e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com

email: jurnaltropika@unud.ac.id

KECERNAAN BAHAN KERING DAN NUTRIEN RANSUM SAPI BALI BERBASIS LIMBAH PERTANIAN TERFERMENTASI INOKULAN DARI CAIRAN RUMEN DAN RAYAP (Termites)

NUGRAHA, I K. P., I K. SUMADI, I M. MUDITA DAN I W. WIRAWAN

Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

E-mail: putranugraha91@yahoo.com HP. 087861670617

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecernaan bahan kering dan nutrien ransum limbah pertanian terfermentasi oleh inokulan yang mengandung cairan rumen dan rayap (Termites) pada sapi bali. Penelitian lapangan dilaksanakan di Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Bukit Jimbarandengan alokasi waktu operasional selama 6 bulan, yaitu dari tanggal 3 Mei 2013 sampai dengan 31 Oktober 2013. Penelitian laboratorium untuk analisis bahan kering dan nutrien sampel ransum dan feses dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 1 bulan, yaitu dari tanggal 23 September 2013 sampai dengan 23 Oktober 2013. Penelitian yang telah dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Tiap unit percobaan menggunakan 1 ekor sapi bali jantan, diperlukan 12 ekor sapi bali jantan dengan bobot badan awal 118,33 ± 22,99kg. Perlakuan yang diberikan adalah RB0 yaitu sapi yang diberi ransum tanpa terfermentasi inokulan, RBR1T3 yaitu sapi yang diberi ransum terfermentasi inokulan dari kombinasi 10% cairan rumen dan 0,3% rayap, RBR2T2 yaitu sapi yang diberi ransum terfermentasi inokulan dari kombinasi 20% cairan rumen dan 0,2% rayap, dan RBR2T3 yaitu sapi yang diberi ransum terfermentasi inokulan dari kombinasi 20% cairan rumen dan 0,3% rayap. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi jumlah bahan kering dan nutrien ransum tercerna yang terdiri atas jumlah bahan organik tercerna, jumlah serat kasar tercerna, jumlah protein kasar tercerna, dan jumlah abu tercerna serta kecernaan bahan kering dan nutrien ransum yang terdiri atas kecernaan bahan organik, kecernaan serat kasar, kecernaan protein kasar, dan kecernaan abu.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaataninokulan yang diproduksi dari kombinasi cairan rumen sapi bali dan rayap (RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3) sebagai fermentor ransum berbasis limbah pertanian mampu meningkatkan jumlah bahan organik dan protein kasar tercerna serta meningkatkan kecernaan bahan organik dan serat kasarransum oleh sapi bali penelitiandibandingkan dengan pemberian ransum tanpa fermentasiinokulan (RB0). Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap sebagai fermentor ransum berbasis limbah pertanian dapat meningkatkan kecernaan bahan organik, serat kasar dan protein kasar ransum sapi bali yang terbaik diantara perlakuan.

Kata kunci: inokulan, cairan rumen dan rayap, limbah pertanian, ransum terfermentasi

ABSTRACT

This research aims to determine the digestibility of dry matter and nutrient ration of agricultural waste fermented inoculant containing by the rumen fluid and termites on Bali

cattle. Field research was conducted at the Faculty of Animal Husbandry Research Station at Udayana University, Jimbaran hill by the allocation of operating time for 6 months, from 3rd of May on 2013 until 31st of October on 2013. The laboratory research for analysis of dry matter and nutrient ration and faecal samples was conducted at the Laboratory of Animal Nutrition and FeedFaculty of Animal Husbandry Udayana University for 1 month, from 23rd of September on 2013 until 23rd of October on 2013. The research was conducted using randomized block design (RBD) with 4 treatments and 3 replications. Each experimental unit using 1 male bali cattle, 12 head of male bali cattle with initial body weight of 118.33±22.99 kg. The treatment given is RB0 that cattle fed ration without inoculants fermented, RBR1T3 that cattle fed ration fermented inoculant by combination 10% of rumen fluid and 0,3% of termites, RBR2T2 that cattle fed ration fermented inoculant by combination 20% of rumen fluid and 0,2% termites, and RBR2T3 that cattle fed rations fermented inoculant by combination 20% of rumen fluid and 0,3% of termites. The variables measured in this research include the amount of dry matter and nutrients of ration digested consist of the amount of organic matter digested, the amount of crude fiber digested, the amount of crude protein digested, and the amount ofash digested and digestibility dry matter and nutrient of ration consist of organic matter digestibility, crude fiber digestibility, crude protein digestibility and digestibility of ash. The results of research indicated that the utilization inoculant that produced from combination by rumen fluid bali cattle and termites (RBR1T3, RBR2T2 and RBR2T3) as fermenters ration based agricultural waste can increase the amount of organic matter and crude protein digested and increase the digestibility of organic matter, crude fiber and crude protein ration by the bali cattle of the research compared with ration without fermentation inoculant (RB0). From the research, it can be concludedthat theuse of inoculants 20% rumen fluid and 0,3% termites as fermenter ration based agricultural waste can improve the digestibility of organic matter, crude fiber and crude protein bali cattleration is the best between all the treatment.

