Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Universitas

e-Journal

e-journal

FAPET UNUD

Udayana


TINGKAT CEMARAN MIKROBA DAGING BABI BALI DAN DAGING BABI LANDRACE

Priadi, I G. D., N. L. P. Sriyani dan S. A. Lindawati

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar Email : [email protected] HP. 085738009554

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba pada daging babi bali dan babi landrace. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Pemotong Hewan (RPH) tradisional serta di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak (THT) dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 2 bulan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 sampel daging babi segar. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan T-test. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat cemaran Total Plate Count (TPC) daging babi babi berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi 79,01% dibandingkan daging babi landrace. Cemaran Coliform dan Escerichia coli daging babi bali berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan daging babi landrace, namun secara kuantitatif daging babi bali memiliki tingkat cemaran Coliform dan Escerichia coli lebih tinggi dengan perbedaan persentase berturut-turut yaitu, 28,57% dan 91,30% dibandingkan babi landrace. Berdasarkan hasil penelitian tingkat cemaran mikroba daging babi bali lebih tinggi dibandingkan dengan cemaran mikroba daging babi landrace.

Kata kunci : Babi bali, babi landrace , daging babi , cemaran mikroba.

THE LEVEL OF MICROBIAL CONTAMINATION OF BALI PORK AND LANDRACE PORK

ABSTRACT

This study aims to determine the level of microbial contamination of bali pork and landrace pork , the research was conducted in the House Cutter Animals (RPH) traditional and Livestock Product Technology Laboratory (THT) and Microbiology, Faculty of Animal Husbandry Universitas Udayana for two months. This study uses a completely randomized design ( CRD) with two samples of fresh pork. Data were analyzed with T -test. The results showed that levels of contaminant Total Plate Count (TPC) of pork were significantly different (P<0.05) higher than the 79.01% landrace pork. Coliform and Escerichia coli contamination of bali pork no significant (P>0.05) compared landrace pork, but quantitatively bali pork levels of Coliform and Escerichia coli contamination is higher with consecutive percentage difference that is, 28.57 % and 91.30 % compared landrace pork. Based on the research level of microbial contamination of bali pork higher than the microbial contamination of landrace pork.

Keywords: balinese pig, landrace pig , pork , microbial contamination.

e-Journal

Udayana

PENDAHULUAN

Penyediaan bahan pangan dengan nilai gizi tinggi merupakan masalah penting dalam upaya meningkatkan kecerdasan masyarakat. Salah satu bahan pangan yang mengandung nilai gizi tinggi adalah daging. Daging didefinisikan sebagai semua jejaring hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno, 2005). Kebutuhan protein hewani umumnya diperoleh dari daging sapi, kambing, babi, unggas dan ikan. Salah satu yang banyak menjadi pilihan adalah daging babi dimana daging babi merupakan daging yang bergizi untuk dikonsumsi (Antara dkk., 2008).

Ternak babi merupakan ternak penghasil daging yang sangat efisien sehingga ternak babi memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai ternak potong (Ensminger, 1991). Selain pertumbuhan badannya yang cepat, ternak babi juga mampu memanfaatkan segala jenis limbah pertanian, tidak membutuhkan lahan pemeliharaan yang luas, dapat meningkatkan kesuburan tanah serta memiliki litter size yang tinggi. Daging babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi yang cukup bagus, karena usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk memenuhi permintaan pasar secara kuantitas, produsen juga diharapkan dapat menyediakan daging babi yang berkualitas (Tobing, 2012 ).

Peternakan babi di Bali memegang peranan penting dalam menyediakan daging babi, khususnya babi bali memiliki status sosial budaya yang sangat penting bagi masyarakat Hindu yang ada di pulau Bali. Selain untuk memenuhi kebutuhan untuk upacara agama, daging babi juga digunakan dalam berbagai aktivitas sosial. Ternak babi yang sering dimanfaatkan sebagai sarana sesaji maupun untuk dikonsumsi oleh masyarakat Bali adalah babi lokal (babi bali) dan babi ras (landrace). Babi bali juga dipelihara untuk memenuhi permintaan dalam negeri yang tiap tahun terus meningkat, contohnya untuk kebutuhan babi guling di Bali (Budaarsa, 2002, dan Budaarsa 2006). Meningkatnya permintaan daging babi dalam negeri sejalan dengan

e-Journal

Udayana

pertambahan jumlah penduduk non muslim dan kunjungan wisatawan mancanegara yang terus meningkat (Budaarsa, 2012).

