e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika_ejournal@yahoo.com email: jurnaltropika@unud.ac.id

KANDUNGAN BAHAN KERING DAN NUTRIEN

SUPLEMEN BERPROBIOTIK YANG DIPRODUKSI DENGAN TINGKAT LIMBAH ISI RUMEN BERBEDA

TRIPURATAPINI, S., I M. MUDITA DAN D.P.M.A. CANDRAWATI Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar e-mail: sagungtripuratapini@ymail.com, HP: 089616242497

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan bahan kering dan nutrien suplemen berprobiotik yang diproduksi dengan tingkat limbah isi rumen berbeda. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 12 unit percobaan yang meliputi: Suplemen yang diproduksi menggunakan limbah isi rumen 20% (SP20), penggunaan limbah isi rumen 40% (SP40), penggunaan limbah isi rumen 60% (SP60), dan penggunaan limbah isi rumen 80% (SP80). Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), dan serat kasar (SK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan bahan kering suplemen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antar perlakuan. Akan tetapi kandungan bahan organik nyata (P<0,05) menurun dengan meningkatnya penggunaan limbah isi rumen. Persentase kandungan bahan kering suplemen pada perlakuan SP20 lebih tinggi dibanding perlakuan SP40, SP60, dan SP80 secara berturut-turut sebesar 0,66%, 2,16%, dan 4,22%. Sedangkan hasil analisis kadungan protein kasar pada perlakuan SP20, SP40, dan SP60 berbeda tidak nyata (P>0,05) namun nyata (P<0,05) menurun pada perlakuan SP80 (13,96%). Hasil analisis kandungan serat kasar nyata (P<0,05) meningkat seiring dengan penambahan penggunaan limbah isi rumen. Persentase serat kasar pada perlakuan SP20, SP40, dan SP60 berturut-turut sebesar 26,04%, 16,51%, dan 6,10% lebih rendah berbeda nyata (P<0,05) dari kandungan serat kasar pada perlakuan SP80. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan limbah isi rumen sapi bali sebanyak 20% berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap bahan kering namun mampu meningkatkan kandungan bahan organik suplemen, serta menghasilkan kandungan serat kasar yang paling rendah. Penggunaan limbah isi rumen sapi bali sebanyak 20%, 40%, dan 60% dapat menigkatkan kandungan protein kasar suplemen. Sedangkan penggunaan limbah isi rumen hingga 80% dapat menurunkan kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, dan meningkatkan kandungan serat kasar suplemen.

Kata kunci: Isi rumen, Bahan kering, Bahan organik, Protein kasar, Serat kasar, Probiotik

ABSTRACT

This study aims to find out the content of dry material and nutrient of supplements have probiotics which produced with different waste levels of rumen contents. Research using completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 3 replications, so that overall there are 12 experiments units which include: Supplements was manufactured by using waste with rumen 20% (SP20), the use of waste with rumen 40% (SP40), the use of waste with rumen 60% (SP60), and the use of waste with rumen 80% (SP80). The variables were observed in this study is the content of dry material (BK), organic matter (BO), crude protein (PK), and crude fiber (SK). The results showed that the dry material content of the supplement did not show significant differences (P>0,05) between treatments. However, the organic matter content was significant (P<0,05) decreased with increasing use of waste with rumen. The percentage of dry material content of the supplement in the treatment SP20 higher than SP40, SP60, and SP80 respectively by 0,66%, 2,16%, and 4,22%. While the results of the analysis of content of the crude protein in the treatment of SP20, SP40, and SP60 there is no significant (P>0,05) but significantly (P<0,05) decreased in the treatment SP80 (13,96%). The results of the analysis of crude fiber content significantly (P<0,05) increases with the addition of waste utilization with rumen. The percentage of crude fiber in the treatment SP20, SP40, and SP60, respectively for 26,04%, 16,51%, and 6,10% lower significantly different (P<0,05) of crude fiber content in the treatment SP80. The results of this study concluded that the use waste with rumen of Bali cattle there is 20% had no significant effect on dry material, but it is able to increase the organic material content of supplements, and produces the lowest crude fiber content. Use of waste with rumen of Bali cattle as much as 20%, 40%, and 60% could boost crude protein supplement. While the use of waste with rumen up to 80% can reduce the content of dry material, organic matter, crude protein, crude fiber and increase the content of the supplement.

Keywords: Rumen contents, Dry material, Organic material, Crude protein, Crude fibers, Probiotics.

PENDAHULUAN

Meningkatnya kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi berdampak pada peningkatkan kebutuhan dan preferensi masyarakat akan produk peternakan berupa daging, susu, dan telur berkualitas sebagai =makanan sumber protein hewani. Kondisi tersebut mengharuskan peternak/pelaku usaha peternakan untuk meningkatkan kualitas produk hasil ternaknya. Produksi dan kualitas produk ternak dapat ditingkatkan dengan memperhatikan nutrisi, reproduksi, kesehatan, dan manajemen usaha ternak.