Keywords : inoculant, rumen fluid and termites, agricultural waste, fermented ration

PENDAHULUAN

Seiring dengan laju pertambahan penduduk dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani mengakibatkan permintaan konsumen terhadap komoditas hasil ternak khususnya daging semakin meningkat pula. Untuk pemenuhan kebutuhan akan daging, maka perlu dilakukan pengembangan ternak sapi potong sebagai salah satu ternak penghasil daging (Suparman, 1999).

Sapi bali merupakan salah satu plasma nutfah asli Indonesia yang berpotensi sebagai ternak potong dan mempunyai prospek pemasaran yang baik untuk pemenuhan kebutuhan daging nasional. Sapi bali dapat memasok kebutuhan daging sekitar 26% dari total sapi potong di Indonesia (Guntoro, 2006).

Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh peternak penggemukan sapi bali adalah ketersediaan pakanhijauan sebagai pakan pokok bagi ternak ruminansia. Semakin intensifnya pengembangan usaha pertanian dan perkebunan maka penyediaan tanah sebagai sumber lahan hijauan pakan ternak semakin sempit, namun demikian banyak usaha pertanian dan

perkebunan yang bisa menghasilkan produksi sampingan dan hal ini dapat dimanfaatkan untuk membantu penyediaan pakan. Optimalisasi pemanfaatan hasil sampingan dan limbah berbagai jenis tanaman pertanian (tanaman pangan dan hortikultura) merupakan sumber daya alam yang sangat potensial dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah tanaman pertanian misalnya jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, batang pisang dan kulit pod cacao, serta limbah usaha pertanian dan peternakan misalnya dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung bulu ayam, isi rumen, dan lemak tello (Bidura et al., 2008).

Pada umumnya antara hasil sampingan dengan produk utama pada tanaman relatif tinggi, sehingga menghasilkan biomassa yang sangat besar dengan keragaman jenis produk yang tinggi (Ginting, 2004). Akan tetapi, pemanfaatan limbah sebagai bahan penyusun ransum belum dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal bagi ternak. Seperti diketahui bahan pakan asal limbah pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah, kandungan seratnya tinggi, adanya senyawa anti nutrisi serta kandungan mineral dan vitamin rendah (Utomo dan Widjaja, 2005).

Upaya yang dapat dilakukan untuk menutupi kekurangan ransum berbasis limbah inkonvensional adalah aplikasi teknologi pakan. Teknologi fermentasi menggunakan inokulan berbasis cairan rumen dan rayap disinyalir dapat dilakukan guna menghasilkan ransum berbasis limbah yang berkualitas dengan tingkat kecernaan yang tinggi (Mudita dan Wibawa, 2008). Disamping itu, hasil penelitian Thalib et al., (2000) menunjukkan bahwa pemberian ransum silase jerami padi dengan cairan rumen kerbau dapat meningkatkan kecernaan nutrien ransum pada sapi Peranakan Ongole (PO).

Penggunaan cairan rumen sapi sangat potensial sebagai inokulan yang kaya akan nutrien ready fermentable serta mengandung mikroba dan enzim pendegradasi serat (Kamra, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Mudita et al., (2009 ; 2010)a melaporkan penggunaan cairan rumen mampu menghasilkan inokulan dengan kandungan nutrien dan mikrobiologi tinggi yang efektif untuk dimanfaatkan sebagai starter dan suplemen ransum limbah inkonvensional, sedangkan untuk pemanfaatan rayap (Termites) yang berfungsi sebagai dekomposer kayu juga sangat potensial sebagai produk inokulan. Sel tubuh, air liur dan saluran pencernaan rayap mengandung enzim pendegradasi serat (Watanabe et al.,1998). Pemanfaatan cairan rumen dan rayap akan menambah aktivitas mikroba dalam rumen, sintesis protein mikroba sehingga fermentasi rumen akan lebih maksimal yang nantinya akan menyebabkan ransum berbasis limbah terfermentasi inokulan yang diproduksi dari cairan rumen dan rayap akan dapat meningkatkan kecernaan ransum pada sapi bali.

