RESPONS PERTUMBUHAN ITIK BALI JANTAN UMUR DUA SAMPAI DELAPAN MINGGU YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BIOSUPLEMEN
on

e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id
RESPONS PERTUMBUHAN ITIK BALI JANTAN UMUR DUA SAMPAI DELAPAN MINGGU YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG BIOSUPLEMEN
WIBAWA, I M. A. S., G. A. M. K. DEWI, DAN I W. WIJANA
Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar e-mail: madesatria@yahoo.com, HP: 081805640880
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan itik bali jantan umur dua sampai delapan minggu yang diberi ransum mengandung biosuplemen. Penelitian dilakukan selama 13 minggu. Penelitian menggunakan 75 ekor itik bali jantan umur dua minggu dengan berat badan rata-rata 152,15±0,77 g. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan dan tiga ulangan. Kelima perlakuan tersebut terdiri dari RSP0 (ransum basal tanpa biosuplemen), RSP20 (ransum basal dengan 5% SP20), RSP40 (ransum basal dengan 5% SP40), RSP60 (ransum basal dengan 5% SP60), dan RSP80 (ransum basal dengan 5% SP80). Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu bobot badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan Feed Conversion Ratio (FCR). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat hasil berbeda nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan Uji Jarak Berganda dari Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) menurut Steel dan Torrie, 1993. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan RSP40 nyata (P<0,05) dapat meningkatkan bobot badan akhir dan pertambahan berat badan dibandingkan kontrol (RSP0). Perlakuan RSP20 dan RSP60 berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan kontrol sedangkan perlakuan RSP80 lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Konsumsi ransum dan FCR (Feed Conversion Ratio) kelima perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa respons pertumbuhan itik bali jantan yang diberi ransum dengan 5% biosuplemen SP40 (RSP40) lebih baik dari RSP0, RSP20, RSP60 dan RSP80, dari umur dua sampai delapan minggu.
Kata Kunci: itik bali jantan, biosuplemen, pertumbuhan
BALI DRAKE GROWTH RESPONSE OF AGED TWO TO EIGHT WEEKS WERE GIVEN RATIONS CONTAINING BIOSUPPLEMENTS
ABSTRACT
The objective of the research was to know the growth bali drake response of aged two to eight weeks were given ration containing biosupplement. Research was conducted for 13 weeks. Research used 75 bali drake aged two weeks of age with and average body weight of 152,15 ± 0,77 g. This research was designed in a completely randomized design (CRD) with five treatments and three replications. Five treatments such us of RSP0 (basal ration without biosupplement), RSP20 (basal ration with 5% SP20), RSP40 (basal ration with

5% SP40), RSP60 (basal ration with 5% SP60), and RSP80 (basal ration with 5% SP80). The variables were observed in this reseach is the initial body weight, final body weight, feed consumption, feed intake and FCR (Feed Conversion Ratio). Data were analyzed by analysis of variance, if the results are significantly different (P<0,05), the analysis continued using Multiple Range Test of Duncan (Duncan's Multiple Range Test) according to Steel and Torrie, 1993. The results showed a real RSP40 treatment (P<0,05) can increase the final body weight and body weight gain compared to control (RSP0). RSP20 and RSP60 treatment no significant (P>0,05) compared to control treatment. RSP80 while lower (P<0,05) compared with controls. Feed intake and FCR (Feed Conversion Ratio) five treatments did not show significantly different results (P>0,05). Based on the results of the study concluded that the growth response bali drake were given rations to 5% biosupplement SP40 (RSP40) better than RSP0, RSP20, RSP60 and RSP80, from the age of two to eight weeks.
Keyword: bali drake, biosupplement, growth
PENDAHULUAN
Daging merupakan salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan merupakan bahan makanan yang sangat bermanfaat bagi manusia, karena mengandung nutrien cukup tinggi dan asam-asam aminonya lengkap untuk proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh (Soeparno,1994). Permintaan akan protein hewani terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang baik.
Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani adalah daging itik. Hasil produksi utama dari ternak itik adalah telur dan daging. Ternak itik lebih tahan penyakit, dapat dipelihara dengan manajemen pemeliharaan tanpa air (kolam) maupun dengan air serta pertumbuhannya lebih cepat dari ayam buras (Srigandono, 1997). Kelebihan ternak itik tersebut dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya untuk mencukupi kebutuhan daging yang permintaannya semakin meningkat.
Pertumbuhan adalah salah satu parameter untuk menentukan keberhasilan produksi ternak. Kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan (Suparyanto, 2005). Menurut Lawrence (1980), pertumbuhan merupakan kenaikan dalam jumlah dan ukuran, maka terjadi pula perubahan bobot tubuh sehingga pertumbuhan sering dikaitkan dengan berat hidup.
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak adalah pakan. Konsumsi
pakan meningkat seiring dengan meningkatnya bobot badan (Ensminger, 1992).
Terkadang ternak dapat mengalami penurunan bobot badan yang disebabkan oleh konsumsi pakan yang menurun maupun karena kecernaan nutrien yang rendah. Probiotik merupakan pakan imbuhan berupa mikroorganisme yang dapat hidup pada saluran pencernaan, bersimbiosis dengan mikroorganisme yang ada, bersifat menguntungkan, dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi pakan, serta menyeimbangkan populasi mikroba pada saluran pencernaan, mengendalikan mikroorganisme patogen pada tubuh inang, menstimulasi imunitas inang (Fuller, 1992).
Produksi biosuplemen dari limbah isi rumen sapi Bali cukup potensial dikembangkan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan pada itik bali. Sanjaya (1995) menunjukkan penggunaan isi rumen sapi sampai 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan ayam pedaging. Hasil penelitian Mudita et al., (2009) menunjukkan pemanfaatan 5-20% limbah cairan rumen menjadi produk biosuplemenplus mampu menghasilkan biosuplemen dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba tinggi. Pemanfaatan biosuplemen tersebut juga mampu menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kadar protein dan kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik ransum asal limbah. Pemanfaatan limbah rumen sebagai produk bioinokulan dan suplemen terbukti mampu meningkatkan kualitas dan kecernaan in vitro ransum berbasis limbah nonkonvensional (Mudita et al., 2009; Rahayu et al., 2012; Dewi et al., 2013).
Potensi pemanfaatan limbah isi rumen sapi Bali sebagai suplemen berprobiotik sangat tinggi mengingat limbah isi rumen sapi Bali kaya nutrient available, enzim dan mikroba pendegradasi serat serta probiotik (Suardana et al., 2007; Mudita et al., 2009, 2010a, 2010b, 2012; Partama et al., 2012). Belum banyak informasi mengenai level limbah isi rumen dalam produksi biosuplemen bagi ternak unggas khususnya itik. Proporsi limbah isi rumen yang tepat dan didukung komposisi media induser khususnya sumber nutrien ready available yang tinggi bagi aktivitas mikroba fibrolitik maupun probiotik sangat menentukan kualitas produk yang dihasilkan, sehingga sangat perlu untuk meneliti formulasi terbaik yang menghasilkan produk biosuplemen yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan ternak unggas khususnya itik.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui respon pemberian biosuplemen dari isi rumen sapi bali terhadap peningkatkan pertumbuhan pada itik bali jantan.
MATERI DAN METODE
Itik Bali
Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik bali jantan berumur dua minggu sebanyak 75 ekor dengan bobot badan rata-rata 152,15 ± 0,77 g.
Kandang dan Perlengkapannya
Jumlah kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 15 unit kandang battery koloni dengan setiap unit kandang diisi lima ekor itik bali jantan. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari bahan plastik. Ransum dan Air Minum
Ransum yang diberikan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari limbah dan gulma tanaman pangan dengan bahan penyusun ransum terdiri dari bungkil kelapa, dedak padi, umbi ketela pohon, batang pisang, enceng gondok, daun apu, garam dapur dan mineral B-12 (Tabel 1). Ransum basal dibuat dengan cara mencampur semua bahan ransum hingga homogen. Setelah itu, ransum basal siap dimanfaatkan sebagai pakan ternak (RSP0) atau akan ditambahkan dengan biosuplemen dari isi rumen sapi bali sesuai perlakuan. Sedangkan air minum berasal dari air (PDAM) Perusahaan Daerah Air Minum.
