Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Universitas

Udayana

e-Journal

e-journal

FAPET UNUD

KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA DAGING DARI SAPI BALI YANG DIGEMBALAKAN DI AREA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA)

Undaharta,T. S., I N. T. Ariana dan N. L. P. Sriyani

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar No HP: +6285792892209. E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan logam berat pada daging dari sapi bali yang digembalakan secara ekstensif di area TPA dan secara semi intensif di luar TPA. Penelitian dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH) Tradisional serta di Laboratorium Analitik Universitas Udayana selama 2 bulan. Penelitian dilaksanakan menggunakan uji T-test 2 perlakuan dengan 6 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kandungan timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) pada daging sapi yang berasal dari TPA secara kuantitatif lebih besar dari daging sapi yang berasal dari luar TPA yaitu 1,559 mg/kg : 1,458 mg/kg, 1,363 mg/kg : 1,358 mg/kg dan 1,515 mg/kg : 1,408 mg/kg namun secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa sistem pemeliharaan ternak tidak mempengaruhi kandungan logam berat pada daging sapi bali, daging yang berasal dari TPA secara kuantitatif lebih tinggi dari di luar TPA dan masih berada dibawah ambang batas yang direkomendasikan oleh BPOM sehingga masih layak untuk dikonsumsi.

Kata Kunci: logam berat, sapi bali, tempat pembuangan akhir

METAL CONTENT

ON BEEF OF BALI CATTLE GRAZING AT LANDFILL AREA

ABSTRACT

This study aims to determine the content of heavy metals in bali cattle grazing extensively in the landfill area and semi-intensive outside TPA. The research was conducted in slaughter house traditional as well in Analytical Laboratory Udayana University for two months. The experiment was conducted using a test T-test which two samples were repeated six times. The results showed that the amount content of plumbum, cadmium and cuprum on beef from the landfill quantitatively greater than the beef that comes from outside the landfill 1.559 mg / kg: 1.458 mg / kg, 1.363 mg / kg: 1.358 mg / kg and 1,515 mg / kg: 1.408 mg / kg but in statistics results was not significant (P> 0.05). Based on the results of the study concluded that the system of raising animals do not affect the content of heavy metals in bali cattle, meat from the landfill quantitatively higher than outside the landfill and still be below the threshold recommended by BPOM so it is still suitable for consumption.

Keywords: heavy metals, bali cattle, landfill


e-Journal

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan salah satu jenis sapi lokal Indonesia yang berasal dari Bali yang sekarang telah menyebar hampir keseluruh penjuru Indonesia bahkan sampai luar Negeri seperti Malaysia, Filipina dan Australia (Oka, 2010). Sapi bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya antara lain mempunyai angka pertumbuhan yang cepat, adaptasi dengan lingkungan yang baik dan penampilan reproduksi yang baik. Sapi bali merupakan sapi yang paling banyak dipelihara pada peternakan kecil karena fertilitasnya baik dan angka kematian yang rendah (Purwantara et al., 2012).

Penampilan produksi dan reproduksi sapi bali sangat tinggi. (Thalib et al. 2013) melaporkan bahwa rata-rata berat hidup sapi bali saat lahir, sapih, tahunan dan dewasa berturut-turut 16,8:82,9:127,5 dan 303 kg. Sapi bali dilaporkan sebagai sapi yang paling superior dalam hal fertilitas dan angka konsepsi (Toelihere, 2002). Darmadja (1980) melaporkan bahwa angka fertilitas sapi bali berkisar antara 83-86%. Di Sulawesi Selatan, angka fertilitas sapi bali adalah 82% (Wardoyo, 1950).

Bentuk tubuh sapi bali menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuh lebih kecil akibat proses domestifikasi, dadanya dalam dan badannya padat, warna bulu pada waktu masih pedet merah bata. Setelah dewasa warna bulunya pada betina bertahan merah bata sedangkan jantan akan agak ke hitam-hitaman, tanduk pada jantan tumbuh agak kebagian luar kepala, sedangkan betina agak ke bagian dalam, kakinya pendek sehingga menyerupai kaki kerbau. Tinggi sapi dewasa 130 cm, berat rata-rata pada sapi jantan 450 kg, sedangkan betina 300-400 kg.