Hasil penelitian Muditaet al., (2012) menunjukkan, pemanfaatan limbah cairan rumen sapi bali dengan level 10% dan 20% serta 0,1%, 2%, dan 0,3% rayap mampu menghasilkaninokulan dengan kandungan nutrien dengan populasi mikroba, aktifitas enzim dengan efektivitas sebagai starter fermentasi ransum berbasis limbah yang cukup baik. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa inokulan yang diproduksi dari kombinasi cairan rumen dan rayap yaitu: 10% cairan rumen dan 0,3% rayap; 20% cairan rumen dan 0,2% rayap; dan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap merupakan tiga inokulanunggul yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari kombinasi lainnya.Ketiga inokulan tersebut mempunyai kandungan nutrien protein terlarut, phosphor (P), kalsium(Ca), Belerang (S) dan seng (Zn) yaitu: 4,56%, 161,22%, 975,76%, 247,00% dan 8,09%, dengan populasi bakteri 19,01%-9,99% dan aktivitas enzim selulase/CMCase dan silanase yaitu 20,28% dan 39,55% dan mempunyai efektivitas sebagai starter ransum limbah inkonvensional yang cukup baik yang ditunjukkan dengan adanya tingkat kecernaan bahan kering (Kc.BK) dan kecernaan bahan organik (Kc.BO) yaitu 22,73-30,60% dan 20,54-26,31% atau 12,32-19,52% dan 10,4715,76%. Namun efektivitas tiga inokulan tersebut dalam pengembangan usaha peternakan sapi bali belum diketahui. Untuk itu, peneliti ingin melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui pengaruh ransum berbasis limbah pertanian terfermentasi ketiga inokulanterhadap kecernaan sapi bali.

MATERI DAN METODE

Ternak

Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah 12 ekor sapi bali jantandengan bobot badan awal berkisar 118,33 ± 22,99 kg, milik Fakultas PeternakanUniversitas Udayana yang ditempatkan secara acak dalam kandang individu yang telah dilengkapi dengan tempat pakandan tempat air minum.

Kandang dan Perlengkapan

Kandang penelitian yang digunakan adalah kandang individu sebanyak 12 petak, tiap petak memiliki ukuran panjang × lebar=200 cm × 150 cm yang dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kemiringan lantai kandang adalah 50. Atap kandang terbuat dari asbes, sedangkan lantai kandang dan tempat pakan terbuat dari beton.

Peralatan

Peralatan yang digunakan yaitu timbangan shalter dan digital, ember plastikuntuk penampung feses, tempat pakan dan air minum, pisau besar,terpal,kantung plastik hitam

besar, sekop, dan plester. Selain itu, digunakan juga berbagai wadah/tempat sampel dan berbagai peralatan lab untuk kegiatan analisis sampel.

Inokulan

Inokulan yang dimanfaatkanadalah tiga inokulan unggul hasil penelitian Mudita et al. (2012) yaitu (BR2E2, BR1E3 dan BR2E3) yang diproduksi menggunakan sumber isolat dari limbah cairan isi rumen sapi bali dan rayap serta dibiakkan menggunakan medium kombinasi bahan alami dan sintetis (Tabel 1). Komposisi medium inokulan yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu gula aren, urea, CMC, xylanosa, asam tanat, tepung jerami padi, serbuk gergaji kayu, dedak padi dan tepung tapioka, tepung dedak jagung, tepung kedelai, CaCO3, garam dapur dan multivitamin-mineral “pignox” dan ditambahkan air. Produksi inokulan dilakukan dengan cara mencampur medium inokulan dan sumber inokulan sesuai perlakuan (Tabel 2) dalam wadah tertutup rapat. Inokulan yang baru diproduksi selanjutnya diinkubasi dalam inkubator T 390C selama satu minggu. Kemudian setelah satu minggu, dilanjutkan dengan mencari kandungan nutrien inokulan (Tabel 3).

Tabel 1 Komposisi bahan penyusun medium inokulan

Bahan Penyusunan

Komposisi

Gula Aren (g)

50

Urea (g)

5

CMC (g)

0,02

Xylanosa (g)

0,02

Asam tanat (g)

0,02

Tepung Jerami Padi (g)

1

Tepung Dedak Padi (g)

1

Tepung Tapioka (g)

1

Tepung Dedak Jagung (g)

1

Tepung Kedelai (g)

1

Serbuk Gergaji Kayu (g)

1

Kapur / CaCO3 (g)

0,1

Garam Dapur (g)

0,5

Pignox (g)

0,4

Air bersih

hingga volumenya menjadi 1 liter

Kandungan Nutrien*

Kalsium (Ca)          (mg/l)

936,07

Phosphor (P)           (mg/l)

144,81

Belerang/Sulfur (S)     (mg/l)

214,67

Seng/Zincum (Zn)      (mg/l)

5,80

Protein Terlarut         (%)