Dalam usaha peternakan, biaya pakan mengambil porsi terbesar dari biaya produksi, yaitu sekitar 70% dari total biaya produksi (Anggorodi, 1985). Untuk menekan

biaya pakan, maka dapat dilakukan dengan menggunakan bahan pakan lokal asal limbah. Namun pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan masih terbatas karena nilai kecernaannya yang rendah akibat tingginya serat kasar yang terkandung didalamnya.

Perbaikan nutrisi pakan dapat dilakukan dengan teknik manipulasi pakan melalui penambahan suplemen pakan. Penambahan suplemen pakan dapat meningkatkan nutrisi dan daya cerna pakan oleh ternak yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan ternak. Suplemen pakan dapat berupa probiotik. Andajani (1997) mengungkapkan probiotik merupakan bahan yang berasal dari kultur bakteri atau substansi lain yang berasal dari kultur mikroba dalam makanan suplemen yang dapat mempengaruhi keseimbangan alami di dalam usus ternak, dan bila diberikan dalam jumlah yang tepat akan meningkatkan efisiensi penggunaan zat makanan.

Limbah peternakan asal Rumah Potong Hewan (RPH) yaitu isi rumen dapat dimanfaatkan sebagai sumber probiotik. Isi rumen merupakan limbah berbentuk padat. Bidura (2007), menyatakan isi rumen adalah bahan pakan yang tercerna dan tidak tercerna yang belum sempat diserap oleh usus serta masih tercampur dengan getah lambung, enzim-enzim pencernaan, dan mikroba rumen. Partama et al. (2012), dan Mudita et al. (2009), menyatakan isi rumen sapi bali kaya akan nutrient available, enzim, dan mikroba pendegradasi serat serta probiotik. Isi rumen mengandung enzim α-amilase, galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase (Williams dan Withers, 1992). Limbah isi rumen sapi mengandung berbagai nutrien yang meliputi 8,86% protein kasar, 2,60% lemak kasar, 28,78% serat kasar, 0,55% fosfor/P, 18,54% abu, 10,92% air, 2,8 Mkal/kg energi termetabolis, serta kandungan mineral kalsium/Ca sebesar 0,53% (Widodo, 2002).

Tingginya kandungan nutrien dan populasi mikroba dalam isi rumen sapi berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai suplemen berprobiotik. Penambahan suplemen yang mengandung probiotik dalam pakan ternak dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan ternak sehingga memungkinkan ternak untuk tumbuh dengan baik dan menghasilkan produk baik itu daging ataupun susu secara maksimal.

Mudita et al. (2009) menyebutkan pemanfaatan 5-20% limbah cairan rumen menjadi produk biosuplemen plus mampu menghasilkan biosuplemen dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba tinggi. Pemanfaatan biosuplemen tersebut juga mampu menurunkan kadar serat kasar, meningkatkan kadar protein dan kecernaan in vitro bahan kering dan bahan organik ransum asal limbah. Sedangkan Sanjaya (1995) mengungkapkan

penggunaan isi rumen sapi sampai 12% dalam ransum mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan serta menekan konversi pakan ayam pedaging.

Namun informasi mengenai level terbaik/optimal pemanfaatan limbah isi rumen sapi bali sebagai suplemen berprobiotik masih terbatas. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kandungan bahan kering dan nutrien dari suplemen yang diproduksi dari limbah isi rumen sapi bali.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Kegiatan penelitian berlangsung selama 6 bulan (Maret-Agustus).

Alat-alat Yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu wadah plastik untuk wadah pengambilan isi rumen, gunting, pisau, sarung tangan, masker, ember plastik, mesin penggiling untuk menggiling sampel suplemen, terpal plastik untuk tempat mencampur bahan suplemen, isolasi/lakban, kantong kertas untuk wadah sampel, cawan porselin, neraca analitik, desikator, oven, pinset atau gegep, labu kjeldahl, labu ukur, gelas ukur, butiran gelas, erlenmeyer, alat destruksi, alat destilasi, corong penyaring, buret, gelas piala tinggi 600 ml, kertas saring, corong buchner, kondensor, penangas pasir, pompa vakum, aquadest, dan tanur lisrik (muffle furnace).