Sumber utama pada ternak sapi adalah karkas (baik dari kelompok zebu maupun taurus) dan beberapa kerabat dekat (seperti sapi bali) atau persilangan antar mereka. Karkas sapi segar berwarna merah cerah, tekstur lunak. Sebagai komoditas dagang, karkas sapi dibedakan nilainya berdasarkan bagian asal ditubuh dan juga berdasarkan usia potong. Bagian yang diambil dagingnya mulai dari kepala, leher, seluruh badan, tungkai dan ekor. Kedalam daging sapi juga termasuk bagian moncong (hidung/cingur) dan lidah. Bagian jeroan (isi perut) tidak dianggap sebagai daging. Selain direbus, digoreng, atau dibakar, produk olahan daging sapi bermacam-macam, seperti abon, dendeng, sosis dan salami, serta kornet. Daging sapi dimakan hampir di seluruh bagian dunia.

e-Journal

Meningkatnya kebutuhan protein hewani sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya taraf hidup dan kesadaran gizi masyarakat, maka kebutuhan akan daging meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani maka perlu diadakan diversifikasi akan penyediaan daging yang berasal dari ternak sapi, kerbau, babi dan unggas. Salah satu sumber protein hewani yaitu yang berasal dari sapi.

Menurut Sriyani et al. ( 2013), makanan sapi yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) terdiri atas limbah buah-buahan, limbah sayur-sayuran dan limbah rumah tangga lainnya. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa ketersediaan bahan kering (BK) dari bahan-bahan pakan tersebut perhari sebesar 35,134 kg. Dari jumlah BK tersebut diasumsikan dapat memelihara sapi bali sebanyak 5.205 ekor, sementara jumlah populasi sapi bali saat ini +1.000 ekor. Mengacu dari data diatas maka dapat diartikan bahwa persediaan pakan untuk sapi bali yang ada di TPA sangat banyak dan tersedia sepanjang hari (ad libitum). Pakan yang tersedia sepanjang hari dan disukai oleh ternak sapi akan memberikan pengaruh terhadap penampilan produksi.

Beberapa hasil penelitian mendapatkan hasil bahwa sapi yang memanfaatkan sampah TPA sebagai pakan didapatkan hasil daging yang mengandung logam berat seperti yang dikatakan oleh Agus (2010) kandungan logam berat pada daging sapi di dalam TPA dan luar TPA Putri Chempo Kota Surakarta. Kandungan logam berat daging sapi yang digembalakan di TPA Mojosongo Surakarta yang melebihi ambang batas standar SK Ditjen POM Nomor 03725/B/SK/VII/89 adalah logam Zn dan Cd. Sedangkan kandungan lainnya relatif aman karena dibawah ambang batas yang dipersyaratkan. Logam Zn yang melebihi ambang batas 40,0 ppm terdapat pada bagian paha, dengan kisaran nilai 41, 4147, 60 ppm. Kandungan Cd yang melebihi ambang batas. Tingginya cemaran logam berat pada daging sapi dari TPA di Surakarta disebabkan oleh banyaknya industri yang membuang limbahnya ke TPA sehingga dapat mencemari pakan yang dikonsumsi oleh sapi tersebut.

Dengan banyaknya kebutuhan dan permintaan protein hewani khususnya daging sapi, tentu harus diimbangi dengan kualitas daging yang baik tanpa cemaran limbah ataupun kandungan logam berat. Dengan adanya dugaan masyarakat mengenai cemaran limbah atau logam berat pada sapi di area TPA ini, maka perlu diadakannya penelitian cemaran logam berat pada tubuh daging sapi yang digembalakan di area TPA.

e-Journal

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Pengambilan sapi dilakukan di TPA Suwung Kauh, Kecamatan Denpasar dan di peternak sapi lokal yang berada pada wilayah Desa Peguyangan untuk kemudian dibawa ke RPH milik I Wayan Sija yang berada di Banjar Bersih, Desa Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Sampel yang diperoleh dibawa ke Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai dari tanggal 21 Mei 2015 sampai 2 Juli 2015.