3,01

Keterangan: *Hasil analisis Lab. Analitik Unud (Putri, 2015, unpublished)

Tabel 2 Tabel komposisi inokulan penelitian dalam 1 liter

Komposisi Campuran Inokulan

Inokulan

Cairan Rumen (ml)

Rayap (g)

Medium Inokulan (ml)

BR1T3

100

3

897

BR2T2

200

2

798

BR2T3

200

3

797

Tabel 3 Kandungan nutrien inokulan yang diproduksi dari limbah isi rumen sapi

bali dan rayap

Kandungan Nutrien

Jenis Inokulan

SEM

BR1T3

BR2T2

BR2T3

Kalsium (Ca)

(mg/l)

980,54

979,17

979,09

44,73

Phosphor (P)

(mg/l)

171,26

172,47

174,55

3,26

Belerang/Sulfur (S) (mg/l)

245,67

246,00

247,00

4,97

Seng/Zincum (Zn)

(mg/l)

7,98

8,07

8,09

0,55

Protein Terlarut

(%)

7,67

7,82

7,85

0,04

Sumber: Mudita et al., (2012)

Ransum dan Air Minum

Ransum diproduksi dalam penelitian ini adalah ransum basal dan ransum terfermentasi yang disusun menggunakan sumber daya lokal yang berasal dari limbah pertanian. Komposisi bahan penyusun ransum disajikan pada (Tabel 4).

Tabel 4 Komposisi bahan penyusun ransum basal

Bahan Penyusun Ransum Basal

Komposisi (%)

Jerami Padi

50,0

Serbuk Gergaji kayu

5,0

Dedak Padi

20,0

Bungkil Kelapa

20,0

Minyak Kelapa

2,0

Gula Aren

1,0

Urea

1,0

Garam dapur (NaCl)

0,5

Kapur (CaCO3)

0,4

Pignox

0,1

Jumlah

100,0

Tabel 5. Kandungan bahan kering dan nutrien ransum penelitian

Kandungan Nutrien*

Ransum Penelitian

RB0

RBR1T3

RBR2T2

RBR2T3

Bahan Kering (% Asfed basis)

85,54

50,74

48,95

49,09

Bahan Kering (% DW basis)

93,49

92,82

92,76

92,48

Bahan Organik (% DM basis)

81,81

80,92

80,47

81,00

Serat kasar (% DM basis)

21,01

15,93

15,21

14,07

Protein Kasar (% DM Basis)

13,63

14,79

15,24

15,75

Keterangan:

MakananTernak Fakultas Peternakan Universitas Udayanaselama 1 bulan, yaitu dari tanggal 23 September 2013 sampai dengan 23 Oktober 2013.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diberikan, yaitu:

  • 1.    Ransum tanpa terfermentasi/ransum basal(RB0)

  • 2.    Ransum terfermentasi inokulan 10% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR1T3)

  • 3.    Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,2% rayap (RBR2T2)

  • 4.    Ransum terfermentasi inokulan 20% cairan rumen dan 0,3% rayap (RBR2T3)

Pemberian Ransum dan Air Minum

Pengambilan data penelitian dilaksanakan setelah ternak melewati fase adaptasi pakan (ternak sudah terbiasa mengkonsumsi ransum terfermentasi). Fase adaptasi pakan dilaksanakan selama dua minggu.Hari pertama sampai hari ketiga ternak diberikan pakan hijauan ditambah ransum basal yang telah disiapkan sebelumnya, hari ke-4 sampai hari ke-7 ternak mulai dilatih diberikan ransum penelitian dengan terlebih dahulu dicampur dengan hijauan yang secara bertahap jumlah hijauan dikurangi hingga ternak terbiasa mengkonsumsi ransum penelitian.

Pada periode pengambilan data lapangan, ternak diberikan ransum penelitian secara ad libitum mulai pagi hari (08.00 Wita) dan berakhir keesokan harinya (08.00 Wita). Monitoring ketersediaan pakan dan air minum serta penambahan ransum ke dalam tempat pakan dilakukan setiap saat dari pagi sampai sore hari untuk mencegah ternak kehabisan ransum. Pengambilan Data

Pengambilan Sampel Ransum dan Sisa Ransum

Pengambilan sampel ransum dilakukan selama tiga kali yaitu setelah pencampuran ransum basal/panen ransum terfermentasi pertama, kedua, dan ketiga.Sedangkan pengambilan sampel sisa ransum dilakukan selama satu minggu pada periode koleksi total. Semua sampel yang diambil dibawa ke Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet Unud untuk dilakukan analisis kandungan bahan kering dan nutriennya (bahan organik, serat kasar, dan protein kasar).