Bahan Medium Suplemen

Bahan medium suplemen yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dedak jagung, dedak padi, bungkil kelapa, kedele, tepung tapioka, gula aren, tepung gamal, eceng gondok, daun apu, garam dapur dan multi vitamin-mineral (pignox). Komposisi bahan penyusun medium dan kandungannya disajikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1 Komposisi Bahan Penyusun Medium Suplemen

Bahan Penyusun

Komposisi (% DM)

Dedak Jagung

30

Dedak padi

20

Bungkil Kelapa

17,5

Kedele

20

Tepung Gaplek/Tapioka

5

Gula Aren

2

Tepung Gamal

2

Eceng Gondok

1

Daun Apu

2

Garam Dapur

0,4

Mineral-vitamin “Pignox”

0,1

Total

100

Tabel 3.2 Kandungan Nutrien Medium Suplemen

Bahan Penyusun

(% DM)

ME

CP

SK

EE

CA

P

Dedak Jagung

30

951

3,39

1,5

2,4

0,018

0,219

Dedak padi

20

671,4

2,8

2,82

2,32

0,01

0,296

Bungkil Kelapa

17,5

437,5

3,85

1,785

2,1175

0,01925

0,105

Kedele

20

660

7,54

1,4

3,86

0,056

0,132

Tepung Tapioka

5

159,5

0,12

0

0

0,0435

0,0395

Gula Aren

2

38,4

0,108

0,2

0,006

0,0218

0,0024

Tepung Gamal

2

58

0,514

0,266

0,08

0,02

0

Eceng Gondok

1

20,9692

0,13

0

0

0,0253

0,0025

Daun Apu

2

39,46

0,5152

0

0

0,0188

0,0066

Garam Dapur

0,4

0

0

0

0

0

0

Mineral-vitamin “Pignox”

0,1

0

0

0

0

0,0006

0

Total

100

3036,23

18,967

7,971

10,784

0,23325

0,803

Limbah Isi Rumen Sapi Bali

Limbah isi rumen sapi bali diambil dari Rumah Potong Hewan (RPH) Pesanggaran Denpasar. Proses pengambilan isi rumen dilakukan dengan segera setelah proses pemotongan dilakukan. Limbah isi rumen dimasukkan kedalam wadah untuk kemudian dibungkus dalam kondisi anaerob. Limbah isi rumen selanjutnya diperas untuk mengurangi cairannya hingga tersisa bahan padatnya saja. Bahan padat inilah yang akan digunakan untuk pembuatan suplemen berprobiotik.

Limbah isi rumen yang telah diperas akan dimanfaatkan dalam 4 tingkatan yaitu limbah isi rumen sebanyak 20%, 40%, 60%, dan 80% yang kemudian diinokulasikan ke dalam medium suplemen untuk produksi suplemen berprobiotik berbasis limbah isi rumen.

Bahan Penguji Kandungan Nutrien

Bahan yang digunakan dalam pengujian suplemen berprobiotik adalah asam sulfat pekat, natrium hidroksida 50% (50 gram/100 ml), asam boraks 2% (2gram/100 ml), asam klorida 0,1 N, tablet katalis (1 gram sodium sulfat anhydrous + 10 mg Se), indikator campuran (20 ml Bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alkohol), H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, alcohol (etanol), dan pepton.

Rancangan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan memanfaatkan limbah isi rumen sebagai sumber probiotik. Penelitian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 12 unit percobaan. Perlakuan yang diberikan, yaitu:

  • 1.    SP20    = Suplemen yang diproduksi menggunakan limbah isi rumen sapi bali dengan

tingkat 20%

  • 2.    SP40    = Suplemen yang diproduksi menggunakan limbah isi rumen sapi bali dengan

tingkat 40%

  • 3.    SP60    = Suplemen yang diproduksi menggunakan limbah isi rumen sapi bali dengan

tingkat 60%

  • 4.    SP80    = Suplemen yang diproduksi menggunakan limbah isi rumen sapi bali dengan

tingkat 80%

Produksi Suplemen Berprobiotik

Suplemen berprobiotik yang diproduksi dibuat dalam 4 tingkat limbah isi rumen yang berbeda yaitu 20% (SP20), 40% (SP40), 60% (SP60), dan 80% (SP80) yang diinokulasikan dalam medium suplemen. Komposisi bahan suplemen berprobiotik dengan level berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.3 Produksi suplemen dilakukan dengan cara pencampuran isi rumen sapi bali dengan medium suplemen (Tabel 3.1) sesuai dengan perlakuan hingga homogen. Isi rumen sapi bali yang telah tercampur dengan medium suplemen selanjutnya dimasukkan kedalam wadah berpenutup dan diinkubasi secara anaerob selama 1 minggu pada suhu 39°C. Setelah 1 minggu produk suplemen berprobiotik yang baru diproduksi dikeringkan secara bertahap dengan cara dimasukkan kedalam oven dengan suhu 39-42° C hingga kadar air menurun menjadi 20-25% selama 2 hari (48 jam). Produk suplemen berprobiotik kemudian di uji kualitasnya (kandungan nutriennya) melalui kegiatan analisis proksimat.