Materi penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah daging dari sapi bali. Sapi bali tersebut yang lahir dan telah digembalakan pada area TPA sebanyak satu ekor yang berumur +4 tahun. Sapi yang digunakan sebagai bahan yang akan diteliti tersebut tidak diberi pakan, tetapi sapi tersebut dilepas pada tumpukan sampah, sapi-sapi tersebut mencari pakan sendiri. Pakan yang dikonsumsi sapi bali tersebut berupa limbah-limbah rumah tangga, restoran, hotel dan pasar berupa sisa sayuran, kulit buah, sisa roti atau roti yang telah kadaluarsa dan sedikit rumput yang tumbuh di sekitar area TPA. Sapi yang telah diambil dari area TPA tersebut langsung dibawa ke RPH yang berlokasi di Banjar Bersih, Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung agar diistirahatkan sejenak untuk memenuhi standar persyaratan ternak yang akan disembelih.

Sapi yang digunakan sebagai kontrol merupakan sapi bali yang dipelihara secara semi intensif dan diberi pakan hijaun berupa rumput, daun-daunan dan jerami padi. Sapi kontrol tersebut yang digunakan adalah sapi bali yang telah berumur +4 tahun. Sapi yang telah diambil dari peternak tradisional tersebut langsung dibawa ke RPH yang berlokasi di Banjar Bersih, Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung untuk diistirahatkan sejenak untuk memenuhi standar persyaratan ternak yang akan disembelih.

e-Journal

Alat dan bahan penelitian

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • -    Alat yang digunakan : Timbangan analitik, Gelas ukur, Labu Kjeldahl, Batu didih, Kompor listrik, Tabung volumetric, Pipet kaca, ICPE

  • -    Bahan yang digunakan : Sampel daging sapi pada bagian loin, Larutan HNO3 (asam nitrat), Larutan H2 SO4 (asam sulfat), Aquades

Prosedur pengambilan data

Persiapan yang dilakukan mulai dari mengangkut sapi bali dari TPA Desa Suwung Kauh dan Desa Peguyangan selanjutnya membawa sapi ke RPH yang berlokasi di Banjar Bersih, Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung untuk diistirahatkan sejenak untuk memenuhi standar persyaratan ternak yang akan disembelih. Pada malamnya dilakukan penyembelihan dan dipilih bagian-bagian karkas pada bagian punggung/loin, setelah dicari bagian karkas yang akan diteliti kemudian dibawa ke laboratorium untuk kemudian diteliti.

Penelitian ini menggunakan metode pengabuan basah dengan tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini yaitu; timbang sejumlah sampel yang mengandung 3-10 gram padatan dan masukan kedalam labu Kjeldahl, tambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml (atau lebih) HNO3 dan beberapa buah batu didih, panaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, hindari pembentukan buih yang berlebihan, tambahkan 1-2 ml HNO3 dan lanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi, lanjutkan penambahan HNO3 dan pemanasan selama 5-10 menit sampai larutan tidak gelap lagi (semua zat organik telah teroksidasi) kemudian dinginkan, tambahkan 10 ml aquades (larutan akan menjadi tidak berwarna atau menjadi kuning muda jika mengandung Fe) dan panaskan sampai berasap, diamkan larutan sampai dingin kembali kemudian tambahkan 5 ml aquades didihkan sampai berasap, dinginkan dan encerkan sampai volume tertentu, setelah sampel dilakukan pengabuan kemudian dianalisis dengan menggunakan instrument ICPE-9000 (Inductively Coupled Plasma Emission)

e-Journal

Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan uji T-test 2 perlakuan dimana setiap peubah diulang sebanyak enam kali, sehingga penelitian ini menggunakan 12 sampel dengan dua perlakuan. Kedua perlakuan tersebut adalah daging dari ternak sapi bali yang dipelihara secara semi intensif (Peternak Lokal) dan daging dari ternak sapi bali yang digembalakan secara ekstensif (TPA Suwung).

Variabel/peubah yang diamati

Variabel/peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan timbal (Pb) yang terdapat pada loin dari sapi bali, kandungan kadmium (Cd) yang terdapat pada loin dari sapi bali dan kandungan tembaga (Cu) yang terdapat pada loin dari sapi bali.

