suwung
Variabel |
Rataan + SEM2) TA1) SB1) |
Berat Badan (kg) Tinggi Gumba (cm) Tinggi Punggung (cm) Panjang Badan (cm) Lebar Pinggul (cm) Lingkar Dada (cm) |
259,00a3) ± 3,87 275,55b± 3,20 115,15a± 0,84 117,05a± 1,09 115,65a ± 0,40 116,35a ± 0,47 115,40a ± 0,94 119,10b ± 0,78 38,60a ± 0,36 39,20a ± 0,38 164,75a ± 1,97 166,90a± 1,65 |
Keterangan :
1) Perlakuan TPA Suwung (TA) dan Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan (SB)
2) SEM: Standard Error of The Treatment Means
3) Angka dengan superskrip huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan non signifikan (P>0,05)
Berat badan sapi-sapi yang di TPA Suwung 6% nyata lebih rendah dari berat badan sapi Bali di Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan (P<0,05). Hal ini menunjukan bahwa pemeliharaan di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan memberikan peformans yang lebih baik dibandingkan pada pengembalaan di TPA Suwung. Hal ini disebabkan karena kondisi pakan ternak pada pengembalaan ternak di TPA Suwung cenderung dalam kondisi rusak dan bercampur dengan sampah lainnya. Kandungan protein dari pakan yang di peroleh ternak di TPA cenderung lebih rendah dari standar kebutuhan hal ini dapat di lihat pada kandungan protein dari sampah kota berupa sampah sayur, buah dan limbah dapur yang di manfaatkan ternak sapi yang digembalakn di area TPA Sampah Pendungan (Muriantini, 2015). Dimana kandungan protein kasar yang diperoleh ternak pada tempat pengembalaan TPA Suwung lebih rendah dari 10%, sedangakan untuk memenuhi kebutuhan protein kasar ternak harus memperoleh 20%.
Protein sangat diperlukan oleh ternak dimana protein pada masa pertumbuhan diperlukan untuk pertumbuhan ternak sedangkang pada sapi dewasa berfungsi untuk mengganti jaringan tubuh yang rusak serta untuk produksi (Bambang, 2005). Disamping itu pemberian pakan atau pemenuhan pakan ternak yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga mudah terserang penyakit
(Manurung, 2008), sedangkan sumber pakan ternak sapi bali yang berada di daerah sobangan sudah memenuhi standar dimana pakan yang diberikan adalah pakan komplit dimana kebutuhan protein kasar yang diperoleh dari tambahan pakan berupa konsentrat. Pemberian pakan berupa hijaun dan konsentrat pada pemeliharaan ternak sapi bali di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan mampu memberikan pertumbuhan dan dimensi tubuh yang lebih besar dibandingkan pada pemeliharan di TPA Suwung yang di berikan pakan berupa libah sayuran dan buah-buahan, selain itu limbah buah-buahan dan sayuran yang di konsumsi ternak pada pengembalaan ternak di TPA Suwung memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga ternak mengalami bulky. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandini (1997) dalam Anonimus (2000) yang menyatakan bahwa perolehan bobot badan sapi bali yang relatif lebih tinggi berdasarkan bobot badan dan tinggi pundak yang dipelihara di provinsi Bali menggunakan pakan yang berkualitas dengan tepat yang memberikan kesempatan bagi ternak untuk mengembangkan kemampuan genetiknya semaksimal. Selain itu Francis and Kristensen (2002) dalam Sumadi, Hardjosubroto, Ngadiyono, dan Prihadi (1990) yang menyatakan bahwa penambahan konsentrat pada pakan dapat meningkatkan laju pertumbuhan juga akan meningkatkan konsumsi pakan serta persentase karkas.
Lingkungan juga mampu mempengaruhi pertumbuhan dan produktifitas ternak sapi dimana sapi-sapi yang dipelihara di daerah yang temperatur diatas batas maksimal mampu mengalami peningkatan aktifitas fisiologi kemudian akan disusul terjadinya perubahan tingkalaku berupa penurunan konsumsi pakan dan peningkatan konsumsi air minum, disamping itu ternak yang kekurangan pakan, akan mengalami kekurangan energi dan merupakan gejala devisiensi pakan, pertumbuhan menurun bahkan dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan menurun resistensi terhadap penyakit. Perbedaan lingkungan atau iklim ternak di are TPA Suwung dengan di sentra pembibitan Sapi Bali di Sobangan yang menyebabkan berat badan sapi bali yang berada di Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan lebih besar 6,29% dibandingkan ternak yang dipelihara di TPA Suwung. Hal ini terlihat dari tidak tersedianya naungan dan kondisi lingkungan yang relatif panas karena berada dekat dengan pantai dengan ketinggian ± 100 diatas permukaan laut. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi lingkungan ternak di Sentra pembibitan Sapi Bali
Sobangan dimana kondisi lingkungan yang memadai dengan ketingian ± 1250 meter diatas permukaan laut dan tersedianya kadang atau naungan, sehingga terna tidak mengalami cekaman panas. Hal ini sesuai dengan Kadarsih (2004) menyatakan bobot badan sapi bali pada dataran tinggi (>500 m diatas permukaan laut) lebih baik dibandingkan dataran rendah (<85 m diatas permukaan laut) maupun dataran berbukit ( 85 - 200 m diatas permukaan laut).
