PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN AMPASTAHU TERHADAP PENAMPILAN BABI RAS
on
e--journal
FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]
PENGARUH PENGGANTIAN RANSUM KOMERSIAL DENGAN AMPASTAHU TERHADAP PENAMPILAN BABI RAS
KENCANA JAYA I. P. G. A. S., I. G. MAHARDIKA DAN I. M. SUASTA Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar
Hp : 085935031315, E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan ampas tahu terhadap penampilan babi ras. Penelitian dilakukan selama 4 bulan dengan menggunakan babi ras umur 2 bulan sebanyak 16 ekor. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial (konsentrat+pollar) tanpa ampas tahu (A) sebagai kontrol, ransum komersial (konsentrat+pollar) 5% diganti dengan ampas tahu (B), ransum komersial (konsentrat+pollar) 7,5% diganti dengan ampas tahu (C), ransum komersial (konsentrat+pollar) 10% diganti dengan ampas tahu (D). Variabel yang diamati meliputi berat badan awal, berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan FCR. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam, apabila terdapat hasil berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncans. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sampai 5%, 7,5%, dan 10% menghasilkan berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan FCR yang sama atau tidak berbeda nyata. Dapat disimpulkan bahwa penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sampai 10% memberikan pengaruh yang sama terhadap penampilan babi ras. Babi yang dipelihara dengan pemberian ransum komersial tanpa diganti dengan ampas tahu memiliki nilai ekonomis dan efissiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan ampas tahu
Kata kunci :Ransum komersial, Ampas tahu, Babi ras
THE EFFECT OF COMMERCIAL RATION SUBSTITUTION WITH TOFU DREGS ON THE PERFORMANCE OF PEDIGREED PIGS
ABSTRACT
The study was conducted for 4 months, using pedigreed pigs of 2 month-old as many as 16 pigs. The design used in this research was completely randomized design (CRD) with four treatments and four replications. The treatments given were as many as four treatments, namely commercial ration (concentrate + pollar) without tofu dregs (A) as a control, commercial ration (concentrate + pollar) 5% of it was substituted with tofu dregs (B), commercial ration (concentrate + pollar) 7.5% substituted with tofu dregs (C), commercial ration (concentrate + pollar) and 10% of it was substituted with tofu dregs (D). The variables
observed in the study include the initial weight, final body weight, weight gain, feed intake and FCR. Data were analyzed by analysis of variance, if the results were significantly different (P <0.05), then proceeded with the Duncans multiple range test. The results showed that the substitution of commercial ration with 5%, 7.5%, and 10% tofu dregs resulted in similar or not significantly different final body weight, weight gain, feed intake and FCR. It can be concluded that the substitution of commercial ration with the tofu dregs up to 10% resulted in the same effect on the appearance of the pedigreed pigs. Pigs fed with commercial ration without being substituted with tofu dregs had economic value and higher efficiency compared with those which were fed with tofu dregs.
Keywords: Commercial Ration, Tofu Dregs, Pedigreed Pig
PENDAHULUAN
Pada zaman yang sudah maju seperti sekarang, masyarakat di Indonesia sudah mulai memiliki pikiran yang lebih terbuka dalam hal pentingnnya mengkonsumsi makanan yang sehat, bersih dan memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi. Kandungan gizi tersebut bisa berasal dari sumber protein yakni bisa berasal dari sumber protein hewani (daging, telur, dan susu) maupun berasal dari nabati. Sumber protein hewani berasal dari hewan atau ternak antara lain seperti sapi, kambing, babi, ayam, itik dan lain-lain.
Kebutuhan masyarakat di Bali akan daging sebagai sumber protein hewani dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan perkapita dan kesadaran masyarakat akan pentingnya bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Salah satu jenis daging yang dikonsumsi masyarakat di Bali adalah daging babi. Selain untuk di konsumsi, ternak babi erat kaitannya juga dalam ritual keagamaan oleh umat Hindu.