Tabel 3.3 Komposisi Bahan Penyusun Produk Suplemen Berprobiotik

Bahan Penyusun

Komposisi (% DM)

SP20

SP40

SP60

SP80

Isi rumen sapi

20

40

60

80

Dedak jagung

24

18

12

6

Dedak padi

16

12

8

4

Bungkil kelapa

14

10,5

7

3,5

Kedele

16

12

8

4

Tepung tapioca

4

3

2

1

Gula aren

1,6

1,2

0,8

0,4

Tepung gamal

1,6

1,2

0,8

0,4

Eceng gondok

0,8

0,6

0,4

0,2

Daun apu

1,6

1,2

0,8

0,4

Garam dapur

0,32

0,24

0,16

0,08

Mineral-vitamin/

0,08

0,06

0,04

0,02

pignox

Total

100

100

100

100

Prosedur Uji

Evaluasi kandungan nutrien dilakukan melalui analisis proksimat. Kandungan nutrien yang dicari meliputi bahan kering, bahan organik, protein kasar, dan serat kasar yang dilaksanakan dengan terlebih dahulu mempreparasi sampel suplemen berprobiotik. Preparasi sampel dilakukan dengan cara mengeringkan sampel pada oven dengan suhu 7080°C selama 48 jam, hingga diperoleh berat kering (DW/Dry Weight). Sampel dalam kondisi DW/Dry Weight digiling halus dengan tammer mill dengan diameter 0,5 mm. Sampel yang telah tergiling halus siap dimanfaatkan untuk analisis proksimat.

Pengukuran kadar bahan kering dilakukan dengan metode Associaton of Official Analytic Chemist/ A.O.A.C (1980), yaitu dengan langkah kerja sebagai berikut: pertama-tama cawan dicuci, dibilas, dan dikeringkan, cawan dioven dengan suhu 105 - 110 oC sampai mendapat bobot tetap. Setelah bobot tetap didapatkan, cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang sebagai berat konstan cawan. Sampel suplemen berprobiotik di masukkan kedalam cawan sebanyak ± 1 gram untuk ditimbang sebagai bobot awal. Bobot konstan dari cawan dan sampel ditentukan dengan jalan mengoven sampel pada suhu 105 - 110 oC selama 9-12 jam, sampel dikeluarkan dari oven untuk didinginkan dalam desikator selama 30 menit, terakhir sampel ditimbang sebagai bobot akhir.

Kadar bahan organik ditentukan dengan Associaton of Official Analytic Chemist/ A.O.A.C (1980), yaitu dengan prosedur kerja sebagai berikut: pertama-tama cawan porselin dicuci, dibilas dan dikeringkan. Berat konstan cawan ditentukan dengan

memasukkan cawan ke dalam tanur listrik selama 2-3 jam pada suhu 500 OC. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Cawan kosong ditimbang dan sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan kedalam cawan untuk kemudian dibakar dalam tanur selama 3-6 jam pada suhu 500 OC sampai menjadi abu yang ditandai oleh warna putih keabu-abuan tanpa ada bintik-bintik hitam. Cawan yang berisi sampel dikeluarkan dan didinginkan di dalam desikator. Setelah dingin cawan dan abu ditimbang untuk mengetahui berat bahan organik.

Kadar protein kasar ditentukan dengan metode semi mikro kjeldahl (Ivan et al. 1974) yaitu dengan prosedur kerja sebagai berikut: sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak ± 0,3 gram setelah itu sampel dimasukkan kedalam labu kjeldahl dengan menambahkan 1 butir tablet katalis, 1 butiran gelas dan 5 ml asam sulfat pekat untuk dilakukan destruksi dalam suhu rendah sampai asap hilang. Destruksi dilanjutkan dengan menaikkan suhu hingga cairan berubah warna menjadi jernih. Setelah destruksi dihentikan larutan yang telah mendingin diencerkan dengan menggunakan aquadest sebanyak 5 ml. Hasil destruksi dipasang pada alat destilasi markham sambil menambahkan 25 ml NaOH 50%, dan 20 ml asam borak 2% yang sudah dicampur dengan indicator (1 L asam borak 2% ditambah 20 ml 0,1% Brom Chresol Green dan 4 ml 0,1% Metyl Red), setelah larutan mencapai 50 ml destilasi dihentikan. Hasil destilasi dititrasi dengan asam khlorida 0,1 N sampai mencapai titik akhir titrasi.