Tabel 1. Komposisi Zat Makanan | |
Bahan Penyusun |
Komposisi (% DM) |
Bungkil Kelapa |
25 |
Dedak padi |
35 |
Umbi Ketela Pohon |
10 |
Enceng Gondok |
10 |
Daun Apu |
10 |
Batang Pisang |
8 |
Garam Dapur |
1 |
Mineral B-12 |
1 |
Total 100
Kandungan Nutrien | |
Energi Termetabolisme |
2923,54 |
Protein Kasar |
16,156 |
Serat kasar |
5,07 |
Lemak kasar |
6,78 |
Kalsium/Ca |
0,96 |
Phosfor/P |
0,69 |
Biosuplemen dari Isi Rumen Sapi Bali
Biosuplemen dari isi rumen sapi Bali yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari limbah isi rumen sapi Bali dan bahan medium suplemen yang terdiri dari dedak jagung, dedak padi, bungkil kelapa, kedelai, tepung tapioka, gula aren, tepung gamal, eceng gondok, daun apu, garam dapur, dan multi vitamin-mineral (pignox). Penelitian ini menggunakan empat macam biosuplemen dari isi rumen sapi Bali yaitu biosuplemen dari 20% isi rumen sapi Bali (SP20), biosuplemen dari 40% isi rumen sapi Bali (SP40), biosuplemen dari 60% isi rumen sapi Bali (SP60), dan biosuplemen dari 80% isi rumen sapi Bali (SP80). Komposisi bahan penyusun biosuplemen dari isi rumen sapi Bali dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Biosuplemen dari Isi Rumen Sapi Bali
Bahan Penyusun |
SP20 |
Komposi SP40 |
si (% DM) SP60 |
SP80 |
Isi rumen sapi |
20 |
40 |
60 |
80 |
Dedak jagung |
24 |
18 |
12 |
6 |
Dedak padi |
16 |
12 |
8 |
4 |
Bungkil kelapa |
14 |
10,5 |
7 |
3,5 |
Kedelai |
16 |
12 |
8 |
4 |
Tepung tapioca |
4 |
3 |
2 |
1 |
Gula aren |
1,6 |
1,2 |
0,8 |
0,4 |
Tepung gamal |
1,6 |
1,2 |
0,8 |
0,4 |
Eceng gondok |
0,8 |
0,6 |
0,4 |
0,2 |
Daun apu |
1,6 |
1,2 |
0,8 |
0,4 |
Garam dapur |
0,32 |
0,24 |
0,16 |
0,08 |
Pignox |
0,08 |
0,06 |
0,04 |
0,02 |
Total |
100 |
100 |
100 |
100 |
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini: 1) timbangan elektrik merk “Soehnle” kepekaan satu gram dengan kapasitas 2000 gram yang digunakan untuk menimbang bahan-bahan penyusun ransum, menimbang itik setiap minggu dan sisa ransum; 2) kantong plastik dua kilogram untuk tempat ransum; 3) ember plastik sebagai tempat mencampur ransum; 4) lumpang dan alu untuk menghaluskan bahan ransum; 5) kertas dan alat-alat tulis untuk mencatat.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kandang peternak itik bali Desa Peguyangan Kaja, Denpasar selama 13 minggu (tiga minggu persiapan, delapan minggu pengambilan data, dan dua minggu pengolahan data).
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan didasarkan pada jenis biosuplemen yang diberikan dalam ransum dan dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa ditambahkan biosuplemen dari isi rumen sapi bali. Tiap unit perlakuan mempergunakan lima ekor itik bali jantan mulai umur dua minggu, sehingga secara keseluruhan mempergunakan 75 ekor itik bali jantan. Perlakuan yang diberikan adalah:
RSP0 = Ransum basal tanpa biosuplemen dari isi rumen sapi Bali
RSP20 = 95 % ransum basal dengan 5% SP20
RSP40 = 95 % ransum basal dengan 5% SP40
RSP60 = 95 % ransum basal dengan 5% SP60
RSP80 = 95 % ransum basal dengan 5% SP80
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bobot Badan Akhir
Bobot badan akhir dapat diketahui dengan melakukan penimbangan. Bobot badan akhir merupakan bobot badan yang diperoleh pada waktu akhir penelitian yaitu umur delapan minggu. Sebelum dilakukan penimbangan, itik dipuasakan selama 12 jam.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan itik dihitung setiap minggu sekali dari selisih berat badan pada saat penimbangan dengan berat badan minggu sebelumnya.