Pengambilan Sampel dan Data Produksi Feses

Pengukuran produksi fesesdilaksanakan pada fase koleksi total yang dilaksanakan selama 1 minggu menjelang berakhirnya waktu penelitian. Pengukuran produksi feses harian dilaksanakan selama 1minggu menggunakantimbangan salter kapasitas 25 kg sebagai pengukurnya.

Feses yang dikeluarkan oleh ternak sesegera mungkin ditampung/dimasukkan kedalam ember plastik yang telah disiapkan pada setiap kandang metabolik ternak perlakuan. Jumlah feses yang tertampung selama 1 hari (dari pagi hari sampai pagi keesokan harinya) dihitung sebagai jumlah produksi feses segar. Setiap feses yang telah tertampung dicampur/diaduk terlebih dahulu hingga homogen, kemudian baru diambil 100-200 gram/ekor dan dimasukkan dalam wadah plastik.Selanjutnya sampel masing-masing feses dibawa ke Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet Unud untuk dianalisis kandungan berat keringnya. Setelah semua feses kering, feses tiap unit perlakuan digiling halus menggunakan mesin penggiling dengan diameter 1 mm. Semua sampel feses kering yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis kandungan bahan kering dan analisis nutrien feses.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum harian dihitung mulai dari pukul 08.00 Wita pagi sampai pukul 08.00 Wita keesokan harinya.Pemberian ransum diberikan secara adlibitum.

Variabel yang Diamati

Kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO) dan serat kasar (SK) ransum dan feses dianalisis dengan metode analisis proximat, sedangkan kandungan proteian kasar (PK) dianalisis dengan metode semi mikro ”Kjeldahl”. Variabel yang diamati pada penelitian ini, yaitu:

  • a.    Jumlah bahan kering (BK) dan nutrien ransum tercerna yang terdiri atas jumlah bahan kering tercerna, bahan organik tercerna, serat kasar tercerna, protein kasar tercerna dan jumlah abu tercerna dengan rumus menurut Putra et al., (2008):

Jumlah BK tercerna = Konsumsi BK ransum – Produksi BK feses

Jumlah Nutrien tercerna = Konsumsi Nutrien ransum – Produksi Nutrien feses

  • b.    Kecernaan bahan kering (BK) dan nutrien ransum yang terdiri atas kecernaan bahan kering (Kc.BK), kecernaan bahan organik (Kc.BO), kecernaan serat kasar (Kc.SK), kecernaan protein kasar (Kc.PK), dan kecernaan abu (Kc.Abu) yang dihitung berdasarkan persentase selisih jumlah konsumsi nutrien ransum dengan jumlah nutrien yang keluar melalui feses dibagi dengan jumlah konsumsi nutrien ransum dengan rumus :

  • 1.    Kecernaan Bahan Kering (Kc.BK)

Konsumsi bahan kering (g)-Bahan kering dalam feses (g)

Kc.BK = ---------------------------------------------× 100% ....(1)

Konsumsi bahan kering (g)

  • 2.    Kecernaan Bahan Organik (Kc.BO)

Konsumsi bahan organik (g)-Bahan organik dalam feses (g)

Kc.BO =                                              × 100%..(2)

Konsumsi bahan organik (g)

  • 3.    Kecernaan Serat Kasar (Kc.SK)

Konsumsi serat kasar (g)—Serat kasar dalam feses (g) Kc.SK =                                       × 100%.........(3)

Konsumsi serat kasar (g)

  • 4.    Kecernaan Protein Kasar (Kc.PK)

    Kc.PK =


Konsumsi protein kasar (g)—Protein kasar dalam feses (g) Konsumsi protein kasar (g)

× 100% ^.(4)


  • 5.    Kecernaan Abu (Kc.Abu)

Konsumsi abu (g)—Abu dalam feses (g)

Kc.Abu = ---------------------------× 100%..........................(5)

Konsumsi abu (g)

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat hasil berbeda nyata (P<0,05) antara perlakuan, maka analisis dilanjutkandengan uji jarak berganda dari Duncan(Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Bahan Kering (BK) dan Nutrien Ransum Tercerna

Jumlah bahan kering (BK) dan nutrien ransum tercerna seperti jumlah bahan organik tercerna, serat kasar tercerna, protein tercerna, dan abu tercerna oleh ternak ruminansia seperti sapi bali sangat dipengaruhi oleh palatabilitas, keseimbangan nutrien pada ransum terfermentasi, dan kondisi rumen pada ternak ruminansia. Pengaruh pemanfaatan ransum terfermentasi inokulan yang diproduksi dari kombinasi limbah cairan rumen sapi bali dan rayap terhadap jumlah bahan kering dan nutrien ransum tercerna serta kecernaan bahan kering dan nutrien ransum terhadap sapi bali disajikan pada Tabel 6.