Serat kasar ditentukan dengan metode analisa Van Soest (1960) dengan melarutan sampel kedalam asam dan basa kuat, serta dengan melakukan pemanasan. Prosedur kerja dimulai dengan menimbang ± 1 gram sampel ke dalam gelas piala tinggi 600 ml yang ditambahkan dengan 50 ml H2SO4 0,3 N dan 25 ml NaOH 1,5 N kemudian diletakkan di atas penangas pasir atau hot plate untuk di didihkan selama 30 menit. Sambil menunggu proses pendidihan dilakukan disiapkan kertas saring bebas abu yang telah dikeringkan bersama cawan porselin dalam oven bersuhu 105-110 OC, yang sebelumnya telah dicatat beratnya. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan aquadest panas 50 ml, H2SO4 0,3 N 50 ml, alkohol 25 ml dan aceton 25 ml. Kemudian kertas saring yang berisi residu dipindahkan ke dalam cawan porselin untuk dikeringkan didalam oven 105-110 OC selama 1-3 jam. Kertas saring yang telah dioven dikeluarkan untuk ditimbang dan dicatat bobot tetapnya. Selanjutnya dilakukan pengabuan sampel pada suhu 400-600 OC selama 1-3 jam, yang dilanjutkan dengan pendinginan didalam desikator. Terakhir berat sampel ditimbang dan dicatat.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan bahan kering (BK) dan nutrien yang meliputi bahan organik (BO), protein kasar (PK), dan serat kasar (SK):

  •    Bahan Kering dicari dengan cara:

t Barat sampel setelah dioven

Kadar bahan kering =------------------------x 1000Λ

Eeratsampel

  •    Bahan organik (Organik matter) dicari dengan cara:

. Berat sampel - Berat abu

Kadar bahan organik =---------------------x 100% Beratsampel

  •    Protein Kasar dicari dengan cara:

0,1 x (ml titrasi sampel - ml HtrasiblankoYx 14x6,25

------------------------------------x 100% = - %

mg sampel

  •    Serat kasar (SK)/ Crude fiber (CF) dicari dengan cara:

(Berat kertas saring + residu konstan I — Berat kertas saring --------------------------------------------------x 10 D %

BeratSampel

Analisis Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara perlakuan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Sastrosupadi, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel. 4.1. Hasil Analisis Kandungan Bahan Kering dan Nutrien Suplemen Berprobiotik

Variabel                          Perlakuan1 SEM3

SP20

SP40

SP60

SP80

Bahan Kering (% as fed basis)

82,88a(2)

79,37a

79,01a

76,65a

3.211

Bahan Organik (% DM)

92,85a

92,24b

90,84c

88,93d

0.109

Protein Kasar (% DM)

15,21ab

15,54a

14,85b

13,96c

0.164

Serat Kasar (% DM)

22,66d

25,58c

28,77b

30,64a

0.166

Keterangan:

1 = Suplemen berprobiotik dengan tingkat limbah isi rumen sapi bali 20% (SP20), suplemen berprobiotik dengan tingkat limbah isi rumen sapi bali 40% (SP40), suplemen berprobiotik dengan tingkat limbah isi rumen sapi bali 60% (SP60), dan suplemen n berprobiotik dengan tingkat limbah isi rumen sapi bali 80% (SP80)

2. = Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)

3.   = SEM: “Standard Error of The Teatment Means

Berdasarkan hasil analisis statistik yang dilakukan menunjukkan kandungan bahan kering (% as fed basis) suplemen berprobiotik berbeda tidak nyata (P>0,05) antar perlakuan. Suplemen berprobiotik dengan tingkat limbah isi rumen sapi bali 20% (SP20) mempunyai kandungan bahan kering sebesar 82,88%; tingkat limbah isi rumen sapi bali 40% (SP40) yaitu 79,37%; tingkat limbah isi rumen sapi bali 60% (SP60) yaitu 79,01% dan tingkat limbah isi rumen sapi bali 80% (SP80) yaitu 76,65% (Tabel 4.1). Perlakuan SP40 lebih rendah 4,24% dari perlakuan SP20, sedangkan SP60 lebih rendah 4,67% dari perlakuan SP20, dan pada perlakuan SP80 kadar bahan keringnya lebih rendah 7,52% dari perlakuan SP20. Namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), hal ini kemungkinan disebabkan karena limbah isi rumen diperas terlebih dahulu untuk mengurangi kadar airnya sebelum dicampurkan kedalam medium suplemen, sehingga limbah isi rumen yang digunakan relatif lebih kering dan secara keseluruhan tidak mempengaruhi kandungan kadar air bahan selain itu bahan penyusun medium yang digunakan dalam keadaan kering.

Pada perlakuan SP20 kandungan bahan kering secara kuantitatif lebih tinggi 82,88% dibandingkan perlakuan lainnya hal ini disebabkan perlakuan SP20 menggunakan limbah isi rumen lebih sedikit dibandingkan perlakuan SP40, SP60, dan SP80, yang akhirnya mempengaruhi kandungan bahan kering suplemen. Widodo (2002) menyatakan kandungan air dalam isi rumen sapi adalah 10,92%, sehingga semakin banyak penggunaan limbah isi rumen yang digunakan akan menaikkan kadar air dan menurunkan kandungan bahan kering suplemen. Hal ini didukung oleh Novianty (2014) yang menyatakan semakin tinggi kadar air maka semakin menurun kadar bahan kering dalam suatu bahan. Faktor lainnya kemungkinan juga berkaitan dengan aktifitas pertumbuhan mikroorganisme dalam suplemen, karena pada perlakuan Sf^Q menggunakan kombinasi 20% isi rumen dan 80% medium suplemen, sehingga mikroba rumen dapat tumbuh dengan baik dan mampu merombak zat makanan yang terkandung dalam medium menjadi bahan kering.