Babi bali memiliki ciri warna bulu hitam agak kasar ada juga yang belang putih bagian perut, punggungnya melengkung dan telinga tegak. Babi bali memiliki perlemakan daging yang lebih tinggi dibandingkan dengan babi landrce, karena secara genetik bangsa babi bali ini termasuk dalam bangsa babi tipe lemak (lard type). Babi landrace persilangan mempunyai ciri-ciri fisik berbadan panjang dengan tulang rusuk 16 – 17 pasang, berwarna putih dengan bulu yang halus, badan panjang, kepala kecil agak panjang dengan telinga terkulai, kaki letaknya baik dan kuat, dengan paha yang bulat dan tumit yang kuat serta tebal lemaknya lebih tipis. Babi landrace mempunyai karkas yang panjang, pahanya besar, daging di bawah dagu tebal dengan kaki yang pendek (Mangisah, 2003). Babi landrace memiliki perdagingan yang lebih banyak serta perlemakan yang lebih sedikit dibandingkan ternak babi lainnya. Kelemahan babi landrace adalah kaki belakang yang lemah terutama saat induk bunting, dan hasil daging yang pucat (Sihombing, 2006).

Kualitas daging ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bangsa, umur, jenis kelamin, manajemen pemeliharaan, kastrasi dan pakan (Soeparno, 2005). Bangsa dan manajemen pemeliharaan ternak babi yang berbeda akan memperlihatkan kualitas karkas yang berbeda (Tobing, 2012). Di Indonesia khususnya pulau Bali ternak babi bali telah cukup lama diketahui, namun pengetahuan tentang pemeliharaan ternak babi yang benar dan produktif belum banyak diterapkan, mengingat kurangnya informasi, akibatnya peternakan babi khususnya babi bali cenderung masih dilakukan secara tradisional (eksensif). Sistem pemeliharaan ternak babi yang dilakukan masih sangat sederhana, dengan cara mengikat dengan tali, kemudian diikaitkan pada pohon atau patok. Sama sekali tidak ada tempat khusus untuk berbaring, tanpa atap penaung panas dan hujan. Jika musim hujan, maka babi berendam dalam lumpur (Budaarsa, 2012). Babi diberi makan seadanya, tidak memperhatikan sanitasi, maupun kesehatannya, sehingga kemungkinan besar ternak tersebut dengan mudah terkontaminasi mikroorganisme yang bersifat patogen. Mengacu pada permasalahan tersebut

e-Journal

Udayana

diatas diperlukan informasi yang ilmiah tentang kualitas mikrobiologi daging babi bali asli yang dipelihara dengan cara ekstensif.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Potong Hewan (RPH) tradisional dan di lab Teknologi Hasil Ternak (THT) Fakultas Peternakan, Gedung Agrokomplek Universitas Udayana, yang terletak di Jalan P.B Sudirman, Denpasar, Bali. Penelitian ini dilaksanakan dengan alokasi waktu operasional dua bulan. Fase persiapan penelitian dilaksanakan dengan kegiatan koordinasi internal, penjajagan lokasi penelitian, persiapan sarana dan prasarana,dan persiapan sampel.

Materi Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah daging pada LD (Longissimus Dorsi) yang berasal dari ternak babi berumur 3 bulan dan berjenis kelamin jantan, tetapi berasal dari bangsa (breed) dan manajemen pemeliharaan yang berbeda. Sampel daging tersebut berasal dari ternak babi bali dan babi landrace. Ternak babi bali dipelihara secara tradisonal di Kecamatan Grogak, Kabupaten Buleleng sedangkan ternak babi landrace dipelihara secara intensif di Banjar Pegending, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Babi-babi tersebut di potong di RPH tradisional di Banjar Pegending Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : - Alat-alat yang dipergunakan yaitu: lidi, erlenmayer 250 ml, oven, beaker glass 50 ml, cawan petri (petridish), batang bengkok, inkubator, pipet ukur 10 ml, api bunsen, gelas ukur 50 ml, autoklaf, pipet otomatis 1 ml dan 0,1 ml, laminar flow, batang gelas pengaduk.