Pada pemberian ransum terfermentasi ketiga inokulan (RBR1T3, RBR2T2 dan RBR2T3), jumlah bahan kering,serat kasar dan bahan anorganik (abu) tercerna tidak berpengaruh, walaupun jumlah konsumsi bahan kering harian meningkatmasing-masing sebesar 7,25, 7,30%, dan 5,96% (Lampiran 1) dibandingkan dengan ransum basal (RB0). Hal tersebut dikarenakan variasi antara masing-masing perlakuan yang cukup tinggi. Disamping itu, diakibatkan pula karenamikrobainokulan juga membutuhkan nutrien untuk memenuhikebutuhan nutrisinya pada proses fermentasi (Fellner, 2004), sehingga menyebabkan kandungan beberapa nutrien ransum terfermentasi mengalami penurunan (Tabel 2.5). Terhadap jumlah bahan organik (BO) dan protein kasar (PK) tercerna, pemberian ransum terfermentasi ketiga inokulan menghasilkan jumlah BO dan PK tercerna nyata lebih tinggi masing-masing13,77–13,92% dan 29,18–40,19% dibandingkan dengan pemberian

ransum tanpa terfermentasi inokulan (RB0) dengan jumlah BO tercerna 2043,24 g/e/h dan jumlah PK tercerna sebesar 346,35 g/e/h (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah bahan kering dan nutrient tercerna serta kecernaan bahankeringdan nutrien ransumpenelitian pada sapi bali

Peubah

Perlakuan1

SEM3

RB0

RBR1T3

RBR2T2

RBR2T3

Jumlah Bahan Kering dan Nutrien Tercerna (g)

Jumlah BK Tercerna (g)

2345,10a2

2593,56a

2647,14a

2597,47a

99,93

Jumlah BO Tercerna (g)

2043,24b

2324,65a

2327,32a

2327,64a

35,16

Jumlah SK Tercerna (g)

432,55a

414,85a

403,75a

369,23a

14,11

Jumlah PK Tercerna (g)

346,35c

447,43b

473,88ab

485,54a

10,69

Jumlah Abu Tercerna (g)

301,86a

268,92a

319,81a

269,82a

74,78

Tingkat Kecernaan Bahan Kering dan Nutrien Ransum (%)

Kecernaan BK (%)

62,53a2

64,39a

65,71a

65,29a

2,10

Kecernaan BO (%)

66,89b

71,37a

71,81a

72,27a

1,09

Kecernaan SK (%)

54,91b

64,69a

65,87a

66,01a

2,01

Kecernaan PK (%)

67,72b

75,16a

77,18a

77,54a

1,58

Kecernaan Abu (%)

43,42a

34,81a

40,58a

35,54a

9,48

Keterangan:

  • 1)    Ransum Perlakuan

RB0      = Ransum basal tanpa terfermentasi

RBR1T3 = Ransum terfermentasi Bioinokulan BR1T3

RBR2T2 = Ransum terfermentasi Bioinokulan BR2T2

RBR2T3 = Ransum terfermentasi Bioinokulan BR2T3

  • 2)    Huruf sama pada baris yang sama menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata (P>0,05) 3) SEM: “Standard Error of the Treatment Mean”

Pemberian ransum terfermentasi ketigainokulanmenghasilkan jumlah bahan organik dan protein kasar tercerna yang lebih tinggidiakibatkan karena proses fermentasimenggunakan ketigainokulan menghasilkan silase ransum dengan kandungan nutrisis dan palatabilitasyang lebih tinggi. Selain itu, ditunjukkanadanya konsumsi bahan kering ransum yang lebih tinggi5,96-7,30% (Lampiran 1)sertakandungan protein kasar ransum 8,45–15,51% lebih tinggi dibandingkan dengan ransum basal (RB0), walaupunkandungan BO lebih rendah 0,52-1,17% (Tabel 2.5). Mudita et al., (2012) menyatakan bahwa tingkat konsumsi bahan kering ransum yang lebih tinggi menghasilkan jumlah bahan organik dan protein kasar tercerna yang lebih tinggi pula.

Peningkatan kandungan protein kasar pada ransum terfermentasi ketiga inokulan diduga merupakan sumbangan dari protein mikrobainokulan yang sudah tentu mempunyai kualitas dan tingkat kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum tanpa terfermentasi inokulan. Selain itu, penurunan kandungan serat kasar ransum

terfermentasiinokulan (Tabel 5) juga memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kecernaan nutrien ransum termasuk kecernaan bahan organikdan protein kasar ransum sehingga akan meningkatkan jumlah bahan organik dan protein kasar tercerna (Perez et al., 2002).