Menurut Arora (1995) mikroba rumen terdiri dari bakteri pencerna selulosa (Bakteroides succinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, dan Butyrifibrio fibrisolvens), bakteri pencerna hemiselulosa (Butirifibrio fibrisolvens, Bacteroides ruminocola, Ruminococcus amylolytica), bakteri penccerna gula (Triponema bryantii, Lactobacillus ruminus), bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). Protozoa yang terdiri dari golongan Holotrichs (pencerna serat yang fermentabel) dan Oligotrichs (perombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna). Dan fungi dalam rumen yang terdiri dari Yeast/Khamir (Trichosporon, Candida, Torulopsis,

Kluyveromyces, Sacharomycopsis dan Hansenula) dan Jamur/Kapang (Aspergillus, Sporormia, Piromonas, Callimastix dan Sphaeromonas).

Terhadap kandungan bahan organik hasil analisis statistik menunjukkan suplemen berprobiotik pada perlakuan SP20 memiliki kandungan bahan organik (% DM) tertinggi yaitu sebesar 92,85% sedangkan perlakuan SP80 mempunyai kandungan bahan organik terendah yaitu sebesar 88,93% yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya (Tabel 4.1). Perlakuan SP40; SP60; SP80 berturut-turut 0,66%; 2,16% dan 4,22% lebih rendah berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan SP20, hal ini dikarenakan kandungan bahan organik suatu bahan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kandungan bahan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Amrullah (2003) yang menyatakan kandungan bahan organik suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya seperti bahan kering dan abu. Dengan tingginya kandungan bahan kering pada perlakuan SP20 juga ikut mempengaruhi tingginya kandungan bahan organik.

Pada kandungan protein kasar penggunaan 80% limbah isi rumen (SP80) menghasilkan suplemen berprobiotik dengan kandungan protein kasar terendah yaitu (P<0,05) yaitu 13,96%. Sedangkan penggunaan 20-60% limbah isi rumen (SP20, SP40 dan SP60) menghasilkan suplemen berprobiotik dengan kandungan protein kasar 15,21%; 15,54% dan 14,85% lebih besar (P<0,05) dibandingkan dengan SP80 (Tabel 4.1), hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan protein dalam medium yang digunakan, dan aktifitas mikroba dalam isi rumen. Perlakuan SP20 dengan kombinasi 80% medium dan 20% limbah isi rumen menyebabkan proses fermentasi berjalan lebih lambat dibandingkan SP40 dan SP60 yang proses fermentasinya berlangsung lebih optimal sehingga protein mikrobial yang terbentuk lebih banyak dibanding SP20, namun pada SP20 kandungan protein dalam medium yang digunakan lebih tinggi sehingga kandungan protein kasar pada perlakuan SP20, SP40 dan SP60 berbeda tidak nyata.

Secara kuantitatif penggunaan limbah isi rumen sapi pada perlakuan SP40 menghasilkan suplemen berprobiotik dengan kandungan protein kasar tertinggi yaitu 15,54%. Hal ini disebabkan oleh kombinasi 40% limbah isi rumen dan 60% medium akan menghasilkan kondisi optimum untuk mikroba tumbuh pada saat proses fermentasi. Pada perlakuan SP40 total fungi dan total bakteri yang tumbuh lebih banyak dibanding perlakuan lainnya yaitu 7,67 x 107 CFU dan 3,17 x 108 CFU (Lampiran 1.) dengan tingginya pertumbuhan mikoba akan menghasilkan protein mikrobial yang tinggi pula sehingga secara kuantitatif kandungan protein pada perlakuan SP40 lebih tinggi dibangkan perlakuan

lainnya. Tingkat penggunaan dosis inokulum menentukan cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim untuk merombak substrat yang pada gilirannya berpengaruh pada produk akhir yaitu proses pembentukan protein mikrobial. Hal ini sesuai dengan pendapat Aisjah (1995) yang menyatakan semakin tinggi dosis inokulum, maka semakin banyak populasi mikroba dan semakin banyak pula komponen substrat yang dirombak. Hal serupa diungkapkan oleh Tanuwidjadja (1974) yang menyatakan bahwa jumlah mikroba yang terlalu banyak dapat menyebabkan sporulasi yang terlalu cepat sehingga sebagian energi tidak digunakan untuk memperbanyak sel, begitu pula sebaliknya, jumlah mikroba yang terlalu sedikit mengakibatkan pertumbuhannya tidak optimal.