  • -    Bahan-bahan : kapas steril, kertas lebel, tisu, Aquades, Pepton Water 0,1%, Plate Count Agar (PCA), Eosin Metilen Blue Agar (EMBA).

e-Journal

Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

e-journal


email: [email protected]

FAPET UNUD                     email: [email protected]

  • -    Bahan-bahan dari ternak: bagian Otot bagian LD (longissimus dorsi) yang diambil dari bagian karkas

Prosedur pemotongan

Proses pemotongan diawali dengan pemilihan ternak dan penimbangan, kemudian pemotongan dilakukan secara tradisional. Babi dipegang pada bagian kaki dan telinga kemudian dilakukan penusukan leher (sticking) untuk mengeluarkan darahnya (bleeding). Proses selanjutnya adalah pemanasan dan pelepasan bulu. Proses ini dilakukan dengan memanfaatkan air panas yang diikuti dengan pengerokan bulu dan kulit ari dengan menggunakan pisau. Kemudian babi dibersihkan dengan menggunakan air dingin. Tahap berikutnya adalah pemisahan bagian karkas dengan non karkas yang dilakukan dengan pengeluaran jeroan ( eviscerating).

Setelah karkas utuh di dapatkan, karkas dibawa ke laboratorium THT dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Tahapan-tahapan yang dilakukan di laboratorium THT dan Mikrobiologi diawali dengan proses sterilisasi peralatan dan pemecahan karkas babi yang masih utuh. Lokasi otot yang dijadikan sampel adalah otot LD (longissimus dorsi). Sampel yang dipilih kemudian dilakukan pengambilan usapan kapas steril (swab) dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% dengan volume yang berbeda sesuai dengan uji yang akan dilakukan, kemudian diberi label berkode untuk membedakan sampel satu dengan sampel lain.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri atas enam ulangan antara lain:

A1 : babi bali yang dipelihara ekstensif.

  • B1 : babi landrace yang dipelihara intensif.

e-Journal

Udayana

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini, meliputi:

  • 1.    Total Plate Count (TPC)

  • 2.    Bakteri Coliform

  • 3.    Bakteri Escherichia Coli (E.coli)

Pengujian Total Plate Count (TPC)

TPC merupakan teknik menghitung jumlah seluruh mikroba yang terdapat pada daging dengan menggunakan media PCA (Plate Count Agar) untuk analisis total plate count daging babi dengan cara berikut yaitu, pengambilan usapan kapas steril (swab) pada daging babi dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% steril sebanyak 90 ml, sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-1 ini dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 ml dengan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pepon sehingga diperoleh pengenceran 10-2, demikian seterusnya sehingga diperoleh pengenceran 10-6. Kemudian dilakukan penanaman dengan metode tuang (Jenie dan fardiaz,1989). Penanaman ini dilakukan di dalam ruang steril dan berdekatan dengan api bunsen, hal ini bertujuan untuk menghindarkan kontaminasi dari lingkungan luar, dengan jalan mengambil tingkat pengenceran 10-5, 10-6 dan 10-7 dengan pipet masing-masing dituangi dengan media PCA (suhu ±450C) ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml dan ditutup kembali. Selanjutnya dihomogenkan dengan menggerkakkan cawan petri dengan hati-hati biarkan hingga media memadat. Penanaman dibuat rangkap dua (duplo) ke dalam inkubator dengan suhu 370C dalam kondisi terbalik, dan hasil dapat dihitung 24 – 48 jam.

Pengujian Bakteri Escherichia Coli dan Coliform

Adapun metode yang digunakan untuk memperoleh total bakteri E. Coli dan Coliform yaitu metode sebar (Jenie dan Fardiaz, 1989) menggunakan media EMBA. Pengambilan usapan kapas steril (swab) pada daging babi dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer yang telah berisi larutan pepton water 0,1% dengan volume 45 ml, sehingga didapatkan

e-Journal

Peternakan Tropika Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

e-journal


FAPET UNUD                     email: [email protected]

pengenceran 10-1. Pengenceran 10-1 ini kemudian dihomogenkan dan diencerkan lagi dengan cara mengambil 1 ml melalui pipet lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan pepton sehingga diperoleh pengenceran 10-3.