Faktor genetik juga ikut mempengaruhi dimensi tubuh ternak, Becker (1985) menyatakan berat sapi dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan hal ini terlihat pada berat badan sapi Bali yang di gembalakan di Tempat pembuangan akhir memiliki bobot 6% lebih rendah dibandingkan pada pemeliharaan di Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan. Penurunan berat badan sapi yang berada di TPA diduga karena dampak dari faktor inbreeding (silang dalam), pengaruh genetik dan kawin silang dalam dapat menurunkan daya tahan, kesuburan ternak, dan bobot lahir ternak (Saribuang et al., 1998).
Kenyamanan kandang perlu diperhatikan karena mampu menunjang proses biologis ternak sapi. Dalam Ngadiono (2007) kandang berfungsi untuk memberikan kenyamanan bagi ternak, melindungi ternak dari cekaman panas dan dingin. Dalam upayah memberikan pertubuhan serta dimensi tubuh yang baik tingkat kenyamanan ternak perlu diperhatikan dimana kondisi lingkungan yang panas mampu mengurangi konsumsi pakan ternak dan meningkatkan konsumsi air. Peningkatan konsumsi air ternak di TPA Suwung tidak di imbangi dengan ketersediaan nya air minum yang bersih sehingga ternak lebih cenderung mengkonsumsi makanan yang mengandung sumber air yang tinggi. Dengan adanya cekaman panas ternak berusaha mempertahankan suhu tubuh yang konstan, sehinga kenaikan atau penurunan suhu 1 0C dari suhu tubuh ternak sapi mampu mempengaruhi proses fisiologi ternak sapi dan mampu menurunkan produktifitas (Mc Dowell et al., 1970) sejalan dengan itu suhu dan kelembapan udara merupakan dua faktor yang mempengaruhi produksi sapi, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkalaku ternak Esmay (1982)
Panjang badan sapi-sapi yang di TPA Suwung 3,1% nyata lebih rendah dari berat badan sapi Bali di Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan (P<0,05), hal ini disebabkan
karena faktor genetik, dimana ternak ternak di Sobangan lebih bagus dari pada ternak yang digembalakan di TPA Suwung. Ternak di Sobangan merupakan hasil perkawinan ternak-ternak yang mempunyai produktivitas yang unggul dan terseleksi dimanan indukan dan pejantan yang di gunakan adalah pejantan unggul, hal ini sejalan dengan Saptayani, dkk. (2015) dimana ada hubungan antara dimensi panjang induk dengan dimensi panjang pedet.
Pada penggembalakan ternak sapi di TPA Suwung yang sistem reproduksinya masih kawin secara acak dan tidak terkontrol menyebabkan panjang badan di Panjang badan sapi-sapi yang dipelihara di TPA Suwung 3,1% lebih pendek dibandingkan dengan sapi-sapi yang digembalakan di Sentra Pembibitan Sapi Bali di Sobangan. Pemeliharaan secara extensif seperti di TPA Suwung memungkinkan ternak melakukan perkawinan secara inbreeding (perkawinan keluarga). Pada inbreeding terjadinya perkawinan satu keluarga menyebabkan diturunkannya sifat-sifat resesif pada keturunan berikutnya, terkadang pula menimbulkan gen letal yang menyebabkan ternak mati setelah dilahirkan dan saat masih dalam kandungan. Ternak di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan yang dipelihara secara intensif dilakukan perkawinan dengan Inseminasi Buatan (IB) bibit yang unggul.
Pengukuran panjang badan merupakan salah satu ukuran tubuh yang dapat digunakan sebagai indikator produktifitas ternak karena dengan melihat dimensi panjang tubuh kita dapat melihat suatu manajemen pemelihraan dan dapat digunakan dalam penetuan apakah induk tersebut masih perlu dipertahankan atau diganti dengan induk yang baru, hal ini berkaitan dengan seleksi ternak. Pada pemeliharaan di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan sudah menerapkan seleksi ternak dimana ternak yang dianggap mempunyai mutu genetik baik akan dikembang biakan lebih lanjut sedangkan ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakan lebih lanjut. Berdasarkan sisitem pemeliharaan, pemeliharaan ternak di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan menunjukan pemeliharaan yang intensif (dikandangkan), dimana seluruh akivitas ternak meliputi pemenuhan pakan, produksi, reproduksi dan pasca panen seluruhnya di atur oleh manusia (peternak). Ternak di TPA Suwung dipelihara secara ekstensif atau digembalakan, ternak dapat dengan bebas mencari pakan dan melakukan
reproduksi secara bebas. Sehinga tidak adanya manajemen ternak bunting dimana reproduksi ternak di TPA cederung terlalu muda atau terlalu awal, induk akan mengalami pertumbuhan tubuh yang kurang sempurna sebab kebutuhan zat makanan yang semestinya masih diperlukan untuk pertumbuhan tubuh, di alihkan untuk pertumbuhan anak dalam kandungan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan bahwa ukuran dimensi tubuh ternak sapi yang digembalakan di area TPA dengan memanfaatkan sampah kota sebagai pakan memiliki ukuran dimensi tubuh lebih rendah terutama pada ukuran panjang badan dan berat badan daripada sapi yang dipelihara di sentra pembibitan sapi bali di Sobangan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, M.S sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukkan dalam penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 2000.Respon Berbagai Cara Pemberian Konsentrat Dan Rumput Raja Terhadap Pertumbuhan Sapi Bali di Nimbokrang, Kabupaten Jayapura. Bulletin Peternakan Vol. 24 (2) : 13-20. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Di akses 5April 2016
Bambang S. Y. 2005. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta
Bandini, Y. 1997. Sapi Bali. Penebar Jaya. Jakarta
Barkley, J and D.H.Bade.1991. Ilmu Peternakan ( terjemahan). Edisi ke -4.Gajah mada University Press; Yogyakarta.