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum diperoleh dari selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan dengan sisa ransum setiap minggu.
FCR (Feed Conversion Ratio)
FCR yang diperoleh, berdasarkan perbandingan antara rataan konsumsi ransum dengan dengan rataan pertambahan bobot badan.
Pengacakan Itik
Sebanyak 100 ekor itik bali berumur dua minggu yang sudah diberi tanda pengenal berupa Wing Band, ditimbang berat badannya untuk mendapat berat badan individu. 75 ekor diantaranya yang menempati berat badan rata-rata ditentukan untuk penelitian. Selanjutnya itik diambil secara acak menjadi 15 kelompok sehingga satu unit kandang terdiri dari lima ekor itik.
Pencampuran Bahan Penyusun Ransum
Bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang ditimbang sesuai dengan kebutuhan, dimulai dari bahan yang paling besar komposisinya. Bahan-bahan yang sudah dicampur kemudian ditimbang, lalu dimasukan ke dalam lima buah ember yang telah diberi label (RSP0, RSP20, RSP40, RSP60, dan RSP80). RSP20, RSP40, RSP60, dan RSP80 disusun dengan cara mencampur hingga homogen 95% ransum basal dengan 5% biosuplemen (sesuai perlakuan) sedangkan RSP0 disusun dengan cara mencampur 100% ransum basal tanpa tambahan biosuplemen. Selanjutnya ransum tersebut siap dimanfaatkan.
Pemberian Ransum dan Air Minum
Ransum diberikan secara berkala pada pagi hari sekitar pukul 08.00 WITA, selanjutnya penambahan ransum pada siang hari sekitar pukul 12.00 WITA dan sore hari sekitar pukul 16.00 WITA, dengan cara mengisi 3/4 bagian dari tempat ransum untuk menghindari tercecernya ransum.
Sedangkan untuk air minum diberikan ad libitum. Penggantian air minum dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi hari sekitar pukul 08.00 WITA, selanjutnya ditambahkan pada sore hari sekitar pukul 16.00 WITA. Sebelum dilakukan pengisian air minum, tempat air minum dibersihkan terlebih dahulu. Air minum berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Pencegahan Penyakit
Masa persiapan, sebelum itik dimasukkan dalam kandang, terlebih dahulu kandang disemprot dengan larutan desinfektan kemudian itik yang baru tiba diberikan air gula dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Pemberian vaksin dilakukan umur empat minggu dengan vaksin BI 500 melalui tetes mata. Vaksin ini merupakan vaksin aktif “New Castle Deasease” untuk mencegah ND.
Pemotongan Itik
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memotong dua ekor itik dari setiap unit perlakuan yang mempunyai bobot hidup paling mendekati dengan rataan disetiap unit perlakuan. Sebelum dipotong itik dipuasakan selama 12 jam. Pemotongan itik diawali dengan memotong bagian vena jugularis yang terletak sebelah kiri ruas kedua tulang leher.