Hasil analisis kandungan serat kasar (% DM) tertinggi diperoleh perlakuan SP80 sebesar 30,64% dan terendah diperoleh perlakuan SP20 sebesar 22,66% berbeda nyata (P<0,05). Kandungan serat kasar pada perlakuan SP40 dan SP60 pada Tabel 4.1, berturut-turut 16,51%; dan 6,10% lebih rendah berbeda nyata (P<0,05) dari kandungan serat kasar perlakuan SP80. Hal ini diakibatkan karena tingginya kandungan serat kasar dalam limbah isi rumen. Widodo (2002) mengungkapkan bahwa limbah isi rumen kaya nutrien khususnya serat kasar. Lebih lanjut diungkapkan limbah isi rumen sapi umumnya mengandung serat kasar sampai 28,78%. Tingginya kandungan serat kasar pada perlakuan SP80 kemungkinan dipengaruhi oleh tingginya penggunaan limbah isi rumen dan rendahnya populasi mikroba pencerna serat. Populasi fungi selulolitik dan bakteri selulolitik pada perlakuan SP80 adalah 2,00 x 107 CFU dan 2,38 x 108 CFU (Lampiran 1.) lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya hal ini karena pengaruh kombinasi penggunaan 80% isi rumen dan 20% medium yang menyebabkan terjadinya peningkatan kompetisi antar mikroba yang akhirnya menyebabkan rendahnya populasi mikroba.

Kandungan bahan kering dan nutrien suatu ransum atau pakan suplemen sangat ditentukan oleh komposisi dari kualitas bahan penyusunnnya serta perlakuan/teknologi pengolahan yang diberikan dengan kondisi lingkungan saat pengolahan dilaksanakan. Semakin baik kualitas bahan penyusunnya semakin baik kualitas pakan/suplemen yang dihasilkan. Demikian juga semakin efektif teknologi yang diaplikasikan serta didukung kondisi lingkungan yang kondusif akan menghasilkan suplemen dengan kualitas yang baik pula. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan statemen tersebut, semakin tinggi komposisi bahan yang mempunyai kadar air yang tinggi, semakin rendah kadar bahan kering suplemen yang dihasilkan. Demikian juga semakin tinggi penggunaan pakan kaya serat

(limbah isi rumen) semakin tinggi kandungan serat kasar suplemen. Dari hasil penelitian yang diproleh menunjukkan bahwa suplemen berprobiotik yang diproduksi dari limbah isi rumen sapi bali pada perlakuan SP20 dapat meningkatkan kandungan bahan kering, bahanorganik, protein kasar dan menurunkan serat kasar suplemen.

SIMPULAN

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan limbah isi rumen sapi bali sebanyak 20% kedalam medium menghasilkan kandungan bahan kering dan bahan organik yang lebih tinggi, serta menghasilkan kandungan serat kasar yang paling rendah dibandingkan penggunaan limbah isi rumen 40%, 60%, dan 80%. Terhadap kandungan protein kasar yang dihasilkan, penggunaan limbah isi rumen sapi bali hingga tingkat 40% menghasilkan suplemen berprobiotik dengan kandungan protein kasar paling tinggi dibandingkan pernggunaan limbah isi rumen 20%, 60%, dan 80%. Peningkatan penggunaan limbah isi rumen hingga 80% dapat menurunkan kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, dan peningkatan kadar serat kasar suplemen berprobiotik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada A. A. P. Putra Wibawa, S.Pt. M.Si, I Nyoman Sumerta Miwada, S.Pt. MP dan Dr. Ir. I Gusti Nyoman Gede Bidura, MS yang telah memberikan bimbingan, dan saran selama penulisan karya ilmiah ini berlangsung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS sebagai Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana serta Bapak/Ibu Dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aisjah, T. 1995. Biokonversi Limbah Ubi Singkong Menjadi Bahan Pakan Sumber Protein oleh Jamur Rhizophus Serta Pengaruhnya Terhdap Pertumbuhan Ayam Pedaging. Disertasi. Universitas Padjadjaran Bandung.

Andajani, R. l997. Peran Probiotik dalam Meningkatkan Produksi Unggas. Poultry Indonesia nomor 26/April l997 Hal : 19-20

Anggorodi, R. l985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press., Jakarta.

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Satu Gunung Budi, Bogor.

Arora, S.P.. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia. Terjemahan dari Microbial Digestion In Ruminants. Oleh Retno Murwani. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bidura, I G. N. G. 2007. Limbah. Pakan Ternak alternatif dan Aplikasi Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Dewi, G. A. M. K., I. W. Wijana, N. W. Siti, dan I. M. Mudita. 2013. Optimalisasi Pemanfaatan Limbah Dan Gulma Tanaman Pangan Dalam Usaha Peternakan Itik Bali Melalui Produksi Biosuplemen Berprobiotik Berbasis Limbah Isi Rumen Universitas Udayana, Denpasar.