Dari pengenceran 10-1 diambil menggunakan pipet steril sebanyak 0,1 ml kemudian dituangkan pada permukaan media EMBA yang telah padat ke dalam cawan petri lalu diinkubasi pada suhu 370C dalam keadaan terbalik, dan hasil dapat dihitung setelah 24 – 48 jam. Dilakukannya penanaman pada tingkat pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Two Independent Sample T test (Steel dan Torrie, 1989) dengan bantuan program SPSS 16.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis tingkat cemaran mikroba menggunakan uji Two Independent Sample T-test (Steel dan Torrie, 1989), antara daging dari babi bali yang dipelihara secara tradisional (A1) mempunyai Total Plate Count (TPC) sebesar 7,91 x 102 cfu/gram berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi 79,01% terhadap daging dari babi landrace yang dipelihara secara intensif (B1) yang mempunyai Total Plate Count (TPC) sebesar 1,66 x 102 cfu/gram. Tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging A1 sebesar 2,8 x 101 cfu/gram berbeda tidak nyata (P>0,05), lebih tinggi 28,57% terhadap daging B1. Tingkat cemaran bakteri Escherichia coli pada daging A1 sebesar 2,3 x 101 cfu/gram berbeda tidak nyata (P>0,05), lebih tinggi 91,30% terhadap daging dari babi landrace yang dipelihara secara intensif (B1).

e-Journal

Udayana

Tabel 1. Hasil analisis tingkat cemaran mikroba daging babi bali dengan babi landrace

Variabel

Perlakuan

SEM(3)

Ambang Batas (SNI, 7388:2009)

A1(2)

B1

TPC (cfu/g)

7,91 x102a

1,66 x102b

0,518

1 x 106

Coliform (cfu/g)

2,8 x101a(4)

2 x101a

0,524

1 x 102

E.coli (cfu/g)

2,3 x101a

0,2 x101a

0,366

1 x 101

Keterangan :

1) Variabel yang diamati

2) Perlakuan yang diberikan pada masing-masing unit perlakuan diantaranya :

A1 : Daging babi bali

B1 : Daging babi landrace

3) SEM = “Standar Error Of The Threatment Mean”

4) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0,05)

Indikator kontaminasi awal pada daging segar salah satunya dapat dilihat dari jumlah Total Plate Count (TPC), karena bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging segar dan dapat menimbulkan penyakit apabila keberadaanya berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. Kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan, apalagi peralatan yang digunakan tidak bersih. Setelah proses penyembelihan, kontaminasi selanjutnya dapat terjadi pada saat pengulitan, pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, pencucian karkas/ daging, pendinginan (Kuntoro et al, 2013). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa daging dari babi bali yang yang dipelihara secara tradisional menghasilakan total plate count/TPC sebesar 7,91 x 102 cfu/gram, secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan daging dari babi landrace yang dipelihara secara Intensif yakni sebesar 1,66 x 102 cfu/gram.

Hal ini diduga disebabkan karena ternak babi bali yang dipelihara secara tradisional mengalami kontaminasi mikroba melalui feses dan lingkungan kandangnya sendiri. karena babi bali yang dipelihara secara tradisional tidak dikandangkan, hanya di ikat pada pohon dengan lantai berupa tanah yang tidak disediakan tempat istirahat,tempat penampungan feses dan urine. Dengan demikian lambat laun lantai tanah tersebut akan menjadi becek dan bercampur dengan feses. Proses pemotongan dilakukan di RPH yang sama dan kurangnya

e-Journal

Udayana

sanitasi pada saat proses pemotongan sehingga menyebabkan daging tercemar mikroba. Mukartini et al. (1995), menyatakan bahwa kontaminasi mikroba pada daging dapat berasal dari rumah potong hewan (RPH) yang tidak higienis. Hal ini didukung Fathurahman (2008) awal kontaminasi pada daging dimulai dari rumah pemotongan hewan (RPH) yaitu dari lantai, pisau, kulit, isi saluran pencernaan, air dan peralatan yang digunakan untuk penyiapan karkas, pemisahan daging maupun dari pekerjanya sendiri. Walaupun demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa TPC daging babi bali maupun babi landrace masih di bawah ambang batas keamanan pangan. Batas ambang keamanan untuk jumlah mikroba TPC yaitu sebesar 1 x 106 cfu/g (SNI 7388, 2009).