Analisis statistik

Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisa dengan ANOVA (analysis of varian) selanjutnya di uji lanjut menggunakan LSD (least significant differences/uji beda nyata terkecil).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan dua jenis sampel daging pada bagian loin dari sapi yang digembalakan secara ekstensif dengan mengkonsumsi pakan berupa limbah rumah tangga, hotel, restoran, dan pasar yang berada pada area tempat pembuangan akhir (TPA) Desa Suwung Kauh, Kecamatan Denpasar, Kabupaten Denpasar dan daging dari sapi yang dipelihara secara semi intensif dengan mengkonsumsi pakan hijauan berupa rumput dan jerami pada peternak di Desa Peguyangan sebagai sampel kontrol, diperoleh hasil analisis penelitian sebagai berikut :

e-Journal

Tabel 1. Kandungan Logam Berat Rata-rata pada Daging Sapi yang Digembalakan

di Area TPA

Perlakuan

Pb (mg/kg)

Variabel

Cd (mg/kg)

Cu (mg/kg)

LT

1,559a

1,363a

1,515a

LK

1,458a

1,358a

1,408a

SEM

0.0225

0.0149

0.0430

BPOM

0,1 - 10

1,0 - 1,5

0,1 - 150

Keterangan :

  • 1 .Angka dengan superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

  • 2 .LT : Loin TPA

  • 3 .LK: Loin Kontrol

  • 4 .SEM : Standar Error of the Treatment Means

  • 5 .BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan (2007)

Seperti pada Tabel 1. diatas bahwa jumlah kandungan logam timbal (Pb) terdapat pada loin sapi yang digembalakan secara ekstensif di area TPA sebesar 1,559 mg/kg dibandingkan dengan kandungan logam timbal yang terdapat pada loin sapi yang dipelihara di luar TPA secara semi intensif sebesar 1,458 mg/kg sehingga sapi yang digembalakan pada area TPA 10,1% lebih tinggi dari sapi yang dipelihara secara semi intensif pada luar TPA, kandungan logam kadmium (Cd) tertinggi terdapat pada sapi yang digembalakan secara ekstensif di area TPA yang sebesar 1,363 mg/kg dibandingkan dengan sapi yang dipelihara diluar TPA secara semi intensif yakni sebesar 1,358 mg/kg sehingga sapi yang digembalakan pada area TPA 0,5% lebih tinggi dari sapi yang

dipelihara secara semi intensif pada luar TPA, kandungan logam timbal (Cu) tertinggi terdapat pada loin sapi yang digembalakan pada area TPA sebesar 1,515 mg/kg

dibandingkan dengan loin sapi yang dipelihara di luar TPA yakni sebesar 1,408 mg/kg sehingga sapi yang digembalakan pada area TPA 10,7% lebih tinggi dari sapi yang

dipelihara secara semi intensif pada luar TPA.

Berdasarkan rata-rata kandungan logam timbal, kadmium dan tembaga pada sapi yang dipelihara pada area TPA dan di luar TPA masih tergolong aman untuk dikonsumsi karena masih dibawah standar ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) tahun 2007 yaitu 0,1-10 mg/kg untuk logam timbal, 1,0-1,5 mg/kg untuk logam kadmium dan 0,1-150 mg/kg untuk kandungan logam berat tembaga.

e-Journal

Rata-rata kandungan timbal (Pb) pada sapi yang digembalakan di TPA secara ekstensif lebih besar dibandingkan sapi yang dipelihara secara semi intensif pada peternak di Desa Peguyangan, rata-rata kandungan kadmium (Cd) pada sapi yang digembalakan di TPA secara ekstensif lebih besar dibandingkan dengan sapi bali yang dipelihara secara semi intensif pada peternak di Desa Peguyangan, rata-rata kandungan tembaga (Cu) pada sapi yang digembalakan di TPA secara ekstensif lebih besar dibandingkan sapi yang dipelihara semi intensif pada peternak di Desa Peguyangan. Dari data yang diperoleh dianalaisis menggunakan program costat dan menunjukkan bahwa kandungan logam timbal, kadmium dan tembaga antara loin sapi yang terdapat pada TPA dibandingkan dengan loin sapi yang terdapat di luar TPA tidak mempunyai perbedaan yang bermakna (non significant).

Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa kandungan rata-rata pada logam timbal, kadmium dan tembaga yang lebih besar ditunjukkan pada loin sapi yang digembalakan di area TPA karena pakan yang dikonsumsi berupa limbah restoran, hotel, rumah tangga dan pasar yang telah terkontaminasi dengan limbah-limbah yang bersumber dari bengkel, industri, toko dan rumah tangga mengandung timbal, kadmium dan tembaga yang bersumber dari kaleng cat, kaleng makanan, aki, plastik, oli, batrai, logam dan asap kendaraan. Berdasarkan hasil analisis menggunakan program costat dapat disimpulkan bahwa kandungan logam timbal, kadmium dan tembaga antara loin sapi yang terdapat pada area TPA dibandingkan dengan loin sapi yang terdapat di luar TPA tidak mempunyai perbedaan yang bermakna (non significant). Hal tersebut disebabkan dari limbah rumah tangga, hotel dan pasar yang dikonsumsi oleh sapi tersebut tidak banyak tercemar oleh logam berat, karena industri di wilayah Denpasar, Gianyar dan Tabanan sebagai penghasil sampah di TPA desa Suwung Kauh masih tergolong sedikit dibandingkan dengan kota-kota besar di Provinsi Jawa.

Loin merupakan bagian daging yang paling jauh dijangkau oleh logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) sehingga dapat diasumsikan bahwa organorgan tubuh lainnya telah terpapar logam timbal, kadmium dan tembaga. Sapi yang digembalakan secara ekstensif pada area tempat pembuangan akhir (TPA) telah terkontaminasi logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) namun masih berada dibawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh BPOM.

e-Journal

Hasil dari penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa daging sapi yang digembalakan pada area tempat pembuangan akhir (TPA) telah terkontaminasi logam berat, dari hasil analisa yang dilakukan di laboratorium analitik diperoleh hasil timbal (Pb) menunjukkan nilai sebesar 1,559 mg/kg, kadmium (Cd) menunjukkan nilai sebesar 1,363 mg/kg dan tembaga (Cu) menunjukkan nilai sebesar 1,515 mg/kg sehingga masih layak dikonsumsi karena masih di bawah standar ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM yakni sebesar 0,1-10 mg/kg untuk kandungan logam timbal, 1,0-1,5 untuk kandungan logam kadmium dan 0,1-150 mg/kg untuk kandungan tembaga.

Pada sapi yang dipelihara secara semi intensif yang diberi pakan berupa jerami dan berbagai jenis rumput menunjukkan telah terkontaminasi logam berat, dari standar yang ditetapkan BPOM, timbal (Pb) menunjukkan nilai sebesar 1,458 mg/kg dan kadmium (Cd) menunjukkan nilai sebesar 1,358 mg/kg dan tembaga (Cu) memperoleh nilai sebesar 1,408 mg/kg sehingga masih layak dikonsumsi karena masih di bawah standar ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM yakni sebesar 0,1-10 mg/kg untuk kandungan logam timbal, 1,0-1,5 untuk kandungan logam kadmium dan 0,1-150 mg/kg untuk kandungan tembaga.

Berdasarkan sampel daging sapi yang diambil dari tempat pembuangan akhir (TPA) yang mengkonsumsi pakan berupa limbah restoran, hotel, rumah tangga dan pasar yang telah terkontaminasi dengan limbah-limbah mengandung timbal, kadmium dan tembaga yang bersumber dari aki, plastik, oli, batrai, logam dan asap kendaraan dibandingkan dengan sampel daging sapi yang dipelihara secara semi intensif oleh peternak lokal yang diberi pakan jerami dan berbagai jenis rumput menunjukkan hasil tidak mempunyai perbedaan yang bermakna (non significant) terhadap tiga jenis logam berat tersebut. Hasil tersebut terjadi karena sapi yang dipelihara oleh peternak lokal mengkonsumsi pakan berupa rumput dan jerami tersebut diduga telah terkontaminasi olah bahan kimia seperti pupuk kimia, pestisida dan minyak pelumas yang bersumber dari mesin panen yang digunakan untuk memisahkan antara bulir padi dengan jerami.