Ferdinand, Fictor P. 2007. Praktis Belajar Biologi untuk kelas XI Sekolah Menengah Atas. Visindo Media Persada. Jakarta.

Firkins, J.L., A.N. Hristov, † M.B. Hall,‡ G.A. Varga, §dan N.R.St-Pierre. 2006. Integration of Ruminal Metabolism in Dairy Cattle. J. Dairy Sci. 89 (E. Suppl.): E31-E51. American Dairy Science Association. [cited 2007 Novembre 30]. Available from: URL:http://jds.fass.org/cgi/content/abstract/89/e_suppl_1/E31

Ivan, M., D. J. Clack and G. J. White. 1974. Kjeldahl Nitrogen Determination. In: Shorth Cource on Poultry Production, Udayana University, Denpasar.

Jin, L. Z., Ho, Y. W., Abdullah, N. and Jallaludin, S. 1997. Probiotics in poultry Modes of Action. World’s Poultry Science Journal 53; 351 – 368. 10.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I Rangkuma. Lab Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.

Karspinka, E., Blaszeak, G. Kosowska, A. Degrski, M. Binek, and W.B. Borzemska. 2001. Growth of The Intestinal Anaerobes in The Newly Hached Chicks According to The Feeding and Providing with Normal Gut Flora. Bull. Vet Pulawy 45:105-109.

Kartadisatra, H. R. 1994. Pencernaan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Teknik dan Biologi. CV. Amico. Jakarta.

Mahmudi, M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Fosfat Menggunakan Cara Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksan. Universitas Diponogoro. Semarang.

Mastika, I. M. 1991. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Serta Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Mudita, I M., I G.L.O.Cakra, AA.P.P.Wibawa, dan N.W. Siti. 2009. Penggunaan Cairan Rumen Sebagai Bahan Bioinokulan Plus Alternatif serta Pemanfaatannya dalam Optimalisasi Pengembangan Peternakan Berbasis Limbah yang Berwawasan Lingkungan. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Universitas Udayana, Denpasar.

Novianty, Nurhafni. 2014. Kandungan Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Ransum Berbahan Jerami Padi Daun Gamal Dan Urea Mineral Molases Liquid Dengan Perlakuan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Partama, I. B. G., I M. Mudita, N. W. Siti, I W. Suberata, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2012. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas bakteri serta Fungi Lignoselulolitik Limbah Isi Rumen dan Rayap Sebagai Sumber Inokulan dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Berbasis Limbah. Laporan Penelitian Invensi. Universitas Udayana, Denpasar.

Ritonga, H. 1992. Bakteri Sebagai Pemacu Pertumbuhan Mikroorganisme Patogen. Majalah Ayam dan Telur No. 73 Maret 1992.

Roberfoid, M. B. 2000. Probiotics and Probiotics are They Functional Foods 1-3 Am. J. Clin. New. 71 (Suppl): 16828-16878.

Sanjaya, L., 1995. Pengaruh penggunaan isi rumen sapi terhadap PBB, konsumsi dan konversi pada ayam pedaging strain loghman. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sastrosupadi, A.. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Soejono. 1990. Effect of Puratin Urea Amonia Treatment on Digestibility of Rice Staw. Faculty of Animal Gusbandry Gadjah Mada Universty, Yogyakarta.

Suardana, I W., I N. Suarsana, I N. Sujaya, dan K. G. Wiryawan. 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali Sebagai Kandidat Biopreservatif. Jurnal Veteriner Vol. 8 No. 4: 155-159.

Sunarso, dan M. Christiyanto. Manajemen Pakan. Tanpa Tahun. Dalam http://nutrisi.awardspace.com/download/MANAJEMEN%20PAKAN.pdf (diakses pada tanggal 6 Januari 2015)

Sutrisno, C.L et al. 1994. Proceeding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan Pengolahan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Ternak. Ciawi.

Tanuwidjadja. 1975. Single Cell Protein Laporan Ceramah Ilmiah. LKN-LIPI Bandung.

Widodo, W. 2002. Nutrisi Pakan Unggas Kontekstual. Fakultas Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah, Malang.

Winarno, F.G.A.F.S. Budiman, T. Silitongan dan B. Soewardi. 1985. Limbah Hasil Pertania. Kantor Mentri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan. Jakarta.

Williams AG, dan Withers SE. 1992. Changes in the rumen microbial population and its activities during the refaunation period after the reintroduction of ciliate protozoa into the rumen of defaunated sheep. Canadian J Microbiology.39:61-69.

Tripuratapini et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 1 Th. 2015: 105 - 120

Page 120