Menurut laporan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statisktik Provinsi Bali 2013, pemotongan ternak babi di Bali dari tahun ketahun meningkat. Tahun 2010 jumlah pemotongan babi sebanyak, 1.589.882 ekor, tahun 2011 sebanyak 1.608.361 ekor dan tahun 2012 meningkat menjadi 1.780.055 ekor 10,67% dari tahun 2011
Pemeliharaan ternak babi di Bali masih secara tradisional, yakni pemeliharaan dan pemberian pakan yang apa adanya sesuai dengan ketersediaan pakan yang ada. Padahal kualitas dan kuantitas pakan merupakan faktor yang paling penting serta menentukan tingkat keuntungan yang dapat diraih peternak. Parakkasi (1983) menyatakan bahwa 55-85% dari seluruh biaya produksi adalah biaya pakan, maka perlu dipelajari penggunaan bahan-bahan
pakan yang mempunyai potensi dan produksi yang tinggi, mudah didapat dan harganya relatif murah untuk pakan ternak.
Para peternak di pedesaan dengan skala pemeliharaan babi yang kecil maka ketergantungan pada pakan mutu tinggi sudah mutlak. Hal ini berpengaruh terhadap harga dan nilai jual ternak yang sering tidak menentu. Untuk menurunkan ketergantungan peternak babi pada bahan pakan yang mempunyai harga yang tinggi, dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah ampas tahu. Ampas tahu merupakan limbah dari proses pengolahan kedelai menjadi tahu. Dalam keadaan basah ampas tahu memiliki bentuk yang padat namun lembek, berwarna putih, baunya khas kacang kedelai segar. Keberadaan ampas tahu di Indonesia termasuk di Bali cukup melimpah, mengingat tahu menjadi menu sebagian besar masyarakat Indonesia karena harganya sangat murah. Selain itu belakangan ini citra tahu sebagai makanan khas Indonesia sedang digemari oleh masyarakat. Implikasinya tentu kebutuhan tahu meningkat dan limbahnya juga meningkat.
Ampas tahu mempunyai kandungan nutrisi: Protein kasar 22, 1%, Lemak kasar 10,6%, Serat Kasar 2,74%, Kalsium 0,1%, phosphor 0,92% dan energi Metabolis 2400 kkal/kg (Rasyaf, 1990). Kandungan nutrisi yang demikian baik menunjukkan bahwa ampas tahu sangat potensial sebagai pakan ternak, sumber protein untuk ternak babi.
Sri Harjanto (2011) menyatakan bahwa penggunaan ampas tahu untuk babi landrace jantan sudah dikastrasi yang diberikan ransum dengan ampas tahu sebesar 300 g/hari, dapat digunakan sebagai pengganti kosentrat dalam ransum, karena menghasilkan nilai konversi ransum yang baik. Oleh karena itu informasi tentang penggantian ransum komersial dengan ampas tahu belum banyak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penggatian ransum komersial dengan ampas tahu terhadap penampilan babi ras.
Berdasarkan uraian diatas, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggantian ransum komersial dengan ampas tahu terhadap penampilan babi ras.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan di peternakan babi ras milik I Wayan Mareg, di Banjar Sekarmukti, Desa Pangsan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Babi yang digunakan dalam penelitian ini adalah babi ras umur 2 bulan sebanyak 16 ekor yang diperoleh dari warga setempat. Kandang yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kandang
permanen semi intensif. Ukuran kandang panjang 2,5 x lebar 1,5m yang masing-masing dibagi menjadi 4 petak setiap petak kandang terdapat 2 ekor babi ras.
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
-
1. Timbangan Badan yang berfungsi untuk menimbang bahan pakan dan bobot badan babi.
-
2. Timbangan Elektrik yang berfungsi untuk menimbang bahan pakan.
-
3. Timbangan salter kapasitas 50 kg.
-
4. Alat tulis yang berfungsi untuk mencatat hasil.
Ransum komersial merupakan campuran dari beberapa bahan pakan ternak yang dalam menyusunnya ditentukan berdasarkan kebutuhan hidup dan produksi dari ternak itu sendiri. Dimana dalam penelitian tersebut, ransum komersial yang diberikan adalah produksi dari PT Charoen Pokphand CP551 dan Pollard Gandum Bogasari. Susunan bahan pakan dari ransum komersial tersebut adalah jagung, dedak, tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung daging dan tulang, pecahan gandum, bungkil kacang tanah, canola, tepung daun, vitamin, kalsium, fosfat, dan trace mineral.