Becker, W.A., 1985. Manual Of Quantitative Genetik.4th Edition. Published By Academia Enter Princes, Dulman. Washington.
Bugiwati, S.R.A. (2007. Body Dimension Growth of Calf bull in Bone and Baru District, South Sulawesi. J. Sains and Tekno. 7: 103-108
Darmadja, D. 1990. Prospek Sapi Bali Dalam Kaitannya dengan Konsulidasi Peternakan Indonesia. Latihan Identifikasi Penyakit Jembrana BCDEV-IFAD. Denpasar.
Djagra, I.B. 2009. Ilmu Tilik Ternak Sapi Bali.Diktat Fakultas Peternakan Universitas Udayana.Denpasar.
Esmay, M. L. 1982. Principle of Animal environmental. AVI Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut
Francis, S. Sibanda, and T. Kristensen. 2002. Estimating body weight of cattle using linear body measurements. Zimbabwe Veteriner Journal.Available at www.blacwelsinergy.com. Vol. 5 (2) : 54-57. Accession date: januari8, 2016.
Kadarsih, N., 2004. Peformans sapi bali berdasarkan ketinggian tempat didaerah trasmigran Bengkulu. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 5 No. 1. Hal. 5056
Manurung L. 2008. Analisi ekonomi uji ransum berbasis pelepah daun sawit, lumpur sawit dan jerami padi fermentasi dengan phanerochate Chysosporium Pada Sapi Peranakan Ongole.Departemen Peternakan fakultas pertanian Universitas Sumatra Utara Medan. – Skripsi.
Mc Dowell R.E., R.G.Yones., H.C.Pant., A.Roy., E.J. Siegen Thler and J.R. Stouffer. 1970. Improvement of Livestock Production in Wam Climates. W.H. Freeman and Company, San Francisco.
Muriantini, N.M. 2015. Studi Jenis-Jenis Pakan dan Kandungan Nutrien dari Sampah Kota sebagai Pakan Ternak Sapi Bali di Area Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Pendungan.Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Oetoro. 1997. Peluang dan tantangan pengembangan sapi potong.Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 7-8 Januari 1997
Putu, I.G., K. Diwyanto, P. Sitepu dan T. D. Soedjana. 1997. Ketersediaan dan kebutuhan teknologi produksi sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.Bogor, 7-8 Januari 1997.
Sampurna 2013.Pola Pertumbuhan dan Kedekatan Hubungan Dimensi Tubuh Sapi Bali. Disertasi Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Peternakan,Universitas Udayana. Denpasar.
Saptayanti, N.Y.J., Suartha, I.K., Sampurna, I.P. 2015.Hubungan Antara Dimensi Panjang Induk Pada Sapi Bali. Buletin Veteiner Udayana. Vol 7 No. 2: 129-136
Saribuang, M., D. Pasambe, dan Chalidjah. 1998. Pengaruh kawin silang terhadap performans hasil turunan pertama (F1) pada sapi Bali di Sulawesi Selatan. Prodising Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998
Sriyani, N.L.P, I. N. T. Ariana, I. G. L. O. Cakra. 2013. Potensi Sampah Kota sebagai Sumber Pakan terhadap Produk Fermentasi Rumen dan Kandungan EPA (Eicosa Pentaenoic Acid) dan DHA (Dokosaheksaenoic Acid) Daging pada sapi Bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar
Stell, R. G. D. and J. H. Torrie. 1989. Principles and Procedures of Statistics.2nd. Edition Megraw-Hill International Book Compani, London.
Warwick, E.J., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Ilmu Pemulian Ternak. Edisi kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Wasdiantoro, H. 2010. Imbangan Hijauan dan Konsentrat yang Berbeda pada Penampilan Produksi Sapi Sumba Ongole yang Diberi Tiga Macam Ransum Penggemukan.Disertasi.Institut Pertanian Bogor.
Awang et al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 2 Th. 2016: 393 - 404
Page 404
Discussion and feedback