Upaya untuk dapat mengurangi kadar kontaminasi logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd) dan tembaga (Cu), perlu dilakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya keracunan logam berat ini dengan berbagai tindakan (Russel, 1979). Arifin et al. (2005) melakukan pengujian dengan metode NAA dan AAS pada sampel jaringan/organ sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggantikan pakan dengan bahan Undaharta et al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 2 Th. 2016: 366 - 376            Page 374

e-Journal

konvensional selama 90 hari ternyata dapat membantu mengeluarkan residu logam berat Pb, Cd dan Cu dari tubuh ternak tersebut melalui urine dan feses. Di dalam urine, residu Pb, Hg dan Cd ditemukan masing-masing sebesar 100,7; 14,4 dan 711,2 ppm dan sudah tidak terdeteksi lagi masing- masing pada hari ke 90, 62 dan 35. Di dalam darah PB, Hg dan Cd masing-masing ditemukan sebesar 283,6; 87,3 dan 719,8 ppm, dan sudah terdeteksi lagi masing-masing pada hari ke 90, 63 dan 42. Di dalam feses Pb dan Hg masih terdeteksi hingga hari ke 90, sedangkan Cd sudah tidak terdeteksi pada hari ke 40.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Sistem pemeliharaan ternak sapi bali baik digembalakan secara ekstensif di area TPA maupun secara semi intensif pada peternakan rakyat tradisional tidak dapat mempengaruhi cemaran logam berat pada dagingnya.

  • 2.    Daging dari sapi bali yang digembalakan di area TPA secara kuantitatif mempunyai kandungan timbal, kadmium dan tembaga yang lebih tinggi dari pada di luar TPA dan masih berada dibawah dari ambang batas yang direkomendasikan oleh BPOM sehingga masih layak untuk dikonsumsi.

Saran

Ternak sapi bali yang berasal dari TPA sebelum disembelih sebaiknya diistirahatkan dan diberikan pakan konvensional untuk mengurangi kadar logam berat yang terdapat pada daging dari ternak sapi yang digembalakan di area TPA. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan interaksi antara logam berat dan logam esensial, khususnya pada hewan ternak besar.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kepada kepala Laboratorium Analitik Kampus Bukit Jimbaran Universitas Udayana, serta semua pihak yang telah membantu, memberikan saran dan masukan dalam proses penelitian.

e-Journal

DAFTAR PUSTAKA

Agus S., Sri S., Retnaningsih. 2010. Residu Logam Berat Dalam Daging Sapi yang Dipelihara di Tempat Pembuangan Akhir. Jurnal pangan dan gizi Vol. 01 No. 01 tahun 2010. Program Studi Teknologi Pangan Universitas Muhamadyah. Semarang.

Arifin, M. E. Rianto, E. Purbowati, B. Dwiloka dan A. Purnomoadi. 2002. Residu logam berat pada sapi potong yang dipelihara di tpa jati barang, kota semarang pasca proses eliminasi selama 90 hari. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Universitas Diponegoro. Semarang.

BPOM. 2007. Buletin keamanan pangan. Deputi bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya Badan POM RI. Volume 11 tahun VI. Jakarta.

Darmadja SGND. 1980. Setengah abad peternakan sapi tradisional dalam ekosistem pertanian di Bali. (Desertasi) Bandung : Program Pascasarjana. Universitas Pajajaran.

Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Denpasar. 2014. Data DKP Denpasar. Denpasar.

Oka IGL. 2010. Conservation and genetic improvement of bali cattle.Proc. Conservation and Improvementof Wordl Indigenous Cattle. 110 – 117.

Purwantara B, Noor RR, Andersson G, and Rodriguez – Martinez H. 2012. Banteng and Bali cattle in Indonesia: Status and Forecasts. Reprod Dom Anim 47 (Suppl. 1), 2 – 6.

Sriyani, N.L.P, I. N. T. Ariana, dan I. G. L. O. Cakra. 2013. Potensi sampah kota sebagai sumber pakan terhadap produk fermentasi rumen dan kandungan EPA (Eicosa pentaenoic Acid) Daging pada Sapi Bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana Denpasar.

Thalib C., Entwistle K, Siregar A, Budiarti S, and Lindsay D. 2013. Survey of population and existing breeding programs in Indonesia. ACIAR Proceedings, 3 – 9.

Toelihere M. 2002. Increasing the success rate and adoption of artificial insemination for genetic improvement of Bali cattle. Workshop on Strategies to improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Udayana Eco Lodge Denpasar Bali 4 – 7 February 2002.

Wardoyo M. 1950. Peternakan sapi di Sulawesi Selatan (cattle farming in South Sulawesi). Hemera Zoa 5, 116 – 118.

Undaharta et al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 2 Th. 2016: 366 - 376

Page 376