Tabel 1. Komposisi Konsentrat PT Charoen Pokphand CP 551
Analisa
Kadar Air |
13.00% |
Protein |
18.50- 20.50% |
Lemak |
4.00% |
Serat |
6.00% |
Abu |
8.00% |
Calcium |
0.90% |
Phosphor |
0.70% |
Ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu, yang diperoleh dari residu pendidihan bubur kedelai yang memiliki daya tahan tidak lebih dari 24 jam dalam ruangan terbuka (Tim Fatemata, 1981). Ampas tahu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari warga setempat. Kandungan protein maupun zat nutrisi lainnya dari ampas tahu kering cukup baik, mengandung protein kasar 22,64%; lemak kasar 6,12%; serat kasar 22,65%; abu 2,62%; kalsium 0,04%; fosfor 0,06%; dan Gross Energi 4010 kkal/kg
(Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2006).
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang diberikan sebanyak empat yaitu ransum komersial (konsentrat+pollar) tanpa ampas tahu (A) sebagai kontrol, ransum komersial (konsentrat+pollar) 5% diganti dengan ampas tahu (B), ransum komersial (konsentrat+pollar) 7,5% diganti dengan ampas tahu (C), ransum komersial (konsentrat+pollar) 10% diganti dengan ampas tahu (D) (Tabel 2). Masing-masing perlakuan diulang 4 kali, sehingga babi yang digunakan sebanyak 16 ekor. Komposisi campuran pakan ditunjukkan pada (Tabel 2.1). Sedangkan kandungan nutrient ransum penelitian pada (Tabel 3).
Tabel 2. Komposisi bahan penyusun
Komposisi |
Perlakuan A B C D |
CP 551(%) Pollard (%) Ampas tahu(%) |
50 47,5 46,25 45 50 47,5 46,25 45 - 5 7,5 10 |
Jumlah |
100 100 100 100 |
Tabel 3. Kandungan nutrient ransum penelitian
Komposisi |
Perlakuan A B C D |
Bahan kering Protein kasar Gross energy Serat kasar Lemak Kalsium (Ca) Phosphor (P) |
88,15% 88,16% 88,16% 88,17% 17,32% 17,046% 17,54% 17,62% 4525kkal/kg 4535 kkal/kg 4541 kkal/kg 4446 kkal/kg 7,72% 8,31% 8,60% 8,89% 4,46% 4,73% 4,87% 5,01% 0,43% 0,44% 0,45% 0,45% 0,72% 0,70% 0,69% 0,67% |
Harga |
Rp 4900,- Rp 5070,- Rp 5155,- Rp 5240,- |
*) Tabel komposisi pakan CP 551, Tabel komposisi polard Bogasari, Analisis laboratorium
Pengacakan babi yang dilakukan adalah dengan memilih 16 ekor anak babi yang selisih berat tidak jauh beda yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Sampel yang dipilih secara acak tersebut kemudian diletakkan dalam kandang. Dalam satu kandang terdapat 2 ekor
babi, dengan total kandang 8 buah. Pada tiap pintu kandang diberikan kode untuk masing-masing perlakuan yang digunakan.
Penimbangan dilakukan setiap minggu dengan menggunakan timbangan badan. Untuk pemberian ransum pada penelitian ini, ternak babi diberikan masa preliem selama seminggu untuk membuat babi terbiasa dengan ransum komersial yang di campur dengan ampas tahu. Kemudian setelah terbiasa, babi diberi makan 2 kali sehari. Cara pemberian pakannya sedikit demi sedikit sampai ternak merasa kenyang. Air minum selalu diganti setiap akan memberikan makan, karena setelah babi kenyang terkadang babi kencing ataupun membuang kotorannya pada tempat minumnya.
Berat awal merupakan berat babi ketika awal penelitian didapat dengan penimbangan yang dilakukan pada awal penelitian dan bersamaan dengan pemberian kode sebagai tanda pada pintu kandang babi yang digunakan dalam penelitian.
Berat akhir merupakan berat babi yang ditimbang pada saat akhir penelitian. Berat akhir ternak didapat dengan menimbang ternak pada akhir penelitian sebelum disiapkan untuk dipotong.
Pertambahan berat badan babi didapatkan dengan mencari selisih antara berat badan akhir dikurangi dengan berat badan awal. Konsumsi ransum diukur dengan cara menghitung jumlah pakan yang diberikan setiap hari dikurangi dengan sisa pakan pada hari yang sama. FCR didapat dengan membagi jumlah ransum yang dikonsumsi dengan kenaikan berat badan dalam selang waktu tertentu. Dalam hal ini akan dihitung FCR mingguan dan total.