Analisis Statistik
Data hasil penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam, jika diperoleh hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda dari Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) menurut Steel dan Torrie, 1993.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bobot Badan Akhir
Bobot badan akhir itik bali jantan yang mendapat perlakuan RSP0 (ransum basal) sebagai kontrol adalah 597,81 g/ekor (Tabel 3). Itik yang mendapat perlakuan RSP40 (ransum mengandung 5% SP40) menghasilkan bobot badan akhir 8,15% nyata lebih tinggi (P<0,05) dari itik yang mendapat perlakuan RSP0. Itik yang mendapat perlakuan RSP20 (ransum mengandung 5% SP20) dan RSP60 (ransum mengandung 5% SP60) menghasilkan bobot badan akhir masing-masing 3,01% dan 4,20% lebih tinggi dari perlakuan RSP0, tetapi secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Itik yang mendapatkan perlakuan RSP80 (ransum mengandung SP80) menghasilkan bobot badan akhir 5,80% nyata lebih rendah (P<0,05) dari itik yang mendapat perlakuan RSP0.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan selama penelitian pada itik bali jantan yang mendapat perlakuan RSP0 adalah 445,87 g/ekor (Tabel 3). Pertambahan bobot badan pada itik yang mendapat perlakuan RSP40, 10,89% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan perlakuan RSP0. Pertambahan bobot badan pada itik yang mendapat perlakuan RSP20 dan RSP60 masing-masing 4,00%, dan 5,44% lebih tinggi dibandingkan perlakuan RSP0, tetapi secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada perlakuan RSP80 menghasilkan pertambahan bobot badan 7,80% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan perlakuan RSP0.
Tabel 3. Respons Pertumbuhan Itik Bali Jantan Umur Dua Sampai Delapan Minggu yang Diberi Ransum Mengandung Biosuplemen
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM3) | ||||
RSP0 |
RSP20 |
RSP40 |
RSP60 |
RSP80 | ||
Bobot badan awal (g/ekor) |
152,27a |
152,13a |
152,87a |
152,07a |
152,00a |
43,09 |
Bobot badan akhir (g) |
597,81b2) |
615,83b |
646,55a |
622,92ab |
563,11c |
8,72 |
Pertambahan bobot badan (g) |
445,87b |
463,70b |
494,43a |
470,12ab |
411,11c |
8,83 |
Konsumsi ransum (g) |
2565,42a |
2604,52a |
2652,57a |
2523,67a |
2361,95a |
81,87 |
Feed Conversion Ratio (FCR) |
5,76a |
5,62a |
5,47a |
5,28a |
5,75a |
0,22 |
Keterangan :
1) RSP0 : Ransum basal tanpa biosuplemen sebagai kontrol
RSP20 : Ransum dengan 5% SP20
RSP40 : Ransum dengan 5% SP40
RSP60 : Ransum dengan 5% SP60
RSP80 : Ransum dengan 5% SP80
2) Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
3) SEM : “Standard Error of The Treatment Means”
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum selama penelitian pada itik yang mendapat perlakuan RSP0 adalah 61,08 g/ekor/hari (Tabel 3). Itik yang mendapat perlakuan RSP20 dan RSP40 mengkonsumsi ransum masing-masing 1,52% dan 3,40% lebih rendah dari perlakuan RSP0, tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Konsumsi ransum pada itik yang mendapat perlakuan RSP60 dan RSP80 masing-masing 1,63% dan 7,93% lebih rendah dari perlakuan RSP0, tetapi secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).
Feed Conversion Ratio (FCR)
Itik bali jantan yang tidak memperoleh tambahan biosuplemen (RSP0) kurang efisien dalam memanfaatkan ransum dan menghasilkan angka FCR paling tinggi (5,76) dibanding yang mendapat perlakuan RSP20, RSP40, RSP60 dan RSP80 masing-masing 2,43%, 5,03%, 8,33% dan 0,17% lebih rendah dari perlakuan RSP0 meskipun berbeda tidak nyata (P>0,05).
Pembahasan
Berdasarkan analisis statistik dapat dilihat bahwa pemberian ransum yang mengandung 5% SP40 (RSP40) nyata (P<0,05) dapat meningkatkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan akhir dibandingkan kontrol (RSP0). Pemberian ransum yang mengandung 5% SP20 (RSP20) dan ransum yang mengandung 5% SP60 (RSP60) berbeda tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan kontrol (RSP0). Hal ini disebabkan karena pada ketiga perlakuan tersebut ditambahkan probiotik yang dapat membantu meningkatkan aktivitas enzim-enzim pencernaan dan menekan mikroorganisme patogen sehingga mampu meningkatkan efisiensi penggunaan ransum yang menyebabkan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan akhir meningkat dibandingkan dengan perlakuan RSP0. Hasil penelitian ini didukung Andajani (1997) menyatakan bahwa probiotik merupakan bahan yang berasal dari kultur kuman atau substansi lain yang mempengaruhi keseimbangan alami dalam usus dan bila diberikan dalam jumlah yang tepat akan dapat meningkatkan efisensi penggunaan zat-zat makanan. Bidura et al., (2012) menyatakan bahwa peningkatan pertambahan berat badan itik yang disebabkan probiotik dalam ransum dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan sehingga kebutuhan ternak akan zat makanan dapat terpenuhi, khususnya protein untuk nutrisi protein tubuh sehingga berat badan dapat meningkat.