Coliform merupakan bakteri yang memiki habitat normal di usus (Jay, 1992). Ada dugaan potensi kandungan bakteri Coliform pada usus babi bali lebih tinggi dari pada babi landrace, hal ini dikarenakan babi bali dipelihara dengan pakan yang apa adanya tanpa memperhatikan hyginitas dari pada pakan. Misalnya daun lamtoro, bungkil kelapa, dagdag se ( Pisonia alba ), batang pisang, ketela rambat, daunt alas, banyu atau limbah dapur dan pemberian pakan pada umumnya dalam keadaan mentah (Budaarsa et al, 2016). Kemudian lingkungan kandang yang kurang bersih diduga meningkatkan potensi kontaminasi bakteri fatogen pada ternak. Kontaminasi bakteri Coliform pada daging babi babi maupun babi landrace dapat terjadi pada saat proses pemotongan yang tidak memenuhi standar seperti pengeluaran isi saluran pencernaan yang berdekatan dengan proses pemotongan sehingga menyebabkan daging tercemar bakteri Coliform. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa kontaminasi bakteri dalam proses pemotongan ternak sangat mungkin terjadi, sebab proses pemotongan, khususnya pengulitan dan pengeluaran jeroan merupakan titik paling rentan terhadap terjadinya kontaminasi dari bagian luar kulit dan isi saluran pencernaan.

Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri fatogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri Coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri fatogen. Penentuan Coliform menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri fatogen (Jay, 1992). Tingkat cemaran bakteri Coliform pada daging babi bali yang dipelihara secara tradisional sebesar 2,8 x 101 cfu/g

e-Journal

Udayana

secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi 28,57% dibandingkan dengan daging babi landrace yang dipelihara secara intensif sebesar 2,0 x 101 cfu/gram.jeroan merupakan titik paling rentan terhadap terjadinya kontaminasi dari bagian luar kulit dan isi saluran pencernaan.

Penghitungan jumlah bakteri Escherichia coli pada bahan pangan daging sangat penting karena keberadaan mikroorganisme ini dapat dijadikan sebagai penilaian terhadap kualitas sanitasi daging dan air (Suwansonthicai dan Rengpipat, 2003). Kandungan mikroba pada daging dapat berasal dari peternakan dan rumah potong hewan yang tidak higienis (Djafaar dan Rahayu, 2007). Awal cemaran mikroba pada daging dapat terjadi akibat manajemen pemeliharaan yang tidak baik dan penyembelihan, alat-alat yang dipergunakan untuk pengeluaran darah tidak steril.

Tingkat cemaran bakteri Escherichia coli pada daging babi bali yang dipelihara secara tradisional sebesar 2,3 x 101 cfu/gram secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan daging babi landrace yang dipelihara secara intensif yakni sebesar 0,2 x 101 cfu/g. Bakteri Escherichia coli yang diperoleh dari perhitungan statistik menunjukan hasil berbeda tidak nyata namun dalam perhitungan manual terdapat jumlah bakteri Escherichia coli yang lebih tinggi pada daging babi bali (tersaji pada tabel 4.1). Penyebab jumlah bakteri Escherichia coli pada daging babi bali yang dipelihara secara tradisional lebih tinggi dibandingkan dengan daging babi landrace yang dipelihara secara intensif diduga disebabkan oleh jenis bangsa babi yang berbeda serta perbedaan manajemen pemeliharaan.