Kecernaan Bahan Kering (BK) dan Nutrien Ransum

Kecernaan merupakan persentase jumlah ransum tercerna terhadap konsumsi ransum, pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh kualitas dari ransum yang dikonsumsi, kondisi lingkungan rumen serta populasi dan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999).

Hasil penelitian menunjukkan, tingkat kecernaan bahan kering (Kc.BK) dan kecernaan bahan anorganik (abu) ransum terhadap pemberian semua ransum perlakuan menghasilkan tingkat kecernaan yang mendekati sama. Hal ini disebabkan karena jumlah bahan kering dan abu tercerna juga mendekati sama (Tabel 6) yang diakibatkan oleh penurunan kandungan bahan kering ransum terfermentasi ketiga inokulan pada proses fermentasi.

Pada pemberianransum terfermentasi ketiga inokulan, kecernaan bahan organik (Kc.BO), serat kasar (Kc.SK) dan protein kasar (Kc.PK) ransum mengalami peningkatan dengan Kc.BO meningkat sebesar6,70%–8,04%, Kc.SK meningkat sebesar 17,81%–20,21% dan Kc.PK meningkat sebesar 10,99%–14,50%dibandingkan dengan pemberian ransum basal (RB0).Tingginya populasi mikrobainokulan dan didukung dengan kemampuan degradasi substrat yang tinggi, serta aktivitas enzim selulase maupun silanase yang tinggi telah mampu menurunkan kandungan serat kasar ransumsehingga kualitas kandungan nutrienransum terfermentasi inokulan yang dihasilkan meningkat.Peningkatan kualitas kandungan nutrien ransum terfermentasi tersebut memberikan respon positif terhadap peningkatan kecernaan bahan organik (Kc.BO), kecernaan serat kasar (Kc.SK) dan kecernaan protein (Kc.PK) ransum yang dikonsumsi sapi bali penelitian.

Hal lain yang menyebabkan peningkatan kecernaan bahan organik, serat kasar dan protein pada sapi bali yang mendapatkan perlakuan ransum terfermentasi dengan cairan rumen dan rayap adalah terjadinya penurunan populasi protozoa secara nyata (P<0,05) sebesar 70,43%-83,19% dibandingkan dengan pemberian ransum basal atau tanpa terfermentasi inokulan (RB0) (Lampiran 2).Hal ini mengindikasikan terjadinya defaunasi rumen sebagai akibat pemberian ransum terfermentasi ketiga inokulan(RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3).Berbagai hasil penelitian menunjukkan defaunasi rumen akan mampu meningkatkan kecernaan nutrien ransum sebagai akibat terjadinya peningkatan populasi bakteri khususnya bakteri pendegradasi serat (Cellulolyticbacteria) sehingga kecernaan serat pakan akan meningkat dan suplai nutrien bagi induk semang akan meningkat pula. Defaunasi juga akan

meningkatkan terjadinya suplai mikrobial protein/sintesis protein mikroba yang merupakan sumber protein utama bagi induk semang. Mudita et al., (2010) dan Russell et al., (2009) menyatakan bahwa sumbangan asam amino dari mikroba rumen bisa mencapai 90%. Pathak, (2008)melaporkan proteinyang berasaldari mikroba rumen merupakan dua pertiga dari sumber asam amino yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia.

Fermentasi ransum berbasis limbah pertanian menggunakaninokulanyang banyak mengandung mikroorganisme (bakteri dan fungi) pendegradsi seratyang mempunyai kemampuandegradasi serat pakan yang cukup tinggidan aktivitas enzim lignoselulolitik yang tinggi mampu menghasilkan silase ransum (ransum terfermentasi) berkualitas tinggi dengan kandungan serat yang lebih rendah dan kandungan protein kasar yang lebih tinggi (Mudita et al., 2010). Pemberian ransum dengan kualitas yang lebih baik sudah tentu akan menghasilkan tingkat kecernaan ransum yang lebih tinggi, sehingga tentu akan memberikan dampak positif terhadap produktivitas ternak sapi bali.