■ RSPO
■ RSP2O
■ RSP40
■ RSP60
. RSP8O
Umur(minggu)
Gambar 1. Pertumbuhan Itik Bali Jantan Umur Dua Sampai Delapan Minggu
■ Bobot Badan Akhir (gram)
■ Pertambahan Bobot Badan
(gram/6 minggu)
Perlakuan
Gambar 2. Grafik Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Itik
Pada Gambar 1. menunjukkan pertumbuhan itik bali jantan pada umur dua minggu pada tiap perlakuan tidak terlihat perbedaan. Pada umur delapan minggu terlihat bahwa itik yang diberi perlakuan RSP40 pertumbuhannya paling baik dibandingkan perlakuan lainnya sedangkan pada perlakuan RSP80 paling rendah dibandingkan pderlakuan lainnya. Pada Gambar 2. terlihat bahwa bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan perlakuan RSP40 lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya dan perlakuan RSP80 paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya.
Bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan pada itik yang mendapat perlakuan RSP80 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan RSP0 (kontrol). Hal ini disebabkan oleh kandungan serat kasar yang lebih tinggi pada ransum RSP80 dibanding perlakuan lainnya, sehingga mempercepat laju gerakan ransum. Hal ini menyebabkan kesempatan ransum untuk dicerna dalam saluran pencernaan lebih singkat yang mengakibatkan kecernaan zat makanan yang terkandung menjadi lebih rendah. Bidura et al., (1996) menyatakan semakin meningkatnya kandungan serat kasar dalam ransum menyebabkan laju aliran ransum pada saluran pecernaan akan meningkat sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi tidak sempurna.
Konsumsi ransum pada itik yang diberi perlakuan RSP20, RSP40, RSP60 dan RSP80 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan RSP0 karena dari kelima perlakuan mempunyai komposisi energi yang sama nilai kandungannya. Kandungan energi yang Wibawa et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 2 Th. 2015: 324 - 337 Page 334
rendah dalam ransum akan meningkatkan konsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya, begitu pula sebaliknya (Rasyaf, 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (1997) yang menyatakan bahwa ternak unggas tidak akan berhenti mengkonsumsi ransum apabila kebutuhan energinya belum terpenuhi.