Berdasarkan standar yang ditetapkan, ambang batas bakteri Escherichia coli pada daging yaitu 1 x 101 cfu/g (SNI 7388, 2009), sedangkan pada penelitian ini menunjukan jumlah bakteri Escherichia coli pada babi bali lebih tinggi dari standar yang ditetapkan, namun daging dari babi landarace yang dipelihara secara intensef memiliki tingkat cemaran bakteri Escherichia coli lebih rendah dari standar yang ditetapkan. Hal ini menunjukan daging babi bali yang dipelihara secara tradisional maupun daging dari babi landarace yang dipelihara secara intensif masih layak untuk dikonsumsi.

e-Journal

Udayana

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat cemaran mikroba (TPC, Coliform, E. Coli) dari daging babi bali yang dipelihara secara tradisional (ekstensif) lebih tinggi dari pada daging babi landrace yang dipelihara secara intensif, dengan nilai tingkat cemaran masing-masing sebesar 7,91 x 102, 2,8 x 101, 2,3 x 101 dan 1,66 x 102, 2,0 x 101, 0,2 x 101 cfu/gram.

Saran

Hal yang dapat disarankan yaitu perlunya dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabel yang diamati untuk memperdalam dan meperluas cakupan penelitian. Peternak babi bali disarankan agar lebih memperhatikan manajemen pemeliharaan terutama terhadap sanitasi kandang dan lingkungan sekitarnya untuk meminimalisir kontaminasi ternak terhadap mikroba secara langsung sehingga dapat menghasilkan prodak/daging yang bersih.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih penulis ucapankan kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang sudah memberikan fasilitas dan dukungan selama mengikuti perkuliahan. Terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang sudah memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, N. S, Dauh, I. B. D. U, Utami, N. M. I. S. 2008. Tingkat Cemaran Bakteri Coliform, Salmonella sp., Dan Staphylococcus aureus Pada Daging Babi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Buckle R.A., Edward G.H. Fleet and M. Wooton M. 1987. Ilmu Pangan, (penerjemah H.

Purnomo Adiono). UI Press Jakarta

Budaarsa, K. 2002. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kota Denpasar. Laporan Penelitian. DIK. Universitas Udayana.

e-Journal

Udayana

Budaarsa, K. 2006. Survei Kebutuhan Babi Guling di Kabupaten Badung. Laporan Penelitian. DIK. Universitas Udayana.

Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali. Dari Beternak, Kuliner hingga Sesaji. Penerbit Buku Arti. Denpasar.ISBN : 978-979-1145-69-5.

B. Kuntoro, R. R. A. Maheswari dan H. Nuraini. 2013. Mutu Fisik Dan Mikrobiologi Daging Sapi Asal Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Pekanbaru. Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. ISSN 1829 – 8729.

Budaarsa, K., A. W. Puger dan I. M. Suasta. 2016. Eksplorasi Komposisi Pakan Tradisionol Babi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Ensminger. 1991. Animal Science. The Interstate Printers and Publishers, Inc., New York, United State of Amerika.Johnston, R. G. 1983. Introduction To Sheep Farming. Granada Publishing Ltd. Great Britain.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Fathurahman, E. 2008. Penanganan Daging Sapi. Food Reviev, Referensi Industri dan Teknologi Pangan Indonesia. Jakarta.

Mukartini, S.C Jehne, B. Shay and C.M.L Harfer. 1995. Microbiological Status of Beefcarcass Meat in Indonesia. J. Food Safety 15 : 291 – 303.

Steel, RGD dan JH Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Suwansonthichai S, and S Rengpipat. 2003. Enumarition of Coliforms and Escherichia coli in frozen black tiger shrimp Penaeus monodon by conventional and repeat methods. J Food Microbiology 81:113-121.

Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sihombing. D.T.H, 2006. Ilmu peternakan babi, Gajah Mada University Press, yogyakarta Cetakan Kedua.

Standard Nasional Indonesia (SNI 7388, 2009). Batas Maksimun Cemaran Mikroba pada Pangan. Badan Standarisasi Nasional (BSN).

Tobing, S. W. L, 2012. Perbandingan Kualitas Karkas Dan Daging Antara Babi Peliharaan Dengan Babi Hutan. Program Pascasarjana Universitas Andalas Padang.

Priadi et al. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 3 Th. 2016: 673 – 684

Page 684