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilakukan analisis lanjutan dengan uji jarak berganda Duncans dengan tingkat signifikansi 5% (Steel dan Torrie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan awal ternak babi ras yang diberikan ransum komersial (konsentrat+pollard) tanpa ampas tahu (perlakuan A) adalah 19,75 kg (Tabel 4). Berat badan awal pada babi ras yang diberikan ampas tahu sebesar 5% (perlakuan B), 7,5% (perlakuan C), dan 10% (perlakuan D) sebagai pengganti ransum komersial masing-masing sebesar 19,50 kg , 19,25 kg, dan 21,50 kg, namun secara statistik berbeda tidak nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat badan akhir babi ras yang diberi perlakuan A adalah 89,50 kg (Tabel 4.1). Babi ras yang diberi perlakuan B, C, dan D memiliki bobot badan akhir yang lebih rendah masing-masing sebesar 6,15%, 3,07%, dan 2,79% dibandingkan dengan ternak babi yang diberikan perlakuan A, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Anggorodi (1990) menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum yang sama akan memberikan pertambahan berat badan akhir yang sama, hal ini disebabkan oleh kandungan energi dan nutrien yang terkandung dalam ransum yang sama pula.
Tabel 4. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan ampas tahu terhadap penampilan babi ras
Parameter |
Perlakuan1) A B C D SEM3) |
Berat badan awal (kg) Berat badan akhir (kg) Pertambahan berat badan (kg/h) Konsumsi ransum (kg/h) FCR |
19.75a2 19.50a 19.25a 21.50a 1.48 89.50a 84,00a 86.75a 87,00a 11.66 0.66a 0.61a 0.64a 0.62a 0.11 1.66a 1.64a 1.67a 1.71a 0.17 2.76a 2.71a 2.80a 2.76 a 0.29 |
Keterangan :
1) Ransum Perlakuan
A = Ransum komersial (Konsentrat + pollard) tanpa digantikan dengan ampas tahu
B = Ransum komersial (Konsentrat + pollard) diganti dengan ampas tahu 5 %
C = Ransum komersial (Konsentrat + pollard) diganti dengan ampas tahu 7,5 %
D = Ransum komersial (Konsentrat + pollard) diganti dengan ampas tahu 10 %
2) Nilai dengan huruf dan pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05)
3) SEM: “Standard Error of the Treatment Mean”
Pertambahan berat badan babi ras yang diberi perlakuan A adalah 0,66 kg/hari. Babi ras yang diberi perlakuan B, C, dan D menghasilkan pertambahan berat badan lebih rendah masing-masing sebesar 7,57%, 3,03%, dan 6,06% dibandingkan perlakuan A, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Pertambahan berat badan pada semua perlakuan menghasilkan nilai yang sama pada semua perlakuan atau dengan kata lain menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan oleh konsumsi dan zat-zat nutrien yang sama pada keempat perlakuan. Tomaszewska et al., (1993) menyatakan bahwa jumlah konsumsi ransum merupakan faktor penentu yang paling penting dalam menentukan zat-zat makanan yang didapat oleh ternak. Sejalan dengan Blakely dan Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan berat akhir karena
pembentukan berat, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi ransum yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak.
Konsumsi ransum babi ras yang diberi perlakuan A adalah 1,66 kg/hari. Babi ras yang diberi perlakuan B menghasilkan konsumsi ransum yang lebih rendah sebesar 1,20% dibandingkan konsumsi ransum sedangkan perlakuan C dan D menghasilkan konsumsi pakan yang lebih tinggi masing-masing sebesar 0,60% dan 3,01% dibandingkan perlakuan A, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Konsumsi ransum pada ternak babi ras yang diberikan ransum dengan penggantian ampas tahu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan ransum kontrol (perlakuan A). Tidak adanya perbedaan yang nyata pada konsumsi ransum ini salah satunya disebabkan oleh kandungan energi pada ransum dan kemungkingkan palatabilitas yang sama pada keempat perlakuan. Menurut North (1984), menyatakan bahwa tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan dari energi dan protein yang tersedia. Konsumsi ransum akan meningkat apabila diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah dan sebaliknya akan menurun apabila diberi ransum dengan kandungan energi yang tinggi (Anggorodi, 1985).