Feed Conversion Ratio (FCR) merupakan perbandingan antara konsumsi ransum dalam jangka waktu tertentu dengan pertambahan berat badan. Semakin kecil nilai FCR yang diperoleh berarti semakin baik tingkat konversi karena semakin efisien. Pada itik bali jantan umur 2-8 minggu yang diberi perlakuan RSP20, RSP40, RSP60 dan RSP80 dapat menurunkan nilai FCR dibandingkan dengan perlakuan RSP0 sebagai kontrol meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada ransum itik dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum sehingga nilai konversi itik menjadi rendah. Menurut Kompiang (2009), probiotik meningkatkan aktivitas enzim pencernaan sehingga penyerapan makanan menjadi lebih sempurna dengan makin luasnya area absorpsi sebab probiotik dapat mempengaruhi anatomi usus yaitu villi usus menjadi lebih panjang dan densitasnya lebih padat. Proses absorbsi hasil pencernaan terjadi dipermukaan villi yang memiliki banyak mikrovilli (Suprijatna et al., 2005). Pernyataan ini dipertegas oleh Jin et al. (1997) yang menyatakan bahwa keberadaan probiotik dalam ransum meningkatkan aktivitas enzimatis dan meningkatkan akitivitas pencernaan. Akibatnya zat nutrisi seperti lemak, protein dan karbohidrat yang biasanya banyak terbuang dalam feses akan menjadi berkurang.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa respons pertumbuhan itik bali jantan yang diberi ransum dengan 5% biosuplemen SP40 (RSP40) lebih baik dari RSP0, RSP20, RSP60 dan RSP80, dari umur dua sampai delapan minggu.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. R.R. Indrawati, MS dan Prof. Dr. Ir. I N. Sutarpa Sutama, MS yang telah memberikan bimbingan, dan saran selama penulisan karya ilmiah ini berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukkan dalam penulisan karya ilmiah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andajani, R. 1997. Peran Probiotik dalam Meningkatkan Produksi. Poultry Indonesia No 26 April 1997 hal: 18-19
Bidura, I. G. N. I. D. G. Alit Udayana, I.M. Suasta dan T.G. Belawa Yadnya.1996. Pengaruh Tingkat Penggunaan Ransum dan Kadar Kolestrol Telur Ayam. Laporan Penelitian. Fapet. Unud, Denpasar
Bidura, I. G. N. G. 2012. Pemanfaatan khamir Saccharomycess cerevisiae yang diisolasi dari ragi tape untuk tingkatkan nilai nutrisi dedak padi dan penampilan itik jantan. Desertasi S3. Universitas Udayana. Denpasar.
Dewi, G.A.M. K, I G. Mahardika, I K.Sumadi, I M. Suasta, and I Made Wirapartha. 2013. The effects of different energy-protein ration for carcass of kampung chickens. Proceedings 4th International Conference on Biosciences and Biotechnology.p:366-370.
Ensminger. 1992. Poultry Science. 3rd Ed.Interstate Publisher.Inc.USA.
Fuller, R. 1992. History and Development of Probiotic. Dalam : Fuller,R. (Ed). Probiotic The Science Basic. Chapman and Hall, London.
Jin, L. Z., Y. W. Ho, N. Abdullah dan S. Jalaludin. 1997. Probiotic in Poultry: Modes of Action. Worlds Poultry Science Journal. 53(4): 351-368.
Kompiang, I.P. 2009. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai probiotik untuk meningkatkan produksi ternak unggas di Indonesia. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian2 (3): 177-191.
Lawrence, T. L. J. 1980. Growth in Animal.Redwood Burn Lmt. Trobridge and Eshe.Butterwort, London.
Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. (2009). Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.
Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. (2010a). Penurunan emisi polutan sapi bali penggemukan melalui pemberian ransum berbasis limbah inkonvensional terfermentasi cairan rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan UNSOED ISBN: 978-979-25-9571-0
Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. (2010b). Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar.
Mudita, I M., I W. Wirawan, A. A. P. P. Wibawa, I G. N. Kayana. (2012). Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan
Sustainable.Laporan Penelitian Hibah Unggulan Perguruan Tinggi. Universitas Udayana, Denpasar.
Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, A. A. A. S. Trisnadewi. 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar.
Rahayu, E.,C,I. Sutrisno, dan B. Sulistiyanto. 2012. Pemanfaatan limbah isi rumen sebagai starter kering. Prosiding Seminar Nasional Peternakan Berkelanjutan 4.Hal. 50 – 55. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan ke-8. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
Sanjaya, L., 1995. Pengaruh Penggunaan Isi Rumen Sapi Terhadap PBB, Konsumsi dan Konversi Pada Ayam Pedaging Strain Lohman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.
Soeparno., 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu Pendekatan Biometrik. penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Suardana, I W., I N. Suarsana, I N. Sujaya, dan K. G. Wiryawan. 2007. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari cairan rumen sapi bali sebagai kandidat biopreservatif. Jurnal Veteriner Vol. 8 No. 4: 155-159
Suparyanto, A. 2005. Peningkatan Produktivitas Daging Itik Mandalung Melalui Pembentukan Galur Induk. Disertasi.Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, R. Kartasudjana, 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Wibawa et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 2 Th. 2015: 324 - 337
Page 337
Discussion and feedback