Howard et al., (2003) dan Mudita et al., (2009) menyatakan bahwa serat kasar merupakan faktor pembatas utama pemanfaatan ransum oleh ternak termasuk ternak ruminansia seperti sapi bali. Ransum dengan kandungan serat kasar tinggi akan lebih sulit dimanfaatkan oleh ternak daripada ransum dengan kadar serat kasar yang lebih rendah. Hal tersebut tampaksecara nyatapada penelitian ini, dengan ransum tanpa terfermentasi yang mempunyai kandungan serat kasar lebih tinggi mempunyai tingkat kecernaan yang lebih rendah daripada ransum terfermentasi inokulan RBR1T3, RBR2T2, dan RBR2T3 (Tabel 3.1).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan inokulan dari 20%cairan rumendan 0,3%rayapsebagai fermentor ransum berbasis limbah pertanian terfermentasi (RBR2T3), mampu meningkatkan kecernaan bahan organik, serat kasar, dan protein kasar ransum sapi bali yang terbaik diantara perlakuan.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disarankan pengembangan usaha peternakan sapi bali berbasis limbah pertanian harus disertai dengan aplikasi teknologi pengolahan pakan. Salah satunya melalui aplikasi teknologifermentasiinokulan yang diproduksi dari kombinasicairan rumen sapidan rayap agar dicapai peningkatan kecernaan sapi baliyang lebih baik, sehingga tentu akan berdampak positif terhadap produktivitasnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih saya persembahan kepada Dekan Fakultas Peternakan, pembimbing pertama dan kedua, teman-teman seperjuangan dalam penelitian dan teman-teman seangkatan tahun 2011 yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan semestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Bidura, I.G.N.G., I.B.G. Partama, dan T.G.O. Susila. 2008. Limbah.Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Fellner, M.F. 2004. Rumen Microbes and Nutrient Management.Carolina State University. Carolina.

Guntoro, S. 2006. Membudidayakan Sapi Bali. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ginting, S.P.. 2004. Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan Kambing di Indonesia. Loka Penelitian Kambing Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. [cited 2007 January 30]. Available from :URL:Http://peternakan.litbang.deptan.go.id/download/infoteknis/kambingpotong/prokpo 04-7.pdf

Howard R. L., Abotsi E., J. V. Rensburg E. L., and Howard S. 2003. Lignocellulose Biotechnology; Issues of Bioconversion and Enzyme Production.Review. African Journal of Biotechnology Vol. 2 (12); 602-619

Kamra, D. N. .2005. Rumen Microbial Ecosystem. Special Section: Microbial Diversity. Current Science. Vol. 89. No. 1. hal 124-135. [cited 2007 Decembre 20]. Available from: URL: http://www.ias.ac.in/currsci/jul102005/124.pdf.

Mudita, I M. dan AA. P. P.Wibawa. 2008. Evaluasi Kualitas Dan Kecernaan Nutrien Secara In Vitro Ransum Sapi Komplit Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah yang Difermentasi Cairan Rumen dan Enzim Optyzim. Laporan Penelitian Dosen Muda. Fakultas Peternakan.Universitas Udayana, Denpasar

Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., T.I. Putri, T.G.B. Yadnya, dan B. R. T. Putri. 2010a. Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Inkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen.Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto. ISBN: 978-979-25-9571-0.

Mudita, I M., I W. Wirawan Dan AA. P.P. Wibawa. 2010b. Suplementasi Bio-Multi Nutrien Yang Diproduksi Dari Cairan Rumen Untuk Meningkatkan Kualitas Silase Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah. Laporan Penelitian Dosen Muda Unud, Denpasar.

Mudita, I M., I W. Wirawan, A.A.P.P. Wibawa, I G. N. Kayana. 2012. Penggunaan Cairan Rumen dan Rayap dalam Produksi Bioinokulan Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Pengembangan Peternakan sapi bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian. Hibah Unggulan Perguruan Tinggi Universitas Udayana Tahun Pertama, Denpasar.

Putra, S. 2008. Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ternak Ruminansia. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.

Parakkasi, A. 1999.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Pathak, A. K. 2008. Various factor affecting microbial protein synthesis in the rumen. Veterinary World, Vol. 1(6): 186-189.

Perez, J., J. Munoz-Dorado, T. De la Rubia, and J. Martinez. 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose and Lignin; an overview. Int. Microbial, 5: 53-56

Russell, J. B., R. E. Muck and P. J. Weimer. 2009. Quantitative analysis of cellulose degradation and growth of cellulolytic bacteria in the rumen. FEMS Microbiol. Ecol. 67:183-197.

Suparman. 1999. “Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi Potong”. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1991. Principle and Procedures of Statistic. McGrow Hill Book Bo.Inc. New York.

Utomo, B.N. dan E. Widjaja. 2005. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia. J. LitbangPertanian. 23(1): 22 – 28.

Watanabe, H., H. Noda, G. Tokuda, and N. Lo. 1998. Acellulase gene of termite origin. Nature 394: 330-331.

Thalib, A., J. Bestari, Y. Widiawati, H. Hamid, D. Suherman. 2000. Pengaruh Perlakuan Silase Jerami Padi dengan Mikroba Rumen Kerbau terhadap Kecernaan dan Metabolisme Rumen Sapi.Bali Penelitian Ternak. Bogor.

Nugraha et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 2 Th. 2015: 244 - 258

Page 258