FCR (Feed Convertion Ratio) babi ras yang diberi perlakuan A adalah 2,76. Babi ras yang diberi perlakuan B, C, dan D menghasilkan FCR masing-masing 1,81%, 1,45%, dan 0% lebih tinggi dari perlakuan A. Namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan. Faktor lain yang sangat berpengaruh yaitu tingkat kecernaan ternak itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai ransum yang digantikan dengan ampas tahu, tingkat kecernaan yang sama akan menyebabkan efisiensi pennggunaan ransum yang sama pula sehingga menyebabkan bobot badan akhir dan pertambahan berat badan akan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan.. Campbell dan Lasley, (1985) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan makanan merupakan pertambahan berat badan yang dihasilkan setiap satuan ransum yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan ransum tergantung pada kemampuan ternak untuk mencerna makanan.
Ditinjau dari segi ekonomi, harga ransum babi yang tidak ditambahkan dengan ampas tahu adalah Rp.7.840,00 (A) sedangkan harga ransum yang digantikan dengan ampas tahu 5%, 7,5%, 10% masing-masing adalah Rp.8.314,00 (B), Rp.8.615,00 (C), dan Rp.8.960,00 (D). Pertambahan berat badan babi yang mendapatkan perlakuan A, B, C,dan D secara berturut-
turut adalah 0,66 kg/h, 0,61 kg/h, 0,64 kg/h dan 0,62 kg/h. Bila dihitung biaya pakan untuk kenaikan 1 kg berat badan (PBB), maka perlakuan A adalah Rp.11.878,80 kg/PBB, sedangkan ransum pada perlakuan B, C, dan D berturut-turut Rp.13.630,80 kg/PBB, Rp.13451,33 kg/PBB dan Rp.14.452,25 kg/PBB. Perlakuan B, C, dan D memiliki harga yang lebih mahal, hal ini disebabkan oleh konsumsi pakan yang meningkat mengakibatkan biaya pakan semakin tinggi. Biaya pakan yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh ampas tahu dalam bentuk kering memiliki harga yang lebih mahal. Semakin rendah angka konversi ransum maka akan semakin efisien dalam penggunaan ransum itu sendiri (Bogart, 1977)
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggantian ransum komersial dengan ampas tahu sebesar 5%, 7,5%, 10% menghasilkan berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum, dan FCR yang tidak berbeda dengan babi yang mendapat ransum tanpa ampas tahu. Babi yang dipelihara dengan pemberian ransum komersial tanpa diganti dengan ampas tahu memiliki nilai ekonomis dan efissiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan ampas tahu.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, agar diperoleh tingkat penggantian ampas tahu dengan level yang optimal dalam ransum komersial sehingga mendapatkan pengaruh yang nyata tehadap penampila babi ras. Disarankan pada peternak dalam aplikasinya memelihara ternak babi ras untuk menggunakan ransum komersial tanpa penggantian dengan ampas tahu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ir. Anthonius Wayan Puger, M.S., dan Ibu Ir. Ida Ayu Utami, M.Si yang telah memberikan bimbingan, dan saran selama penulisan karya ilmiah ini berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukkan dalam penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press, Jakarta
Anggorodi. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Bali dalam angka 2013.
Blade.1998. Ilmu Peternakan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Blakely, J. dan D.H,Blade.1998. Ilmu Peternakan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Bogart, R.1977.Scientific Farm Animal Production. Burges Publishing Co. Minneapolis, Minessota.
Campbell, J. R, and Lasley, J. F. 1985. The Science of Animals that Serve Humanity. Ed. 3rd. McGraww-Hill Publication in the Agricultural Science.
Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Pengaruh Tingkat Pemberian Ampas Tahu dalam Ransum Terhadap Pertumbuhan Entok. 2006.
North, M. O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. 3rd Ed. The Avi Publishing Company, Inc. Wesport, Connecticut
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta
Rasyaf, M.1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sri Harjanto. 2011. Pengaruh penggunaan ampas tahu dalam ransum terhadap performan babi landrace jantan kastrasi. Skripsi Fakultas Pertanian Jurusan Agronomi, Universitas Negeri Sebelas Maret.
Steel, R. G. D dan Torrie, J. H. 1989. Principles and Procedures of Statistics. Mc Graw Hill Kogakusha. Tokyo.
Tim Fatemata. 1981. Studi Pembuatan Kecap Ampas Tahu. Makalah Seminar Ekonomi. IPB, Bogor.
Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner & T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Kencana Jaya et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 482- 491
Page 491
Discussion and feedback